MADING UNIT FILADELFIA
Edisi September 2024
MADING UNIT FILADELFIA
Edisi September 2024
Tema
KEADILAN PERSPEKTIF KITAB SUCI
ESAI
KEADILAN: LANGKAH DASAR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN DALAM KEHIDUPAN
Oleh: Fr. Charlos Dhato
Keadilan Adalah Hidup
Salah satu hal yang menjadi dasar bagi kehidupan kita manusia adalah prinsip keadilan. Bahwasanya keadilan menjadi salah satu tolak ukur bagi kita. prinsip keadilan juga merupakan salah satu konsep yang fundamental yang dimana didalamnya mengatur kesetaraan dalam membangun interaksi sosial. Konsep keadilan adalah salah satu cara untuk mencapai sebuah kesejahteraan, dimana dengan keadilan seseorang dapat mendapatkan apa yang diinginkannya. Pada dasarnya yang menjadi dasar dari sikap manusia adalah mendapatkan keadilan, makanya sudah menjadi kebiasaan bahwa terjadi sebuah demonstrasi oleh banyak orang yang menuntut akan keadilan. Masalah keadilan telah lama menjadi bahan kajian dan bahan pemikiran oleh para ahli filsafat, para politikus bahkan juga rohaniawan, namun demikian apabila orang bertanya tentang keadilan atau ada orang yang bertanya tentang apa itu keadilan, terlalu banyak pertanyaan dan yang akan muncul berbagai jawaban dan banyak juga dari jawaban ini jarang memuaskan hati orang yang terlibat maupun para pemikir yang tidak terlibat. Banyak protes yang dilontarkan oleh banyak orang baik dari media sosial maupun dari orasi-orasi yang marak terjadi dan yang dapat kita lihat bersama. Kejadian-kejadian ini merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk ketidakadilan yang terjadi.
Banyak Pemikir-pemikir yang memikirkan tentang keadilan pada zaman-zaman yang telah lewat merupakan pemikir yang dengan karya yang sangat mengagumkan namun yang menjadi kesulitan pada zaman ini adalah oknum yang tidak dengan cermat memahami dengan baik arti dari keadilan. Dalam artinya bahwa konsep keadilan sudah disalah artikan sebagai sebuah cara untuk mengambil dan menjadikan itu sebagai kebutuhan pribadi atau kelompok sebagai salah satu contohnya adalah dana bansos yang diturunkan pemerintah kepada masyarakat melalui bawahan yang secara tidak langsung juga mereka mengambil sebagian dari apa yang harus diberikan kepada masyarakat. Dari sini dapat kita lihat bersama bahwa itu merupakan salah satu tindakan ketidak-adilan. Pandangan dari salah satu tokoh yang terkenal yakni Plato yang menerangkan Salah satu diantara teori keadilan yang dimaksud antara lain teori keadilan dari Plato yang menekankan pada harmoni atau keselarasan(Johan Nasution, 2014). Bagi pluto keadilan itu tidak secara langsung berhubungan dengan hukuman akan tetapi jauh dari pada itu plato mengungkapkan bahwa konsep keadilan itu berkaitan dengan kesatuan dalam masyarakat. itulah yang sudah disalah artikan oleh kita. dalam pemikiran manusia dewasa ini keadilan hanya sebatas untuk berbuat sesuai dengan apa yang kita pikirkan tanpa mempersatukan masyarakat, akan tetapi hal itu sangat bertolak belakang sekali, konsep pemikiran plato yang harus kita lakukan adalah kita tidak hanya memikul nama saja, akan tetapi konsep keadilan yang sesungguhnya menurut plato adalah keadilan merupakan kesatuan.
Keadilan Itu Apa?
Keadilan merupakan prinsip yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan merata. Manusia sekarang ini selalu saja melihat seseorang dari siapa orang dalamnya bukan dari hal penting apa dan apa sumbangan selama partisipasi. Bahwasanya Semangat keadilan dalam pelayanan publik menggarisbawahi pentingnya perlakuan yang adil dan setara bagi setiap warga negara, tanpa memandang perbedaan status sosial, ekonomi, atau politik mereka. Dalam perspektif ini juga keadilan memiliki hubungan yang erat juga dengan hukum. Dimana di dalam hukum merupakan salah satu sarana untuk mencapai keadilan. Hal ini dapat diartikan sebagai didalam hukum juga mencerminkan sebuah prinsip-prinsip keadilan. Dilain, halnya pula keadilan juga merujuk pada prinsip moral dan etika yang secara tidak langsung juga berusaha untuk mencapai hasil yang adil dan setara bagi setiap orang. Pentingnya hubungan antara hukum dan keadilan terlihat dalam upaya untuk memastikan agar sistem hukum tidak hanya mengikuti formalitas hukum, tetapi juga mencapai hasil yang adil dan etis. pengertian ini juga menekankan agar hukum juga harus mencerminkan beberapa nilai yakni nilai etika yang harus diakui oleh masyarakat, dan juga harus menghindarkan terciptakan atau memperpetuasi ketidaksetaraan dan ketidakadilan.
Selain keadilan itu ada dalam ajaran kaum nasrani, selain itu keadilan juga diajarkan dalam nilai pancasila. semangat keadilan yang tercermin dalam Pancasila menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang merata dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Keadilan dalam pelayanan publik berarti bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas, tanpa adanya diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil. Semangat keadilan dalam pelayanan publik juga mengharuskan para penyelenggara pelayanan untuk memberikan perlakuan yang sama kepada setiap individu, tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau politik mereka. Salah satu filsuf yang terkenal yakni agustinus pernah mencetuskan sebuah gagasan bahwa:” justice is love serving god his authority over the things that are subject to him” yang dalam bahasa indonesia dapat dipahami sebagai keadilan adalah cinta pengabdian kepada Tuhan dan kemahakuasaanNya yang melampaui segala sesuatu yang menjadi bawahanNya. Agustinus dari Hippo menggali esensi peran hukum, keadilan, etika, hak, dan moral dalam kehidupan manusia. Perjalanan hidupnya, karya-karyanya yang memikat, serta relevansinya dalam konteks kehidupan saat ini menjadi jendela bagi kita untuk memahami warisan intelektualnya (Kurniawan, 2020). Gagasan utama dari agustinus ini merupakan sebuah konsentrasi yang bersifat teoritis yang dalam artinya bahwa secara tidak langsung menunjukan keadilan itu akan pertama-tama kepada Tuhan itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh thomas aquinas yang dalam gagasannya ia mengatakan bahwa “quod sicut in dilectione Dei includitur proximi, ut supra a dictum est: ita etiam in hoc quod homo servit Deo includitur quod unicuque reddat quod debet. mencintai Allah dengan sendirinya akan meluas pada cinta terhadap sesama. Oleh karena itu pernyataan aquinas ini bukannya tidak berjalan jauh dari perspektif agustinus akan tetapi secara tidak langsung juga mendukung dan berjalan selaras dengan pernyataan agustinus tentang keadilan.
Keadilan Dari Yesaya 61:8-9
“Sebab Aku, TUHAN, mencintai hukum, dan membenci perampasan dan kecurangan; Aku akan memberi upahmu dengan tepat, dan akan mengikat perjanjian abadi dengan kamu. Keturunanmu akan terkenal di antara bangsa-bangsa, dan anak cucumu di tengah-tengah suku-suku bangsa, sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN”. Banyak kali kita salah mengartikan konsep keadilan yang dikatakan Tuhan dalam kitab nabi Yesaya ini. kita menganggap bahwa keadilan hanya untuk permasalahan dan problem-problem yang besar dan yang kecil di lupakan. Dalam pandangan kitab suci keadilan itu berupa diceritakan perihal membagikan upah kepada semua pekerja tanpa memandang jam masuk kerja. Namun yang menjadi kelemahan manusia dewasa ini adalah ketidaksesuaian antara perkataan kitab suci dan realitas manusia. Itulah letak kesalahan manusia. Bahwasanya konsep keadilan itu dimulai dari perbuatan-perbuatan kecil. Tuhan tidak membenci kita manusia akan tetapi Tuhan membenci perbuatan manusia akan ketidak-adilan yang diperbuat atau ketidakadilan lebih menguasai manusia dibandingkan keadilan. Ketidakadilan manusia sudah diperdaya gunakan dunia untuk menutupnya dan yang terjadi adalah ketidakadilan. Dalam ajaran sosial Gereja konsep keadilan itu menyangkut dengan sikap Allah yang adalah sumber keadilan. Yang secara tidak langsung juga menuntut secara langsung manusia untuk mengikuti sikap Allah tersebut. Keadilan tidak hanya sebatas dalam perkataan akan tetapi menuntut juga dengan perbuatan. Hal ini berarti bahwa Allah menghendaki kita semua untuk berbuat secara adil. Keadilan tidak hanya dilihat dari sudut pandang hukum, tetapi juga dari nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan oleh Gereja. Namun dalam arti katolik, keadilan juga dapat diartikan sebagai kehendak yang teguh untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.
Keadilan ini tidak hanya berhubungan dengan hubungan antar manusia saja, akan tetapi juga hubungan antara manusia dengan Allah, yang disebut sebagai keadilan religius. Dalam hal itu juga kita dapat mengetahui tujuan Gereja dalam konteks keadilan itu adalah suatu panggilan untuk bertindak, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Hal ini secara tidak langsung juga mencakup sebuah komitmen untuk memperjuangkan hak-hak setiap orang untuk masuk dan berkontribusi pada taraf demi kesejahteraan umum, yang sejalan dengan ajaran katolik yang menekankan akan kasih dan keadilan. Konsep keadilan tidak hanya sebatas diajarkan dalam iman katolik saja akan tetapi diluar katolik juga memberikan pemahaman sebagai salah satu bentuk partisipasi yang dimana dalam perspektif islam dikatakan bahwa pusat dari semua kesejahteraan adalah terciptanya keadilan. Itulah yang membuat keadilan juga menjadi salah satu titik tolak yang mensejahterakan manusia, dan menciptakan kerukunan antar sesama baik dalam antar agama maupun antara negara.
Keadilan Adalah Kesejatheraan
Keadilan dan kesejahteraan saling mempengaruhi; keadilan yang ditegakkan dalam masyarakat akan menciptakan kondisi yang lebih baik bagi kesejahteraan individu. Sebaliknya, kesejahteraan yang merata di antara anggota masyarakat dapat memperkuat prinsip-prinsip keadilan. Dengan kata lain, untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan, masyarakat harus berkomitmen pada prinsip-prinsip keadilan yang adil dan setara. Keadilan itu adalah sebuah tindakan untuk menciptakan kesejahteraan. Hal ini sudah menjadi tidak asing lagi bagi seluruh masyarakat dan semua orang. Bahwasanya dalam sila pancasila ke-lima yang sudah kita ketahui bersama yakni keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Salah satu cara untuk dapat memahami makna keadilan adalah kita dituntut untuk mencari tahu akan makan hak dan kewajiban. Yang dimana hak yang dijelaskan sebagai kuasa untuk memperoleh kesejahteraan demi menerima atau melakukan sesuatu yang sudah seharusnya sudah harus diterima dan dilakukan, yang pada prinsipnya dilakukan oleh pihak atau individu tertentu atas dasar kepercayaan akan kesejahteraan dapat terwujud. Keadilan adalah hak dan sedangkan kesejahteraan adalah sebuah kewajiban. Keduanya adalah dua unsur yang saling melengkapi untuk memperoleh apa yang sudah menjadi kewajiban. Tindakan ini juga menjadi tolak ukur yang sudah diajarkan dalam ajaran kristiani, dimana dalam ajaran kristiani mewajibkan semua manusia menikmati apa yang sudah seharusnya menjadi kewajiban yang didukung oleh hak yang harus dikontribusikan oleh setiap orang. Prinsip keadilan juga merupakan hak setiap orang. Dimana pertama-tama keadilan itu mengatur hubungan antara orang-orang atau masyarakat dalam suatu negara. Hal ini dapat berarti bahwa keadilan juga mewajibkan semua orang sebagai warga negara untuk memberikan kepada warga yang sudah menjadi hak, khususnya sehubungan dengan menciptakan dan memajukan kesejahteraan umum. Dan secara tidak langsung menjauhkan sikap individualisme dari setiap warga atau manusia.
Keadilan akan menciptakan kesejahteraan apabila setiap manusia jauh dari urusan individu dan menjadikan diri sebagai kepentingan umum. Dewasa ini sikap individualisme sudah mengikis kesadaran masyarakat untuk mengusahakan terciptanya kesejahteraan umum. Banyak orang yang cenderung mengejar interese sendiri dan hal itu akan mengakibatkan semua orang secara tidak langsung juga mengabaikan imperatif etis demi terciptanya bonum commune. Bahwasanya keadilan sosial dalam konteks pancasila juga mewajibkan warga negara untuk ikut serta mewujudkan kesejahteraan umum. Jadi, ketaatan pada hukum itu adalah salah satu cara mengekspresikan dari bentuk keadilan demi menciptakan kesejahteraan umum yang bermartabat dan bertaat.
Daftar Pustaka
https://www.jw.org/finder?wtlocale=IN&docid=501100010&srcid=share
Amirullah Bandu (Asisten Ombudsman RI Sulawesi Barat)
https://www.kompasiana.com/pitduka/5f8d036a1901df2d09659be3/keadilan-sosial-dalam-alkitab
Yustisia Vol. 3 No.2 Mei - Agustus 2014 Kajian Filosofis tentang Konsep Keadilan
Kurniawan danang Indonesian Journal of Theology Vol. 7, No. 2, (Desember 2019): 135-161 E-ISSN: 2339-0751 DOI: https://doi.org/10.46567/ijt.v7i2.131.
https://penakatolik.com/2018/08/15/apa-itu-keadilan/
Jurnal Pendidikan Islam, Vol.VI, No.1, Januari-Juni 2017 ISSN 2086-41911 KONSEP KEADILAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Afifa Rangkuti, SH.M.Hum
https://law.uad.ac.id/hukum-dan-keadilan-harmoni-dalam-sistem-hukum/
Agustinus, de mor. Eccl., XV (keadilan adalah cinta pengabdian kepada Tuhan dan kemahakuasaanNya yang melampaui segala sesuwatu yang menjadi bawahan ciptaan)-Nya)
Praxis: Jurnal Filsafat Terapan (2024) 1:2, 1-25 ISSN 1111-1111 | DOI: 10.11111/praxis.xxxxxxx Diterbitkan oleh FORIKAMI (Forum Riset Ilmiah Kajian Masyarakat Indonesia)
Prof. DR. H. kaelan, negara kebangsaan pancasila, op.cit., hal
Notonagoro, pancasila secarai lmiah populer, op.cit, hal 142.
Giovanni A. L Arum, s. fil, Gpustaka 2020 isbn:978-602-457-465-9menimbang keadilan relevansi konsep filsafat Thomas Aquinas bagi pemaknaan pancasila, hal 30-40
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF KITAB SUCI
Fr. Erno Taluk
Pendahuluan
Isu kesetaraan gender masih menjadi isu yang tidak ada habisnya dan masih terus diperjuangkan. Dalam konteks ini, gender tidak mengacu pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Gender menekankan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara peran perempuan dan laki-laki .
Kesetaraan gender adalah istilah yang sering digunakan dalam studi gender untuk menyatakan distribusi yang seimbang dan adil. Kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang setara, sebanding dan setara dalam pelaksanaan hak asasi manusia di segala bidang kehidupan. Kesetaraan gender merupakan sebuah konsep dimana stereotip tidak lagi membatasi peran laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan potensinya .
Selama ini masyarakat Indonesia mempunyai pandangan bahwa perempuan pada dasarnya lemah dan laki-laki pada dasarnya kuat. Kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan masih dapat terlihat dalam berbagai aspek seperti pendidikan, ketenagakerjaan, dan lain-lain. Ada sejumlah kendala dalam mencapai kesetaraan gender, antara lain masih adanya kepatuhan terhadap konsep patriarki, budaya atau sosial, beban kerja ganda antara pekerjaan reproduktif dan produktif, kepercayaan yang salah masih meningkat di masyarakat tentang konsep marginalisasi, ketergantungan, prasangka, kekerasan dan rendahnya beban kerja serta pengetahuan dan pemahaman perempuan mengenai hak-hak yang seharusnya mereka miliki. Di mana pun di dunia, ajaran agama tentang gender dan kekuasaan mempunyai dampak besar pada kehidupan masyarakat, khususnya perempuan . Gereja Katolik memberikan ruang terbuka untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender dalam mewujudkan misi Allah di tengah dunia.
Pembahasan
Definisi Kesetaraan Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris “gender” yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster‟s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal nilai dan perilaku. Gender merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dari sudut pandang sosiokultural. Gender dalam pengertian ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut pandang non-biologis. Dengan kata lain gender merupakan sebuah konsep yang dijadikan acuan untuk mendefinisikan peran laki-laki dan perempuan berdasarkan pengaruh sosial dan sosial budaya masyarakat (social contruction) , tanpa mempertimbangkan jenis-jenis biologi secara setara dan tidak menjadikannya sebagai sarana untuk melakukan tindakan diskriminasi terhadap satu pihak berdasarkan pertimbangan biologisnya. Misalnya, perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dan sifat tersebut yaitu sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada juga laki-laki yang bisa emosional, lemah lembut dan keibuan, begitu sebaliknya ada juga perempuan yang kuat, rasional dan perkasa.
Menurut Azizah dkk, gender adalah istilah yang digunakan untuk menyebut perbedaan peran, status, dan tanggung jawab di dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan berdasarkan fungsi biologisnya. Gender merupakan istilah yang muncul pada tahun 1990an setelah munculnya gerakan feminis yang didasari oleh perlunya kesetaraan kedudukan bagi perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, dengan mempertimbangkan ketidakadilan yang dialami baik dari segi struktural maupun budaya .
Kesetaraan gender adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kebebasan untuk mengembangkan kapasitas individu dan menentukan pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, prasangka dan peran gender yang kaku.
Pemahaman Kesetaraan Gender dalam Perspektif Kitab Suci
Dasar alkitabiah untuk menghormati martabat adalah bahwa “Allah menciptakan manusia itu menurut citra-Nya, menurut citra Allah diciptakan-Nya dia: laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:27). Manusia baik itu laki-laki maupun perempuan adalah makhluk yang setara. Manusia diciptakan untuk menjadi makhluk yang saling mengasihi, melengkapi, memperkaya, dan menghargai satu sama lain. Ketika Allah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan, Allah menganugerahkan harkat dan martabat yang sama bagi manusia, sekaligus memberikan hak dan tanggung jawab yang berbeda. Martabat manusia adalah luhur, maka harus dihormati oleh manusia itu sendiri. Sikap menerima diri sendiri dan orang lain sebagaimana adanya merupakan sikap menghargai harkat dan martabat manusia. Ajaran kristiani tentang menghormati martabat kaum perempuan sebagai setara dengan laki-laki sangat erat kaitannya dengan dimensi moral dan spiritual yang mendapat inspirasi dari Kitab Suci. Tujuan menjunjung martabat kaum perempuan adalah membina dan membebaskan mereka dari akar dosa, meningkatkan kesadaran akan keadilan sosial dan penghormatan terhadap hak asasi manusia .
Bagian Kitab Suci yang paling sering digunakan untuk mendukung kendali laki-laki atas perempuan adalah kisah tentang perempuan yang diciptakan dari rusuk laki-laki (Kejadian 2:21-22). Sebagian besar percaya bahwa perempuan berasal dari laki-laki karena urutan waktu penciptaan. Namun kebanyakan orang sering melupakan kata “sepadan” padahal hubungan yang baik adalah hubungan di mana perempuan hadir untuk menjadi penolong dan menghindarkan laki-laki dari ketersendirian (Kejadian 2:18).
Dalam Perjanjian Lama, perempuan masih dianggap sebagai hak milik untuk laki-laki. Kitab Kejadian Bab 38 tentang Yehuda dan Tamar, mengisahkan di mana Tamar mendapat perlakuan tidak menyenangkan karena terikat oleh keluarga Yehuda walau hanya menikah dengan Er. Setelah Er wafat, Tamar tetap harus melayani keluarga Yehuda, walau secara fisik Tamar tidak memiliki hubungan dengan siapapun di keluarga Yehuda. Bahkan dalam peristiwa berikutnya, Tamar digagahi oleh Yehuda, mertuanya sendiri. Nabi Amos juga mengkritik terkait kebiasaan orang Yahudi yang menghilangkan rasa kemanusiaan terhadap perempuan (Amos 2:7) .
Kisah dalam Perjanjian Baru juga menunjukkan kisah-kisah masyarakat Yahudi yang dipengaruhi oleh budaya patriarki dalam melakukan pemerkosaan terhadap perempuan, seperti kisah penghakiman terhadap perempuan yang dituduh berbuat zinah tidak dialami oleh pasangan laki-laki yang berbuat zinah dengannya sehingga perempuan dimanfaatkan oleh orang Farisi dan ahli Taurat (Yohanes 8:1-11). Diskriminasi juga terjadi pada perempuan Samaria yang berbicara dengan Yesus karena bangsa Yahudi menganggap bahwa bangsa Samaria bukanlah bangsa Yahudi murni. Tetapi, Yesus memberikan pembelaan terhadap mereka.
Ajaran Yesus tentang Kesetaraan Gender
Dalam Perjanjian Baru, upaya untuk menegakkan kesetaraan gender dilakukan sendiri oleh Yesus sebagai tokoh sentral dalam Injil. Dari antara keempat Injil, tulisan yang paling menyoroti tindakan Yesus dalam mengangkat martabat kaum perempuan terdapat dalam Injil Yohanes. Yesus adalah sosok pribadi yang berani memperjuangkan kaum perempuan dalam masyarakat Yahudi dengan budaya patriarki. Dalam Perjanjian Baru, kita menemukan banyak sikap dan tindakan Yesus yang jika dikritik, merupakan upaya Yesus untuk menghargai, menghormati dan meninggikan martabat manusia, terlebih khusus martabat perempuan. Hal ini pertama terlihat ketika Yesus berbicara kepada perempuan Samaria (Yohanes 4:1-42). Murid-murid Yesus terkejut melihat apa yang Yesus lakukan terhadap Perempuan Samaria (Yohanes 4:27), dan perempuan itu bahkan menanyakan motif tindakan Yesus tersebut (Yohanes 4:9). Perempuan tersebut merasa dikucilkan oleh orang Yahudi karena dia adalah seorang perempuan sekaligus orang Samaria.
Yesus berani mendobrak kebudayaan Yahudi bahwa tidak diperkenankan laki-laki Yahudi berbicara dengan perempuan non-Yahudi. Peristiwa lain yang paling dikenal adalah peristiwa Yesus dihadapkan dengan perempuan yang dituduh melakukan perzinahan (Yohanes 8:2-11). Para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa perempuan tersebut untuk dibawa kepada Yesus dengan tujuan untuk mencobai Yesus (Yohanes 8:6). Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berat sebelah dalam mengadili seseorang karena dosanya, karena tidak membawakan laki-laki yang berbuat zinah dengan perempuan tersebut. Hal tersebut yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat Yahudi terdapat ketidaksetaraan gender. Yesus berusaha meluruskan ajaran yang salah terkait hal itu, sehingga Yesus tidak menghukum perempuan tersebut dan melepaskannya (Yohanes 8:11). Hal ini bukan bermaksud untuk menunjukkan bahwa Yesus membebaskan manusia dari dosa, melainkan Yesus ingin menunjukkan belas kasihan dan bagaimana Allah menunjukkan pertobatan kepada manusia.
Meskipun Yesus tidak menjelaskan ajarannya tentang perempuan secara sistematis, cara Yesus memperlakukan perempuan menunjukkan sikap pribadi-Nya terhadap mereka. Implikasi dari pertemuan-Nya dengan perempuan menunjukkan peran yang Yesus harapkan dari mereka yang menganggap perempuan sebagai pasangan yang setara dengan laki-laki. Sikap dan pandangan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sangat menghormati dan menghargai kaum perempuan.
Kesimpulan
Kesetaraan gender merupakan sebuah konsep dimana stereotip tidak lagi membatasi peran laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan potensinya. Manusia baik itu laki-laki maupun perempuan adalah makhluk yang setara. Manusia diciptakan untuk menjadi makhluk yang saling mengasihi, melengkapi, memperkaya, dan menghargai satu sama lain. Ajaran kristiani tentang menghormati martabat kaum perempuan sebagai setara dengan laki-laki sangat erat kaitannya dengan dimensi moral dan spiritual yang mendapat inspirasi dari Kitab Suci.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Agus. “Bentuk-Bentuk Perilaku Bias Gender.” LENTERA: Journal of Gender and Children Studies1,no.1(2019):1–18. https://journal.unesa.ac.id/index.php/JOFC/article/view/6819%0Ahttps://journal.unesa.ac.id/index.php/JOFC.
Bramantyo, Rafael Dimas, Theresia Vita Prodeita, Universita Katolik, and Indonesia Atma. “UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN REMAJA AKAN KESETARAAN GENDER” 5, no. 2 (2023): 90–110.
Gusmansyah, WERY. “Dinamika Kesetaraan Gender Dalam Kehidupan Politik Di Indonesia.” Hawa 1, no. 1 (2019). https://doi.org/10.29300/hawapsga.v1i1.2233.
Karyanto, Andrian Widi, and Hadrianus Tedjoworo. “Spiritualitas Humanum: Penghargaan Martabat Kaum Perempuan Di Institusi Pendidikan Tinggi Katolik.” Melintas 38, no. 3 (2023): 298–328. https://doi.org/10.26593/mel.v38i3.7407.
Lahagu, Ardianto, Fredy Simanjuntak, Uswatun Hasanah, and Jabes Pasaribu. “Kesetaraan Gender Dan Panggilan Perempuan Dalam Pemberitaan Injil.” Jurnal Teologi Gracia Deo 6, no. 2 (2024): 143–59. https://doi.org/10.46929/graciadeo.v6i2.196.
Muhammad Taufik, Suhartina Suhartina, and Hasnani Hasnani. “Persepsi Masyarakat Terhadap Kesetaraan Gender Dalam Keluarga.” SOSIOLOGI: Jurnal Agama Dan Masyarakat 1, no. 1 (2022): 51–66. https://doi.org/10.35905/sosiologia.v1i1.3396.
Tema Yang Problematik dan Cacat secara logika maupun secara Epistemologis “Keadilan Perspektif Kitab Suci”
Oleh: Fr. Sarce Boko
Ketika membaca tema utama majalah dinding edisi September 2024, sekiranya saya dituntun untuk terjatuh ke dalam sumur cacat logika dan epistemologi. Mengapa demikian? Pertanyaan fundamentalnya yakni terhadap “Kitab Suci”, apakah menggunakan kata tanya “Siapa?” atau kata tanya “Apa?”. Kedua hal tersebut menjadi basis penulis untuk menjelaskan tema yang problematik ini. Selain itu, kedua kata tanya tersebut juga menjadi basis untuk menjelaskan differentia specifica antara yang bereksis dengan yang non-eksis.
Kata tanya “Siapa?”, hemat penulis ditujukan kepada “Ada” yang eksis secara eksistensialis, bukan ditujukan kepada “Ada” secara ontologis. Hanya melalui persepsi eksistensialis, adanya suatu diferensiasi pada segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang ada memiliki perbedaan objektif, baik dari aspek forma maupun dari aspek materia. Atau senantiasa ada perbedaan antara substansi dan aksidensi. Meskipun yang selalu dapat berubah-ubah adalah aksiden, namun tetaplah pada dasarnya antara substansi dan aksiden pada segala sesuatu selalu berbeda.
Kata tanya “Apa?”, hemat penulis merujuk pada diskursus ontologis dari segala sesuatu yang ada. segala sesuatu yang ada secara mutlak memiliki “Ada” in se. “Ada” in se menegaskan akan status otonomitas dari segala sesuatu yang ada. Meskipun status otonomitas mutlak menegaskan akan kondisi “Ada” in se dari segala sesuatu, tidak berarti eksis atau bereksistensi. Dengan demikian, jelas perbedaan antara kata tanya “Siapa?” dan kata tanya “Apa?”.
Uraian singkat secara ontologis dan eksistensialis, sekiranya belum cukup untuk menjelaskan kepada pengusul tema mading memahami perbedaan kedua kata tanya tersebut. Maka, penulis dengan berbasiskan pada konsep dari para filsuf eksistensialis untuk menjelaskan perbedaan mutlak keduanya. Apakah segala sesuatu yang ada itu bereksistensi? Mari kita simak penjelasan dari para filsuf eksistensialis.
Kata eksistensi, secara etimologis dari kata Latin Ex berarti keluar, dan sistere yang artinya berada. Maka dari kata Exsistere dapat berarti pula; pertama, “melangkah keluar” yakni memasuki dunia fakta yang konkret sekarang ini. Kedua, “keluar”, menegaskan akan kondisi keluar yang hanya dapat dialami dan dilakukan oleh manusia dan bukan makhluk non-manusia. Ketiga, “berada keluar”, artinya mengambil jarak dengan diri sendiri.
Dari ketiga arti tersebut, mengisyaratkan akan kesadaran dan rasional (ratio). Artinya, yang bisa melangkah keluar, keluar, dan berada keluar itu hanya makhluk yang berkesadaran dan rasional. Yang berkesadaran dan rasional hanyalah manusia. Hanya manusia pula yang dapat mengambil jarak dengan dirinya sendiri, memandang, bahkan mengobjektivasi dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk kompleks yang sadar dan rasional, berbeda dengan makhluk non-manusia. Maka, jelas bahwa yang bereksistensi itu hanya manusia. Segala sesuatu yang ada selain manusia tidak bereksistensi. Meskipun secara ontologis segala sesuatu itu ada, ada adalah ada, namun tidak bereksistensi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepada yang bereksistensi senantiasa diajukan kata “Siapa?” dan bukan “Apa?”.
Sebelum melangkah lebih jauh, penulis merasa perlu untuk menjelaskan kata “perspektif”, dalam menegaskan lebih jauh tentang Kitab Suci, apakah patut terhadapnya menggunakan kata tanya “Siapa?” atau kata tanya “Apa?”. Kata “perspektif” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sama artinya dengan pandangan. Kata “Pandangan” sama artinya dengan opini atau pendapat, juga berarti pikiran. Kata “perspektif” sama artinya dengan pikiran. Pikiran hanya berasal dari orang yang melakukan tindakan berpikir. Berpikir berarti menggunakan akal budi (ratio). Yang berakal budi hanya manusia bukan benda atau makhluk non-manusia. Makhluk non-manusia atau benda, tidak berakal budi, jelas tidak mempunyai pikiran atas segala sesuatu. Dengan demikian jelas, kata “Perspektif” hanya benar dan tepat ditujukan pada manusia yang berakal budi dan tidak tepat ditujukan kepada benda atau makhluk non-manusia.
Kita sudah menemukan kejelasannya. Kitab Suci adalah benda. Statusnya sebagai benda, maka tidak berpikir atau tidak punya perspektif. Melalui penjelasan ini, jelas bahwa tema “Keadilan Perspektif Kitab Suci” adalah suatu tema yang problematik dan cacat secara logika dan epistemologi. Bagaimana mungkin kata yang seharusnya ditujukan kepada manusia yang bereksis dan rasional, ditujukan kepada benda yang non-eskis. Maka, kata perspektif tidak pantas untuk disematkan pada Kitab Suci.
Catatan kritis ini dengan tujuan untuk membina aspek intelektual. Penulis berharap jangan ditanggapi dengan aspek afeksional. Karena catatan akademis, pantaslah apabila ditanggapi dengan referensi akademis pula.
Sebagai bentuk penghargaan kepada pengusuk tema tersebut, penulis akan tetap mengulas tema keadilan. Namun, sedikit improvisasi dengan judul “Benarkah Yesus mengajarkan Keadilan?”.
Benarkah Yesus Mengajarkan Keadilan?
Diskursus tentang keadilan senantiasa berbasiskan pada fakta ketidakadilan. Adil dan tidak adil, sama halnya dengan baik dan tidak baik. Namun, baik dan tidak baik adalah bahasa moral. Sedangkan adil dan tidak adil adalah bahasa hukum. Maka, keadilan senantiasa berbasiskan pada hukum. Hukum secara fundamental adalah adil. Bila hukum tidak adil maka akan ada contradictio in terminis.
Dari aspek historis, Yesus lahir dan hidup dalam lingkungan Yahudi. Penulis injil Matius juga menampilkan bahwa dalam silsilah, Yesus adalah keturunan Daud. Oleh sebab itu, hukum Taurat juga menjadi basis utama dalam kehidupan historis Yesus. Yesus juga disunat pada 8 hari yang ke depalan (Luk 2:21-40). Yesus dipersembahkan ke Bait Allah (2:41-52). Lebih lanjut, Yesus juga belajar tentang hukum Taurat seperti anak-anak Yahudi pada umumnya.
Melalui basis historis tersebut, maka keadilan dalam ulasan ini bertolak pada hukum Taurat. Hukum Taurat menjadi basis moral, basis hukum perdata dan basis tatanan keagamaan orang Yahudi. Namun, dalam perjalanan waktu, ahli Taurat dan orang-orang Farisi menjadikan hukum Taurat secara sangat legalistik. Mereka juga menerapkan hukum Taurat yang sifatnya narsis, juga menerapkan hukum Taurat untuk memberikan beban pada pundak orang-orang Yahudi lainnya. Maka, Yesus hadir dengan prinsip keadilan mutlak dengan mengajarkan hukum utama dan terutama dalam hukum Taurat. “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budimu. Dan kasihilah sesamamu manusia”. Prinsip inilah yang diajarkan oleh Yesus. Maka jelas bahwa Yesus membangkitkan kembali keadilan yang telah lama dikuburkan oleh ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Sekiranya ulasan singkat ini memberikan jawaban yang jelas bahwa Yesus memang benar-benar mengajarkan keadilan.
OPINI
Keadilan Perspektif Kitab Suci
Oleh: Fr. Aditya Ghawa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Keadilan berasal dari kata dasar adil yang didefinisi sebagai sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, sepatutnya tidak sewenang-wenang, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran. Perspektif penulis berkaitan dengan kata keadilan, merupakan keadaan yang memberikan apa yang sepatutnya diberikan, memutuskan apa yang seharusnya diputuskan dan memihak apa yang sejatinya harus dipihak. Berbicara tentang keadilan, tentu merupakan satu kata yang sangat gampang atau sangat mudah untuk kita serukan, namun bagaimana dengan penerapannya?. Hal ini sejatinya, yang menjadi kesulitan dalam memaknai keadilan bukanlah manusia menolak untuk mewujudnyatakannya, namun pada dasarnya manusia sukar untuk mempraktikan konsep keadilan tersebut dengan latar belakang karakter manusia yang beragam. Ego, kepentingan diri, ambisi, dan lain sebagainya menjadi landasan manusia untuk sukar mewujudnyatakan keadilan. Atau juga dengan pandangan lain keadilan juga mempunyai konsep yang beragam. Hal ini artinya bahwa setiap orang mempunyai tafsirannya sendiri. Apa yang orang anggap adil, belum tentu juga dianggap adil bagi yang lainnya.
Berkaitan dengan hal ini, salah satu contoh yang menjadi pembuktian argumen di atas misalkan; ketika dalam satu keluarga berjumlah 4 orang yakni bapa yang berusia 29 tahun, ibu yang berusia 26 tahun, anak pertama yang berusia 5 tahun, dan anak kedua yang berusia 1 tahun. Dalam satu kesempatan terdapat 8 roti babi. Berbicara tentang keadilan tentu roti tersebut harus dibagi dengan sama rata dan tidak berat sebelah. Dalam kaitan dengan ini berarti roti tersebut harus dibagi 1 orang mendapatkan 2 roti babi, agar adil. Nah pertanyaannya apakah ini adil?. Tentu anak yang pertama mengatakan bahwa ini tidak adil karena bagaimana bisa adiknya yang baru berusia 1 tahun mendapatkan jatah yang sama dengannya, tentu nanti roti tersebut akan dibuang, kan sayang kalau dibuang. Dari contoh ini, dalam konteks tertentu konsep keadilan harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Dalam pandangan Kristiani, diskursus keadilan sangat signifikan dengan ajaran-ajaran dalam Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Berkaitan dengan kata Keadilan yang tersurat dalam Kitab Suci sesungguhnya memiliki makna tersendiri sesuai dengan konteks dan situasi pada zamannya yang merujuk pada keadilan dalam konstelasi mengenai kehidupan sosial. Hal ini misalkan dalam Perjanjian Lama teristimewah dalam Kitab Imamat dituliskan bahwa; “Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan, mengenai ukuran, timbangan dan sukatan. Neraca yang betul, batu timbangan yang betul, efa yang betul dan hin yang betul haruslah kamu pakai…..” (Bdk. Imamat 19:35-36). Dalam konteks ini, jika kita membaca dengan baik berkaitan dengan keadilan, maka secara tidak langsung melalui ini Musa menyampaikan dengan tegas kepada para hakim Israel tentang neraca-neraca dan batu-batu timbangan yang betul, hendaklah itulah yang menjadi ukuran atau takaran dalam suatu keadilan. Musa menuntut agar para hakim menghakimi dengan pengadilan yang adil sehingga tidak ada percekcokan dan perseteruan. Maka dengan ini, aktus keadilan sejatinya terarah pada pemberian kepada setiap orang apa yang menjadi haknya atau apa yang pantas untuknya. Sesungguhnya ukuran yang tertinggi dalam hidup manusia diturunkan dari Tuhan, maka ketika berbicara tentang adil harus kembali pada sumber keadilan ilahi yakni Tuhan sendiri.
Keadilan dalam rupa Kasih, sesungguhnya juga mempunyai relasi yang tidak dipisahkan. Cinta kasih melingkupi keadilan sebagai satu kebajikan yang paling fundamental dan universal. Hal ini juga sejalan dengan ajaran kristiani yang langsung diberikan oleh Yesus bahwa hukum yang paling pertama dan utama adalah hukum cinta kasih. Kasih adalah kebajikan yang paling besar dari semua kebajikan. Berkaitan dengan hal ini, keadilan mengarahkan manusia pada suatu yang sering kita sebut dengan perdamaian dan kebaikan bersama (bonum comunae). Dalam usaha ini, tentu hukum kasih dibutuhkan untuk melengkapinya. Hal ini demikian adanya karena untuk mencapai suatu keadilan yang benar-benar adil maka harus berlandaskan pada hukum kasih. Keadilan sendiri juga merupakan pelayan kasih, sehingga ketika tercapainya keadilan yang baik maka disitu kasih hadir untuk menggenapinya. “Takut akan Tuhan itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum Tuhan itu benar, adil semuanya.” (Bdk. Mazmur 19:10). Demikian kata pemazmur bahwa manusia hanyalah makhluk yang berada dalam kehendak Tuhan. Ketika manusia taat dan takut akan Tuhan maka akan berjalan pada poros yang benar karena hukumnya akan adil sesuai dengan apa yang menjadi kewajiban manusia dalam ajaran-ajaran-Nya. “Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan.” (Bdk. Roma 2:5). Oleh karena itu, dalam perspektif penulis untuk menghayati keadilan menurut pandangan Kitab Suci, konsep keadilan harus bisa dibedakan sesuai dengan konteks dan situasi tertentu. Aktus keadilan sejatinya terarah pada pemberian kepada setiap orang apa yang menjadi haknya atau apa yang pantas untuknya. Sesungguhnya ukuran yang tertinggi dalam hidup manusia diturunkan dari Tuhan, maka ketika berbicara tentang adil harus kembali pada sumber keadilan ilahi yakni Tuhan sendiri.
KASIH SEBAGAI FONDASI KEADILAN DAN TANGGUNGJAWAB MORAL (Perspektif Kitab Suci)
Fr. Yohan Baka
Keadilan merupakan sebuah ide yang sangat mendasar dalam suatu agama dan sebagai landasan teorinya terdapat didalam kitab suci dan tradisi setiap agama yang menggambarkan keadilan sebagai unsur nilai yang harus diaplikasikan dalam kehidupan setiap individu dan masyarakat. Keadilan dalam perspektif kitab suci adalah bukan hanya soal memperlakukan orang lain dengan benar berdasarkan hukum yang berlaku tetapi juga soal bagaimana menjaga keseimbangan, mewujudkan kasih yang diajarkan dalam kitab suci, dan menghargai hak asasi manusia. Alkitab khususnya dalam Perjanjian Lama, konteks keadilan akan sering berkaitan dengan perintah Tuhan agar merawat yang sakit, hadir bagi yang lemah, miskin dan tertindas. Misalnya Yesaya 1:17 “Belajarlah berbuat baik, usahakan keadilan, kendalikan orang yang alim, belalah anak-anak yatim, perjuangkan perkara janda-janda” disampaikan bahwa Tuhan meminta manusia untuk berlaku adil, mencintai dan rendah hati dihadapan Allah dan sesama apa pun statusnya. Perikop ini bukan saja menampilkan keadilan yang direalisasikan terhadap antar individu tetapi juga keadilan manusia dengan Tuhan. Prinsip keadilan sebetulnya mengacu pada kebutuhan untuk merawat, menjaga keseimbangan sosial, memerangi penindasan, dan menunjukan cinta serta pelayanan yang penuh rendah hati terhadap sesama.
Keadilan merupakan salah satu bentuk prinsip moral yang paling mendasar. Moral dalam pandangannya mengartikan keadilan bukan hanya sekedar menyikapi hak-hak setiap individu secara merata tetapi juga mencakup komitmen terhadap prinsip kebenaran, kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dan keinginan untuk memberantas ketidakadilan. Aristoteles dalam filsafat moral berpandangan bahwa keadilan adalah kebaikan tertinggi dalam kehidupan sosial dan memberikan apa yang menjadi hak seseorang sesuai dengan kedudukannya. Aristoteles membedakan dua bentuk keadilan yang pertama “keadilan distributif” (pembagian yang adil sesuai dengan kontribusi), yang kedua, “keadilan korektif” (mengoreksi ketidakadilan atau kerugian yang terjadi).
Kesimpulan, keadilan dan moral yang berdasarkan cinta kasih yang terdapat di dalam kitab suci membantu setiap individu mengolah dan merealisasikan bentuk keadilan yang ideal terhadap sesama. Keadilan tidak dapat dipisahkan dari moralitas karena dua konsep ini merupakan bentuk ekspresi nilai-nilai kesetaraan yang baik dan mengatur bagaimana manusia berlaku adil secara moral. Ada ungkapan menarik yang dapat memotivasi setiap orang yaitu “Golden Rule” yang artinya keadilan yang mendatangkan keadilan dan menjadi dasar dari kebebasan setiap manusia dalam hubungan sosial yakni memperlakukan orang lain sebagaimana diri setiap pribadi memperlakukan eksistensinya sebagai makhluk yang punya martabat dan nilai yang lebih tinggi dari ciptaan lain.
Keadilan Sebagai Lokus Misi Gereja Ditinjau Dari Perspektif Kitab Suci
( Telaah Dan Seruan Paus Fransiskus Di Indonesia: Perdamaian Adalah Karya Dari Keadilan )
Oleh: Fr. Dandy Baru
Eksistensi Gereja di tengah dunia merupakan tujuan dari karya misi dan karya untuk menginjili umat. Gereja datang ke dunia memiliki tujuan yang sangat diperlukan oleh setiap orang. Misi atau tugas dari Gereja adalah meneruskan karya Yesus, yakni mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh umat manusia. Kerajaan Allah baru terwujud secara sempurna pada akhir zaman, tetapi kerajaan Allah harus diwujudkan mulai dari dunia ini. Dalam injil tersirat bahwa tugas Gereja pertama-tama bukanlah penyebaran agama melainkan melanjutkan tugas dari Yesus sendiri yakni mewartakan kabar gembira bagi setiap orang. Gereja dipanggil untuk menjadi Garam dan Terang bagi dunia. Tugas dari Gereja memiliki makna dan pesan yang sangat diperlukan oleh umatnya. Gereja datang membawa sukacita dan kegembiraan dan Gereja membawa pertumbuhan dan solidaritas bagi setiap orang. Gereja harus menjadi corong bagi setiap orang dan menjadi ladang bagi pertumbuhan iman.
Keadilan sebagaimana didefenisikan oleh St. Thomas dan KGK adalah kebajikan yang terdiri dari kemauan yang konstan dan teguh untuk memberikan kepada Tuhan dan sesama hak mereka. Jika ketabahan dan kesederhanaan membimbing dan menyempurnakan tindakan seseorang dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, keadilan membimbing dan menyempurnakan tindakan seseorang dalam hubunganya dengan orang lain. Tentunya tindakan keadilan ini harus menjadi pegangan bagi kehidupan bersama setiap orang dan menjadi misi atau tujuan dari Gereja mewartakan. Keadilan harus menjadi sumber utama dalam menanggapi setiap lika-liku yang terjadi di dunia dan keadilan harus menjadi sumber yang dapat membawa Gereja menuju kesempurnaan. Dalam hal ini Gereja mesti terlibat dan berani untuk menghadapi isu atau fenomena-fenomena yang terjadi baik dari eksternal maupun internal. Gereja harus berani mengambil resiko apapun dan siap menjadi terang bagi semua orang. Gereja juga serentak menjadi garda terdepan untuk bertempur melawan isu ketidakadilan yang menggiring umatnya pada jurang kehancuran. Gereja juga menjadi senjata dalam berperang segala bentuk ketidakadilan dan Gereja harus membangun situasi yang harmonis dan damai.
Kiprah Gereja Dalam Terang Keadilan Menurut Kitab Suci
Diskursus tentang keadilan merupakan hal yang penting dalam terang Gereja Katolik. Gereja Katolik sangat menekankan pentingnya keadilan untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Berhadapan dengan situasi ini Gereja hadir untuk menjadi jalan menuju suatu kedamaian. Lahirnya keadilan dibentuk dari sikap kepekaan, solidaritas, dan kerja sama semua pihak. Gereja Katolik menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomitmen memperjuangkan keadilan dan menjadikan keadilan sebagai pintu utama untuk masuk dalam suatu kedamaian. Melalui dokumen Sinode para Uskup tahun 1971 Iustitia in Mundo ( keadilan dalam dunia ) ditegaskan bahwa kegiatan demi keadilan dan partisipasi dalam perombakan dunia bagi kami nampak sepenuhnya sebagai dimensi hakiki pewarta Injil atau dengan kata lain perutusan Gereja demi penebusan umat manusia serta pembahasannya dari tiap situasi penindasan. ( IM art. 6 ). Sangat jelas disini bahwa bagi Gereja Katolik memperjuangkan keadilan merupakan aspek yang hakiki atau sebagai dimensi konstitutif yang harus menjadi ciri Gereja sendiri dan yang harus diwartakan kepada dunia dewasa ini yang sarat ketidakadilan. Keadilan merupakan tema yang sentral dalam Kitab suci. Dalam perjanjian lama khususnya dalam kitab Mazmur 145: 17 “ Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya”. Dalam konteks kitab Mazmur ini sebenarnya memiliki makna yang sepatutnya menjadi pedoman dan pegangan bagi setiap orang. Salah satu karakter Tuhan yang kita kenal adalah adil. Keadilan Tuhan itu akan dinyatakan-Nya pada kehidupan sekarang maupun pada kehidupan yang akan datang. Kebenaran itu seharusnya menjadi penghiburan bagi kita di tengah-tengah dunia yang penuh dengan ketidakadilan. Akan tetapi adil yang dimaksud disini berarti berlaku sesuai dengan kebenaran dan kasih yang difirmankan oleh Tuhan. Tuhan tidak pernah membeda-bedakan satu sama lain, Ia bersikap adil antara satu dengan yang lainnya. Tuhan selalu menepati setiap Firman yang disampaikannya. Bagi Yesus, poin yang sangat penting dari keadilan adalah tindakan kasih. Ia bersabda bahwa “ Aku memberi kalian perintah baru, kasihilah sesamamu, sama seperti Aku telah Mengasihi Kamu demikian pula Kamu harus saling mengasihi”. Dasar dari tindakan kasih Yesus itu nyata dalam wujud perbuatan-Nya. Ia rela mati di Kayu Salib untuk menebus dosa umat-Nya. Bukti kasih Yesus ini merupakan wujud perbuatan yang telah Ia berikan kepada Bapa-Nya yakni datang ke dunia untuk menebus dosa umat manusia. Gereja juga dipanggil untuk mengajarkan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran sesuai dengan ajaran Yesus dan kitab suci. Gereja juga dipanggil untuk berdoa dan berbicara mengenai isu-isu keadilan sosial, seperti kesetaraan, kekerasan, dan penindasan. Gereja dalam perspektif Kitab Suci adalah panggilan untuk menjadi terang keadilan di dunia ini. Ini berarti bahwa Gereja harus aktif dalam mempromosikan keadilan, kasih, dan kebenaran. Dengan menjalankan kehidupan yang mencerminkan ajaran Yesus dan prinsip-prinsip Alkitab, Gereja berfungsi sebagai agen perubahan yang membawa terang dan harapan bagi dunia yang sering kali dikelilingi oleh kegelapan dan ketidakadilan.
Meneropong Hubungan Dan Gagasan Seruan Dari Paus Fransiskus
Dalam praksis hidup sehari-hari, Gereja selalu menjadi lokus sentral kehidupan religius umat Katolik. Gereja berusaha menjadi penerang disaat lampu keadilan menjadi redup. Gereja berusaha menjadi garda terdepan pembela ajaran Iman Katolik. Gereja dipanggil untuk berusaha mengendalikan problem ketidakadilan antar sesama maupun antar agama. Serentak juga Gereja ditantang untuk terjun dan menceburkan diri dalam dunia yang semakin rumit dan runyam. Dilansir dari detiksumbangsel tentang pidato yang diserukan oleh Paus Fransiskus yang menyinggung juga tentang kerukunan dan keadilan, bahwa kerukunan bisa tercapai ketika ada keadilan. Menurut Paus Fransiskus nilai-nilai luhur tentang hak-hak manusia dari semua warga itu kerap luput dalam kehidupan berbangsa. Karena opus justitiae pax, perdamaian adalah karya dari keadilan. Kerukunan dicapai ketika kita berkomitmen tidak hanya demi kepentingan-kepentingan dan visi kita sendiri tapi demi kebaikan bersama ( Bonum Communae ) dengan membangun jembatan, memperkokoh kesepakatan dan sinergi menyatukan kekuatan untuk mengalahkan segala bentuk penderitaan moral, ekonomi, dan sosial, dan untuk memajukan perdamaian dan kerukunan. Hubungan yang hidup antara Gereja dan keadilan adalah keduanya memiliki hubungan antara dua entitas yang otonom dan saling berkaitan erat. Gereja dipanggil untuk menyuarakan suara kenabian untuk mewartakan dan keadilan dijadikan sebagai fokus dan tujuan utama dari kasih yang sudah diwartakan oleh Yesus. Keterlibatan Gereja sebagai sebuah reaksi terhadap ketidakadilan yang dialami dan semestinya Gereja dilandasi dengan hukum cinta kasih dan keberpihakan martabat luhur manusia.
Hakekat dari Gereja sebagai utusan Allah menjadikan keadilan sebagai pintu utama untuk masuk ke dalam lingkup kebahagiaan. Gereja hadir sebagai sarana Allah yang membebaskan manusia dari belenggu ketidakadilan. Perjuangan ini tidak sebatas slogan atau ungkapan saja tetapi perjuangan yang menuntut kerja keras dan pengorbanan. Gereja pantas dan wajib menyuarakan tentang keadilan. Gereja mampu menerangi dan menggarami hukum cinta kasih dan keadilan kepada semua orang. Gereja selalu bergerak maju dan tidak boleh menutup diri ketika persoalan datang menghampiri. Gereja bergerak maju dan merubah situasi dan pola hidup setiap orang. Warta kabar gembira yang disampaikan oleh Yesus mesti direalisasikan oleh Gereja dengan sungguh-sungguh menyelamatkan. Gereja mestinya menjadi sarana untuk mengumandangkan dan menyerukan keadilan bagi setiap anggota-Nya.
Dari Kitab Suci ke Realita
(Menghadapi Tantangan Keadilan Sosial di Zaman Modern ini)
Oleh: Fr. Vence Ate
Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat, tantangan keadilan sosial semakin kompleks dan beragam. Kesenjangan ekonomi, diskriminasi rasial, ketidakadilan gender, serta pelanggaran hak asasi manusia menjadi isu yang mendesak untuk ditangani. Dalam konteks ini, ajaran dari kitab suci dapat menjadi sumber inspirasi dan pedoman dalam menghadapi tantangan tersebut. Kitab suci tidak hanya berisi teks-teks ritual, tetapi juga mengandung nilai-nilai moral dan etika yang relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam tradisi Kristen, konsep keadilan juga sangat ditekankan. Dalam perjanjian lama ,kitab Mikha 6:8 menyatakan, “ Hai manusia,telah diberitahukan kepadamu apa yang baik; dan apa yang dituntut Tuhan daripadamu,yaitu supaya kamu berlaku adil, mencintai kebaikan, dan berjalan dengan rendah hati bersama Tuhanmu.” Perintah untuk berlaku adil ini menjadsi landasan bagi umat Kristen untuk memperjuangkan keadilan. Meskipun ajaran dari kitab suci memberikan pedoman yang jelas mngenai pentingnya keadilan,tantangan yang dihadapi di Zaman modern ini sangat besar. Kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, di mana segelintir orang menguasai kekayaan yang sangat besar sementara banyak orang hidup dalam kemiskinan, menjadi masalah mendesak. Menurut laporan Oxfam, delapan orang terkaya di dunia memiliki kekayaan setara dengan separuh populasi dunia. Keadilan ekonomi ini menciptakan ketegangan sosial politik dan konflik yang harus dihadapi oleh masyarakat. Diskriminasi berdasarkan gender, ras dan orientasi seksual juga merupakan merupakan tantangan yang serius. Di banyak negara, perempuan masih menghadapi diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesempatan kerja hingga hak-hak reproduktif. Selain itu, masyarakat minoritas sering kali menjadi korban pelecehan dan diskriminasi, yang mengahambat upaya menciptakan masyrakat yang adil dan setara. Pelanggaran hak asasi manusia juga menjadi isu yang tidak bisa di abaikan. Di banyak tempat, suara-suara pembela hak asasi manusia ditekan dan mereka yang memperjuangan keadilan sering kali menghadapi ancaman, penangkapan, bahkan pembunuhan. Dalam konteks ini, kitab suci dapat memberikan inspirasi bagi para aktivis untuk terus berjuang meskipun menghadapi resiko.
Menghadapi tantangan-tantangan ini, penting bagi kita untuk mengintegrasikan ajaran kitab suci ke dalam tindakan nyata. Pertama-tama, pendidikan menjadi kunci dasar dalam menciptakan kesadaran akan pentingnya keadilan sosial. Melalui pendidikan, generasi muda dapat diajarkan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam kitab suci. Sekolah-sekolah dapat memasukan kurikulum yang mengajarkan etika dan moral berdasarkan ajaran agama, sehingga siswa dapat memahami peran mereka dalam menciptakan keadilan sosial. Selain itu dialog antar agama dapat menjadi platform yang efektif untuk membahas isu-isu keadilan sosial. Dengan membangun jembatan antara berbagai tradisi keagamaan, kita dapat saling belajar dan berkolaborasi dalam upaya menciptakan masyarakat yang adil. Misalnya, berbagai organisasi lintas agama dapat bersatu untuk memperjuangkan hak-hak perempuan serta melawan ketidakadilan yang marak terjadi di Zaman sekarang ini.
REFLEKSI
Janganlah Hendaknya Kerajinanmu Kendor,
Biarlah Rohmu Menyala-Nyala Dan Layanilah Tuhan. (Roma. 11:12)
Fr. Mardi Dhawa
Dalam hidup setiap manusia mempunyai irama tersendiri untuk menjadi pribadi yang baik dan adil. Hal ini kembali kepada setiap pribadi manusia yang akan menjadi pemimpin/gembalah kelak, tentunya di tuntut untuk menjadi pemimpin/gembalah yang satia dan adil. Gembalah yang baik adalah gembalah yang relah berkorban, hadir bersama dan mengutamahkan seluruh hidupnya pada dombah-dombahnya. Sebagai gembalah, tidak berat sebelah dalam artian tidak hanya mengutamakan kepentingan pada orang-orang tertentu atau orang yang sama tetapi harus berbaur secara merata tanpa memandang bulu dan harus adil. Situasi yang terjadi saat ini terdapat banyak sekali baik para gembala maupun domba yang hanya mengutamakan kepentingan peribadi tanpa melihat disekitarnya yang masih banyak membutuhkan bantuan, terkadang banyak juga yang menutup mata hati untuk menolong dan membantu. Hal ini apakah sebagai seorang pemimpin/gembalah sangat baik atau cocok dengan kepribadian yang semacam ini? Atau sebagai calon pemimpin/gembalah suatu saat nanti bagaimana tindakan dan komitmenmu jika nanti mau menjadi gembalah yang siap sedia, mengasihi, sederhana dan saling berbagi?
Bapak Paus Fransiskus yang telah berkunjung di Indonesia pada tanggal 03-09 September 2024 memberikan nasehat-nasehat yang sangat mendalam antara lain; Jadilah pribadi yang menampilkan kesederhanaan kepada semua orang secara khusus dalam keluarga, beragama, suku bangsa, ras dan golongan yang merupakan semangat persatuan. Bapak Paus sebagai gembalah utama bagi semua kaum beriman khususnya yang beragama Katolik telah mengarahkan dan menuntun kepada kita agar tetap menjadi pribadi-pribadi yang selalu mengutamakan kesederhanaan dan kepedulian antar satu dengan yang lain. Manusia pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri tetapi harus membutuhkan bantuan dari orang lain maka patutlah kita saling melayani dan menolong bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan. Berbagi dan melakukan sesuatu yang berasal dari hati dengan ikhlas tentunya akan memperoleh rahmat yang berlimpah. Tuhan telah berjanji jika melakukan segala sesuatu dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang maka hidupnya akan beroleh kasih karunia dari Allah.
Di zaman ini sangat membutuhkan sikap keadilan dan kesetian setiap manusia secara khusus bagi para pemimpin/gembalah. Menjadi pemimpin yang baik dan mementingkan kehidupan orang lain sangat sulit yang terjadi saat ini. Namun jika ada pemimpin yang melakukan tugas dan tanggung jawab dengan baik maka ia akan memperoleh pujian dan dukungan yang baik pula dan juga segalah sesuatu akan berdamai dengan baik jika ada rasa persaudaraan dan keadilan didalam kehidupan setiap pribadi. Bertolak dari perikop Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma; ”Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah Rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”. Rasul Paulus mau mengatakan kepada kita bahwa iman yang kita miliki janganlah sekali-sekali membiarkan redup dan dikuasai oleh kegelapan. Harus menjaga memupuknya terus menerus agar tetap berakar bertumbuh dan menyalah sepanjang masa. Janganlah sekali-sekali memberi ruang atas roh-roh jahat dalam iman kita, jika demikian iman kita akan menimbulkan segala kehancuran dalam hidup kita. Disini tentunya suatu ajaran yang baik bagi seorang pemimpin agar tetap dan harus bertindak dengan iman yang benar dan baik. Rasul Yakobus mengatakan iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati. Sangat jelas bahwa manusia mempunyai iman namun ketika iman itu tidak disertai dengan perbuatn-perbuatan yang baik atau menghidupkan dengan sempurna maka iman itu akan mati. Imam yang berkobar-kobar akan meruntuhkan segala macam kegelapan. Iman yang kuat karena Allah sebagai sumber kekuatan bagi kita.
Maka dengan demikian jiwa kepemimpinan seorang pemimpin tentunya akan keliatan melalui tindakannya dan semuanya pasti akan terlihat dengan jelas. Pemimpin yang berjiwa kuat dan tegar akan menuntaskan segala macam persoalan dalam hidupnya. Tidak ada pemimpin yang luput dari segalah macam persoalan maka harus mempunyai kepercayaan yang jelas dengan iman yang kuat agar gelombang yang menerpah baterah hidup bisa dihadapinya dengan tenang tanpa merasa terancam dan tak berdaya. Janganlah sekali-sekali bentindak tanpa keadilan karena jika demikian kehancuran diambang pintu. Untuk itu mari kita semua yang sedang bergumul dengan dunia saat ini, jagalah pelitah hati kita masing-masing agar tetap memberi cahaya kehidupan yang damai dan tenteram. Yakin dan percayalah bahwa pelita hidup kita hanya satu yaitu Tuhan Allah. Dialah sumber keselamatan dan kebahagian kita. Tuhan tak perna menutup mata bagi orang-orang yang bertindak atau melakukan segalah sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Bertindak dengan hati yang mulia akan bertumbuh kehidupan yang sempurna. Sekali lagi biarlah Rohmu menyalah-nyala dan layanilah Tuhan dengan penuh keiklasan. Jadikanlah Tuhan sebagai nakoda hidupmu agar dimanapun engkau berlayan keselamatan menyertaimu.
Dipanggil Untuk Keadilan (Matius 20:1-16)
Oleh : Fr. Marko Peka
Keadilan adalah suatu pemberian hak seseorang yang telah menjadi miliknya. Keadilan menurut Kitab Suci juga berarti Allah sendirilah sumber keadilan itu. Dalam Injil Matius 20:1-16 mengisahkan tentang perumpamaan orang-orang upahan di kebun anggur. Dikisahkan bahwa tuan pemilik kebun anggur yang adil memberikan upah sedinar setiap hari kepada pegawainya yang bekerja dengan jam yang berbeda. Sesungguhnya, Allah adalah sumber keselamatan yang menjadi pengadil bagi kita umat manusia. Dilihat dari cinta kasih dan kemurahan hati-Nya, Allah sungguh sangat mengasihi orang yang bersikap adil dan membenci mereka yang penuh dengan kefasikan dan bersikap tidak adil terhadap sesamanya manusia.
Dewasa ini orang lebih banyak menegakkan sikap keadilan bagi kaum yang tertindas oleh kekuasaan yang royal. Dari sikap dan keadilan Allah, kita di ajak untuk menjadi orang yang berdiri pada fondasi keadilan. Hal ini terlihat jelas sebagaimana yang tertulis dalam bacaan injil Matius 20:1-16 yang menunjukkan perihal sikap Allah yang sungguh murah hati dan adil. Keadilan juga dapat kita lihat didalam Kitab Suci, di mana Allah mengutus Putera-Nya Yesus Kristus menjadi sumber keadilan itu sendiri. Keadilan Yesus kepada kita ialah pada saat Dia menyerahkan diri-Nya kepada maut untuk menebus dosa manusia karena Dia adalah sumber keselamatan.
Refleksi ini sesungguhnya memberikan kepada kita pesan istimewa yakni menjadi manusia yang senantiasa menciptakan keadilan ditengah-tengah umat manusia yang belum mendapatkan keadilan. Selain itu, juga masih banyak orang didunia ini yang belum menjadi pelopor keadilan dan membagikan keadilan bagi sesama. Kurangnya sikap keadilan sejatinya dapat menimbulkan dampak yang buruk. Maka dari itu, kita memetik pesan yang sungguh berharga yakni sesungguhnya Tuhan senantiasa memanggil setiap orang untuk menjadi penegak keadilan. Oleh karena sumber keadilan adalah Allah sendiri, maka keadilan adalah juga berakar dari kemurahan hati dan cinta kasih Allah.
Keadilan membuahkan Kasih(1 Petrus 3:18)
Oleh : Fr. Putra Manuk
Fr. Putra Manuck
Di zaman modern ini, keadilan seakan memihak dan berubah maknanya. Setiap orang tentu membutuhkan keadilan, namun setiap orang juga harus perlu memperhatikan keadilan. Akan tetapi dalam realita kehidupan, makna keadilan sudah sangat jauh berubah dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan kelalaian, ego yang tinggi dari masing-masing pribadi, problematika lainnya yang diciptakan oleh manusia sendiri. Ada kekuatiran akan dunia kita saat ini. Maka sangat perlu untuk dibenahi kembali agar tidak menimbulkan kebencian, saling bermusuhan, dan juga kehancuran dalam persatuan.
St. Agustinus pernah berkata bahwa “keadilan hanya terlaksana dalam kerajaan Allah yang merupakan gudang dari keadilan. Perwujudan yang nyata dari kerajaan Allah itu adalah Gereja yang jadi benteng dari keadilan.” Tuhan itu Maha kasih dan kasihnya adil untuk kita semua. Kitab suci sendiri telah membuktikan dan memberitahukan, bahwa Allah itu Maha adil. “Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak dengar, supaya Ia membawa kita kepada Allah.” (1 Petrus 3:18)
Jalan terbaik untuk mencapai keadilan yang sejahtera, damai, dan tentram. Maka perlu bagi kita, sebagai orang yang beriman untuk merefleksikan kasih Tuhan yang adil, dan menjadikan Yesus Kristus sebagai tolak ukur menuju keadilan yang membuahkan kasih. Kita harus terus belajar dan memupuk rasa kepedulian kita terhadap sesama dengan tindakan keadilan, agar kita dapat merasakan damai dan kasih antar sesama. Dengan demikian bagi orang percaya, keadilan tidak boleh lepas dari kasih.
Menjawabi Panggilan Yesus ( Matius. 4:18-22 )
Oleh : Fr. Eki Mone
Dalam perjalanan menuju panggilan suci tentu kita dibawah pada berbagai tantangan dan persoalan entah secara personal maupun secara bersama, tidak mudah bagi seorang selibater terus bertahan dalam goncangan cobaan tanpa ada pondasi atau pilar yang menopangnya, Kitab suci menjadi acuan utama dalam menanggapi berbagai tantangan dan berbagai kebutuhan. Maka sebagai seorang kaum yang terpanggil tentu ada tuntutan yang perlu menjadi keharusan setiap kita yakni memahami serta menghayati setiap sabda dan firman yang ada. Alkitab menjadi sumber inspirasi bagi kita kaum-kaum terpanggil sebagai pegangan dalam setiap langkah hidup imamat kita.
Dalam injil Matius 4 : 18-22 terjadi pemanggilan pertama murid-murid Yesus untuk menjadi pengikut-Nya tentunya menjadi diperlukan komitmen dalam meninggalkan segala sesuatu demi setia sebagai seorang selibater. Pilihan untuk hidup melayani tentu harus mengarah pada Dia sebagai teladan iman dan sumber inspirasi. Dalam konteks zaman sekarang kita pun diajak untuk menjadikan Yesus sebagai sumber satu-satunya jalan keselamatan. Kita tentu akan dibawah pada berbagai tantangan entah hidup dalam komunitas atau pastoral maka Yesus menjadi Pribadi tempat kita bersandar memohon rahmat keselamatan. Menjalani hidup selibat, penting bagi kita merujuk pada setiap firman dan sabda yang ada dalam kitab suci. Alkitab menawarkan prinsip-prinsip dan sumber inspirasi dalam pelayanan pada Tuhan dan kepada sesama.
Pentingnya Alkitab dalam proses ini tidak bisa diabaikan; melalui Alkitab, kita mendapatkan bimbingan, inspirasi, dan kekuatan untuk menjalani panggilan kita dengan setia.Maka marilah kita mengikuti teladan para murid, membiarkan Alkitab membimbing langkah kita, dan hidup dengan komitmen total untuk pelayanan dan kasih kepada Tuhan.
CERPEN
MOTIVASI SENJA
Oleh : Fr. Agung Pramuji
Kriyett!
Ibu membuka jendela tua dikamar Bagas putranya. Membiarkan cahaya matahari masuk perlahan, menusuk mata putranya yang sedari tadi masih terpejam. Bagas kemudian terbangun dari mimpi panjangnya. Lalu sedikit menguap dan mengusap kedua matanya agar rasa kantuknya hilang.
“Huh!” Bagas menghela nafas panjang. Badannya yang pegal-pegal itu masih belum hilang, namun keadaan memaksanya.
Dunia rasanya begitu berat bagi orang yang terlahir dengan status ekonomi rapuh. Seperti Bagas yang memilih tidak melanjutkan kuliah demi menghidupi dirinya dan ibunya. Kenyataan inilah yang membuat Bagas mengubur mimpinya dalam-dalam. “Buat apa bermimpi setinggi langit kalau kenyataan hidupku saja sudah sangat tidak adil”. Rintihan Bagas mengurut dada
Dari jam 5 pagi Bagas harus berjualan koran hingga siang, lalu berganti profesi sebagai nelayan. Tidak hanya itu, Malamnya Bagas mengambil kerjaan lain seperti menjadi buruh pasar.
Hidup sangat terasa pahit baginya. Apalagi mengingat saat Ayahnya meninggalkan mereka saat ia masih berusia 5 tahun. Terlalu cepat baginya untuk merasakan kasih sayang seorang ayah dan masa kecil yang indah.
Tiap kali melihat raut wajah ibunya yang mulai menua, batin Bagas rasanya dipukul habis-habisan karena ia tak bisa memberontak menuntut keadilan dalam hidupnya. Iya hanya bisa menjalani semampunya dengan kekuatan yang ia punya.
“Bu, Bagas berangkat dulu,” tutur Bagas sambil mencium tangan keriput ibundanya.
∆∆∆∆
Sang suria perlahan mulai jatuh, menyisakan jingga disekitar langit yang perlahan mulai gelap. Di pinggir garis pantai, terlihat Bagas yang dengan sisa tenaganya mendorong sampan hingga ke tepi. Ia menggapai kain lusuh lalu mengelap keringat pada wajahnya dan membiarkan sekujur tubuhnya basah kuyup.
“Ah lelah,” ucapnya sambil menjatuhkan tubuhnya di ribuan pasir pantai.
Matanya yang semula terpejam kini berani menilik langit. Lalu dalam hati ia mengeluh,”mengapa dunia sangat tidak adil kepada saya?”
“Bagas...Bagas...bagas!” Seseorang memanggilnya dari belakang dan membuat pikirannya buyar seketika. Lelaki bernama Bagas itu lalu bangkit berdiri dan menoleh ke sumber suara. Ternyata itu adalah Darma. Orang pasar yang sering membeli hasil tangkapan Bagas untuk dijual lagi.
“Eh bang, tumben kesini. Biasanya saya yang antar ikannya ke pasar.”
“Kamu kenapa gas? Kok seperti sedih begitu raut wajahmu,” tanya Darma yang sedari tadi memperhatikan Bagas.
“Hehe tidak ada apa-apa bang.”
“Sudah-sudah. Sini cerita sama saya.” Bagas kemudian berjalan mengikuti langkah Darma yang kini memilih duduk disamping sampan milik Bagas sambil ditemani angin sepoi-sepoi, keduanya lalu duduk bersandar disana.
“Cerita ajah sama saya Gas. Anggap saja saya ini abang kamu!”
Mendengar perkataan Darma, Bagas justru hanya menatap kosong ke arah langit. “Huh” ia menghela nafas lalu berani untuk bercerita. Tentang keluh kesah yang selama ini ia pendam sendiri.
“Saya Cuma tidak menyangka nasib saya seperti ini bang. Bukannya saya tidak bersyukur. Tapi saya punya mimpi yang lebih dari seorang nelayan. Saya Cuma hidup dengan seorang ibu, cuma ibu yang saya punya bang. Saya mungkin bermimpi tinggi dan ingin melanjutkan pendidikan seperti anak sebaya saya. Tapi saya tidak mungkin menyuruh ibu bekerja. Di umur seperti ini saya terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Kadang saya merasa mengapa Tuhan begitu tidak adil terhadap saya.”
“Dari kecil saya terpaksa harus bekerja keras. Saya tidak pernah merasakan masa kecil seperti anak-anak lainnya. Saya dituntut kuat sebelum waktunya bang. Saya sangat lelah. Saya sangat lelah menjalani kehidupan saya yang hanya berputar disini saja. Kadang saya bertanya, kenapa hidup saya begini bang? Kenapa Tuhan jahat sama saya? Kenapa Tuhan tidak adil bang?” Bagas kemudian menangis sejadi-jadinya. Iya melepas semua kesedihannya saat itu. Hatinya yang selama ini selalu berpura-pura kuat, runtuh seketika.
“Iya yah, kadang Abang juga mikir kenapa Tuhan itu gak adil,” ucap Darma membuat Bagas menoleh, “Abang anak yatim piatu, gak punya keluarga satupun. Dan sedang berjuang hidup kayak Bagas,” ucap Darma sekali lagi membuat Bagas mengerutkan keningnya.
“Masih banyak lagi orang-orang yang merasa hidupnya gak adil. Bahkan orang yang hidupnya berkecukupan pun, masih banyak ketidakadilan dalam kehidupannya.”
“Makanya kenapa Tuhan itu adil banget Gas!” Bagas memandang Darma aneh, jawaban Darma kali ini berbeda dari sebelumnya.
“Tuhan buat setiap manusia merasakan ketidakadilan yang sama. Nah, tinggal kitanya ajah yang membuat ketidakadilan itu menjadi keadilan dan kekuatan hidup.”
“Hidup tanpa adanya usaha sama ajah bohong Gas. Kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai apa yang kita inginkan. Tuhan gak akan ngubah kita kalau kita gak bisa ngubah diri kita sendiri. Semuanya ditangan kita Gas. Apa yang kita tanam itu pula yang kita tuai. Lagi pula, hasil gak bakal mengkhianati usaha. Selagi usaha kita jelas, hasilnya juga gak akan main-main. Dari pada kita hanya mengeluh tentang nasib, mending kita ubah nasib kita.”
Bagas kemudian menunduk, menatap kearah pasir pantai yang putih. Iya mulai mencerna kata-kata Darma, berpikir keras maksud dari kalimat itu. Lalu dengan perlahan ia mulai menghapus air matanya, ia mengakui bahwa selama ini ia tak pernah melihat dirinya sendiri. Ia terlalu fokus mengumpulkan uang untuk makan. Tak peduli sakit badannya. Ia tidak menyadari bahwa ia seringkali tidak berlaku adil pada dirinya sendiri. Terlalu memikirkan ekonomi hingga lupa mimpi yang sebenarnya.
“Bang Darma bisa anter saya kerumah sekarang?” tanya Bagas yang dibalas anggukan mantap dari Darma. Keduanya menuju tempat tinggal Bagas yang tidak jauh dari pantai.
Sesampainya di rumah, Bagas membuka pintu kamar ibunya, melihat wanita tua itu sedang tidur diranjangnya. Dengan perlahan Bagas mendekat lalu menutup tubuh ibu dengan selimut lusuh. Melihat ibu sekarang membuat Bagas mengerti, Tuhan punya rencana terbaik untuk setiap orang. Tiap orang punya porsinya masing-masing. Seperti Bagas tanpa ibu, mungkin ia tak akan sekuat sekarang.
“Tuhan itu maha adil ya bu,” lirihnya lalu mengecup kepala sang ibu, “ketentuan Tuhan jauh lebih baik daripada keinginan kita,” lanjutnya.
Keadilan
Oleh : Fr. Agus Mude
Seperti biasa aku sudah di berita yang akan akan menjemput di terminal bus adalah “ Kenzo” Kota tempat tinggal rina yang adalah adik perempuanku jarak antara rumah dan jarak terminal 4 km dan jangka waktu 3 jam dalam perjalanan . dan sesampainya aku dan Kenzo di rumah aku dikagetkan suara dari belakang rumah “ Hore' hore om datang ” teriakan suara perempuan dan suara itu sangat familiar, Aku coba menoleh ternyata kedua keponakanku, itulah alasan utama Aku selalu datang berkunjung dan berlibur terutama untuk sih “ dewi” yang kelas III SD dan si sulung lia yang setahun sudah tamat SMA, sekarang mereka berdua begitu imut dan cepat besar.
Dan Kenzo yang menjemputku di terminal bus Ia terlihat senyum-senyum yang menjadi paling ciri khas darinya .
“ Kalian tidak sekolah ? ” cetusku
Jawab sih bungsu “ kan libur natal om”
“ Om dulu kalo libur natal tidak libur ya tanya sih kaka ? ” : agak jahil
Coba ku cubit pipinya dia menghindar sambil tertawa kecil
Kenzo yang dari tadi berdiri di halaman depan berjalan ke arah mobil dan mengambil alih barang bawahanku dan aku membantu untuk mengangkat barang- barangku,
Kamu apa kabar ken tanya ku ?
“ Baik om” jawabnya
Kelihatan juga bertambah dewasa kalau mengingat pertama ikut mama di kampung kelahiran kami dulu, Kenzo baru lulus SD , kecil dan penakut bahkan kalau berbicara sering gemetaran, ken ikut keluarga kami sampai lulus SMA dan ken ikut bersama rina adik perempuanku tinggal di kota, aku dengar- dengar dia berlatih silat dan berteriak seperti pelatih .
Umur kamu berapa ken ? tanyaku
“ Sudah dua empat om ” jawabnya
“Sudah ada pacar ? ” tanyaku lagi
“ Ken cuman tersenyum ”
“ Ibu di rumah ? ” tanyaku tanyaku tentang rina yang adalah Saudara perempuanku
“ tidak ada om katakan” mama pergi pelayanan rohani
“Ohhh okay ” balasku
dan kami pun masuk dalam rumah sambil membereskan barang -barang bawaan ku
Karena keseriusan cerita dan menyusun barang – barang kami tidak sangka kalau malam sudah tiba, di atas meja sudah ada hidangan yang sudah di persiapan ken sebelum jalan sore menjemput “om dizer ” di terminal bus, di atas meja nasi kuning, ikan tomat, daging babi, dan daging ayam. Dan si sulung keponakanku mengundang teman – temannya untuk makan bersama karna aku datang berkunjung dan menemani mereka liburan
Dan si selah- selah kesenangan aku bertanya dengan nada memuji
Siapa yang bikin nasi kuning dan lauk pauk ini? Seru ku?
“apa kamu yang bikin lia”
“ bukan om tapi kaka ken ”
“kamu yang bikin yaa ken” tanyaku
Lagi-lagi Ia cuman tersenyum sambil sibuk – sibuk mengatur barang- barang bawaanku
Aku bertanya lagi mengapa “ rina” jarang sekali bersama- sama kalian ? ” jawab sih sulung “ ibu selalu bersama-sama dengan kami cuman satu bulan ini ibu selalu sibuk kegiatan dengan pelayanan rohani, katekese, ikut rekoleksi dan kegiatan rohani lainya ”
Tanya ku lagi “ apa kita kita makan bersama rina malam ini ? ”
Jawab sih bungsu dewi“ mama berpesan akan mengikuti kegiatan rohani selama dua hari ini”
Aku bertanya kepastian jawaban sih Kenzo “ Yaa pesan ibu memang demikian om ” Jawab ken.
Tiba-tiba telepon berdering si sulung keponakanku mengangkat telpon dan bercakap-cakap tidak lama kemudian lia datang ke arahku dan memberikan telpon padaku ujarnya “ mama mau berbicara”
“ Hai rina ” ujarku
“Ya kamu datang syukurlah kakak ”
Di rumah sudah siap semuanya itu semua dibuat oleh Kenzo perayaan kecil itu sudah direncanakan oleh si sulung untuk merayakan kedatanganmu aku tidak bisa ikut serta, karena aku masih sibuk dengan kegiatan rohani.
Itulah sih ros ujarku dalam hati “semenjak berpisah dengan suaminya dia selalu menyibukan diri dengan kegiatan rohani,
Aku yang mulai bosan mendengar ros yang berbicara “Ros anak-anak sepertinya tidak sabar untuk makan ”Aku memotong topi
Jawab Ros “ oke, oke terima kasih kakak Tuhan memberkati ”
Ku tutup telepon
Anak -anak mari kita makan dengan hati yang gembira dan senang .
Selesai makan aku merasa sangat mengantuk dan luar rumah hujan rintik-rintik mulai turun kemungkinan hujan akan turun, mungkin karena perjalanan tadi sore yang buat aku mengantuk itu karena suhu hujan yang buat aku mengantuk ,sambil mata tertutup.
Ujar Kenzo “jangan terlalu ribut om ad tidur di kamar ”
Dan setelah aku tersadar dari tidur kudapati kenzo di pinggiran halaman teras sedang duduk merenung
Aku coba mendekati dan bertanya “kenapa sih kamu sering ngelamun sendiri”?
“Tidak apa-apa om” jawabnya
Ujarku lagi “tidak apa-apa ceritakan ajak ken”
Mendengar hal itu kan tidak ragu-ragu lagi untuk berkata
Om , kenzo mau bertanya “ mengapa jalan kehidupan dan nasibku begitu tidak menguntungkan dan semalang ini om, selama ini ku pendamkan sendiri, bukan menyakal dan menyalahkan Tuhan om cuman mau berpikir dan merenung pada nasibku apa terus begini atau akan berubah sendirinya om” ?
SD sampai dengan sekarang ini harus hidup pisah alam dengan orang tua, kadang aku bertanya kepada Tuhan mengapa Tuhan tidak adil dan tidak bijak terhadap nasibku,
Om apakah Tuhan pilih kasih om?
Om apakah Tuhan ada untuk melihat nasib malang orang-orang om atau Tuhan sengaja tidak membantu?
Ujar om “ Kenzo bukan kamu sendiri yang mengalami hal yang demikian ada begitu banyak orang- orang yang jauh lebih tidak mengalami ketidakadilan dan kelayakan hidup “ken bukan kamu sudah kenal om sama mm rina yang dari kecil juga sudah yatim piatu namu sekarang berkat usaha dan kerja keras bisa hidup yang agak layak”
Nasihat om “ ken kamu mesti bersyukur apa yang ada padamu karena masih ada orang baik yang mau menjadikan salah satu bagian keluarga dan memberikan tumpangan tangan ”
Ujar ku lagi Tuhan itu adil dan bijaksana intinya kita banyak bersyukur pasti akan baik dan berubah keadaan.
“Ken liat ”contoh om agus itu yang dulunya hidup jauh dari ada sekarang om agus hidup dalam kecukupan ,
Kita hidup harus bergerak dan berusaha jangan mikir-mikir terus jangan diam-diam terus
Ujar lagi sih om “ hidup ini pilihan jika kita hidup hanya merenung dan pikir -pikir terus tanpa tindakan maka nasib yang tidak adil akan datang menghampiri
Jika kita hidup untuk merubah keadaan maka disitulah keadilan dan kebijakan Tuhan akan nampak dalam usaha“ kata omku”.
Mengasihi Sesama
oleh : Fr. Richard Walu
Dipagi hari yang cerah,cahaya matahari menyinari seluruh ruang kamar sehingga saya terbangun dari tidur malam yang panjang. Seperti biasa,setelah bangun saya selalu menyempatkan diri untuk berdoa sebelum beraktivitas. Hari ini saya mempersiapkan diri untuk menyambut ajaran baru di kelas yang telah berganti. Sudah saatnya saya kembali mengasah otak yang sudah agak tumpul selama liburan,agar semakin tajam dan bermutu.Tepat pukul 07:10 wita,saya berangkat ke sekolah. Jarak tempuh dari rumah saya ke sekolah sekitar 20 menitan. Setibanya saya di sekolah,saya kembali merasakan suasana yang selalu dirindukan.
Beberapa menit sebelum KBM dimulai saya bertemu dengan teman- teman yang langsung memanggil nama samaran saya. Nama asli saya Richard,tetapi saya biasa disapa Goper (Good person) oleh teman teman. Nama itu saya dapat karena saya selalu berbuat baik kepada semua orang tanpa pandang bulu.Selang beberapa waktu KBM pun dimulai. Pada KBM pertama itu adalah pelajaran agama. Saya agak tidak senang ketika pelajaran agama. Bukan karena pelajarannya,melainkan karena gurunya yang kejam. Baru masuk saja kami sekelas, kecuali anaknya yang kebetulan sekelas dengan saya langsung disuruh berlutut. Disaat itu kesabaran saya sudah habis akan sikap guru itu. Saya pun memberanikan diri untuk memprotes atas tindakan guru yang semenah menah. Saya menegur guru itu agar tidak memperlakukan kami dengan tidak layak dan jangan pilih kasih. Tetapi guru itu menghampiri dan menampar saya.
Sikap yang diberikan oleh guru itu bertentangan dengan keadilan menurut Kitab Suci yang pernah saya pelajari. Karena menurut yang pernah saya pelajari bahwa keadilan menurut pandangan Kitab Suci adalah mengasihi sesama tanpa memandang bulu. Saya tidak mengerti mengapa orang seperti dia harus menjadi guru agama. Saya merasa dia tidak layak menjadi guru agama karena dia sendiri tidak pernah memberi contoh sikap yang baik kepada murid-muridnya.Saya yang tidak terima akan hal itu berlari ke ruang kepala sekolah untuk melaporkan tindakan guru itu. Saya menuntut keadilan atas sikap guru yang tidak adil dan semenah-menah itu. Kepala sekolah pun marah dan hendak memberhentikan dia mengajar di sekolah kami. Akan tetapi saya membujuk kepala sekolah agar tidak memberhentikan dia dan kepala sekolah menuruti permintaan saya. Guru itu pun meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Setelah kejadian hari itu,guru itu pun bertobat dan selalu bersikap baik dan adil terhadap sesama.