JURNAL GURU SMPN 3 DARANGDAN
Neneng Halimah
Pendidikan Profesi Guru, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Jln. Desa Sawit KM. 3 Darangdan Kabupaten Purwakarta Jawa Barat
Informasi Artikel
ABSTRAK
Sejarah Artikel: Penelitian
Diterima: 11 Nov. 2023
Revisi: 04 Maret 2024
Dipublikasikan: 6 Maret 2024
Kata Kunci:
Keaktifan belajar,
Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Bahasa Inggris
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran diskusi dan meningkatkan keterampilan diskusi peserta didik kelas VII E SMPN 3 Darangdan melalui model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model pembelajaran Two Stay Two Stray dipilih karena dapat memacu dan mendorong peserta didik untuk aktif berbicara menyampaikan ide/gagasan dalam kegiatan berdiskusi. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII E SMPN 3 Darangdan semester ganjil tahun pelajaran 2023/2024. Penelitian difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan masih rendahnya keterampilan peserta didik dalam kegiatan diskusi, peserta didik cenderung malu dan kurang berani dan percaya diri dalam mengungkapkan gagasan, ide, pikiran, sanggahan, maupun persetujuan pada saat berdiskusi dan kurang bervariasinya penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan diskusi. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan, wawancara, tes keterampilan berdiskusi peserta didik, catatan lapangan, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Keabsahan data diperoleh melalui validitas (demokratik, proses, dialogik, hasil) dan reliabilitas dengan menyajikan data asli berupa catatan lapangan, transkrip wawancara, lembar observasi, lembar penilaian diskusi, dan foto kegiatan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) secara proses, pembelajaran diskusi mengalami peningkatan yang signifikan. Sebelum implementasi tindakan, peserta didik masih belum aktif melakukan diskusi dan belum mampu bekerjasama dengan baik pada saat berdiskusi. Setelah implementasi tindakan, peserta didik menjadi aktif dan mampu bekerjasama dengan baik pada saat berdiskusi; (2) secara produk, peserta didik dalam berdiskusi pada saat pratindakan dengan skor rata-rata 7,31 dan pada akhir pelaksanaan tindakan yakni siklus III menjadi 20,90. Kemampuan peserta didik dalam berdiskusi mengalami peningkatan.
PENDAHULUAN
Pada mata pelajaran Bahasa Inggris, pembelajaran keterampilan berbicara, terdapat berbagai kegiatan, antara lain: bercerita berdasar gambar, berbicara berdasar rangsang suara, wawancara, diskusi, pidato, dan debat. Pembelajaran diskusi merupakan salah satu keterampilan berbicara yang diajarkan di sekolah.
Diskusi merupakan kegiatan memecahkan sebuah permasalahan secara bersama-sama untuk mengambil kesimpulan dari permasalahan tersebut. Melalui diskusi, peserta didik berlatih untuk berkomunikasi dengan orang lain secara berkelompok. Peserta didik juga dituntut untuk aktif mengeluarkan ide/gagasan untuk memberikan pendapat tentang suatu permasalahan melalui kegiatan berdiskusi. Hal ini mampu merangsang kreativitas, keberanian, membangun kerjasama kelompok, dan melatih sikap saat berkomunikasi dengan orang lain.
Pada pelaksanaan pembelajaran diskusi, seringkali peserta didik kurang mampu melakukan diskusi dengan tepat. Peserta didik hanya sekadar berdiskusi untuk melaksanakan tugas dalam mata pelajaran bahasa Inggris tanpa memperhatikan tujuan dan manfaat dari pembelajaran tersebut. Banyak peserta didik mengalami kesulitan ketika harus mengungkapkan pikiran atau pendapatnya di hadapan teman sekelasnya. Peserta didik lebih banyak diam dan cenderung tidak aktif. Terlebih pada praktiknya, peserta didik sulit dalam menyampaikan gagasannya tentang sebuah permasalahan dalam sebuah forum. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan pemahaman mengenai apa itu diskusi dan bagaimana cara melakukan diskusi yang baik, khususnya berdiskusi dalam sebuah kelompok.
Dari permasalahan di atas, diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan diskusi peserta didik. Dalam menentukan model pembelajaran diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan disampaikan dan pengetahuan tentang model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang sudah ada sangat banyak sehingga harus dipilih model yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Situasi dan kondisi peserta didik di kelas juga harus diperhatikan sehingga pada prosesnya tidak mengalami hambatan yang justru akan merugikan peserta didik. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk dapat memilih dan menerapkan model pembelajaran di kelas agar materi pembelajaran dapat tersampaikan dengan optimal. Di samping itu, guru harus mampu menyesuaikan model pembelajaran dengan kondisi peserta didik di kelas selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik khususnya dalam pembelajaran diskusi.
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti selaku guru bahasa Inggris di SMPN 3 Darangdan, khususnya di kelas VII E, secara umum ditemukan beberapa kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan pembelajaran diskusi di kelas, seperti: peserta didik kurang mengetahui tentang diskusi yang baik, peserta didik cenderung pasif dan sulit untuk berbicara, peserta didik kurang berani dan kurang aktif dalam mengutarakan gagasan atau pikirannya pada saat kegiatan berdiskusi. Pembelajaran diskusi di kelas VII E SMPN 3 Darangdan belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai, sehingga pada pelaksanaannya belum berhasil secara optimal. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam pembelajaran diskusi. Oleh karena itu, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dalam pembelajaran diskusi.
Two Stay Two Stray merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu, padahal pada kenyataan hidup di luar sekolah, manusia itu saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Pada pembelajaran dengan model ini peserta didik diajarkan untuk secara aktif melakukan diskusi secara berkelompok dan bekerjasama membahas sebuah permasalahan.
Kelebihan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini dalam diskusi yakni peserta didik dapat aktif selama pembelajaran dan lebih menguasai permasalahan yang didiskusikan. Pelaksanaannya dilakukan dengan membentuk kelompok yang masing-masing anggota terdiri dari empat peserta didik dengan kemampuan yang heterogen. Peserta didik akan merasa memiliki tanggung jawab dan ketertarikan untuk melaksanakan kegiatan ini. Peserta didik juga lebih berwawasan luas, mempunyai ide, dan aktif mengungkapkan pikiran dan gagasan mereka. Dengan model pembelajaran ini, peserta didik akan mampu berbicara karena langkah dalam model Two Stay Two Stray mengharuskan peserta didik untuk berbicara dalam sebuah diskusi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan desain penelitian model Kemmis dan Mc. Taggart. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2023/2024, yaitu pada bulan Oktober. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VIIE SMPN 3 Darangdan yang terdiri dari 36 peserta didik. Objek penelitian adalah keaktifan belajar peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pelaksanaan tindakan selama 2 siklus yang dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan, diperoleh data bahwa keaktifan belajar peserta didik mengalami peningkatan. Peningkatan keaktifan belajar diketahui dengan menerapkan model pembelajaran two stay two stray. Hasil observasi terhadap penerapan model pembelajaran two stay two stray dapat dilihat pada diagram berikut:
Tabel 1. Perbandingan Hasil Observasi Keaktifan Belajar Peserta Didik Menggunakan
Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Siklus I dan siklus II
Keaktifan Belajar Peserta didik Menggunakan Model Pembelajaran Two Stay TwoStray
SIKLUS I
SIKLUS II
68,36%
83,63%
Baik
Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas persentase hasil observasi keaktifan belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran two stay two stray pada siklus I masih 68,36% dengan kategori baik, sedangkan pada siklus II mencapai 83,63% dengan kategori sangat baik. hasil observasi keaktifan belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran two stay two stray meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 15,27%. Peningkatan keaktifan belajar peserta didik diketahui dari hasil evaluasi peserta didik pada siklus I dan II sebagai berikut:
Tabel 2. Data Hasil Evaluasi Peserta Didik Siklus I dan II
Keterangan
Nilai
Siklus I
Siklus II
Jumlah
2740
3235
Rerata
68,50
78,90
Nilai Tertinggi
95
100
Tuntas KKM
17
29
Belum Tuntas KKM
24
12
Persentase KKM
42,60%
70,73%
Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan, diketahui bahwa hasil belajar peserta didik pada pembelajaran Bahasa Inggris melalui penerapan model two stay two stray mengalami peningkatan. Rata rata nila peserta didik meningkat dari siklus I sebesar 68,5 menjadi 78,90 pada siklus II. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa peserta didik yang telah lolos KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) pada siklus I sebanyak 17 peserta didik dari seluruh jumlah peserta didik dengan persentase 41,46%. Pada siklus II terjadi peningkatan mencapai 70,73% yang terdiri dari 29 peserta diidk yang telah lulus KKM. Pencapaian hasil belajar klasikal pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan karena peserta didik mengalami ketuntasan belajar individual ≥ 70. Hasil observasi aktivitas guru menggunakan model pembelajaran two stay two sraty pada siklus I dan siklus II disajikan dalam tabel 3 berikut.
Tabel 3. Perbandingan Hasil Observasi Aktivitas Guru Menggunakan
Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Siklus I dan Siklus II
Aktivitas Guru Menggunakan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
SIKLUS 1
SIKLUS 2
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 1
Pertemuan 2
81,25%
87,50%
100%
100%
Hasil observasi keterampilan guru siklus I pertemuan I memperoleh persentase 81,25% dengan kriteria baik. Siklus I pertemuan II terjadi peningkatan skor menjadi 87,50% dengan kriteria sangat baik. Siklus II pertemuan I memperoleh persentase 100% dengan kriteria sangat baik baik. Pada siklus II pertemuan II memperoleh hasil kriteria sangat baik. Keterampilan guru siklus I pertemuan I ke siklus I pertemuan II mengalami kenaikan persentase dikarenakan pada menutup pelajaran guru telah mengalami ketuntasan dalam semua deskriptornya.
Penggunaan model pembelajaran two stay two stray dalam pembelajaran Bahasa Inggris membuat pembelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih bermakna, menyenangkan, dan memunculkan keaktifan peserta didik karena model pembelajaran two stay two stray melibatkan peserta didik berperan aktif untuk menemukan jawaban suatu permasalahan melalui proses berpikir dan diskusi. Model pembelajaran two stay two stray menitikberatkan peserta didik aktif secara mental maupun fisik. Aktivitas mental yang dilakukan dalam model pembelajaran two stay two stray dapat membuat pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan sehingga mudah diingat peserta didik. Model pembelajaran two stay two stray dapat meningkatkan keaktifan peserta didik, hal ini didukung oleh pendapat Miftahul Huda (2013: 253) yang menyatakan bahwa kelebihan dari model pembelajaran two stay two stray yaitu dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik. Dalam model pembelajaran ini karena terdapat unsur permainan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Anita Lie (2022: 55) yang mengungkapkan bahwa berdasarkan temuan di lapangan, pembelajaran two stay two stray mempunyai kelebihan mampu memunculkan suasana kegembiraan tumbuh dalam proses pembelajaran (let them move). Dengan adanya suasana tersebut, peserta didik dapat lebih termotivasi untuk belajar karena lebih antusias dan tertarik dalam kegiatan pembelajaran.
Bila ditinjau dari hasil observasi, aktivitas peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris melalui model two stay two stray dengan mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus I pertemuan I dan II persentase rata-rata keaktifan peserta didik 70,96% dan 76,98% yang termasuk dalam kategori baik. Pada siklus II pertemuan I dan II persentase rata-rata aktivitas keaktifan peserta didik 81,02% dan 86,20% termasuk dalam kategori baik dan sangat baik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran two stay two stray dalam pembelajaran Bahasa Inggris di kelas VII E SMPN 3 Darangdan dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik. Pelaksanaan model pembelajaran two stay two stray mengalami peningkatan. Rata-rata persentase keaktifan belajar pada pra siklus sebesar 32,39% (kategori kurang) meningkat menjadi 73,25% (kategori baik) pada siklus I. Penerapan model pembelajaran two stay two stray pada siklus I terdapat beberapa kekurangan sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sikus II. Adapun perbaikan yang dilakukan berupa pemberian penguatan kepada peserta didik agar berani dalam menyampaikan pendapat dan menjawab pertanyaan, mendorong peserta didik untuk memerhatikan dengan seksama siapapun yang sedang menyampaikan pendapat, memotivasi peserta didik untuk aktif dengan cara memberikan pujian ataupun penghargaan kepada peserta didik, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara bebas mengungkapkan pendapatnya. Guru lebih intensif dalam membimbing peserta didik. Peneliti dan guru melakukan diskusi mengenai langkah pembelajaran yang belum terlaksana. Setelah dilaksanakan perbaikan, terjadi peningkatan pada siklus II berupa rata-rata persentase keaktifan peserta didik meningkat menjadi 82,79% (kategori sangat baik). Peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: (1) bagi pihak sekolah, hendaknya melakukan pembinaan kepada para guru untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariasi misalnya model pembelajaran two stay two stray, sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan bagi peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, (2) bagi guru, hendaknya model pembelajaran two stay two stray dapat digunakan guru sebagai variasi model pembelajaran sekaligus untuk meningkatkan keaktifan belajar peserta didik. Guru hendaknya rajin memberikan motivasi dan semangat kepada peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran, (3) bagi peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan kajian yang lebih mendalam tentang penerapan model pembelajaran two stay two stray serta mengembangkannya lebih lanjut agar dapat lebih baik dalam meningkatkan keaktifan belajar peserta didik.
REFERENSI
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Lie, Anita. 2022. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas.
Jakarta: Grasindo
Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW
PADA SISWA KELAS VII F SMPN 3 DARANGDAN
Iis Kurniawati K.
Pendidikan Profesi Guru, Universitas Pendidikan Indonesia
iiskuniawati79@gmail.com
Jln. Desa Sawit KM. 3 Darangdan Kabupaten Purwakarta Jawa Barat
Informasi Artikel
ABSTRAK
Sejarah Artikel: Penelitian
Diterima: 4 Maret 2024
Revisi: 05 Maret 2024
Dipublikasikan: 7 Maret 2024
Kata Kunci:
Hasil Belajar IPS, Model Cooveratieve Learning Tipe Jigsaw
Penelitian Tindakan Kelas tentang Penggunaan metode Cooperative learning Tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa telah dilaksanakan dalam 2 siklus kegiatan, dapat penulis simpulkan sebagai berikut: Hasil Belajar Siswa Kelas VII F SMPN 3 Darangdan pada Siklus I mengalami peningkatan, yang dibuktikan dengan perolehan nilai atau hasil tes siswa yang semakin menunjukkan kemajuan. Siswa yang berhasil mencapai nilai KKM, meningkat menjadi 28 orang atau 75,67% atau terdapat peningkatan sebesar 31,67 % dari sebelumnya. Hasil Belajar Siswa Kelas VII F SMPN 3 Darangdan pada Siklus II mengalami peningkatan dari hasil belajar pada siklus I yang dibuktikan dengan perolehan nilai atau hasil tes yang diperoleh siswa. Siswa yang berhasil mencapai nilai KKM meningkat menjadi 31 orang atau 83,78% atau terdapat peningkatan sebesar 51,35 % dari sebelumnya. Ketuntasan Belajar secara klasikal menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan, meskipun belum mencapai kriteria ideal yang menunjukkan tingkat keberhasilan pembelajaran (85%). Jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal meningkat menjadi 31 orang, yaitu sebesar 83,78%. Penggunaan Model Cooveratieve Learning Tipe Jigsaw dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII F pada Mata Pelajaran IPS di SMPN 3 Darangdan Kabupaten Purwakarta.
PENDAHULUAN
Seorang guru yang profesional dituntut untuk memiliki berbagai kompetensi, seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru sebagai penggagas perubahan di tengah masyarakat, dituntut untuk menguasai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Oleh karena itu, seorang guru harus berusaha memikul tanggung jawab besar terhadap pembelajaran khususnya kepada peserta didik demi meningkatkan pengetahuan dan hasil pengalaman belajarnya. Sebagai agen pembelajaran guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar dan pendidik saja, tetapi harus pula memiliki kemampuan dalam memilih metode pembelajaran yang paling akomodatif dan kondusif untuk siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara efektif dan efisien.
Namun dalam kenyataannya, guru seringkali mendapat kendala bagaimana memilih dan menggunakan metode dalam pembelajaran, metode dan strategi yang bagaimana yang paling tepat untuk membahas satu materi pembelajaran, atau metode apakah yang paling diminati oleh sebagian besar siswa, sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan.
Penulis sebagai guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sering kali menghadapi berbagai kendala dalam menyampaikan materi pembelajaran, khususnya dalam memilih metode, apalagi mata pelajaran IPS di SMP merupakan mata pelajaran non eksakta yang disampaikan secara terpadu terdiri dari materi Sejarah, Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi yang dianggap materi pelajaran hapalan yang membosankan. Kekomplekan materi ini membutuhkan ekstra kerja keras agar pembelajaran tidak membosankan.
Pembelajaran yang membosankan ini tentu akan terus berlangsung apabila para guru khususnya guru IPS hanya menggunakan metode yang konvensional saja, tidak melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajarannya. Apalagi kenyataan yang penulis hadapi saat ini minat siswa khususnya siswa kelas VII F SMPN 3 Darangdan Tahun Pelajaran 2023/2024 terhadap mata pelajaran IPS masih kurang, yang menyebabkan hasil belajarnyapun kurang memuaskan yaitu sekitar 67,57% siswa belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Hasil belajar siswa kelas VII F ini sangat rendah dibandingkan dengan hasil belajar kelas-kelas yang lainnya dan jauh dari target pencapaian KKM yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut, penulis menganggap sangat perlu melakukan penelitian berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan mencoba menggunakan metode pembelajaran kooperatif atau Cooperative learning yang sedang gencar disosialisasikan sebagai alternatif dan berharap dengan metode ini bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu metode yang akan dicoba adalah Model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan desain penelitian model Kemmis dan Mc. Taggart. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2023/2024, yaitu pada bulan Februari. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII F SMPN 3 Darangdan yang terdiri dari 37 peserta didik. Objek penelitian adalah keaktifan belajar peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pelaksanaan tindakan selama 2 siklus yang dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan, diperoleh data bahwa keaktifan belajar peserta didik mengalami peningkatan. Peningkatan keaktifan belajar diketahui dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw. Hasil observasi terhadap penerapan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw dapat dilihat pada diagram berikut:
Tabel 1. Perbandingan Hasil Observasi Keaktifan Belajar Peserta Didik Menggunakan
Model Pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw Siklus I dan siklus II
Keaktifan Belajar Peserta didik Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw
SIKLUS I
SIKLUS II
73,36%
84,53%
Baik
Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas persentase hasil observasi keaktifan belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw pada siklus I masih 73,36% dengan kategori baik, sedangkan pada siklus II mencapai 84,53% dengan kategori sangat baik. hasil observasi keaktifan belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 11,17%. Peningkatan keaktifan belajar peserta didik diketahui dari hasil evaluasi peserta didik pada siklus I dan II sebagai berikut:
Tabel 2. Data Hasil Evaluasi Peserta Didik Siklus I dan II
Keterangan
Nilai
Siklus I
Siklus II
Jumlah
2740
3235
Rerata
68,50
78,90
Nilai Tertinggi
95
100
Tuntas KKM
17
29
Belum Tuntas KKM
24
12
Persentase KKM
42,60%
70,73%
Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan, diketahui bahwa hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS melalui penerapan model Cooperative learning Tipe Jigsaw mengalami peningkatan. Rata rata nila peserta didik meningkat dari siklus I sebesar 68,5 menjadi 78,90 pada siklus II. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa peserta didik yang telah lolos KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) pada siklus I sebanyak 17 peserta didik dari seluruh jumlah peserta didik dengan persentase 41,46%. Pada siklus II terjadi peningkatan mencapai 70,73% yang terdiri dari 29 peserta diidk yang telah lulus KKM. Pencapaian hasil belajar klasikal pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan karena peserta didik mengalami ketuntasan belajar individual ≥ 70. Hasil observasi aktivitas guru menggunakan model pembelajaran two stay two sraty pada siklus I dan siklus II disajikan dalam tabel 3 berikut.
Tabel 3. Perbandingan Hasil Observasi Aktivitas Guru Menggunakan
Model Pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw Siklus I dan Siklus II
Aktivitas Guru Menggunakan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
SIKLUS 1
SIKLUS 2
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 1
Pertemuan 2
81,25%
87,50%
100%
100%
Hasil observasi keterampilan guru siklus I pertemuan I memperoleh persentase 81,25% dengan kriteria baik. Siklus I pertemuan II terjadi peningkatan skor menjadi 87,50% dengan kriteria sangat baik. Siklus II pertemuan I memperoleh persentase 100% dengan kriteria sangat baik baik. Pada siklus II pertemuan II memperoleh hasil kriteria sangat baik. Keterampilan guru siklus I pertemuan I ke siklus I pertemuan II mengalami kenaikan persentase dikarenakan pada menutup pelajaran guru telah mengalami ketuntasan dalam semua deskriptornya.
Penggunaan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw dalam pembelajaran IPS membuat pembelajaran IPS menjadi lebih bermakna, menyenangkan, dan memunculkan keaktifan peserta didik karena model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw melibatkan peserta didik berperan aktif untuk menemukan jawaban suatu permasalahan melalui proses berpikir dan diskusi. Model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw menitikberatkan peserta didik aktif secara mental maupun fisik. Aktivitas mental yang dilakukan dalam model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw dapat membuat pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan sehingga mudah diingat peserta didik. Model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan peserta didik, hal ini didukung oleh pendapat Miftahul Huda (2013: 253) yang menyatakan bahwa kelebihan dari model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw yaitu dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik. Dalam model pembelajaran ini karena terdapat unsur permainan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Anita Lie (2022: 55) yang mengungkapkan bahwa berdasarkan temuan di lapangan, pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw mempunyai kelebihan mampu memunculkan suasana kegembiraan tumbuh dalam proses pembelajaran (let them move). Dengan adanya suasana tersebut, peserta didik dapat lebih termotivasi untuk belajar karena lebih antusias dan tertarik dalam kegiatan pembelajaran.
Bila ditinjau dari hasil observasi, aktivitas peserta didik dalam pembelajaran IPS melalui model Cooperative learning Tipe Jigsaw dengan mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus I pertemuan I dan II persentase rata-rata keaktifan peserta didik 70,96% dan 76,98% yang termasuk dalam kategori baik. Pada siklus II pertemuan I dan II persentase rata-rata aktivitas keaktifan peserta didik 81,02% dan 86,20% termasuk dalam kategori baik dan sangat baik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw dalam pembelajaran IPS di kelas VII F SMPN 3 Darangdan dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik. Pelaksanaan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw mengalami peningkatan. Rata-rata persentase keaktifan belajar pada pra siklus sebesar 32,39% (kategori kurang) meningkat menjadi 73,25% (kategori baik) pada siklus I. Penerapan model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw pada siklus I terdapat beberapa kekurangan sehingga perlu dilakukan perbaikan pada sikus II. Adapun perbaikan yang dilakukan berupa pemberian penguatan kepada peserta didik agar berani dalam menyampaikan pendapat dan menjawab pertanyaan, mendorong peserta didik untuk memerhatikan dengan seksama siapapun yang sedang menyampaikan pendapat, memotivasi peserta didik untuk aktif dengan cara memberikan pujian ataupun penghargaan kepada peserta didik, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara bebas mengungkapkan pendapatnya. Guru lebih intensif dalam membimbing peserta didik. Peneliti dan guru melakukan diskusi mengenai langkah pembelajaran yang belum terlaksana. Setelah dilaksanakan perbaikan, terjadi peningkatan pada siklus II berupa rata-rata persentase keaktifan peserta didik meningkat menjadi 82,79% (kategori sangat baik). Peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: (1) bagi pihak sekolah, hendaknya melakukan pembinaan kepada para guru untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariasi misalnya model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw, sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan bagi peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, (2) bagi guru, hendaknya model pembelajaran Cooperative learning Tipe Jigsaw dapat digunakan guru sebagai variasi model pembelajaran sekaligus untuk meningkatkan keaktifan belajar peserta didik. Guru hendaknya rajin memberikan motivasi dan semangat kepada peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran.
REFERENSI
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Lie, Anita. 2022. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo
Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.