BUDAYA YOGYAKARTA
Fajar selalu indah. Sinarnya memecah gelap dan membangkitkan semangat kehidupan pada makhluk yang merasakannya. Embun menetes, namun kali ini tidak ada yang menantinya. Begitu juga bagi pelajar kota gudeg Daerah Istimewa Yogyakarta. Pagi adalah semangat baru. Daerah istimewa ini memang gudangnya pelajar cerdas, berkarakter ,dan berkebudayaan.
Aku Arzhuna, pelajar tingkat SMA di salah satu SMA favorit di Yogyakarta. Pada pagi hari aku sedang bersiap berangkat sekolah, kemudian mengeluarkan sepeda ku untuk pergi ke sekolah. Dengan sepeda pemberian orang tua ku dua tahun lalu ini aku meneteskan peluh dengan segala keyakinan bahwa semua akan berakhir bahagia. Bertahan dalam kondisi ini bukan menjadi alasan ku untuk menyerah. Bapak Ibu ku selalu mengharapkan ku menjadi orang hebat.
Sesampainya di sekolah, aku bergegas memasuki kelas. Dito, Teman sekelasku yang baik dan kaya.
”Permisi bu, apakah saya boleh masuk?” Dito muncul setelah 20 menit pelajaran di mulai.
”Masuklah setelah pelajaran saya selesai Dito!” Suara lirih Bu Yuni yang dilanjutkan bantingan pintu dari luar kelas.
Namanya Dito Eldrago, Baru 1 minggu dia bersekolah disini setelah 1 tahun melanjutkan studynya di Amerika. Setelah pergantian jam Dito memasuki ruang kelas tanpa rasa bersalah.
Penaku terhenti sejenak, Tiba-tiba dari speaker di umumkan sebuah lomba. Dan nama-nama siswa yang disebut akan mewakili perlombaan nanti. Perlombaan pentas seni tingkat SMA se-DIY di depan Kraton Yogyakarta. Lomba ini sebagai salah satu perayaan ulang tahun DIY. Ada banyak perlombaan yang di selenggarakan. Mulai dari membuat miniature Joglo , Fashion show pakaian jawa, lomba karawitan, lomba menari, dan juga lomba pidato bahasa jawa.
Arzhuna arifiandhanu, nama ku di sebut untuk mewakili lomba pidato bahasa jawa. Mungkin karena aku mengikuti les pidato. Akan ku usahakan sebaik mungkin untuk perlombaan ini.
”Wah zhun, kamu maju lomba pasti besok pulang bawa juara.” Ucap salah satu teman kelas ku.
”Lomba gitu doang apa bangganya sih” Tambah Dito dalam gemuruh kelas pagi ini.
Aku hanya diam. Dito memang gitu orangnya. Sebenarnya Dito orang baik, aku sempat tau dia saat sekolah di tingkat SMP. Dulu namanya bukan Dito, tapi dia dipanggil eldrago oleh guru dan teman SMP. Namun setelah kepulangannya dari Amerika, aku tidak mengenali sedikitpun dito yang dulu.
”kring kring kring”
Bel berbunyi, tanda pembelajaran pada hari ini sudah selesai. Aku melanjutkan kegiatan kumpul bersama teman teman lain yang juga diberi amanah oleh sekolah untuk mengikuti perlombaan itu. Perlombaan akan dilaksanakan 1 minggu setelah hari ini. Dan latihan akan dilaksanakan mulai besok siang setelah pelajaran selesai.
Latihan berjalan tiap hari sebelum perlombaan. Hari berjalan tak berhenti. Melakukan hal yang sama pada waktu yang berbeda. Melakukan dengan tulus dan ikhlas. Sampai waktu berkata kita harus berhenti.
Hari ini adalah hari terakhir aku latihan pidato di sekolah. Dan untuk kesekian kalinya aku melihat Dito di luar gedung tempat latihan ku.
”Apa loe lihat-lihat gue?” bentak dito kepada ku yang saat itu aku melihatnya.
”Dit, 2 minggu lagi ada lomba menyanyi lagu daerah di Taman Budaya Yogyakarta, suara mu kan bagus, ni formulir pendaftaran jika kamu mau” Aku meletakkan formulir itu di meja depan Dito duduk.
Tidak ada lagi pembicaraan. Hanya senyap. Aku kemudian pulang untuk menyiapkan lomba untuk perlombaan esok hari.
Pagi ini aku memulai hariku dengan restu kedua Bapak dan Ibu ku untuk mengikuti perlombaan pidato bahasa jawa tingkat SMA se-DIY di depan Kraton Yogyakarta. Ada banyak perlombaan yang di selenggarakan. Mulai dari membuat miniature Joglo , Fasion show pakaian jawa, lomba karawitan, lomba menari, dan juga lomba pidato bahasa jawa.
Aku datang di aula dan menunggu waktu giliran untuk dipanggil. Dan akhirnya sekarang giliran aku untuk tampil. Aku melakukan pidato dengan sangat sungguh-sungguh.
“Zhun, pidato mu bagus sekali, aku yakin kamu pasti juara.” Kata Novi kakak kelas yang mendampingiku di perlombaan ini.
“Terima kasih mbak, pidato bahasa jawa memang selalu menarik dan harus dilestarikan.” Kata ku sambil menarik nafas lega.
“Andai saja semua siswa di Indonesia ini sadar untuk melestarikanya ya zhun” Tutur mbak Novi kepadaku.
Di perlombaan ini aku hanya di temani kakak kelas,Mbak Novi. Bapak dan ibu tidak datang. Bukan karna mereka tidak mendukung dan bangga. Doa orangtua terutama ibu memang doa terbaik. Setelah beberapa saat menunggu selesai pidato bahasa jawa. Waktu yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Pengumunan di bacakan.
“aaaaaaaaaaaaaa…….” Mbak Novi menjerit mengagetkanku.
“SMA kita menjadi runner up dek. Selamat ya ,aku bangga sama kamu.” Jeritannya benar-benar memecahkan lamuanan ku.
“Terimakasih Tuhan ku , kau beri hasil terbaik atas usaha dan doa ku.” Batin ku kali ini
Seperti yang selalu ada di pikiran ku. Pagi memang selalu indah. Tapi pagi ini adalah sebuah kemenangan. Bendera di atas tiang menjadi saksi penyerahan piala yang aku peroleh pada perlombaan pidato bahasa jawa yang diselenggarakan di kraton Yogyakarta sebagai salah satu agenda pada perayaan ulangtahun DIY .
“Penyerahan piala dari Arzhuna kepada Bapak kepala sekolah, kepada Arzhuna dimohon maju .” perkataan bapak kesiswaan saat pengumuman di upacara ini di ikuti oleh tepukan tangan teman-teman. Tapi tidak dengan Dito.
Dito kali ini tampak berbeda. Cenderung diam dan mentap kosong. Entah apa yang sedang ada di benaknya. Namun pagi ini aku melihat nya tak lagi sama seperti dulu.
“Zhun, aku minta maaf atas segala perilakuku selama ini yang mungkin kurang bekenan di hatimu.” Dia menghampiriku.
“tidak ada yang salah dalam sebuah pertemanan Dit.”
Tidak ada yang bisa aku ucapkan kepadanya. Semua tampak tak terfikir dibenakku .
“Minggu depan aku akan mengikuti lomba menyanyi lagu daerah di Taman Budaya Yogyakarta. Formulir dari kamu udah aku isi dan udah aku kirim. Nanti temenin aku latian ke studio ya. Aku juga mempersembahkan piala untuk sekolah. Aku pengen seperti kamu. Bantu aku berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi Zhun.” Tutur Dito dengan penuh penyesalan.
“Aku tak sebaik yang kamu kira dit, masih banyak kekurangan ku. Kamu orang hebat, aku yakin kamu bisa. Kamu kan juga pernah sekolah di Amerika,pasti taulah bagimana yang baik.” Jawabku untuk Dito.
“Ah.. jangan seperti itu. Budaya Amerika membuat ku kehilangan jati diriku sebagai bangsa Indonesia. Indonesia tak sama dengan di sana. Aku menyesal pernah mengatai mu tidak keren saat lomba pidato bahasa jawa. Padahal itu budaya yang seharusnya kita lestarikan dan kita banggakan.” Antusiasme penjelasan dito membuatku semakin bahagia.
Karna pada dasarnya setiap orang memiliki sisi baik di dalam hati kecilnya. Hanya terkadang budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia membuat kita terlena dan terpengaruh. Mungkin sebagai bentengnya harus memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.
Hari ini gerimis syahdu di kota istimewa. Para peserta lomba memadukan suara emasnya dengan lagu daerah kita ini. Diawali menyanyikan lagu Indonesia raya dan dilanjutkan lagu daerah pilihan. Benar- benar momen mengesankan untuk Dito. Dia mendapatkan juara harapan 1. Suara emasnya membawa pulang piala .
Dan akhirnya , aku dan Dito kembali menjadi teman yang selalu ingin berbuat baik tanpa mempedulikan status sosial dan kekayaan. Kami berdua mengembangkan bakat di bidang pidato bahasa jawa dan menyanyi lagu daerah. Ini bukan untuk kita, tapi untuk Lestarinya kebudayaan Indonesia. Terutama kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.