Perkembangan dunia pariwisata di Indonesia, khususnya DKI Jakarta berkembang sangat pesat. Banyak sekali objek wisata yang dapat dijadikan pilihan para wisatawan untuk sekedar melepas penat, mencari hiburan, mengeksplorasi wawasan mengenai seni budaya, kuliner, bahkan sejarah yang dimiliki oleh Jakarta khususnya di kawasan Kota Tua.
Bagi Anda yang menyukai sejarah, Kota Tua merupakan pilihan atraksi wisata terbaik yang patut Anda kunjungi. Kota Tua yang disebut juga dengan Batavia Lama memiliki dua julukan yang sangat menarik, yaitu 'Permata Asia' dan 'Ratu dari Timur' karena memiliki wilayah yang sangat strategis untuk perdagangan khususnya di Asia Tenggara dan Kota Tua juga merupakan pusat pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu.
Tidak ada biaya masuk ke Kota Tua karena merupakan Fasilitas Umum akan tetapi untuk masuk ke Museum Anda akan dikenakan biaya sebesar Rp. 2000 s/d Rp. 5000 saja dan dapat dilalui menggunakan transportasi umum bahkan pribadi. Fasilitas yang ada di Kota Tua pun tentunya semakin lengkap mulai dari tempat sampah, tempat duduk, Toilet, Mushola, Tempat belanja souvenir, Restaurant, sewa sepeda, dan kuliner jakarta di sekitarnya.
Sebelum berdirinya 3 museum yang ada di Kota Tua saat ini yaitu Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik, tentunya memiliki nilai sejarah yang cukup panjang. Berawal dari wilayah yang digunakan sebagai pusat perdagangan Asia Tenggara, lalu sebagai kantor balai kota, sebagai tempat pengadilan untuk persidangan tahanan-tahanan pada zaman VOC menguasai Batavia dan juga sebagai tempat eksekusi mati para tahanan, selanjutnya dijadikan sebagai kantor residence Jawa Barat I & II dan terakhir digunakan sebagai markas logistik senjata pada zaman penjajahan Jepang. Sampai akhirnya saat Jakarta dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin, tiga bangunan di Kota Tua diresmikan sebagai museum sejarah, seni dan budaya yaitu Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, dan Museum Seni Rupa & Keramik.
Gambar Museum Sejarah Jakarta
Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal dengan sebutan Museum Fatahillah karena terletak di Taman Fatahillah No.1 merupakan salah satu museum yang memiliki banyak sejarah di dalamnya, museum ini dulunya digunakan sebagai bangunan Balai Kota Batavia yang dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn pada tahun 1707-1710. Bangunan Museum Sejarah Jakarta hingga saat ini masih memperlihatkan keasliannya sebagai bangunan bergaya neo klasik yang menyerupai Istana Dam di Amsterdam.
Museum Sejarah Jakarta diresmikan oleh bapak Ali Sadikin pada tanggal 30 maret 1974 dan menyimpan sebanyak 23.000 koleksi barang bersejarah, baik itu koleksi asli maupun replika, seperti koleksi peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik perpaduan dari gaya eropa, tiongkok dan indonesia mulai dari abad ke-17 hingga ke-19, dan juga terdapat replika dari batu prasasti. Koleksi koleksi ini disimpan di berbagai ruangan seperti Ruang Prasejarah, Ruang Batavia, Ruang Tarumanegara dan ruang lainnya. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda dan tidak pernah do renovasi hingga saat ini yang diisi oleh 50-70 tahanan pada masa itu dan salah satu dari tahanannya yaitu Pangeran Diponegoro.
Museum Wayang yang berada di lokasi di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Kota Tua Jakarta ini merupakan tempat penyimpanan sejarah mengenai wayang. Sebelum menjadi sebuah museum dulunya gedung ini adalah sebuah Gereja Belanda Lama. Gedung ini dibangun pada tahun 1640, lalu pada tahun 1732 berganti nama menjadi Gereja Belanda Baru. Pada tahun 1808 pernah terjadi gempa bumi yang mengakibatkan gedung ini hancur, dan dulu nya di belakang Gereja pernah terdapat makam pejabat sipil Belanda yang sekarang sudah dipindahkan. Pada tahun 1960 gedung ini pernah dijadikan sebuah Museum Sejarah Jakarta, sebelum gedung Balai Kota dijadikan Museum Sejarah Jakarta gedung Museum Wayang adalah tempat pertama yang dijadikan sebagai Gedung Museum Sejarah Jakarta. Pada 13 Agustus 1975 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menetapkan gedung ini sebagai Museum Wayang yang memiliki 6.000 koleksi.
Museum Seni Rupa dan Keramik yang berlokasi di Jalan Pos Kota No 2, Kota Tua Jakarta. Museum ini di bangun pada Tahun 1870 dengan bangunan bergaya Neo Klasik yang memiliki delapan tiang besar di depan bangunan. Museum ini dulunya digunakan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia. Namun pada Tahun 1944 Jepang berhasil mengambil alih gedung ini dan dijadikan sebagai asrama militer Jepang.
Pada Tahun 1977, Gubernur pada saat itu menjabat yaitu Ali Sadikin meresmikan gedung ini menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik, di gedung ini terdapat 14.000 koleksi keramik dan koleksi tambahan lainnya seperti ada Celengan berbentuk babi yang memiliki filosofi tersendiri yaitu karena babi selalu makan apa yang ada di hadapannya dan tidak akan berhenti sebelum kenyang, sehingga menurut orang-orang pada zaman tersebut celengan bentuk babi tepat untuk menggambarkan kegunaan celengan yang harus diisi sampai penuh.
Untuk anda yang ingin berkunjung disarankan datang pagi hari untuk menghindari kemacetan dan cuaca terik khas ibu kota, dan juga jangan lupa untuk membawa kamera untuk berfoto ria di sekitar Kota Tua. Atraksi wisata ini akan sangat cocok untuk didatangi bersama dengan keluarga ataupun orang yang anda cinta.