Kelompok 3 :
Mohammad Revhan Jullyan Syahputra
Maliqul Zaidan Arhaburrazzaq
Muhammad Mahdi Muafa
Mona Salsabila Harahap
Naaila Izdihaar
Judul Jurnal : ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PEKERJA DEPARTEMEN REFINERY PLANNING AND OPTIMIZATION DENGAN METODE NASA-TLX PADA PT. XYZ
Nama Jurnal : Jurnal Manajemen Logistik dan Transportasi
Penulis : Dimas Fathurohman
Volume dan Halaman : Volume 9 Nomor 2, Halaman 22-29
Tanggal dan Tahun : 31 Agustus 2023
ABSTRAK
Pekerjaan berlebihan dapat mempengaruhi beban mental dalam bekerja, dan bukti yang terhimpun akan dikaji lebih lanjut. Analisis keluhan pekerja dimulai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks beban kerja mental NASA-TLX digunakan oleh Departemen RefineryPlanning and Optimizationuntuk mengukur beban kerja mental yang dialami pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor NASA-TLX masing-masing mencapai 79,37,59,61,65,5,64,5, dan termasuk kategori tinggi pada aspek mental, fisik, temporal, kinerja, dan usaha.Kelelahan mental, perasaan lelah, dan penurunan kewaspadaan akan muncul sebagai akibat dari beban kerja mental yang tinggi. Penilaian dengan skor86,7% karyawan mengalami beban kerja mental yang tinggi, 74,9% mengalami beban kerja mental sedang, dan 60,7% mengalami beban kerja mental yang ringan.Aspek yang dijadikan sebagai acuan dalam rekomendasi usulan perbaikan adalah aspek mental demanddan effort.Selain itu hasil analisis diagram fishbone merekomendasikanusulan dengan menambahkanpekerja, penyesuaiandengan melakukanevaluasi waktu kerja dan perbaikan insfrastrukturpenunjang pekerjaan.
LATAR BELAKANG
Untuk merencanakan pengolahan dan produksi, baik bulanan maupun tahunan, Departemen Perencanaan dan Optimalisasi Refineri(RPO) bertanggung jawab atas Crude Oil(mentahan minyak) dan Naptha. Banyaknyabahan bakar minyak yang harus diproduksi dalam satu bulan dan kapan harus dimulai dan kapan harus berhenti produksi. Tugas tersebut sangat penting apabila salah dalam memberikan jumlah yang harus diproduksi maka akan berdampak pada divisi yang lain dan merugikan perusahaan. Selain tugas perencanaan produksi, tugas memproduksi dan mendistribusikan bahan bakar yang sama pentingnya apabila salah dalam mengambil tindakan maka akan berdampak pada departemen lain dan perusahaan.Beban kerja mental adalah perbedaan antara kebutuhan kerja mental dan kemampuan mental pekerja yang bersangkutan(Dewi, 2020).
Tingginya tuntutan dan tekanan kerja dapat mempengaruhi kurangnya produktivitas karyawan menurun kinerja, ganguan psikologi bahkan mudah mengalami stress akibatsetiap menjalankan aktivitas pekerjaan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai skor WWL rata-rata sebesar 61,07 dan berada dalam kategori yang sangat baik. Kemudian faktor-faktor yang memengaruhi diketahui: target permintaan per hari yang tinggi, waktu istirahat yang kurang, panas yang dihasilkan dari proses stamping, dan kurangnya(Adikarana et al, 2022).
Metode ini menggunakan enam dimensi untuk mengukur tingkat beban kerja karyawan: kebutuhan mental, kebutuhan fisik, kebutuhan waktu, prestasi, usaha, dan tingkat kebahagiaan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa 38,10% karyawanmengalami tingkat beban kerja mental yang tinggi, 57,14% mengalami tingkat beban kerja mental yang sedang, dan 4,76% mengalami tingkat beban kerja mental yang ringan (Hart, 2014).
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di PT. TKR pada bulan April hingga Juni 2022. Penelitian berbentuk deskriptif kuantitatif, dimana metode ini menjelaskan penilaian risiko kecelakaan kerja di bagian produksi khususnya proses bongkar pasang mold dan pemotongan compound dengan metode Job Safety Analysis (JSA). Pengambilan data responden melalui wawancara dan observasi langsung di bagian produksi.
Job Safety Analysis
Metode yang difokuskan pada aktivitas kerja dengan tujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya sebelum terjadinya resiko. Metode ini melibatkan analisis yang berpusat pada koneksi antara pekerja, tugas yang diemban, peralatan yang digunakan, serta lingkungan kerja yang ada.
Hierarchy of Controls
Mengendalikan paparan bahaya di tempat kerja sangat penting untuk melindungi pekerja. Hirarki pengendalian risiko adalah cara untuk menentukan tindakan mana yang paling baik untuk mengendalikan paparan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecelakaan dengan tingkat keparahan ringan adalah tergelincir, tersandung dan tergores. Untuk kecelakaan dengan tingkat sedang adalah patah tulang, tertimpa benda dan luka bakar. Sedangkan untuk kecelakaan dengan tingkat berat adalah jari terpotong dan luka sobek. Dalam mengendalikan risiko, perusahaan dapat melakukan pengendalian administrasi yaitu seperti bekerja sesuai SOP, memberikan pelatihan proses kerja kepada pekerja, rotasi pekerjaan agar tidak terus terpapar substansi, membatasi akses ke area atau mesin yang berbahaya. Untuk mengendalikan risiko pekerjaan yang rendah, dapat dengan memastikan APD sesuai pekerjaan telah tersedia dan selalu digunakan oleh pekerja ketika berada area kerja.
KESIMPULAN
Penilaian pekerjaan bongkar pasang mold dan pemotongan bahan compound dengan job safety analysis pada delapan tahapan pekerjaan didapatkan bahwa tahapan dari pekerjaan tersebut memiliki satu tahapan pekerjaan dengan kategori risiko rendah (L), lima tahapan pekerjaan dengan kategori risiko medium (M) dan dua tahapan pekerjaan dengan kategori risiko tinggi (H). Pada tahapan pekerjaan dengan risiko tinggi, dilakukan pengendalian risiko dengan cara eliminasi risiko. Untuk tahapan pekerjaan dengan risiko medium dilakukan pengendalian risiko dengan cara pengendalian administrasi. Sedangkan untuk tahapan pekerjaan dengan risiko rendah dilakukan pengendalian risiko dengan cara penggunaan APD yang sesuai dengan pekerjaan tersebut. Dengan dilakukannya pengendalian risiko diharapkan dapat mengurangi tingkat risiko yang tinggi pada pekerjaan serta mengurangi kecelakaan kerja.