SEJARAH PERKEMBANGAN RAGAM HIAS NUSANTARA
MATERI 3.2.1
MATERI 3.2.1
Ragam hias adalah bentuk-bentuk dasar hiasan yang disusun berdasarkan pola tertentu secara berulang yang diterapkan pada karya seni kriya/kerajinan/terapan. Ragam hias biasa ditemui pada hasil tenunan, kulit, motif batik, tembikar, anyaman, ukiran kayu, ataupun pahatan batu.
Para leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia mengambil inspirasi motif ragam hias dari kehidupan sehari-hari yang menjadi budaya dan kepercayaan mereka.
Banyaknya jumlah pulau dan suku di Indonesia menghasilkan keberagaman warisan budaya dan karya seni yang luar biasa. Hal ini menandakan bahwa ragam hias yang dibuat oleh masyarakat suatu daerah memiliki ciri khas atau identitas daerah tersebut. Sehingga, karya ragam hias memiliki makna simbolis terhadap budaya dan karakteristik masing-masing daerah.
A. Masa Pra-Sejarah
Zaman Batu
Zaman ini tahun 2000 SM, ketika manusia mula hidup di gua. Aktivitas manusia dalam membuat karya meningkat seiring kebutuhan yang juga meningkat untuk menciptakan alat-alat pertanian sederhana, keperluan ritual, dan sebagainya.
Zaman Perunggu
Zaman ini muncul ketika manusia menemukan dan mengetahui cara mengolah logam, dimana kedudukan batu mulai bergeser. Seiring berjalannya waktu, batu hanya berfungsi sebagai benda pusaka saja dan kehilangan nilai praktis.
Gelombang perpindahan kedua dari daratan Asia ke Nusantara pada tahun 500 sebelum Masehi juga ikut membawa kebudayaan perunggu ke dalam Nusantara.
Ciri-Ciri Ragam Hias Zaman Pra-Sejarah
Cenderung menggunakan motif flora dan fauna akibat lingkungan sehari-hari yang bersifat agraris.
Menampilkan bentuk-bentuk ornamen geometri seperti meander, swasika, tumpal, pilin, lingkaran, dan sebagainya.
Cenderung menampilkan motif-motif hias perlambangan atau simbolis, seperti burung sebagai lambang roh manusia yang telah meninggal.
Cenderung menggunakan warna dasar sesuai dengan lingkungan alam dan pandangan kepercayaan.
B. Masa Klasik atau Hindu-Budha
Ragam hias pada masa klasik dilatarbelakangi oleh agama Hindu dan Budha, yaitu pada abad ke-4 M atau ke-5 M hingga abad 15 M. Ragam hias pada masa ini dipergunakan untuk menghias candi dan artefak seperti benda dari logam dan gerabah. Sehingga, karya seni rupa masa klasik Hindu-Budha didominasi oleh arsitektur religi dan ragam hias dindingnya.
Ragam hias yang berkembang pada masa klasik ada dua, yaitu ragam hias bergaya naturalis dan stiliran.
Naturalis
Unsur yang digambarkan sesuai dengan kenyataan. Seperti manusia, bangunan, flora, dan fauna digambar sesuai dengan apa yang dilihat oleh senimannya.
Stiliran
Unsur yang digambarkan memiliki makna tertentu. Seperti bentuk binatang atau manusia yang memiliki kiasan makna dibentuk oleh rangkaian ragam hias sulur-suluran tumbuhan.
C. Masa Islam
Motif ragam hias pada masa Islam terus berkembang sebagai bentuk penerus tradisi seni hias zaman Hindu-Budha maupun sebagai hasil pengembangannya. Hal tersebut ditandai oleh ornamen batik yang berkembang pesat pada masa Islam. Motif seperti tumpal, banji, meander, swasika, dan swastika pilin mulai ditinggalkan dan digantikan oleh motif flora seperti bungan, buah, dan dedaunan.
Ciri-Ciri Ragam Hias Masa Islam
Unsur yang digambarkan biasanya berbentuk stiliran, terutama ragam hias tumbuhan.
Ragam hias geometris sering ditemukan, terutama bentuk segitiga, segiempat, lingkatan, garis horizontal, garis vertikal, dan sebagainya.
Dinamis dan penuh dengan kerumitan.
Terdapat banyak repetisi/pengulangan.