Ref4: Sakatimona

Source: Malay Magic : being an introduction to the folklore and popular religion of the Malay Peninsula - Walter W Skeat, 1900. [ 1 ], [ 2 ], [ 3 ].

Excerpt: ch.1 Nature, (a) Creation of the World, pp. 2-4.

The  account  which  I  shall  now  give,  however, differs  considerably  from  the  preceding.  It was taken down by me from an introduction to a Malay  charm-book  belonging  to  a  magician  (one  'Abdul  Razzak  of Klang  in  Selangor),  with  whom  I  was  acquainted,  but who,  though  he  allowed  me  to  copy  it,  would  not  allow me  either  to  buy  or  borrow  the  book  :³ — 


"  In the days when Haze bore Darkness, and Darkness Haze, when the Lord of the Outer Silence Himself was yet in the womb of Creation, before the existence of the names of Earth and Heaven, of God and Muhammad, of the Empyrean and Crystalline spheres, or of Space and  Void, the Creator of  the entire Universe pre-existed by Himself, and He was the Eldest Magician.  He created the  Earth of the width of a tray and the Heavens of the width of  an umbrella, which are the universe of the Magician. Now from before  the beginning of time existed that Magician — that  is,  God — and  He made Himself manifest with the brightness of the moon  and  the  sun, which is the token of the True Magician." 

p.2
¹ Newbold, British Settlements in the Straits of  Malacca,  vol.  ii.  pp.  360, 361.

³  The  full  Malay  text  of  this  introduction will  be  found  in  the  Appendix. 

The  account  proceeds to describe  how  God " created the pillar of the  Ka'bah,¹  which is the Navel of the Earth, whose growth is comparable to  a  Tree, . . . whose  branches are four in number, and are called, the first,  'Sajeratul  Mentahar,' and the second 'Taubi,' and the third, 'Khaldi,' and the  fourth 'Nasrun 'Alam,' which extend unto the north, south, east, and west,  where they are called the Four Corners of the World." 


Next we read that the word of God Almighty came in secret to Gabriel, saying, " Take me down the iron staff of the 'Creed ' which dangles at the gate of heaven, and kill me this serpent Sakatimuna."² Gabriel did so, and the serpent brake asunder, the head and forepart shooting up above the heavens, and 

the tail part penetrating downwards beneath the earth.³ The rest of the account is taken up with a description, that need not here be repeated, of the transformation of all the various parts of the serpent's anatomy, which are represented as turning with a few exceptions into good and evil genii. 



p.3 ORIGIN  OF  THE  UNIVERSE 
¹ Lit. "A cube." The cube-like building in the centre of the Mosque at Makkah (Mecca), which contains the Hajaru 'l-Aswad, or black stone. —  Hughes, Dict, of Islam, s.v. Ka'bah.
² Sakatimuna (or "Sicatimuna") is the name of an enormous serpent, said to have ravaged the country of Menangkabau in Sumatra about the beginning of the 1 2th century. — Newbold, op. cit. vol. ii. p. 199 n. It is also given as " Icktimani " by Leyden in his trans. of the Malay Annals.
³ For the parting asunder of the snake, vide the note on page II infra, which gives what may be the origin of this myth as it is known to the Malays. 

The most curious feature of the description is perhaps the marked anthropomorphic character of this serpent, which shows it to be a serpent in little more than name. It seems, in fact, very probable that we have here a reminiscence of the Indian "Naga."¹ Thus we find the rainbow (here divided into its component parts) described as originating from the serpent's sword with its hilt and cross-piece (guard), grass from the hair of its body, trees from the hair of its head, rain from its tears, and dew from its sweat.

p.4 NATURE
¹  The Nagas are generally represented in old  sculptures as bearing the human form, but with  a  snake attached to their backs, and the hooded  head rising behind their necks. — Nagananda,  translated by Palmer Boyd, p.61 ; vide also ib. p.84.  This may be the explanation of the Malay k'ris  hilt,  or dagger hilt, which represents a seated human  form with folded arms and a hood at the back of  its neck rising over its head.  These hilts are called  hulu Malayu (the "Malay  hilt"), or Jawa demam (lit.  the "Fever-stricken  Javanese"), in allusion to the attitude of the figure with its folded arms. The pattern of these hilts, which are universally used for the national Malay Kris or dagger, varies from an accurate representation of the human figure to forms in which nothing but the hood (which is occasionally much exaggerated) is recognisable. Europeans seeing these hilts for the first time sometimes take them for snakes' heads, sometimes for the heads of birds, 

 



Excerpt: APPENDIX : ch.1 Nature - Creation of the World, pp. 581-582.

[i] Introduction to Pawang's Book ¹ [ch.1 p.2.] 


Bahwa ini fasal pada menyatakan surat pawang yang pertama-tama katurunan deripada Nabi Allah Adam, dengan berkat mu'jizat Nabi kita Muhammad Rasul Allah sail' Allahu 'aleihi al-salam dengan berkat Dato' Kathi Rabun Jalil, yang diam di Medinah yang sembahyang di Ka'bat Allah dengan berkat Toh Sheikh A'alim Puteh yang bersandar di tiang 'arash, yang tahu 'kan Lokh Mahpar yang menyuratkan dua kali mahshadat yang mengedap di pintu Ka'bah serta dengan berkat Toh Saih Panjang Janggut yang diam di Beringin Sonsang serta dengan berkat Toh Kuning Ma'alim Jaya yang berdiam di Gunong Ledang dengan berkat Toh Puteh Sabun Mata yang diam di Gunong Berapi serta dengan berkat Toh Ma'alim Karimun yang berdiam di Pulau Karimun, serta dengan berkat Toh Lambang Lebar Daun yang diam di hulu Palembang di lembah Patawalau di bukit Saguntang-guntang tempat pinang beribut, dengan berkat Dang Pok Dang Leni, dengan berkat sakalian Wali Allah, dengan berkat Ibu serta Bapa, dengan berkat mu'jizat Bulan dan Matahari, dengan berkat Daulat Sultan Manikam yang diam di Puncha 'Arash, yang memegang sakalian benih anak Adam ia itulah ada-nya. 


Tatkala Klam di-kandong Kabul, Kabul lagi di-kandong Klam, lagi didalam rahim hewanan Tuhan diam-diam aldiaman, Bumi belum bernama Bumi, Langit pun belum bernama Langit, Allah pun belum bernama Allah, Muhammad pun belum bernama Muhammad, 'Arash pun belum, Krusi pun belum, Samad awang- awang pun belum ada, maka sedia terjali dengan sendiri, yang jadikan sakalian 'alamini, maka la-lah Pawang yang Tuha ada-nya. Maka jadikan Bumi itu sa- lebar dulang Langil sa-lebar payong, maka ia-itu 'alam-nya Pawang ada-nya, maka datang-lah ia berahi sedia itu dengan sendiri-nya, maka terpanchar-lah sri manikam-nya itu di hati bumi sa-tapak [k]adam² itu, tersunjam tujoh pelala Bumi, tersondak tujoh petala Langit, maka bergetoh-lah³ tiang 'arash, maka ia-itulah kuderal Pawang ada-nya. 


Shahadan adalah asal-nya Pawang itu terlebeh dahulu deripada dahulu, ia-itu-1ah Allah serta di-thahirkan-nya dengan chahia bulan dan matahari, maka ia-itu kanyala'an-nya pawang yang sabenar-benar-nya pawang ada-nya. 

p.581
 ¹  Note.— It may be as well to observe generally that the Malay texts here given are often evidently corrupt, and that it has not always been found possible to suggest satisfactory emendations. A comparison of several different versions of each charm, etc. would be a necessary preliminary to the establishment of a really sound text. ²  Qu. Ka dalam. 
³  Qu. Bergetar.

Menyatakan sri mana manikam itu menjadikan pusat Bumi tiang Ka'bah, maka tumboh-lah ia di-'ibaratkan sa-pohun kayu, di-namai kayu itu Kayu Rampak, Kayu Sinang, Kayu Langkah Langkapuri, kayu tumboh di halaman Allah maka ia-itulah tumboh-nya ; dan ampat chawang kayu itu, dan sa-chawang bernama Sajeratul Mentahar, dan sa-chawang bernama Taubi, dan sa-chawang nama Khaldi, dan sa-chawang bernama Nasrun 'Alam, sa-chawang ka [dak]sina, sa- chawang ka pa'sina, dan sa-chawang ka mashrik, dan sa-chawang ka maghrib, maka bharu-lah bernama ampat penjuru 'alam. 


Maka pusat Bumi itulah yang bernama Ular Sakatimuna, ia-lah yang memblit Bumi sa-tapak Nabi itu.¹ 


Maka firman Allah ta'ala didalam rahsia-nya kapada Jibrail " Palukan-lah aku Ular Sakatimuna itu, ambil uleh-mu besi tongkat Kalimah yang terjuntei di pintu Langit itu," maka di ambil-lah besi itu serta di palukan-nya kapada ular itu maka putus dua ular itu, sa-k'rat kapala-nya ka-atas Langit menyentak naik, ekor-nya ka-bawah Bumi pun menyentak turun. 


Dan kapala-nya itu menjadi Jin Sri 'Alam, lidah-nya itu menjadi Jin Sakti, dan benih yang didalam mata-nya itu menjadi Jin Puteh ; dan ruang-ruang mata- nya itu jadi Dato' Mentala Guru, dan chahia mata-nya itu jadi sakalian Jin, Jin Hitam, Jin Hijau, Jin Biru, Jin Kuning, dan nyawa-nya itu jadi Si Raja Jin. Dan hati-nya itu jadi Lembaga Nyawa dan buah mata-nya itu menjadi limau dan tahi mata-nya itu menjadi kem'nyan ; dan salupat mata-nya itu jadi kapas ; dan hujut-nya itu jadi Jin Si Putar 'Alam. 


Dan prut-nya itu jadi Jin Si Lengkar 'Alam dan jantong-nya itu jadi Jin Bentara 'Alam, dan chahia manikam-nya itu menjadi Jin Gentar 'Alam, dan suara-nya itu menjadi Halilintar 'Alam, dan chahia pedang-nya jadi kilat. Dan hawa pedang itu menjadi tuju Si Raja Wana. 


Dan pedang-nya itu menjadi plangi, dan hulu pedang jadi tunggul-nya, dan sengkang hulu pedang-nya itu menjadi bantal-nya ; dan darah-nya itu jadi Mambang Kuning dan chahia darah-nya itu menjadi Mambang Sina ; dan haba darah-nya itu jadi api. 


Dan ruh-nya itu menjadi angin, dan jamjam-nya itu menjadi ayer. Dan mani-nya itu jadi bumi, dan sirmani-nya itu menjadi besi, dan bulu roma-nya itu menjadi rumput, dan rambut-nya itu menjadi kayu, dan ayer mata-nya itu menjadi hujan, dan ploh-nya itu menjadi ambun ; dan sri mani-nya itu jadi padi, dan dirmani-nya itu menjadi ikan, dan darah pusat-nya itu jadi upas ; dan penyakit datang deripada sir, penawar-nya datang deripada nur. 


Maka inilah fasal yang ka-atas (langit). 


Fasal ekor-nya yang ka-bawah itu menjadi tanah lembaga Adam, yang bharu, maka di-namai uri, tembuni, pusat, tentuban. Maka yang ampat inilah menjadi sakalian penyakit yang di-bawah. Dan darah-nya itu jatoh ka bumi menjadi Hantu Jembalang Puaka. Dan semangat uri tembuni pusat tentuban-nya itu jadi Polong Penanggal. 


Dan bulu mata-nya itu menjadi Jin Bala Saribu. Waktu-nya saperti kilat manikam itu, ia-lah menjadi Mambang dan Dewa, dudok-nya didalam bulan dan matahari : maka sebab di-katakan dewa dan mambang ia-itu tiada mati, dan Toh Mambang Puteh itu dudok-nya dalam matahari, dan Toh Mambang Hitam dudok- nya dalam bulan. Dan jikalau ka laut di-katakan Mambang Tali Harus didalam- nya itu. Jikalau ka darat di-namakan ia Toh Jin Puteh Gemala 'Alam, yang diam didalam matahari, maka Toh Jin Hitam Lembaga Adam, yang diam didalam bulan, maka dem'kian-lah aton-nya² Pawang sakalian-nya itu terhimpun kapada kalimah la ilaha, d.s.b. 

p.582 Appendix
¹ Newbold, op. cit. vol.  ii. pp. 84 and 199.  
² Em. Atoran.