"Dalam konteks umat Islam, praktik toleransi telah terjalin erat sepanjang sejarah Islam, baik di masa Rasulullah SAW maupun di era pasca beliau"
A. Praktik Toleransi Umat Islam Sepanjang Masa
Toleransi merupakan ajaran yang sangat mendasar dalam Islam. Toleransi dipraktikkan oleh Nabi Muhammad saw. dan para sahabat semenjak awal. Berikut ini merupakan beberapa contoh-contoh toleransi yang dipraktikkan umat Islam pada masa Nabi Muhammad saw. dan masa sekarang, yaitu:
Nabi Muhammad saw. tidak memaksa Abu Thalib memeluk Islam
Nabi Muhammad saw. diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, semenjak usia delapan tahun. Abu Thalib selalu menjadi pelindung dan pembela Nabi Muhammad saw. selama mendakwahkan Islam. Meskipun demikian, Abu Thalib tetap tidak memeluk Islam sampai meninggalnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun Abu Thalib, pamannya, yang selalu mendampingi dakwahnya tetapi beliau tidak pernah memaksa pamannya untuk memeluk Islam. Beliau bersikap toleran terhadap pilihan pamannya untuk memeluk agama selain Islam sampai akhir hayatnya.
Kaum Muslimin hidup berdampingan dengan umat Nasrani di Habasyah
Ketika situasi Mekkah tidak kondusif, tepatnya pada tahun ke-5 kenabian, sekelompok umat Islam pergi ke Habasyah untuk tinggal di sana cukup lama. Selama tinggal di Habasyah, kamu Muslimin hidup berdampingan secara harmonis dengan umat Nasrani. Tidak ada catatan dalam sejarah tentang adanya konflik antara umat Nasrani dan umat Islam yang hijrah ke Habasyah. Keharmonisan tersebut karena adanya sikap saling menghormati dan menghargai di antara mereka. Meskipun mereka saling bekerja sama dalam banyak hal, tetapi mereka tetap berpegang pada keyakinannya masing-masing.
Para Penguasa Muslim menjamin kebebasan beragama
Ketika khalifah Al-Mansur dari Daulah Abbasiyah sedang membangun Baghdad, banyak diantara para pelukis dan pemahat yang bekerja membangun Baghdad berasal dari umat Nasrani. Mereka bebas menjalankan agama dan keyakinan di wilayah yang diperintah oleh Daulah Abbasiyah. Tidak ada pemaksaan kepada para penganut agama Nasrani itu agar berpindah memeluk Islam. Demikian halnya dengan umat Nasrani dan Yahudi di wilayah yang dikuasai oleh Daulah Muslim yang lain. Misalnya, di Turki yang diperintah oleh Daulah Usmani, umat Yahudi dan Nasrani pun dijamin kebebasannya dalam menjalankan agamanya. Suatu ketika pada saat Sultan Muhammad al-Fatih berhasil menaklukan Konstantinopel (Ibu Kota Kekaisaran Romawi Timur) pada tahun 1453 M, Sultan menjamin keamanan penduduk Konstantinopel. Sultan membebaskan mereka untuk memeluk agama dan menjalankan agama yang diyakini dengan penuh kedamaian.
Umat Islam Indonesia bersedia menghapus 7 kata dalam Piagam Jakarta
Para pemimpin umat Islam Indonesia, seperti Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Wachid Hasyim, dan Teuku Hasan, menyepakati penghapusan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” untuk menghargai dan menghormati keberadaan agama non-Islam demi persatuan Indonesia. Sikap toleran yang oleh para pemimpin umat Islam Indonesia itu memberikan pengaruh besar bagi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Salah satu faktor keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk sampai saat sekarang ini adalah karena toleransi yang selalu dijaga dari waktu ke waktu. Toleransi beragama menjadi warisan para pemimpin umat pada masa lalu yang kini menjadi karakteristik bangsa Indonesia. Bahkan, toleransi beragama di Indonesia mampu menjadi inspirasi dunia.
5. Kisah Banser Riyanto Meninggal Demi Kemanusiaan
Saat itu malam Natal, tepatnya tanggal 24 Desember tahun 2000 silam. Bersama empat sahabat lainnya, Riyanto mendapatkan tugas menjaga Gereja Eben Haezar Mojokerto. Riyanto bukanlah anggota polisi atau tentara, tapi ia adalah anggota Banser satuan koordinasi cabang Kabupaten Mojokerto. Sejak maraknya teror bom di negeri ini, Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor memang menginstruksikan jajarannya, untuk membantu polisi menjaga dan mengamankan perayaan Natal umat Kristiani.
Saat itu pukul 20.30 WIB. Perjalanan ibadah baru separuhnya berjalan. Tiba-tiba ada yang menyampaikan kabar bahwa di depan pintu gereja ada bungkusan hitam yang mencurigakan. Mendengar hal itu, tangkas dan tanpa ragu khas Banser, Riyanto membuka bungkusan tersebut. Ternyata isinya kabel yang terhubung dengan rangkaian yang memercikkan api. Mungkin saat itu, Riyanto tahu bahwa itu adalah bom. Mungkin ia punya kesempatan untuk kabur sesegera mungkin untuk menyelamatkan diri. Namun ia tidak begitu. Ia malah berteriak "tiaraaaap" sambil lari mendekap bungkusan tersebut menjauh gereja yang di dalamnya terdapat ratusan jemaat yang sedang beribadah. “Dluuuuaaar…“ sesuatu meledak di dekapan Riyanto. Tubuhnya terpental hingga seratusan meter. Kuatnya daya ledak, merobohkan pagar beton gereja. Jari tangan dan muka Riyanto hancur. Ia meninggal untuk menyelamatkan banyak nyawa.
Pada saat kejadian, Riyanto baru berusia 25 tahun, tetapi keberaniannya patut diacungi jempol. Ia rela berkorban untuk orang banyak, meski berbeda agama. Atas pengorbanan Riyanto, Gus Dur berujar, "Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya nilai kemanusiaan. Semoga dia mendapatkan imbalan sesuai pengorbanannya."
16 November merupakan hari toleransi sedunia. Di tengah datangnya banyak ujian menimpa bangsa Indonesia, patut kiranya kita meneladani almarhum Riyanto anggota Banser Mojokerto. Bangsa ini dapat merdeka, bebas dari kejamnya penjajahan kolonial karena bangsa ini bersatu. Kemerdekaan mampu direbut oleh para pejuang dengan menanggalkan identitas suku, agama dan warna kulit. Pejuang saling bahu membahu mengusir penjajah. Jika diibaratkan buku, Indonesia adalah sampulnya dan di dalamnya ada banyak agama, suku, dan budaya. Satu sama lain saling mengait. Memiliki alur cerita menarik dan jelas jika kita tidak meninggalkan satu halamanpun untuk kita baca. Masing-masing bab dalam buku, tentu saling melengkapi. Kita cintai Indonesia dengan saling menghormati satu sama lain. Kita sayangi Indonesia dengan memupuk rasa toleransi.
Referensi:
[1] Multahim, dkk., “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP kelas 8”, (Bogor : yudhistira dunia buku sekolah, 2023), h. 141.
[2] https://www.nu.or.id/opini/kisah-banser-riyanto-meninggal-demi-kemanusiaan-iwSRn