Dari percobaan kali ini, dihasilkan sabun padat dengan ciri-ciri sebagai berikut
Massa cawan kosong = 134,3 gram
Massa cawan + sampel sebelum pengeringan = 139,3 gram
Massa cawan + sampel setelah pengeringan = 138,3 gram
Kadar air = ((139,3-138,3)/5) ✕ 100%
Kadar air = 20%
Dari perhitungan di atas, didapatkan bahwa kadar air pada sabun dengan bahan dasar Tengkawang lebih tinggi daripada standar yang ditetapkan oleh SNI (15%). Menurut Nadya (2013), jika kadar air dalam sabun 15% maka sabun yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang lunak dan mudah larut dalam air sehingga tidak efisien untuk digunakan. Hal ini berkontradiksi dengan hasil sabun pada penelitian ini yang memiliki tekstur keras. Menurut Widiyanti (2009), kekerasan sabun dapat dipengaruhi oleh banyaknya asam lemak jenuh dalam sabun, di mana jika asam lemak jenuh semakin banyak maka akan semakin keras pula sabun yang dihasilkan. Pernyataan ini sesuai dengan kasus pada penelitian ini mengingat lemak Tengkawang merupakan jenis lemak jenuh (terbukti dengan wujudnya yang padat pada suhu ruang), sehingga wajar jika sabun yang dihasilkan memiliki tekstur yang keras.
Volume titrasi HCl = 300 tetes = 15 mL
Kadar Alkali Bebas = ((15✕0,1✕0,04)/5)✕100%
Kadar Alkali Bebas = 0,012 = 1,2%
Pada perhitungan di atas didapatkan hasil bahwa kadar alkali bebas pada sabun dengan bahan dasar lemak Tengkawang adalah sebesar 1,2%. Kadar alkali bebas pada sabun dengan bahan dasar lemak Tengkawang ini sangat tinggi melebihi standar yang ditetapkan oleh SNI, yaitu ≤0,1% . Menurut Qisti (2009), kelebihan alkali bebas dapat disebabkan oleh berlebihnya konsentrasi alkali yang digunakan dalam proses penyabunan. Selain itu, tingginya kadar alkali bebas juga dapat digunakan sebagai indikator ketidaksempurnaan proses saponifikasi (Nandawai, 2009).
Pada kasus ini, peneliti menduga bahwa lemak Tengkawang yang digunakan pada penelitian kali ini memiliki bilangan penyabunan yang berbeda dari yang diteliti oleh Rahman (2011) yang menyatakan bahwa bilangan penyabunan lemak Tengkawang adalah sebesar 190,74 mg/g. Ternyata, pada penelitian oleh Fernandes & Maharani (2017) didapatkan hasil bilangan penyabunan lemak Tengkawang yang dihasilkan dengan mesin pres bertenaga hidrolik adalah sebesar 449,21 mg/g. Hal ini menguatkan argumen peneliti di mana proses pengolahan lemak Tengkawang yang berbeda-beda dapat menyebabkan perbedaan pada bilangan penyabunan lemak Tengkawang tersebut.
Tinggi awal = 6 cm
Tinggi akhir = 5 cm
Busa yang hilang = ((6 − 5)/6)×100%
Busa yang hilang = 16,67%
Stabilitas busa = 100% - 16,67%
Stabilitas busa = 83,33%
Dari hasil perhitungan di atas, didapatkan bahwa stabilitas busa pada sabun dari bahan dasar lemak Tengkawang cukup tinggi yaitu 83,33%. Hal ini berkontradiksi dengan banyaknya busa pada saat digunakan, di mana sabun ini menghasilkan minim busa. Hal ini bisa terjadi karena pada pemeriksaan stabilitas busa, sabun dan air dikocok dengan kecepatan tinggi sehingga lebih banyak sabun yang larut sehingga menyebabkan munculnya lebih banyak busa. Busa menjadi sedikit dihasilkan saat penggunaan biasa dikarenakan susahnya sabun untuk larut dengan air mengingat kerasnya sabun dari bahan dasar lemak Tengkawang ini.
Dari pengujian pH dengan menggunakan pH meter, didapatkan hasil bahwa sabun dengan bahan dasar lemak Tengkawang ini memiliki pH 11,3. pH sabun dengan bahan dasar lemak Tengkawang ini lebih tinggi daripada standar ASTM, yaitu berada pada rentang 9-11. pH yang tinggi ini dapat disebabkan oleh tingginya kadar alkali bebas yang terdapat dalam sabun ini.
Sabun dari bahan dasar lemak Tengkawang belum memenuhi parameter standar SNI dan ASTM. Oleh karena itu, sabun dengan bahan dasar lemak Tengkawang ini tidak disarankan untuk dipakai ke kulit karena memiliki kadar alkali bebas dan pH yang tinggi yang dapat menyebabkan kulit mengalami iritasi.
Dari hasil percobaan tersebut, sabun dapat menurunkan tegangan permukaan air yang dibuktikan dengan tenggelamnya klip kertas pada wadah yang berisi air yang sudah dicampur dengan sabun. Hal ini dapat terjadi karena sabun bersifat surfaktan saat dilarutkan dengan air. Sabun memiliki ekor yang hidrofobik dan kepala yang hidrofilik, sehingga saat dilarutkan sabun akan menarik kotoran dan molekul air sehingga ikatan hydrogen antar molekul air melemah dan menyebabkan jarak antar molekul air menjadi tidak serapat sebelumnya.