Permintaan sewa kantor di kawasan segitiga emas Jakarta, terus anjlok, di tengah pasokan perkantoran yang cukup melimpah. Tren itu terjadi dalam waktu dua tahun belakangan ini.
Begitu sepeti yang dikatakan Direktur Riset Savills Indonesia, Anton Sitorus, menjelaskan hasil riset yang dikerjakan pihaknya pada Semester Pertama 2018. Ia mengungkapkan, pasokan perkantoran sudah banyak, tetapi permintaannya saat ini sangat minim.
"Sehingga, itu membuat tingkat hunian perkantoran yang ada menurun. Jika rata-rata tahun 2014, tingkat huniannya (okupansi) bisa mencapai 85%, sekarang turun 75%," ucap Anton, saat dihubungi VIVA, Kamis (30/0/2018).
Dengan menurunnya okupansi, tambah Anton, hal itu pun berdampak kepada strategi usaha pemilik ataupun pengelola gedung yang mulai bersaing dengan menurunkan tarif sewanya, demi mempertahankan penyewa-nya.
"Akhirnya, mereka memberikan harga yang menarik," katanya.
Tetapi, Anton mengatakan, penurunan harga sewa ruang kantor tidak sertamerta membuat permintaan meningkat. Alasannya adalah banyak perusahaan di tengah situasi ekonomi Indonesia saat ini, belum sanggup melakukan ekspansi. Sehingga, kebutuhan akan ruang kantor hanya berada di level yang sama.
Selain itu, Anton juga memaparkan, ada beberapa perusahaan yang memutuskan pindah dari kawasan segitiga emas atau Central Business District (CBD) Jakarta, karena ingin menghemat biaya operasional yang terbilang mahal.
Menurutnya, situasi ini masih akan terus terjadi melihat ekonomi dalam negeri yang diperkirakan tidak bergerak dari angka 5%.
"Jika di waktu yang normal, perbankan, asuransi, mereka cukup tumbuh ekspansinya. Namun, belakangan ini yang banyak bersumbangsih kepada permintaan itu adalah perusaahan e-commerce seperti coworking space. Namun, perusahaan perbankan, asuransi, mining, jasa keuangan, dalam dua tahun ini hampir tidak ada yang ekspansi," katanya.
Di sisi lain, tambah Anton, untuk perkantoran diluar CBD Jakarta, trennya juga hampir serupa, dimana terjadi penurunan tingkat sewa. Hanya saja, permintaan sewa ruang kantor di kawasan non CBD, justru lebih besar daripada di kawasan CBD.
"yang menarik, saat ini justru lebih besar permintaan di kawasan non CBD. Net take up-nya itu kalau di dalam CBD 25 ribuan meter persegi, di luar CBD net take up-nya 50 ribu meter per segi. Ini istilahnya net demand-nya lah," katanya.
"Tapi tingkat okupansi, sama turunnya. Di luar kawasan segitiga emas Jakarta juga turun. Namun, kalau dari pertumbuhan harga sewa di kawasan CBD terjadi penurunan. Tetapi di luar CBD Jakarta, relatif stabil," tutupya.