MADING UNIT EFRATA
Edisi September 2024
MADING UNIT EFRATA
Edisi September 2024
Tema
URGENSI KITAB SUCI BAGI CALON IMAM
ESAI
Moto Biblis sebagai Kompas yang Berdampak Positif bagi Calon Imam
Oleh: Fr. Denny Ghunda
Pendahuluan
Pada umumnya, seorajjng calon imam memiliki suatu moto panggilan yang dikutip dari ayat Kitab Suci. Tentu ayat yang dipilih adalah ayat yang berkesan bagi perjalanan panggilannya. Namun fenomena yang ada pada era digital sekarang ini, ternyata ada calon imam yang belum memiliki moto panggilannya. Hal ini tentu suatu problematika fundamental dalam penghayatan akan semangat/spirit menanggapi panggilan Tuhan menjadi imam-Nya kelak. Sebab, Sabda Tuhan adalah suatu pedoman suci yang menghantar seorang calon imam untuk mencapai puncaknya dalam Yesus Kristus yakni meneladani hidup dan karya-Nya. Maka sungguh disayangkan seorang calon imam yang tidak memiliki moto biblis atau motor penggerak melalui inspirasi dari Sabda Tuhan. Sama halnya ia tidak mengenal secara baik sosok Tuhan Yesus yang sedang ia ikuti dan hal itu secara tegas sudah disinggung dalam ajaran Gereja yaitu “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus”
Mengingat peranan imam sebagai pemimpin rohani, maka perkembangan hidup rohani yang benar sudah harus dibina secara sungguh-sungguh sejak mereka berada dalam pendidikan di Seminari. Hal ini merujuk pada suatu kematangan spiritual, yakni sadar sebagai murid Yesus yang hidup dalam keakraban dengan Dia, memelihara relasi sebagai Sang Guru dan murid, serta meyakini peranan Tuhan yang memanggil dan menganugerahkan rahmat panggilan-Nya. Melalui unsur-unsur kematangan spiritual tersebut, seorang calon imam hendaknya akrab dengan Kitab Suci. Sebagaimana calon imam adalah seorang murid maka ia harus memelihara relasi dengan Sang Guru yang memberikan banyak pengajaran melalui Kitab Suci. Relasi yang dibangun tersebut hanya bisa dicapai lewat penghayatan kehidupan spiritual dari calon imam. Manakala dasar spiritualitas calon imam ialah Yesus Kristus sendiri, dengan demikian calon imam telah mengidolakan Yesus Kristus secara sempurna yang di dalamnya termaktub pula segala pengajaran suci yang menjadi inspirasi bagi perkembangan panggilan hidup calon imam itu sendiri.
Pembahasan
Dalam suatu penelitian di lembaga Seminari Tinggi (tempat formasi para calon imam / frater), diperoleh informasi yang akurat terkait penghayatan kehidupan spiritual dari para calon imam. Melalui jawaban pada kuesioner, mereka (para calon imam) mengakui selalu membuat refleksi harian dan hal itu dibuktikan juga lewat ketekunan mereka membaca Kitab Suci setiap hari serta merenungkannya. Berdasarkan penelitian tersebut, calon imam sudah seharusnya memiliki kekuatan aspek kerohanian khususnya dalam hal merenungkan Sabda Tuhan melalui Kitab Suci yang dibaca setiap hari. Namun patut disayangkan jika hal itu dilakukan sekedar rutinitas belaka tanpa ada pendalaman serta penghayatan yang serius. Apalagi kalau hal itu dilakukan dengan tujuan agar dilihat para formator (pembina) demi mendapatkan pujian. Tentu sikap seperti ini tidak akan menghasilkan buah-buah kerohanian. Dengan demikian, wajarlah terdapat calon imam yang “berjalan memakai jubah putih - mengikuti Tuhan Yesus dalam cita-cita luhur ini” tanpa ada suatu dorongan inspirasi atau moto yang menggerakkannya menuju puncak imamat. Dengan kata lain, calon imam berjalan dalam kekosongan pedoman/kompas serta tidak ada dampak positif dari Kitab Suci dalam menekuni panggilan hidup sucinya.
Di tengah pergulatan batin dan kemajuan zaman yang terus berubah dari waktu ke waktu, sesungguhnya para calon imam berada dalam lingkup “duka dan kecemasan, harapan dan kegembiraan”. Dalam situasi-kondisi seperti itulah, Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci dapat dikatakan sebagai kompas ilahi yang menghadirkan cahaya penuntun, memberikan kekuatan, harapan, dan semangat baru. Moto biblis bukan hanya sekedar kata-kata berkesan atau ungkapan rohani. Bukan pula dijadikan slogan agar dikenal menjadi “Kitab Suci berjalan”. Tetapi lebih luas dari itu semua, moto biblis harus berdampak positif dan dipandang sebagai daya kekuatan ilahi yang dapat menuntun arah perjalanan para calon imam selama masa formasi untuk senantiasa mampu melakukan kehendak Allah. Dengan demikian, masa pembinaan para calon imam menjadi suatu masa penuh makna melalui kekuatan Sabda Tuhan sendiri yang menjadi pedoman utama atau menjadi suatu kompas yang tidak akan membawa para calon imam ke jalan yang salah melainkan ke jalan yang Tuhan kehendaki.
Penegasan betapa pentingnya seorang calon imam harus memiliki moto biblis karena alasan fundamental yakni berkaitan erat dengan cita-cita dan panggilan hidupnya. Hal itu terlepas dari aneka variasi moto hidup dengan tagline dari satu sosok idola atau brand apapun di dunia ini; “Setia Setiap Saat” (Rexona), “Bongkar Kebiasaan Lama” (TOP Coffee), “Melayani Dengan Setulus Hati” (BRI), “Semakin di Depan” (Yamaha), “Hapuslah Keringat Orang Tuamu dengan Sapu Tangan Keberhasilan” (Anonim), Impossible is Nothing / Tidak Ada Yang Mustahil (Adidas), dan lain sebagainya. Selain itu, ada pula beberapa tokoh berpengaruh yang memiliki prinsip atau dalam hal ini moto yang tentu menjadi kompas landasan utama mereka berkarya di dunia ini. Semisal ada Jakob Oetama dengan kesuksesan Kompas Gramedia-nya dalam suatu landasan spiritnya yaitu “Miliki dulu harga diri, tanpa itu kita akan menjadi robot”. Tokoh lain seperti R.A. Kartini dalam perjuangannya membela kaum perempuan di Indonesia yang memberikan sebuah harapan: “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Berangkat dari beberapa contoh motto atau tagline brand besar serta tokoh berpengaruh di atas, dapat disimpulkan bahwa hal itu merupakan suatu roh penggerak yang menghidupkan brand tertentu serta dari para tokoh untuk tetap berkarya sesuai arah kompas yang tepat yakni visi dan misi mulia. Roh penggerak dan kompas yang dimaksudkan tersebut tentu memiliki makna atau pesan yang mendalam untuk terus dihidupi. Demikianpun kaitannya dengan seorang calon imam yang seyogyanya menghidupi nilai-nilai panggilan sucinya menjadi imam kelak. Calon imam dapat membuat suatu motto dalam hidupnya dengan berlandaskan pada Kitab Suci sebagai suatu kompas atau pada era digital saat ini dikenal suatu fitur canggih yang namanya GPS (Global Positioning System). Sebagaimana dikatakan oleh Pemazmur: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (bdk. Mazmur 119:105), penulis meyakini ayat ini semacam GPS dalam konteks pendidikan calon imam. Oleh karena itu, berikut ini penulis ingin menawarkan beberapa ayat berkesan atau kutipan Firman yang kiranya dapat digunakan sebagai motto panggilan bagi para calon imam, hingga menggarapnya sendiri dalam suatu kerangka tagline atau ungkapan sederhana yang dapat melekat erat dalam perjalanan panggilan calon imam.
1. Mazmur 23:1 “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.” Ayat ini dapat diungkapkan dalam suatu tagline yang menarik bagi calon imam yaitu “Digembalakan untuk menggembalakan.”
2. Yesaya 6:8 “Ini aku, utuslah aku!” Ayat ini dapat dibahasakan dengan sentuhan gaya media sosial dalam sebuah tagline yang menarik bagi calon imam yaitu “Gass, Tuhan pake.”
3. Matius 6:33 “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Ayat ini dapat diformulasikan dengan gaya milenial dalam sebuah tagline yang menarik bagi calon imam yaitu “Prioritas utama: Tuhan dulu, yang lain-lain menyusul!”
4. Lukas 1:38 “Aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataan-Mu.” Ayat ini dapat dinarasikan ke dalam suatu tagline ala kekinian yaitu “Jang kas kendor, siap jalani skenario Tuhan”.
5. Filipi 4:13 “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Ayat ini seringkali digunakan oleh para imam baru sebagai motto tahbisan. Dalam komentar kecil beberapa imam baru, ayat ini bisa ditarik dalam suatu tagline yang berbunyi “Bersama Tuhan, semua bisa! No limit, no fear!”.
Penutup
Akhirnya moto biblis dapat menjadi suatu kompas yang menuntun para calon imam untuk siap menanggapi panggilan Tuhan yang menginspirasinya melalui Kitab Suci. Moto biblis bukan sekedar kata-kata yang dikutip dari brand apapun atau dari tokoh siapapun, melainkan dari Tuhan sendiri. Meskipun dalam perjalanan selanjutnya, secara kreatif calon imam memformulasikan teks Kitab Suci itu dalam konteks kekinian. Hal ini tentu tidaklah bertentangan dengan Sabda Tuhan, karena calon imam hanya berusaha menyederhanakan kutipan ayat tertentu demi penghayatannya yang lebih dalam lagi. Oleh sebab itu, moto biblis sangat urgen dimiliki para calon imam karena berdampak positif selama masa formasinya sebagai calon imam.
Daftar Referensi:
Konsili Vatikan II, Dei Verbum, Konstitusi Tentang Wahyu Ilahi, dalam Hardawiryana R. (Penerj.), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 1993.
Merdeka, Mengenal Kepanjangan GPS, Ketahui Fungsinya yang Memudahkan Aktivitas Manusia, diakses dari https://www.merdeka.com/jabar/mengenal-kepanjangan-gps-berikut-fungsinya-yang-memudahkan-aktivitas-manusia-kln.html?page=4, pada Jumat, 06 September 2024, 10:54 WITA.
Ngongo Ghunda, Daniel, dan Herman Punda Panda. “Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Penghayatan Seksualitas Mahasiswa Calon Imam di Seminari Tinggi.” Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 2, (April 2023): 929-942. https://doi.org/10.30648/dun.v7i2.889.
Suhardi, S. Alfons, Pedoman Dasar Pembinaan Calon Imam di Indonesia, Jakarta: Dokpen-KWI, 1994.
Windy, dkk. 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia, Yogyakarta: Narasi, 2005.
Kitab Suci Dan Calon Imam
Oleh : Fr. Fino Reda
PENDAHULUAN
Pada esensinya, Gereja Katolik dengan sikap iman yang mendalam, sungguh sangat menghormati Kitab Suci. Dalam konstitusi dogmatik tentang Wahyu Ilahi; DEI VERBUM, Konsili Vatikan II, secara jelas memberikan penegasan: “Kitab Ilahi seperti Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang terutama dalam Liturgi Suci, tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja Sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada umat beriman. Kitab Suci bersama dengan tradisi suci selalu dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tertinggi dalam Gereja Katolik. Gereja percaya bahwa Kitab Suci sendiri merupakan kekayaan Gereja yang diilhami oleh Allah sendiri dan sekali untuk selamanya telah ditulis, serta tanpa perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula memperdengarkan suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul Kristus Yesus. Semua pewartaan dalam Gereja seperti juga agama Kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Sebab di dalam Kitab Suci, Bapa yang ada di Surga penuh cinta kasih telah menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara dengan mereka. Dengan demikian nampak jelas bahwa sangat besar daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan dan kekuatan, dan bagi putera-puteri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani” (DV 21). Karena alasan-alasan mulia inilah, maka Konsili Vatikan II mendesak dengan sangat dan istimewa supaya semua orang beriman, terutama para religius untuk selalu mendekatkan diri pada sabda Allah yang nampak dalam Kitab Suci. Dengan seringkali membaca Kitab Suci/Kitab Ilahi tersebut, setiap pribadi akan memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp 3:8). Apa peran Kitab Suci Bagi calon Imam?
Calon imam adalah seseorang yang sedang menjalani pelatihan dan persiapan untuk menjadi seorang imam atau pastor. Calon imam biasanya harus memenuhi syarat pendidikan dan pelatihan awal, termasuk studi di Seminari atau lembaga pendidikan teologi Katolik. Dalam proses pendidikan dan pembinaan, seorang calon imam akan dibina sedemikian rupa agar kelak dapat menjadi imam yang menghayati pelayanannya kepada umat secara karismatis dalam kepenuhan Roh. Melalui kegiatan refleksi dan belajar filsafat dan teologi, calon imam diharapkan mampu menjadi seorang imam yang penuh hikmat, yang mampu mengenal Allah dan mengajarkan hikmat tersebut dengan perkataan maupun tindakan dalam hidup sehari-hari.
Calon imam kelak akan menjadi imam yang harus memiliki personalia yang baik. Hal itu disebabkan karena seorang calon imam tidak bisa membatasi dirinya dengan sekedar menunjukkan hidup sederhana dari hidup yang saleh, tetapi seorang imam yang diharapkan ialah dia yang mampu menginternalisasi semangat injil, ungkapan syukur atas hubungan personal dan terus menerus dengan Kristus yang mengarahkan sang imam untuk meneladani kasih sayang dan sikap hidup-Nya. Gambaran Nikodemus dalam Injil Yohanes menjadi contoh bagi seorang calon imam. Calon imam harus mau datang kepada sumber hikmat, yakni Yesus sendiri. Apakah ada jalan bagi seorang calon imam untuk sampai pada Yesus? Melalui Yesus, seorang calon imam akan memperoleh hikmat yang mendatangkan sukacita, takut akan Allah dan pengenalan akan Allah yang nantinya diwartakan kepada umat.
ISI DAN PEMBAHASAN
Pembinaan calon imam Katolik bertumpu pada lima bidang, yakni kepribadian, kerohanian, intelektualitas, pastoral, dan komunitas. Masing-masing bidang mempunyai ciri khasnya, dengan mengandaikan keterkaitan satu dengan yang lainnya. Jika salah satu aspek pembinaan diabaikan, aspek pembinaan yang lain pun tidak dapat dialami sebagaimana seharusnya. Kelima bidang pembinaan tersebut merupakan lima pilar utama yang perlu dimiliki oleh seorang calon imam di dalam dirinya. Kelima pilar utama tersebut diolah dalam masa pembinaan (formasi) di seminari dengan tujuan agar terwujud sinergi dari kelimanya sehingga calon imam siap melaksanakan tugasnya, yakni setelah ditahbiskan menjadi imam mengambil bagian dalam tugas uskup.
Masalah bisa muncul ketika satu bidang saja yang lebih banyak mendapatkan perhatian dibanding bidang yang lain. Dalam hal ini, pembinaan intelektual melalui studi sering dipandang sebagai yang paling utama, karena alat ukurnya yang dianggap lebih ‘objektif’, yaitu nilai (angka). Ketika seminaris (calon imam) mampu menyelesaikan studinya dengan standar nilai yang telah ditentukan, ia dipandang siap untuk ditahbiskan menjadi imam. Hal ini seakan-akan menunjukkan bahwa studi dipandang sebagai jenjang ‘karier’ yang harus dilalui untuk menjadi imam. Tidak jarang dijumpai bahwa calon imam tidak mampu melihat hubungan antara studi yang dijalaninya dan aspek pembinaan lain serta tugas yang kelak akan dijalankan.
Sebagai murid, seorang calon imam dalam Gereja diharapkan mampu mengenali Yesus, Sang Guru. Pengenalan calon imam pada Sang Guru secara khusus bertujuan agar calon imam dapat menjadikan Yesus sebagai model atau ideal kehidupannya. Pengenalan calon imam akan Yesus pun menjadi dasar untuk membangun relasi dengan-Nya. Tanpa ada pengenalan lebih dekat akan Yesus, calon imam tidak mungkin mampu membangun relasi dengan-Nya. Proses pengenalan seorang calon imam akan Yesus di zaman sekarang berbeda dari apa yang dialami oleh para rasul. Calon imam tidak mengalami perjumpaan langsung dengan Yesus, dan imam pun tidak mendengarkan secara langsung ajaran Yesus. Proses pengenalan seorang calon imam di zaman sekarang terjadi melalui pewartaan para rasul (Tradisi dan Kitab Suci) serta melalui Gereja (Magisterium).
Pengenalan yang telah dimiliki calon imam diharapkan bisa membuatnya terdorong untuk mengasihi dan berelasi dengan Yesus. Dalam konteks ini, relasi antara calon imam (kelak akan menjadi imam) dan Yesus dapat digambarkan sebagai relasi antara murid dan guru. Yesus adalah sosok yang diikuti oleh para murid-Nya, yang dalam konteks ini adalah imam. Sebagai murid, calon imam belajar dari kehidupan dan pribadi Yesus, Sang Guru. Imam menjadikan kehidupan dan pribadi Yesus contoh ideal bagi kehidupan dan pribadinya. Selain itu, calon imam pun memandang Yesus sebagai guru, yaitu penuntun dan penyemangat dalam kehidupan dan pelayanan pastoral.
Untuk mengalami hal tersebut, calon imam perlu memiliki ketajaman dan kepekaan untuk mendengarkan serta menerapkan dengan setia ajaran Yesus, Sang Guru. Proses untuk mengasah ketajaman dan kepekaan ini dilalui dengan beberapa cara yaitu membaca, mendengarkan, dan merenungkan Kitab Suci, mendekat pada alam, mendengarkan sejarah dan perjuangan manusia, serta memberi tempat kepada orang miskin dan terlantar di dalam hatinya. Semangat dasar yang perlu dibangun dalam proses tersebut adalah kemauan untuk semakin mengenal dan mengasihi pribadi Yesus.
Relasi antara calon imam dan Allah terungkap melalui Kitab Suci dan doa. Melalui Kitab Suci dan doa, imam berusaha untuk terus-menerus menjaga relasi dengan Allah. Hal ini pun sesuai dengan yang tampak dalam kehidupan Yesus dan diajarkan-Nya kepada murid-murid-Nya (Mat. 6:5-13; Luk. 11:1-4). Dalam menyatukan diri dengan Sabda Allah dan doa, calon imam berusaha memenuhi dirinya dengan Roh Kudus, dan hal inilah yang menjadi dasar bagi seorang calon imam dalam tugas perutusannya nanti ketika sudah menjadi imam.
“Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus”. Ini merupakan ungkapan klasik dari Santo Hieronimus yang masih menggema hingga saat ini. Kitab Suci sangat besar peranannya dalam pembinaan berkelanjutan bagi kehidupan iman Gereja terlebih khusus bagi setiap calon imam. Kitab Suci merupakan sumber inspirasi yang besar dalam memberikan pengajaran dan penghiburan bagi setiap orang yang dengan tau dan mau menyatukan diri dengan sabda Allah tersebut (bdk. 2 Tim 3:16; lih juga 2 Ptr 1:20-21). Kitab Suci merupakan bagian dalam ibadat atau liturgi. Kitab Suci meresapi seluruh penerimaan sakramen-sakramen. Kitab Suci merupakan inti dari doa resmi Gereja, Ibadat Harian. Kitab Suci juga merupakan dasar bagi sebagian besar kehidupan doa dan devosi dalam Gereja zaman sekarang ini. Dalam konteks calon imam, Kitab Suci hadir sebagai dasar tentang etika dan moral yang membimbing perilaku dan tindakan sehari-hari. Calon imam perlu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam hidup mereka sendiri dan dalam pelayanan mereka kepada orang lain.
“Semua rohaniwan, terutama para imam Kristus serta lain-lainnya, yang sebagai diakon atau katekis secara sah menunai- kan pelayanan sabda, perlu berpegang teguh pada Alkitab dengan membacanya dengan asyik dan mempelajarinya dengan saksama”. Para calon imam hendaknya menjadikan Kitab Suci sebagai dasar/fondasi dalam kehidupannya. para calon imam yang kelak akan menjadi imam adalah orang-orang yang nantinya menjadi pewarta kabar gembira sabda Allah ke seluruh penjuru dunia. Dengan demikian Kitab Suci harus menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan dari diri para calon imam. “Maksudnya jangan sampai ada seorang pun di antara mereka yang menjadi "pewarta lahiriah dan hampa sabda Allah, tetapi tidak mendengarkannya sendiri dalam batin”. Melalui Kitab Suci, para calon imam wajib untuk menyampaikan kepada kaum beriman yang dipercayakan kepadanya kekayaan sabda Allah yang melimpah, khususnya dalam liturgi suci. Begitu pula Konsili suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan se- ringkali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh "pengertian yang mulia akan Yesus Kristus" (Flp 3:8). "Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus".
Maka hendaklah mereka dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah melalui liturgi suci yang sarat dengan sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang saleh, entah melalui lembaga-lembaga yang cocok untuk itu serta bantuan-bantuan lain, yang berkat persetujuan dan usaha para Gembala Gereja dewasa ini tersebar di mana-mana dengan amat baik. Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab "kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengarkan-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi".
KESIMPULAN
Kitab Suci adalah sumber inspirasi yang besar bagi hidup manusia beriman. Dalam konteks calon imam, Kitab Suci menjadi buku pedoman kehidupan para calon imam. Melalui Kitab Suci, para calon imam telah membangun relasi yang akrab dengan Allah serta menyelami sabda Putera-Nya. Kitab Suci hadir sebagai sumber pewartaan bagi calon imam yang hendak menjadi imam. Kitab Suci merupakan juga sumber pertama dalam berteologi. Maka, akrab dengan Kitab Suci, rajin membacanya, sehingga makin mengerti isinya dan memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus, merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan kehidupan spiritual kita calon imam.
SUMBER
Alkitab, Lembaga. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta, n.d.
Konsili Ekumenis Vatikan II. Dei Verbum “Sabda Allah.” Jakarta: Departemen Dokumentasi Dan Penerangan KWI, 2011.
Prasetyo, Fransiskus Anang Adi. “Pentingnya Pembinaan Calon Imam Untuk Membentuk Imam Yang Berhikmat.” Aggiornamento 4, no. 1 (2023): 46–53. https://doi.org/10.69678/aggiornamento40146-53.
Tony Setyawan, Yohanes. “Pembelajaran Dan Pengetahuan: Studi Mendasari Kemuridan Dan Kesaksian Imam.” Melintas 34, no. 3 (2019): 291–315. https://doi.org/10.26593/mel.v34i3.3461.291-315.
Kitab Suci: Sumber Kehidupan dan Panduan
Bagi Calon Imam di Era Modern
Oleh: Fr. Erik Saju
PENDAHULUAN
Kitab Suci memiliki peranan yang sangat fundamental dalam kehidupan seorang calon imam. Di era modern yang penuh dengan tantangan dan kompleksitas, Kitab Suci tidak hanya menjadi sumber inspirasi rohani tetapi juga panduan moral dan etis dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, Kitab Suci menjadi landasan yang kokoh bagi mereka yang dipanggil untuk menjadi pelayan Tuhan dan umat-Nya. kitab suci sebagai jejak kaki yang terus ada dan tidak akan pernah hilang. Bagi para imam yang dipersiapkan untuk memimpin umat dan melayani Gereja, Kitab Suci bukan hanya sebagai teks suci yang dibaca, tetapi juga sebagai panduan hidup, sumber inspirasi, dan dasar pembentukan karakter. dalam kuliah sejarah deuteronomium, RM Valens Boy mengatakan bahwa kitab suci menjadi sumber dari segala pengetahuan, kebijaksanaan, dan kekuatan yang mereka butuhkan untuk memenuhi panggilan mereka dengan setia. Melalui Kitab Suci, calon imam diperlengkapi untuk menjadi pemimpin yang bijaksana, pelayan yang setia, dan saksi Kristus yang hidup di dunia. Pemahaman dan penghayatan mendalam terhadap Kitab Suci adalah kunci bagi kesuksesan mereka dalam menjalani hidup panggilan dan dalam memimpin umat ke jalan yang benar.
Kitab Suci berperan sebagai pilar spiritual yang menopang kehidupan rohani para imam. Setiap halaman dalam Kitab Suci mengandung firman Allah yang hidup, yang berfungsi sebagai sumber kekuatan spiritual bagi para imam. Dalam peran mereka sebagai pemimpin rohani, para imam menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi pribadi maupun dalam pelayanan mereka kepada umat. Dengan merenungkan Kitab Suci secara rutin, imam dapat menemukan kekuatan, penghiburan, dan arahan dari Tuhan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Kitab Suci membantu para imam untuk terus memperdalam iman mereka, membangun relasi yang lebih intim dengan Tuhan, dan mempertahankan integritas moral serta spiritualitas mereka. Dari pengajaran tentang kasih dan pengampunan hingga nasihat tentang keadilan dan kesetiaan, Kitab Suci memberikan prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pelayanan sehari-hari. Setiap keputusan pastoral, nasihat, dan arahan yang diberikan oleh imam harus selaras dengan ajaran Kitab Suci, sehingga umat dapat merasakan kehadiran dan bimbingan Tuhan melalui pelayanan imam.
PEMBAHASAN
Kitab Suci sebagai Panduan Moral dan Etis
Di era modern ini, di mana nilai-nilai moral sering kali mengalami erosi, Kitab Suci menjadi kompas yang memandu calon imam dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan ajaran Kristus. Tantangan moral seperti korupsi, hedonisme, dan relativisme etis menjadi semakin nyata. Kitab Suci menawarkan prinsip-prinsip moral yang tak lekang oleh waktu, yang dapat diterapkan dalam konteks modern untuk menjaga integritas dan kemurnian hati seorang calon imam.
Kitab Suci sebagai Panduan Moral dan Etis berfungsi sebagai kompas yang memberikan arahan jelas tentang bagaimana seharusnya seseorang menjalani kehidupan yang benar, adil, dan penuh kasih. Kitab Suci berisi prinsip-prinsip moral yang membantu individu memahami apa yang dianggap baik dan buruk, benar dan salah, dalam pandangan Tuhan. Ajaran-ajaran ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti kejujuran, keadilan, pengampunan, kasih terhadap sesama, dan tanggung jawab sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, Kitab Suci menjadi sumber utama bagi umat beriman untuk menghadapi dilema moral dan etis yang mereka temui. Misalnya, ketika seseorang harus memilih antara dua tindakan yang tampaknya baik, Kitab Suci dapat memberikan pencerahan tentang mana yang lebih selaras dengan kehendak Tuhan.
Bagi calon imam, Kitab Suci tidak hanya menjadi pedoman pribadi tetapi juga dasar untuk membimbing umat dalam menjalani kehidupan yang benar. Mereka belajar bagaimana menerapkan ajaran-ajaran moral dan etis Kitab Suci dalam berbagai situasi nyata yang dihadapi oleh umat mereka, seperti masalah keadilan sosial, hubungan antarpribadi, dan etika profesional. Dengan mengandalkan Kitab Suci, calon imam dapat memberikan bimbingan yang bijaksana dan berbasis iman, membantu umat untuk hidup sesuai dengan ajaran Kristus dalam segala aspek kehidupan.
Kitab Suci sebagai Sumber Inspirasi Pastoral
Dalam pelayanan pastoral, calon imam harus mampu menjawab kebutuhan spiritual umat yang sangat beragam. Kitab Suci menjadi sumber inspirasi utama dalam menyusun homili, memberikan bimbingan rohani, dan menuntun umat dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan. Dengan menjadikan Kitab Suci sebagai pegangan utama, calon imam dapat memberikan pengajaran yang relevan dan bermakna bagi umat di era modern ini.
Kitab Suci menyediakan landasan teologis dan spiritual yang kuat bagi setiap tindakan, keputusan, dan pengajaran dalam pelayanan gereja. Setiap aspek dari pelayanan pastoral, mulai dari pengajaran, pembimbing spiritual, penghiburan bagi yang berduka, hingga nasihat moral, semuanya dapat ditelusuri kembali ke prinsip-prinsip yang terdapat dalam Kitab Suci. Misalnya, ajaran tentang kasih dalam Injil Yohanes, pengampunan dalam Injil Matius, dan keadilan sosial dalam kitab Amos, semuanya memberikan panduan konkret tentang bagaimana seorang imam atau pemimpin pastoral harus menjalankan perannya. Dalam hal pengajaran, Kitab Suci memberikan isi dan arah yang jelas untuk khotbah, pengajaran kateketik, dan pendidikan agama. Homili yang didasarkan pada Kitab Suci tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan firman Tuhan kepada umat, tetapi juga menghubungkan ajaran-ajaran ini dengan kehidupan sehari-hari umat. Dengan menggali Kitab Suci, para imam dapat menemukan pesan yang relevan dan kontekstual untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi umat dalam kehidupan mereka.
Kitab Suci juga memberikan inspirasi bagi pelayanan pastoral dalam hal penghiburan dan penyembuhan. Dalam situasi di mana umat mengalami penderitaan, kehilangan, atau krisis iman, Kitab Suci menawarkan kata-kata penghiburan yang mendalam dan abadi. Misalnya, Mazmur sering digunakan dalam liturgi pemakaman atau ketika memberikan penghiburan kepada mereka yang berduka, karena mengandung doa-doa dan pujian yang mengekspresikan kepercayaan kepada kasih dan pemeliharaan Allah. Kitab Suci mendorong para imam dan pemimpin pastoral untuk bertindak sebagai gembala yang setia, yang menuntun umat dengan cinta dan kerendahan hati. Injil Yesus Kristus memberikan teladan utama bagaimana seorang pemimpin pastoral harus melayani, yaitu dengan penuh pengorbanan, cinta, dan perhatian kepada mereka yang lemah dan terpinggirkan.
Dalam kehidupan pastoral bukan hanya memberikan pedoman teologis, tetapi juga menawarkan kekuatan moral dan spiritual bagi para imam dan pemimpin gereja. Melalui Kitab Suci, mereka menemukan visi pelayanan yang benar-benar kristiani, yang bertujuan untuk membawa umat Allah lebih dekat kepada-Nya dan menghidupkan nilai-nilai Injil dalam komunitas yang mereka layani. Kitab Suci, dalam segala keindahannya, tetap menjadi inspirasi yang tak tergantikan dalam melaksanakan misi pastoral di dunia.
Tantangan dan Peluang dalam Menghadirkan Kitab Suci di Era Digital
Era modern ditandai dengan perkembangan teknologi digital yang pesat. Hal ini membawa tantangan sekaligus peluang dalam menghadirkan Kitab Suci kepada umat. Bagi calon imam, kemampuan untuk menggunakan media digital dalam menyebarkan firman Tuhan menjadi sangat penting. Mereka dituntut untuk kreatif dalam menghadirkan Kitab Suci melalui platform digital, seperti aplikasi Alkitab, podcast, dan media sosial, sehingga pesan Injil dapat menjangkau lebih banyak orang. Era digital telah membawa perubahan besar dalam cara manusia mengakses, memahami, dan berinteraksi dengan informasi, termasuk dalam hal keagamaan. Kitab Suci, yang selama berabad-abad telah dicetak dan dibaca dalam bentuk fisik, kini hadir dalam format digital yang dapat diakses melalui berbagai perangkat seperti smartphone, tablet, dan komputer. Transformasi ini menghadirkan berbagai tantangan sekaligus peluang dalam upaya menghadirkan Kitab Suci kepada umat.
· Tantangan dalam Menghadirkan Kitab Suci di Era Digital
Salah satu tantangan utama dari penggunaan Kitab Suci dalam format digital adalah distraksi yang datang dari perangkat digital itu sendiri. Aplikasi Kitab Suci seringkali berbagi ruang dengan berbagai aplikasi lain yang dapat mengalihkan perhatian pengguna, seperti media sosial, email, atau pesan instan. Gangguan ini dapat mengurangi kualitas waktu yang seharusnya digunakan untuk merenungkan dan memahami firman Tuhan. Membaca Kitab Suci dalam format fisik melibatkan lebih dari sekadar membaca teks ada pengalaman fisik dan emosional yang menyertainya, seperti membalik halaman, menandai ayat-ayat penting, atau menulis catatan di pinggiran. Format digital, meskipun praktis, mungkin tidak mampu menawarkan kedalaman interaksi yang sama, sehingga bisa mengurangi rasa koneksi spiritual dengan teks suci tersebut.
Ketergantungan pada perangkat digital untuk mengakses Kitab Suci juga menghadirkan risiko terkait dengan aksesibilitas. Gangguan teknis seperti kerusakan perangkat, masalah konektivitas, atau keterbatasan daya baterai dapat menghambat akses umat terhadap Kitab Suci. Selain itu, penggunaan teknologi juga bisa menimbulkan ketergantungan yang berlebihan, sehingga mengurangi apresiasi terhadap bentuk-bentuk tradisional dari interaksi dengan Kitab Suci. Dalam era digital, data pribadi pengguna dapat dengan mudah dilacak dan dieksploitasi. Penggunaan aplikasi Kitab Suci online atau platform digital lainnya dapat menimbulkan kekhawatiran tentang privasi, terutama jika data pengguna disalahgunakan oleh pihak ketiga. Ini bisa menjadi tantangan dalam menjaga kerahasiaan dan keamanan dalam aktivitas rohani.
· Peluang dalam Menghadirkan Kitab Suci di Era Digital
Salah satu peluang terbesar dalam menghadirkan Kitab Suci secara digital adalah aksesibilitas yang lebih luas. Kini, siapa pun dengan perangkat digital dan koneksi internet dapat mengakses Kitab Suci kapan saja dan di mana saja. Ini membuka kesempatan bagi banyak orang yang sebelumnya tidak memiliki akses mudah ke Kitab Suci, terutama di daerah yang terpencil atau di mana distribusi buku fisik sulit dilakukan. Kitab Suci dalam format digital menawarkan fitur-fitur yang mempermudah studi dan pemahaman teks.
Teknologi digital memungkinkan integrasi media multimedia seperti audio, video, dan animasi ke dalam pengalaman membaca Kitab Suci. Hal ini bisa memperkaya pemahaman dan pengalaman spiritual, terutama bagi mereka yang lebih responsif terhadap pembelajaran visual atau auditori. Misalnya, mendengarkan pembacaan Kitab Suci secara audio atau menonton video penjelasan tentang latar belakang sejarah suatu kitab dapat menambah dimensi baru dalam mempelajari firman Tuhan. Platform digital memungkinkan kolaborasi dan interaksi dalam komunitas yang lebih luas. Pengguna dapat berbagi renungan, mengikuti diskusi online, atau bahkan terlibat dalam studi Kitab Suci secara bersama-sama dengan umat lain di seluruh dunia. Ini menciptakan kesempatan untuk membangun komunitas iman yang lebih terhubung dan saling mendukung, meskipun berada di lokasi yang berjauhan.
Menghadirkan Kitab Suci di era digital adalah sebuah tantangan yang kompleks, namun juga penuh dengan peluang yang dapat memperkaya kehidupan spiritual umat. Dengan memahami dan mengatasi tantangan seperti distraksi, kualitas interaksi, dan keamanan, serta memanfaatkan peluang seperti aksesibilitas yang lebih luas, kemudahan studi, dan kolaborasi komunitas, gereja dan komunitas iman dapat memastikan bahwa Kitab Suci tetap menjadi sumber kebijaksanaan dan kekuatan rohani yang relevan di zaman modern ini.
PENUTUP
Kesimpulan
Kitab Suci tetap menjadi sumber kehidupan dan panduan utama bagi calon imam di era modern. Dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, Kitab Suci menawarkan jawaban dan arahan yang dibutuhkan untuk menjalani panggilan dengan setia dan penuh kasih. Dengan memperdalam pemahaman dan penghayatan terhadap Kitab Suci, calon imam tidak hanya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin rohani yang bijaksana, tetapi juga pelayan umat yang mampu menghadirkan wajah Allah dalam setiap aspek kehidupan modern. Di tengah arus perubahan teknologi dan budaya yang cepat, Kitab Suci tetap menjadi penuntun abadi yang relevan. Melalui studi yang mendalam dan kontemplasi yang penuh doa, para calon imam dapat mempersiapkan diri untuk menjadi gembala yang bijaksana, yang mampu membimbing umat dengan kasih, integritas, dan kebijaksanaan yang berakar pada firman Tuhan. Dengan demikian, Kitab Suci bukan hanya menjadi sumber kekuatan pribadi, tetapi juga menjadi panduan bagi setiap langkah dalam perjalanan pelayanan mereka, memastikan bahwa mereka mampu menjalankan tugas panggilan mereka dengan setia dan penuh pengabdian di era modern ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Syakhrani, Shella Meina Aziza, Devita Sari. “Korespondensi Penulis 360.” Strategi Harga Dalam Sebuah Produk Di Pasar 1, no. 4 (2023): 360–72.
Ba’si, Fritsilia Yuni, Mersiani Rerung Datte, Elis Elis, Yasri Gonggang Lolok, dan Alvin Palute Dase. “Perspektif Alkitab Mengenai Peran Keluarga Sebagai Basis Pendidikan Agama Kristen.” Adiba: Journal of Education 3, no. 4 (2023): 540.
Boiliu, Fredik Melkias. “Peran Pendidikan Agama Kristen Di Era Digital Sebagai Upaya Mengatasi Penggunaan Gadget Yang Berlebihan Pada Anak Dalam Keluarga Di Era Disrupsi 4.0.” REAL DIDACHE: Journal of Christian Education 1, no. 1 (2020): 25–38. https://doi.org/10.53547/realdidache.v1i1.73.
Halawa, Fatieli, dan Sandra R Tapilaha. “Mengembangkan Kematangan Spiritual: Peran PAK Dalam Pembentukan Kepribadian Holistik.” Jurnal Pendidikan Agama dan Teologi 2, no. 1 (2024): 248–58.
Natalia, Fabiana Christa, dan Emmeria Tarihoran. “Media Digital Sebagai Sarana Katekese Zaman Ini” VIII, no. 2 (2024): 29–41. https://doi.org/10.53949/arjpk.v8i2.16.
Palit, Steven R. “Penerapan Homiletika Dalam Menyusun Khotbah Yang Terarah.” Jurnal Teologi Rahmat 5, no. 2 (2019): 191–214.
Putri, PSGP. “… Untuk Menjaga Etika Dalam Menggunakan Aplikasi Tiktok: Peran Gereja Untuk Menjaga Etika Dalam Menggunakan Aplikasi Tiktok.” MAGENANG: Jurnal Teologi dan … 5, no. April (2024): 46–55. https://doi.org/10.51667/mjtpk.v5i1.1612.
Siahaan, Harls Evan R. “Aktualisasi Pelayanan Karunia di Era Digital.” EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 1, no. 1 (2018): 23. https://doi.org/10.33991/epigraphe.v1i1.7.
Sompotan, Dale Dompas, dan Stimson Bernard Hutagalung. “Kehadiran dalam Ibadah : Kajian terhadap Doa Pribadi dan Baca Alkitab Generasi Milenial dan Gen Z Berdasarkan Ibrani 10 : 25.” Jurnal Teologi dan Musik Gereja 4, no. 1 (2024): 22–34.
Tony Setyawan, Yohanes. “Pembelajaran dan Pengetahuan: Studi Mendasari Kemuridan dan Kesaksian Imam.” Melintas 34, no. 3 (2019): 291–315.
MENYALA BERSAMA KITAB SUCI
Oleh: Fr. Mario Sambi
Dewasa ini banyak orang membuat arti-arti baru dalam menjajah dunia. Banyak hal orang mulai lupa akan siapa dia dan identitas dirinya sebagai “siapa saya dan dimana saya berada”. Eksistensi diri hanya menampilkan sebagaimana adanya saja tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip apa yang akan dilakukannya. Banyak bersuara namun sukar dalam segala eksekusi secara individual. Banyak hal yang memberikan kenyamanan – kenyamanan palsu sehingga terkaburlah entitas diri yang sebenarnya. Fakta ini membuktikan dengan perkembangan arus zaman yang semakin memaksa orang untuk lebih mementingkan kepribadian tertentu demi tercapainya suatu “kesenangan” semata. Kitab Suci bahkan menjadi sebuah pertanyaan menarik bagi dunia dewasa ini. Mari kita menelusuri lebih jauh sejauh mana orang “menyala” bersama Kitab Suci terlebih khusus bagi calon imam.
Pendasaran Hukum
Kanon 252 §2 : Para mahasiswa hendaknya diberi pelajaran Kitab Suci dengan sangat saksama, agar mereka mendapat gambaran mengenai seluruh Kitab Suci.
Kanon 244: Pembinaan rohani dan pengajaran ilmu bagi para mahasiswa di seminari hendaknya dikoordinasi secara terpadu dan diarahkan dengan tujuan agar mereka, sesuai dengan ciri masing-masing dan kematangan manusiawi yang semestinya, dapat menghayati semangat Injil serta hubungan erat dengan Kristus.
Dua kanon di atas secara garis besar memberikan kita gambaran betapa pentingnya Kitab Suci bagi perjalanan iman bagi calon imam. Seorang calon imam perlu mendalami setiap pelajaran rohani seperti Kitab Suci sehingga menjadi bekal bagi kehidupannya sendiri. Seperti kata St. Hironimus: “orang yang tidak mengenal Kitab Suci adalah orang yang tidak mengenal Kristus (Ignoratio Scturarum, ignoratio Christi est)”. Bagi St. Hironimus pembacaan terhadap Kitab Suci bukan sekedar suatu pergerakan akademis saja melainkan lebih kepada hal yang imanen yaitu suatu jalan pendekatan kepada Tuhan. Dalam Kitab Amsal 2:1-22 dikatakan wejangan untuk mencari hikmat. Lantas jalan untuk mencari hikmat yang digambarkan oleh Amsal adalah takut akan Tuhan dan mendapatkan pengenalan Akan Allah. Pengenalan akan Allah bukan semata-mata sebagai pameran pengetahuan iman yang membuat orang jatuh pada kesombongan rohani melainkan lebih kepada penghidupan kehidupan spiritual yang sesuai dengan perkataan dan tindakan setiap hari. Hal ini bahkan kita temukan terjadi pada calon imam!
Ajaran Gereja
Dalam DV (Dei Verbum) art. 25: Namun hendaklah mereka ingat bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab, “kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengarkan-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi”.
Gereja secara tegas menekankan tentang pentingnya Kitab Suci dalam kehidupan beriman sehingga tidak terjadi jurang yang mendalam antara kehidupan di dunia dengan kehidupan di akhirat dan membangun hubungan yang imanen yang permanen antara Allah dan manusia melalui ayat-ayat suci dalam Kitab Suci. Kitab Suci adalah Sabda yang hidup dalam perjalanan iman kita, setiap sabda yang tertulis dalam Kitab Suci bukan sekedar cerita-cerita seperti “buku novel” melainkan aturan-aturan iman serta pedoman suci yang mengarahkan kita pada perjalanan di dunia ini dan perjalan kita di akhirat nanti. Hal ini yang menggerakan insting dan psikis kita untuk beranjak pada kepercayaan yang imanen pada Allah. Sekalipun Allah tidak kelihatan tetapi Allah adalah Ada yang imanen, yang merupakan sebab utama dari dunia ini.
Kitab Suci: Api yang Membakar Pikiran dan Jiwa
Calon imam adalah harapan gereja masa kini, barisan terdepan Gereja yang memberikan warna dan wajah Gereja. Apakah calon imam kini “menyala bersama Kitab Suci”? Perlu digaris bawahi dengan beberapa fenomena yang terjadi pada saat ini. Anjuran Gereja secara ketat menyuarakan kebijaksanaan demi mencapai suatu hikmat. Jalan mencapai hikmat adalah takut akan Allah dan pengenalan akan Allah. Takut namun harus kenal. Dua diksi yang berlawanan namun mengarahkan seperti api yang menyala dan menghanguskan penghalangnya namun memberikan manfaat pupuk setelah redah. Calon imam harus mampu membakar jiwa dan pikiran dengan suatu pembaharuan hidup yaitu takut pada Allah dan dalam ketakutan harus berusaha ingin mengenal Allah. Lantas dengan cara apa? Sudah menjadi perbincangan dan pertanyaan yang mendalam. Hal praktis yang perlu dilakukan adalah pertama, harus berusaha keluar dari zona nyaman bahwa calon imam akan mendapatkan pelajaran Kitab Suci tetapi harus keluar dan membuat suatu prioritas bahwa mencari tentang isi Kitab Suci sebagai kebutuhan yang pertama. Yang kedua, berusaha untuk melawan waktu bahwa pengenalan akan Kitab Suci itu tanpa batas waktu melainkan dan terlebih dahulu mendekatkan diri pada Tuhan melalui ketakutan-ketakutan pikiran kita dengan membaca Kitab Suci.
SUMBER
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Deuterokanonika. Jakarta, 1976
Konsili Vatikan II, Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Ilahi, dalam Hardawirjana. R, (penerjemah), Jakarta: Obor, 1993.
Paus Yohanes Paulus II, (Promulgator), “Codex Iuris Canonici” Kitab Hukum Kanonik 1983 dalam Rubiyatmoko (ed.), Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta: Mardi Yuana, 2016.
Prasetyo, Fransiskus Anang Adi., Jurnal Filsafat – Teologi Keontekstual, Vol. 4, No. 1, Tahun 2023 (Hlm. 46-53) , Malang.
OPINI
Kitab Suci: Fondasi Tak Tergantikan bagi Formasi Calon Imam
Oleh : Fr. Aldo Riwu
Dalam dunia yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat, peran seorang imam menjadi semakin penting. Di tengah tantangan moral, spiritual, dan sosial yang dihadapi umat manusia, seorang imam diharapkan bukan hanya menjadi pemimpin, tetapi juga pembimbing spiritual yang mampu menginspirasi dan menuntun jemaatnya. Untuk mencapai tujuan ini, fondasi formasi calon imam haruslah kuat dan tak tergantikan, dan di sinilah Kitab Suci memainkan peran yang sangat vital. Kitab Suci, sebagai wahyu Tuhan, mengandung ajaran dan prinsip yang mendalam mengenai iman, moralitas, dan kehidupan spiritual. Setiap calon imam perlu memahami dan menginternalisasi isi Kitab Suci sebagai pedoman hidup. Melalui pembacaan dan refleksi atas Kitab Suci, calon imam belajar tentang kasih, pengampunan, keadilan, dan kebaikan. Nilai-nilai ini bukan hanya penting untuk kehidupan pribadi mereka, tetapi juga untuk membimbing orang lain dalam perjalanan spiritual mereka.
Dalam kunjungan paus fransiskus ke Indonesia, Ia, menekankan pentingnya Kitab Suci sebagai fondasi bagi kehidupan spiritual dan formasi calon imam. Dalam pandangannya, Kitab Suci bukan hanya sekadar teks suci, tetapi merupakan sumber kehidupan yang memberikan arah dan makna bagi setiap individu, terutama bagi mereka yang dipanggil untuk melayani sebagai imam.Salah satu pesan utama Paus Fransiskus adalah bahwa Kitab Suci harus menjadi pedoman utama dalam kehidupan seorang imam. Ia mengajak calon imam untuk tidak hanya membaca Kitab Suci, tetapi juga untuk mendalami dan menghayati setiap ajarannya. Dalam konteks ini, Paus menekankan pentingnya doa dan refleksi atas firman Tuhan, yang dapat membantu calon imam untuk memahami panggilan mereka dengan lebih jelas. Melalui Kitab Suci, mereka dapat menemukan teladan hidup dari tokoh-tokoh iman yang telah mendahului mereka, seperti Yesus, yang menjadi pusat dari ajaran Kristiani.
Dalam proses pembentukan calon imam, Kitab Suci menempati peran yang sangat vital dan tak tergantikan. Sebagai wahyu tertulis Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus, Kitab Suci tidak hanya menjadi pedoman moral dan spiritual bagi seluruh umat beriman, tetapi juga menjadi landasan utama dalam perjalanan formasi calon imam. Para calon imam yang dipersiapkan untuk melayani umat dan Gereja, haruslah memiliki relasi yang mendalam dengan Kitab Suci agar dapat menghayati panggilan mereka secara penuh dan otentik.
Kitab Suci merupakan sumber panggilan imamat. Melalui teks-teks Alkitab, calon imam dipanggil untuk mendengarkan suara Allah yang berbicara dalam sejarah keselamatan. Banyak tokoh dalam Alkitab, seperti Abraham, Musa, Samuel, dan para nabi, yang menerima panggilan langsung dari Tuhan untuk menjadi alat-Nya dalam menyampaikan kehendak-Nya kepada umat. Dengan merenungkan kisah-kisah ini, calon imam menemukan teladan bagaimana merespons panggilan dengan ketaatan dan penyerahan diri yang penuh. Panggilan imamat bukanlah hasil dari ambisi pribadi atau keinginan duniawi, tetapi merupakan tanggapan atas inisiatif Allah yang memanggil manusia untuk tugas suci dan mulia. Selain itu, Kitab Suci merupakan sumber utama ajaran teologis dan moral. Sebagai calon imam, seseorang harus memahami dengan mendalam ajaran iman yang tertulis dalam Kitab Suci karena itulah landasan semua ajaran Gereja. Studi teologis yang mereka lakukan selama masa formasi harus selalu berakar pada Alkitab, agar mereka dapat menyampaikan ajaran Gereja dengan benar dan otoritatif. Pemahaman yang mendalam terhadap Kitab Suci juga memungkinkan calon imam untuk menjawab berbagai tantangan dan pertanyaan teologis dari umat, serta memberikan bimbingan yang sesuai dengan kehendak Allah.
Kitab Suci juga memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian dan spiritualitas calon imam. Setiap calon imam dipanggil untuk menjadi gembala umat, yang berarti mereka harus memiliki hati yang penuh kasih dan kesabaran, seperti Yesus Sang Gembala Baik. Kisah-kisah dalam Kitab Suci memberikan teladan tentang kasih, pengorbanan, dan pengampunan yang ditunjukkan oleh Tuhan kepada umat-Nya. Calon imam diajak untuk merenungkan dan menginternalisasi sikap-sikap ini dalam kehidupan sehari-hari mereka, agar mereka dapat menjadi saluran kasih Tuhan bagi orang-orang yang mereka layani. Proses formasi calon imam ti dak hanya mencakup aspek intelektual, tetapi juga aspek spiritual yang mendalam. Kitab Suci adalah sarana utama untuk bertumbuh dalam relasi pribadi dengan Tuhan melalui doa. Salah satu bentuk doa yang sangat dianjurkan dalam formasi imamat adalah lectio divina, yaitu membaca dan merenungkan Kitab Suci dengan hati yang terbuka kepada bimbingan Roh Kudus. Melalui lectio divina, calon imam belajar untuk mendengarkan dan meresapi firman Tuhan.
Salah satu aspek penting dari formasi calon imam adalah pengembangan karakter. Kitab Suci memberikan teladan melalui berbagai kisah yang dapat diambil hikmahnya. Misalnya, kisah Nabi Musa yang dipilih untuk memimpin bangsanya keluar dari perbudakan di Mesir menunjukkan bagaimana kepemimpinan yang berbasis pada panggilan Ilahi dapat membawa perubahan besar. Calon imam yang merenungkan kisah-kisah ini akan terinspirasi untuk mengembangkan kerendahan hati, keberanian, dan ketekunan dalam menghadapi tantangan. Dalam konteks ini, Kitab Suci tidak hanya menjadi teks yang dibaca, tetapi juga menjadi sumber inspirasi yang hidup. Selain itu, Kitab Suci juga menyediakan dasar teologis yang kuat bagi calon imam. Dalam memahami doktrin iman, calon imam perlu merujuk pada Kitab Suci untuk memperoleh pemahaman yang benar tentang Allah, Yesus Kristus, Roh Kudus, dan keselamatan. Tanpa pemahaman teologis yang solid, seorang imam mungkin menghadapi kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit dari jemaatnya atau menghadapi ajaran yang menyimpang. Oleh karena itu, penguasaan Kitab Suci menjadi sangat penting dalam formasi mereka.
Kitab Suci juga mengajarkan pentingnya doa dan hubungan pribadi dengan Tuhan. Dalam kehidupan seorang imam, waktu untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan adalah hal yang krusial. Praktik ini akan memperdalam hubungan spiritual mereka, memungkinkan mereka untuk lebih peka terhadap panggilan dan tuntunan Tuhan. Seorang imam yang memiliki kehidupan doa yang kuat akan mampu memberi inspirasi kepada jemaatnya untuk juga mengembangkan kehidupan spiritual mereka.
tantangan yang dihadapi calon imam dalam memahami dan mengaplikasikan ajaran Kitab Suci tidaklah sedikit. Dunia modern sering kali menawarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Kitab Suci. Oleh karena itu, perlu adanya bimbingan yang tepat dari para mentor dan dosen dalam proses formasi. Pengajaran yang berfokus pada Kitab Suci, serta diskusi yang mendalam mengenai konteks historis dan budaya, akan membantu calon imam untuk menerapkan ajaran ini dalam kehidupan nyata dengan bijaksana. Di era digital saat ini, di mana informasi dapat diakses dengan mudah, penting bagi calon imam untuk tetap setia pada ajaran Kitab Suci dan tidak terjebak dalam arus informasi yang menyesatkan. Formasi yang kuat berbasis Kitab Suci akan membekali mereka dengan kemampuan untuk membedakan antara kebenaran dan kebohongan, antara ajaran yang benar dan yang salah. Ini adalah keterampilan yang sangat dibutuhkan, terutama ketika menghadapi berbagai pemikiran dan ideologi yang saling bertentangan.
Kesimpulannya, Kitab Suci merupakan fondasi tak tergantikan dalam formasi calon imam. Melalui pemahaman yang mendalam tentang ajaran-ajarannya, calon imam tidak hanya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin spiritual yang efektif, tetapi juga menjadi teladan bagi jemaatnya. Kitab Suci harus terus menjadi pusat dari setiap program formasi, karena di dalamnya terdapat kearifan dan petunjuk yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. Dengan demikian, calon imam yang dibentuk melalui pengajaran Kitab Suci akan mampu menghadapi tantangan zaman dan memberikan dampak positif bagi komunitas yang mereka layani.
URGENSI KITAB SUCI BAGI CALON IMAM
Oleh: Fr. Marsel Kii
Kitab Suci mengalami proses yang panjang untuk mencapai apa yang dinamakan sebagai buku iman orang kristiani. Dari scrip-scrip tua yang tercecer dalam bentuk papirus, dari tutur lisan yang terawetkan dalam gulungan-gulungan tua di Qumran, sampai pada kanonisasi yang mengesahkannya menjadi Kitab Suci bagi orang kristiani. Sejarah panjang dalam proses menjadi kitab suci melibatkan banyak waktu dan pihak. Kita tentu mengenal para penulis Kitab Suci sebagai orang-orang yang mendapat ilham dari Allah untuk menuliskan isi Kitab Suci, tokoh-tokoh penting dalam Kitab Suci, serta mereka yang berusaha untuk menjadikan kumpulan gulungan-gulungan tua sebagai Kitab Suci yang kita kenal sekarang. Proses panjang nan melelahkan jiwa dan raga menjadi harmoni pertaruhan untuk Sabda yang tetap kekal dan terwariskan dalam naskah-naskah yang terkanonisasi. Mungkin banyak orang, terutama dari saudara beda seiman menganggap bahwa keotentikan warisan ajaran dari tokoh-tokoh Kitab Suci tidak asli lagi karena sudah diubah atau diterjemahkan ke berbagai bahasa, namun seyogyanya harus dipahami adalah bagaimana Sabda Allah itu menyentuh hati setiap orang lewat cara inkulturasi. Dalam sejarah kristenisasi pada abad ketiga dan keempat, seterusnya sampai abad pertengahan, yang selalu menjadi promotor pewarta adalah para imam, biarawan, maupun lewat katekis-katekis yang siap memberikan tenaga dan nyawa demi Sabda Allah tersebut. Kesaksian akan pewartaan tentang Kristus yang bangkit direalisasikan juga dalam tindakan yang siap berkurban dengan nyawa sebagai bayarannya, kita mengenal santo Fransiskus Xaverius yang berani melintasi batas-batas wilayah dan perbedaan demi membawa warta keselamatan kepada bangsa-bangsa. Satu hal yang mungkin kita pikirkan adalah dalam perjalanan mereka (misionaris, red) pasti akan selalu membawa Kitab Suci sebagai buku iman untuk memperkenalkan iman kepada Kristus Sang Penebus, mengenal Bapa sang Pencipta, dan mengenalkan Roh Kudus sang pembimbing Gereja yang berziarah.
Dalam konteks dewasa ini, mengapa Kitab Suci menjadi bagian paling mendesak atau urgent dalam perjalanan panggilan seorang calon imam? Dapat kita jawab bahwa seorang calon imam pertama-tama mengenal Tuhan lewat Kitab Suci. Seorang yang beriman mengenal imannya melalui Kitab Suci. Santo Hieronimus pernah mengatakan hal ini, “ siapa yang tidak membaca Kitab Suci, berarti ia tidak mengenal Kristus”. Tanpa pengenalan pada Kitab Suci mungkin kita juga akan bertanya, siapakah yesus itu? Atau mengapa Yesus harus mati bagi umat manusia? Sejatinya kitab suci seperti cinta pandang pertama seseorang dalam pencariannya untuk mengenal penciptanya.membaca Kitab Suci bukan sekadar memenuhi rutinitas harian dalam masa pembinaan, namun suatu proses peleburan diri terhadap Sabda Allah yang takkan binasa. Lalu bagaimana mungkin seorang menjadi imam tidak mengenal dengan baik apa yang diwartakannya, sebab ia sendiri tak rajin membaca Kitab Suci. Maka sangat ditegaskan bahwa Kitab Suci sangat penting bagi calon imam. Hal ini menciptakan suatu disposisi bahwa selain menjadi sumber iman, kitab suci menjadi bagian integral calon imam dalam seluruh rangkaian perjalanannya menuju puncak imamat. Kitab Suci menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam menghadapi arus dunia yang tak henti-hentinya merongrong kekuatan iman akan Dia. So, saya seminaris, saya seorang pewarta, maka saya cinta Kitab Suci.
KITAB SUCI DASAR PENGAJARAN BAGI CALON IMAM
Oleh: Fr. Erlan Mulia
Kitab suci merupakan salah satu dari ketiga referensi iman katolik (Tradisi, kitab suci, dan magisterium). Ketiga hal ini menjadi acuan dalam menghidupi keyakinan umat katolik terhadap ajaran Yesus Kristus sebagai substansi dari Wahyu. Wahyu sebagai pernyataan Diri Allah kepada manusia dan manusia menanggapiNya melalui iman, menunjukan bahwa adanya korelasi antara Allah dan manusia dalam membangun suatu keyakinan kristiani. Dalam konteks panggilan hidup bagi calon imam untuk mempersiapkan menuju imamat yang membawa kabar sukacita ( Evangelium ) di tengah umat, kitab suci tidak dapat dilepas-pisahkan dari kehidupan para calon imam sebab kitab suci selain pokok iman umat kristiani, juga sumber pengajaran biblis yang integral dalam mewujudkan kematangan dan kedewasaan panggilan calon imam. Calon imam adalah figure public dan pemimpin iman umat beriman yang siap dengan penuh gagah perkasa menyampaikan wahyu dengan iman yang otentik dan penuh bijaksana. Kehadiran kitab suci bagi calon imam bukan hanya sekedar paduan spiritualitas, melainkan menginternalisasi setiap pengajaran yang terdapat dalam kitab suci ajaran terkait pembentukan etika, karakter dan kebijaksanaan seorang calon imam. Selain itu kitab suci bukan hanya sekedar buku bacaan untuk menyampaikan sabda Allah, tetapi merupakan dasar dalam membangun seluruh aspek kehidupan calon imam. Di dalam panggilan hidup untuk menjadi seorang selibater, calon imam selalu berhadapan dengan berbagai proses formation dalam jangka waktu yang cukup panjang, dengan mengharuskan bukan sebagai kewajiban tetapi keutamaan yang harus dihayati secara mendalam dan berusaha menghidupi setiap nasihat-nasihat injili.
PENGAJARAN POKOK BAGI CALON IMAM
Ajaran yang terdapat di dalam kitab suci sebagai buku iman sekaligus pedoman atau petunjuk bagi calon imam dalam menapaki panggilan suci sebagai orang pilihan Allah, secara garis besar memperlihatkan bahwa calon imam adalah manusia yang berada di antara manusia lainya sebagai makhluk ciptaan yang sama namun eksistensi calon imam di lingkup lingkungan sosial dalam hal ini umat, bahwa calon imam sungguh-sungguh di bekali oleh asupan spiritualitas yang baik melalui berbagai aspek kehidupan yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan menjunjung tinggi integritas dalam melayani. Dengan demikian ada lima aspek pokok pengajaran bagi calon imam.
Etika dan Moralitas. Calon imam tidak hanya berfokus dan berorientasi pada pelayanan kultus dalam berekaristi ketika kelak menjadi imam, melainkan kepribadian dalam membangun relasi dengan umat atau dalam komunal beriman menjadi hal yang perlu di tata sedemikian rupa agar kualitas calon imam benar-benar mempengaruhi cara hidup umat beriman kristiani. Etika dan moralitas merupakan kedua diksi yang memiliki makna mendalam untuk kehidupan calon imam masa depan gereja dan bangsa. Dunia saat ini sedang dilanda dengan berbagai krisis kemanusiaan dan salah satunya etika dan moralitas, kehidupan penuh dengan pelbagai macam dinamika yang membawa manusia/umat kepada kehilangan jati dirinya sebagai makhluk ratio dan berhati nurani untuk saling menghargai satu sama lain. Oleh karena itu, kehadiran calon imam maupun imam di tengah umat sangat dibutuhkan dalam membentuk kepribadian umat beriman dan disitulah wujud keberhasilan dari proses formation calon imam.
Kepemimpinan. Ajaran yang terdapat dalam kitab suci selain pembentukan etika dan moralitas, calon imam sebagai figure public dan pemimpin iman umat beriman pada masa yang akan datang di bentuk suatu sistem kepemimpinan yang berintegritas dan bertanggung jawab dalam karya pelayanan untuk mendukung dan mempersiapkan kematangan iman umat. Keteladanan calon imam dapat menghantar umat pada suatu siklus pertumbuhan iman dan menghidupi setiap ajaran kristiani yang benar dan baik di tengah masyarakat. Iman itu mesti dihidupkan bukan dibiarkan tenggelam dalam suatu keyakinan semu tanpa ada aksi nyata dalam beriman. St. Yakobus mengatakan iman tanpa perbuatan adalah mati, maka supaya iman itu tidak mati diperlukan internalisasi atau aktualisasi dari apa yang diimani.
Pembelajaran dan Pengajaran. Kitab suci merupakan wahyu yang wajib belajar secara mendalam oleh calon imam dan hasil pembelajaran itu disampaikan lewat pengajaran, dan disinilah calon imam menampilkan sosok pribadi Kristus yang kelihatan sebab calon imam telah dibekali oleh pengetahuan yang memadai tentang apa isi dari wahyu. Calon imam telah berpartisipasi aktif dalam menghidupi ajaran Yesus Kristus kepada umat lewat katekese, sharing iman, khotbah, dan pendalaman iman lainnya dengan tetap menjelaskan dan menjawab setiap pertanyaan seputar iman oleh umat beriman dengan penguasaan teks-teks pada kitab suci yang benar dan cukup baik.
Pembentukan Identitas Spiritualitas. Kitab suci adalah cerminan bagi calon imam dalam menghidupi spiritualitas dan misi pelayanan. Melalui studi kitab suci dalam proses pembinaan, calon imam dapat menjelaskan dengan benar tentang Tuhan serta mempererat hubungan dengan Allah dan demi kematangan, memahami arti dan makna dari sebuah panggilan. Kitab suci membantu dalam membangun kedalaman spiritual dan motivasi dari dalam diri yang kuat tanpa paksaan dari pihak lain dalam menentukan pilihan untuk mengikuti Dia yang telah memanggil. Dan tujuan dari pembentukan spiritualitas ini membantu calon imam dalam mempersiapkan diri menghadapi tantangan dalam pelayanan dan integritas rohani yang utuh dan definitif.
Inspirasi Dalam Pelayanan. Kitab suci memberikan inspirasi melalui refleksi yang mendalam tentang panggilan bagi calon imam. Selain itu kitab suci juga memotivasi calon imam untuk terus bergulat dengan penuh ketaatan dalam menjalankan berbagai aturan komunitas. Inspirasi dari kitab suci mendorong calon imam untuk kuat dalam menghadapi situasi sulit dan pengharapan yang otentik terhadap panggilan serta memberikan penghiburan bila sedang mengalami kedukaan.
Dengan demikian, perihal ini sekurang-kurangnya menjadi wadah dalam membentuk kepribadian calon imam yang bertanggung jawab dan berintegritas terhadap pilihan serta mengintegrasikan semua pengajaran dengan penuh kebebasan lahir dan batin. Kitab suci harus menjadi teman yang selalu menolong, membentuk serta memberikan petunjuk terhadap panggilan bagi calon imam. Menjadi calon imam juga memerlukan kematangan dari berbagai aspek dan dimensi kehidupan, tentu keberadaaan kitab suci mengakses panggilan dan menemukan berbagai inspirasi yang menguatkan dalam menapaki panggilan suci dan mulia.
ETIKA - MORAL VERSI KITAB SUCI BAGI KAUM BERJUBAH
Oleh : Fr. Didin Doda
Kitab suci pada dasarnya adalah wahyu Allah yang ditulis oleh manusia beberapa ratusan tahun yang lalu diinspirasi Roh Kudus manusia boleh menulis setiap kejadian yang pernah terjadi. Terdapat banyak ajaran iman dimulai dari masa penciptaan hingga pada wahyu ilahi. Termasuk ajaran moral dan etika, Gereja secara tak langsung mengambil dari buku iman sebagai landasan yang dipakai dalam perjalanan iman. Gereja justru menaruh Alkitab sebagai salah satu pilar utama diantara tradsi dan magisterium. Keberadaan kitab suci sebagai salah satu pilar utama gereja tentunya tak lepas dari ajaran iman. Gereja selalu membawa umatnya pada kebenaran dan keselamatan sejati tak lepas dari berbagai macam cara termasuk yang ditawarkan dalam kitab suci. Kitab suci jika ditelusuri terkandung berbagai macam nilai yang dapat diambil sebagai pedoman dalam kehiduapan sehari-hari.
Kata moral secara etimologi berasal dari bahasa latin”mos”( bentuk jamaknya adalah “Mores”) , kata ini merujuk pada kebiasaan yang diterima pada masyarakat tertentu. Kata moral akan relatif jika tak jauh dari etimologi maka perlu pengertian yang lebih jauh dan kompleks Sedangkan etika berarti kumpulan asas dan nilai-nilai moral yang menjadi kebutuhan.
Gereja dalam berbagai ajaran imanya termasuk kitab suci juga menegaskan etika dan moral sebagai orang kristiani khususnya kaum terpanggil. Gereja tak mungkin terjebak dalam relativisme, yang ditawarkanlah kitab suci sebagai salah satu landasan moral dan etika yang bersifat universal. Tentu tiap personal maupun kelompok mempunyai berbagai macam persepsi masing-masing maka Gereja hadir merangkul dengan etika dan moral Kristiani ala kitab suci.
Etika dan moral Gereja berangkat dari kitab suci, memberikan banyak dasar-dasar teologis termasuk ajaran praksis dan perilaku moral umat Allah. Telah tersedia prisip-prinsip dasar yang membimbing umat termasuk kita orang terpanggil diajak untuk berada pada jalur prinsip Kristiani. Gereja mengembangkan berbagai doktrin moral dan etika dengan menafsirkan kitab suci dan menerapkan dalam konteks hidup yang relevan dengan zaman sekarang.Moral dasar sebagai orang terpanggil berfokus pada prinsip kasih yang mencakup kasih pada Tuhan dan kepada sesama. Ini ialah landasan utama sebagai orang terpanggil dalam menerapakan moral dan etika dalam kehidupan. Kasih sebenarnya menunjukan cerminan dari Kristus melalui tindakan-tindakan yang menunjukan tindakan kepedulian dan moral. Hal ini tentu menjadi penting bagi mereka yang terpanggil menjadi sama seperti Kristus “Impersona Christi”. Berangkat dari prinsip utama kristiani yakni kasih sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Kristus merujuk pada kita selaku kaum terpanggil dalam menginterpretasikan diri sebagai cerminan Kristus. Tindakan etika dan moral tentu harus dilandaskan pada setiap firman dan sabda Tuhan. Kasih persaudaraan kepada sesama-sekomunitas menjadi bentuk praktis sebagai orang yang terpanggil. Tak hanya batas pada kasih, etika seorang kristiani mengajarkan tanggung jawab sosial, termasuk dalam memperjuangkan nasib orang yang kurang beruntung. Ajaran Yesus menggarisbawahi pentingnya melayani mereka yang membutuhkan kasih. didalamnya terdapat berbagai macam tokoh ajaran iman. Kristus menjadi acuan utama dalam berbagai bentuk kehidupan orang terpanggil.
Konteks kitab suci terhadap zaman sekarang harus disesuaikan dan mesti menjadi relevan, letak persesuaian itu berada pada etika dan moral setiap kaum terpanggil. Bentuk relevan yang dimaksudkan tercantum dalam setiap sikap pertanggungjawaban kita sebagai orang yang terpanggil terhadap etika dan moral sebagai orang Kristiani.
REFLEKSI
Kitab Suci Sebagai Dasar Iman
Oleh : Fr. Ar Bokol
Memasuki bulan kitab suci nasional kita diajak untuk semakin mendekatkan diri pada Tuhan, dalam sabdah -sabdahNya. Maka penting bagi kita sebagai calon imam untuk mengetahui kitab suci sebagai dasar iman dan tumpuan hidup Gereja.
Dalam Injil (Yohanes.1:1-13), Yesus berbicara dengan seorang pemimpin Yahudi bernama Nikodemus tentang pentingnya lahir baru dan percaya kepadaNya sebagai jalan untuk mendapatkan keselamatan. Yesus merupakan sumber keselamatan. Keselamatan Yesus hadir untuk Setiap orang yang percaya kepadaNya. Kitab Suci merupakan sarana untuk pewarnaan. Sebagai calon imam tentu kita tidak dari kitab suci,karena kitab suci itu merupakan sumber keselamatan,sumber dimana kita dapat lebih dalam mengenal Tuhan Yesus sebagai sumber keselamatan.
Santo Hieronimus berkata bahwa “ Ignorance of scriptures is Ignorance of Christ”( ketidaktahuan akan kitab suci adalah ketidaktahuan akan Kristus). Maka sebagai calon imam kita mesti menjadikan kitab suci sebagai sumber iman untuk lebih dalam mengenal Tuhan dan menjadikanNya sebagai sarana pewarnaan. Amin
FIRMAN MU MENYELAMATKAN KU
Oleh : Fr. Nanto Riwu
Sebagai calon Imam, tentunya kita harus menjadikan kitab suci sebagai kunci yang membuka jalan kita dalam menggapai cita cita. Firman Tuhan adalah firman yang kekal dan sudah tertuang dalam kitab suci, untuk itu kitab suci adalah buku suci yang berisikan tentang pengajaran pengajaran Tuhan yang menyelamatkan. Yesus datang sebagai mesias adalah dorongan dari bapaknya yang tak ingin meniggalkan manusia dari noda dosa. Setiap firman Tuhan merupakan himbauan dan batasan bagi manusia dalam berbuat dan bertindak, Maka oleh sebab itu kitab suci adalah luapan isi hati Tuhan yang tak mau kita jatuh dan terjun dalam arus dosa yang menyesatkan hidup kita. Sebagai calon imam kita di ajarkan oleh Tuhan untuk menjadikan kitab suci sebagai tembok yang membatasi kita dalam menjalankan panggilan suci. Menjadi Imam artinya kita menjadi pengembala domba yang baik dan tentunya imam yang tidak menyesatkan, maka dari itu kitab suci adalah teman yang menjadi sumber bagi kita dalam memberikan ajaran Tuhan yang menyelamatkan panggilan kita dan juga sesama. kitab suci adalah firman Tuhan yang perlu untuk kita pelajari dan kita dalami sebab setiap pengajaran Tuhan adalah kekal dan penuh rahmat. Sebagai manusia yang rapuh dan lemah tentunya kita membutuhkan kehadiran Tuhan yang menjadi penengah juga jembatan yang membawa kita pada hidup yang kekal.tantangan bukanlah hal yang berat apa bila kita mengerti dan tau tentang peran dan tugas kitab suci bagi kita Sebagai calon Imam . Karna pada dasarnya firman Tuhan adalah firman yang menyelamatkan bukan menyesatkan...dan firman tuhan adalah firman yang tertuang dalam kitab suci.
FIRMAN-MU ITU PELITA BAGI KAKIKU DAN TERANG BAGI JALANKU
Oleh : Fr. Berto Darito
Kehidupan manusia di dunia ini pasti tidak luput dari apa yang dinamakan dengan dosa dan kemalangan. Manusia yang rapuh dan lemah seringkali tidak bisa mengendalikan dan bertahan untuk melawan godaan -godaan setan yang datang silih berganti, untuk terus menyelimuti kita dan menyeret kita ke dalam dosa. Oleh karena itu dasar dan pedoman hidup kita untuk memperkuat dan memperkokoh iman kita dalam hidup kristiani adalah kitab suci .
Allah ingin mewahyukan dirinya secara total dan penuh dengan melalui tulisan yang bersumber dari Yesus sendiri ,yang didalamnya berisikan tentang kebenaran sejati . Sesuai dengan konteks kita Sebagai calon imam yang sejati yang benar benar mau mengikuti Tuhan secara total dan menyeluruh hendaknya kitab suci menjadi pegangan dalam hidup kita untuk melewati rintangan dan tantangan dalam hidup membiara.kita tidak boleh berpikir bahwa memilih untuk hidup membiara kita sudah terlepas dari yang namanya masalah. Setiap kita pasti mengalami hal itu dan tidak bisa di hindari, oleh sebab Kitab Suci memiliki makna yang terdalam sebagai sumber iman, pedoman hidup, dan sumber segala pengetahuan yang sangat penting.
Kitab Suci menjadi pedoman dasar bagi para calon imam karena Kitab Suci merupakan ungkapan keyakinan iman kita kepada Allah dengan cara diwartakan, direnungkan, dan kemudian ditanggapi dalam doa- doa, baik secara pribadi maupun bersama dalam hidup kita sebagai calon imam dan juga semua orang beriman.
Firman Tuhan datang sebagai pelita dan terang bagi jalan hidup kita Dengan berdoa, membaca, dan merenungkan Firman Allah, kita akan mendapatkan kasih yang mendalam. Kita akan bertumbuh dalam kasih karunia dan kebenaran hanya bila kasih akan Firman itu bertumbuh dalam diri kita. Dari kebenaran ini kita bisa melihat, ada sebuah kesadaran yang timbul bahwa firman itu benar-benar menjadi pelita dan terang yang akan menerangi setiap langkah dalam perjalanan hidup ini.
Itulah mengapa setiap orang percaya yang hidup di luar kebenaran firman Tuhan, sama halnya seperti orang yang hidup di dalam kegelapan. Artinya orang yang hidup di dalam kegelapan tidak ada terang yang dapat menerangi jalan hidupnya.
Maka dari itu kitab suci sangat penting bagi calon imam karena calon imam dan imam hadir sebagai pewarta sabda Allah.
Cahaya Kehidupan bagi Para Imam dalam Pelayanan dan Panggilan
Oleh : Fr. Fandi Laga
Kitab Suci, sebagai Firman Tuhan yang hidup dan aktif (Ibrani 4:12), merupakan pedoman utama dalam kehidupan setiap imam. Bagi seorang imam, Kitab Suci bukan hanya sekadar teks atau tradisi, melainkan sumber inspirasi, kekuatan, dan bimbingan ilahi dalam menjalankan panggilan dan pelayanan mereka. Refleksi ini akan menyoroti bagaimana Kitab Suci menjadi cahaya yang menuntun kehidupan seorang imam, dengan dasar biblis yang mendukung peran krusial Kitab Suci dalam formasi, spiritualitas, dan pelayanan pastoral para imam.
Kitab Suci: Pedoman dalam Hidup dan Ajaran
Yesus sendiri menegaskan pentingnya Kitab Suci sebagai dasar kehidupan seorang murid dan pemimpin rohani. Ketika Ia dicobai di padang gurun, Yesus menjawab dengan Kitab Suci: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Matius 4:4). Bagi seorang imam, ini adalah panggilan untuk menimba kehidupan rohani dari Kitab Suci, menjadikannya sumber kekuatan dan hikmat dalam menjalankan tugas imamat.
Imam juga dipanggil untuk mengajarkan firman Tuhan kepada umat. Rasul Paulus menekankan tugas ini kepada Timotius: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2 Timotius 3:16). Dengan mengajarkan firman Tuhan yang murni, imam menuntun umat kepada kebenaran dan membantu mereka bertumbuh dalam iman.
Kitab Suci: Sumber Spiritualitas dan Doa
Kitab Suci juga menjadi sumber utama dalam membangun kehidupan spiritual seorang imam. Mazmur 119:105 menyatakan, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." Ini menegaskan bahwa Kitab Suci adalah cahaya yang menerangi jalan hidup imam dalam segala aspek, baik secara pribadi maupun dalam pelayanan. Doa dan meditasi atas firman Tuhan, yang juga dikenal sebagai lectio divina, adalah bagian integral dari kehidupan seorang imam. Dalam lectio divina, imam diundang untuk merenungkan Firman Tuhan dengan hati terbuka, sehingga
firman itu menjadi makanan rohani yang menumbuhkan iman dan memperdalam relasi pribadi dengan Allah.
Yesus sendiri sering mengundurkan diri ke tempat yang sunyi untuk berdoa dan berkomunikasi dengan Bapa-Nya (Lukas 5:16). Demikian juga, para imam dipanggil untuk menjadikan Kitab Suci sebagai bagian dari doa harian mereka, sehingga firman Tuhan selalu menyertai mereka dalam segala situasi. Melalui Kitab Suci, Roh Kudus bekerja di dalam hati mereka, memperkuat panggilan mereka dan memimpin mereka dalam segala keputusan yang diambil.
Kitab Suci: Cahaya dalam Pelayanan Pastoral
Sebagai gembala umat, imam diutus untuk melayani dan menuntun umat dengan kasih dan kebijaksanaan yang bersumber dari firman Tuhan. Yesus, sebagai Gembala yang Baik, memberikan teladan pelayanan penuh kasih dan pengorbanan, yang diabadikan dalam Kitab Suci. "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (Yohanes 10:11). Melalui firman ini, para imam dipanggil untuk meneladani Yesus dalam pelayanan mereka kepada umat, memberikan diri sepenuhnya untuk kesejahteraan rohani mereka.
Selain itu, firman Tuhan dalam Kitab Suci memberikan arahan praktis bagi imam dalam menghadapi berbagai tantangan pastoral. Rasul Paulus mengingatkan, "Janganlah kamu menjadi lelah untuk berbuat baik, karena pada waktunya kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah" (Galatia 6:9). Ini menjadi dorongan bagi para imam untuk tidak menyerah ketika menghadapi kesulitan atau keletihan dalam pelayanan, melainkan untuk terus bersandar pada firman Tuhan sebagai sumber kekuatan dan penghiburan.
Kitab Suci benar-benar menjadi cahaya kehidupan bagi para imam, baik dalam menjalani panggilan imamat maupun dalam melayani umat. Dari panggilan ilahi hingga pengajaran, spiritualitas, dan pelayanan pastoral, Kitab Suci menyediakan bimbingan, inspirasi, dan kekuatan yang tak tergantikan. Firman Tuhan adalah pelita yang menerangi setiap langkah seorang imam, memberikan arahan yang jelas, kekuatan yang mendalam, dan penghiburan yang abadi dalam menghadapi tantangan pelayanan. Dengan demikian, para imam dipanggil untuk terus merenungkan dan menghayati Kitab Suci dalam hidup mereka, menjadikannya sumber kekuatan
yang senantiasa memperbarui dan meneguhkan panggilan mereka untuk melayani Tuhan dan umat-Nya.
Kitab suci sebagai pedoman hidup Calon Imam. (Yohanes,7:14-28)
Oleh : Fr. Raldy Muda
Di bulan kitab suci nasional ini kita diajak untuk menyempatkan waktu dengan membaca, mendengarkan,dan merenungkan kitab suci.Kitab suci juga menjadi bagian paling penting dalam hidup umat kristiani dan perjalanan hidup panggilan calon imam.Kitab suci tidak dapat dipisahkan dari realitas hidup seorang calon imam, karena itu akan menjadi pedoman pendalaman iman dan pegangannya dalam menjalani panggilan suci.
Dalam Injil Yohanes mengajarkan kepada kita, bagaimana Yesus memberikan kesaksian tentang dirinya dan juga mengenai Bapa-Nya yang mengutus Dia,serta mengajar orang banyak di Bait Allah.Hal inilah mengapa kita selalu menyempatkan waktu dengan membaca,mendengarkan,dan merenungkan kitab suci,karena semua ajaran-ajaran iman tercantum dalam kitab suci. Maka ajaran iman itu dilanjutkan hingga pada saat ini. Ini merupakan tradisi Gereja perdana,dimana melalui pewartaan dan ajaran-Nya dalam kitab suci yang biasa kita renungkan kan dapat membawa kita pada keselamatan dan mengacu pada pengembangan iman. Disini Yesus mau memberikan pesan kepada kita, mengenai apa yang menjadi tindakan kita dalam memperjuangkan nilai-nilai Injil. Dalam (Yohanes 7:28)waktu Yesus mengajar di Bait Allah Ia berseru:”memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan karena kehendak Ku sendiri tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Hal ini sebenarnya mau menjelaskan kepada kita mengenai kebenaran yang sesungguhnya yang dapat membawa orang lain pada keselamatan kekal. Sebagai orang yang mengimani Tuhan, tanggung jawab utama kita adalah memberi diri dan mengutamakan nilai-nilai Injil dalam menjalani hidup panggilan. Maka yang menjadi harapan Yesus terhadap kita umat beriman itu adalah hendaklah kita senantiasa selalu menyempatkan waktu untuk membaca dan merenungkan sabda Tuhan, dan menerapkannya dalam kehidupan kita mengenai apa yang menjadi inti pokok ajaran Yesus dalam kitab suci. Kebiasaan dalam merenungkan sabda Tuhan, ini akan membawa kita dalam perjumpaan dengan dengan-Nya.
CERPEN
PESAN DARI RANJANG SAKIT
Oleh : Fr. Liem Rangga
Di sebuah desa yang sangat terpencil yang terletak di Kecamatan Kodi Balagir, Kabupaten Sumba Barat Daya, Propinsi Nusa Tenggara Timur, hiduplah sebuah keluarga dengan seorang anak laki-laki. Kehidupan keluarga ini sangatlah tentran damai, saling mengasihi dan suka menolong sesama. Di kampung tersebut keluarga ini sering dijuluki sebagai keluarga Nazaret, karena mereka mengikuti teladan dari Santo Yosef, Bunda Maria dan Tuhan Yesus.
Nama kepala keluarga tersebuat adalah Bapak Nas dan didampingi oleh seorang istri yaitu Ibu Yuli serta anak mereka yang bernama Lukas. Bapa Nas bekerja sebagai seorang petani dan Ibu Yuli bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah dasar yang berada di desa tersebut. Sedangkan anak mereka Lukas masih berada di bangku sekolah dasar. Hari-hari hidup mereka dilewati dengan penuh sukacita.
Hingga pada suatu hari, Ibu Yuli terkena sebuah penyakit yang sangat berbahaya yaitu kanker payudara. Penyakit ini hanya diketahui oleh Pa Nas dan Ibu Yuli. Sedangkan Lukas anak mereka tidak mengetahui penyakit tersebut. Suatu hari Ibu Yuli merasa sakit dan haris dibawa ker ruhah sakit untuk berobat. Karena sudak tidak memiliki simpanan uang untuk biaya berobat istrinya, Pak Nas pun memutuskan untuk pergi mencari dan meminjam uang agar bisa menghantarkan sang istri ke rumah sakit. Dalam perjalanan untuk pergi meminjam uang Pak Nas diserempet oleh sebuah mobil saat dirinya hendak menolong seorang anak yang akan menyebrangi jalan. Akibatnya Pak Nas yang merelakan dirinya terserempet mobil tersebut hingga akhirnya meninggal di tempat.
Berita tentang kematian Pak Nas tersebut sampai ke telinga sang istri dan anak. Pada saat itu sang istri sedang berada di rumah sakit sedangkan anaknya sedang berada di gereja. Saat mendengar berita tersebut, Lukas dan ibunya merasa sangat terpukul dan kehilangan sosok seorang ayah. Setelah menguburkan sang ayah kehidupan ibu dan anak tersebut mulai tidak seperti dahulu lagi. Penyakit Ibu Yuli pun mulai semakin parah, sedangkan kehidupan Lukas mulai tak menentu. Sang anak mulai bergaul secara bebas dan mulai mengikuti pergaulan bebas yang tidak sehat. Ini disebabkan karena kekecewaan Lukas terhadap Tuhan karena dia selalu berdoa buat ayah dan ibunya, tetapi Tuhan malah memanggil sang ayah dan memberi sang ibu penyakit yang berbahaya.
Dari hari ke hari Lukas semakin tidak percaya akan adanya Tuhan. Lukas harus melewati beberapa ujian bersama sang ibu dengan penyakit ibunya yang makin semakin parah dan hanya mukjizat yang dapat menyelamatkan ibunya dari penyakit tersebut. Suatu ketika ibunya meminta Lukas untuk masuk seminari. Akan tetapi Lukas belum bisa menuruti permintaan ibunya. Namun karena kondisi sang ibu yang makin parah akhirnya Lukas mau menuruti permintaan ibunya.
Setelah Lukas masuk seminari menengah, berlahan-lahan ibunya mulai sembuh dari penyakit yang dideritanya. Mengetahui bahwa ibunya mulai berlahan-lahan senbuh, Lukas mulai membuka dirinya terhadap panggilan Tuhan dan Lukas mulai sadar bahwa selama ini Tuhan tidak pernah meninggalkan dirinya. Lukas memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan pada saat itu juga kondisi ibunya sudah lebih membaik.
Lukas merasa sangat senang dengan kondisi sang ibu yang sudah berubah membaik. Lukas memutuskan untuk menjadi calon imam dan seiring dengan berjalannya waktu Lukas ditahbiskan menjadi seorang imam. Setelah ditahbiskan menjadi seorang imam Lukas berjanji kepada sang ibu dan kepada almarhum sang ayah bahwa dia akan menjadi imam dan gembala yang baik bagi umatnya.
Pengorbanan Diri Membawa Keselamatan
Oleh : Fr. Emon Bulin
Di sebuah keluarga yang terdiri dari tiga orang anak diantaranya seorang perempuan dan dua orang anak laki-laki. Dalam kehidupan mereka sering mengalami krisis ekonomi. Setiap hari mereka hanya makan berpatokan pada ubi kayu dan buah- buahan yang ada di hutan. Namun mereka selalu bersyukur kepada Tuhan dan selalu berdoa dan membaca Injil di setiap hari. Pada suatu hari timbullah dalam pikiran mereka untuk membuka kebun baru untuk menanam padi dan jagung serta menanam buah buahan lainnya. Akhirnya kedua saudara tersebut membuka kebun baru dan hasilnya kebun mereka itu sangat besar. Di saat itu mereka merasa bingung karena bibit mereka belum ada dan bibit apa yang ditanam. Dari sini mereka meminta pertolongan dari Tuhan melalui doa mereka agar Tuhan menjawab permohonan mereka. Dan pada suatu hari Tuhan menjawab permohonan mereka tetapi permohonan mereka bukan dalam bentuk bibit melainkan saudari mereka yang semata wayang. Lalu saudari mereka itu berkata kepada saudaranya besok kita ke kebun karena Tuhan sudah menyiapkan bibit itu di kebun. Akhirnya pada keesokan harinya mereka pergi ke kebun dan saudarinya menyuruh kedua saudaranya untuk membangun mezbah di tengah kebun itu. Lalu kedua saudaranya itu menuruti perintah saudarinya. Mereka berdua belum tahu apa yang terjadi ke depan. Akhirnya mesbah itu di bangunkan. Dan pada saat itu berdirilah saudarinya di tengah mesbah itu dan berkata bibit yang selama kalian mohon kepada Tuhan itu sekarang sudah berada di depan kalian. Akhirnya kedua saudara itu bingung kenapa Tuhan tidak memberikan bibit yang berbiji melainkan memberikan saudarinya yang menjadikan bibit. Mereka sendiri bersuara kepada Tuhan di mana letak keadilan. Kami selalu berdoa kepada-Mu kenapa Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat kepada kami.
Akhirnya disuruhlah saudari untuk membunuhnya. Dan sebelum mereka membunuhnya saudari semata wayang berpesan kepada saudaranya bahwa sebelum tujuh hari kalian tidak boleh menginjak kaki di kebun ini dan darah saya kalian taburkan di seluruh isi kebun ini. Dan akhirnya mereka membunuhnya dan mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh saudari semata wayang. Dan tibalah hari yang sudah ditentukan itu mereka pergi ke kebun dan apa yang mereka harapkan itu sungguh menakjubkan. Dan air mata pun mengalir di pipi saudaranya karena mengingatkan saudari semata wayang. Dan mereka bersyukur atas segala sesuatu itu pada Tuhan yang sumber kehidupan.
Kitab Suci adalah peta jalan panggilan menjadi imam
oleh : Fr. Ekan Kawuren
Di sebuah desa yang kecil tinggallah seorang pemuda yang bernama Remon, yang bercita-cita menjadi seorang Imam Tuhan. Remon selalu bersemangat dalam menjalani studinya untuk menjadi seorang Imam, namun seringkali ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya, yakni pemahaman agamanya yang masih minim. Suatu hari dia bercerita kepada salah satu Imam tua yang berada di biaranya tentang apa yang dia rasakan. Setelah bercerita apa yang dia rasakan dalam hidup panggilannya, Imam tua itu hanya tersenyum lebar dan berkata kepadanya “perdalam kitab suci lagi, karena Alkitab adalah pusat dari panggilanmu”Ujarnya
Remon mulai mendalami kitab suci setiap hari, dengan penuh iman dan penuh perhatian. Dia mulai merenungkan ayat-ayat dalam kitab suci itu. Setiap bacaan membuka hati dan pikirannya menjadi sebuah pemahaman baru tentang kasih, pengorbanan dan panggilan menjadi seorang Imam. Dia mulai menyadari bahwa kitab suci bukan hanya sebuah buku yang diajarkan untuk seorang calon Imam, tetapi juga sebagai panduan utama dalam setiap langkahnya untuk menjadi Imam Tuhan.
Dengan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang kitab suci, Remon merasa lebih siap menjalani panggilannya dengan hati yang bebas tanpa ada keragu-raguan dalam dirinya.
Dia memahami bahwa kitab suci bukan hanya sumber ilmu, tetapi juga peta jalan yang akan membimbingnya untuk menjadi Imam Tuhan yang selalu menabur cinta kasih kepada sesama.
LELAKI SEJATI
Oleh : Fr. Olin Timbu
Di Kesunyian malam dan diterangi oleh sinar bulan purnama Arga duduk di tepi danau yang berada tidak jauh dari rumahnya. Setelah sekian lama duduk di situ ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Keesokan harinya di pagi yang cerah “nak nanti setelah lulus SMA kamu mau kuliah dimana? ”Tanya ibunya. Arga lalu diam sejenak dan berkata “bu arga mau langsung lamar kerja saja”.
Arga seorang anak yang lahir dari keluarga yang kurang mampu, ia tinggal bersama ibunya dan kedua adiknya.Ibunya adalah seorang penjual kue di kampungnya dan sering jualan keliling.Dengan berlatar belakang keluarga yang kurang mampu arga juga harus membantu ibunya untuk berjualan agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. “Bu,Arga berangkat melamar kerja dulu ya?”ucap arga lalu mencium tangan ibunya “ia nak ibu doakan semoga kamu cepat mendapatkan pekerjaan”jawab ibunya.setelah berpamitan arga lalu bergegas untuk pergi dari rumah dan mencari lowongan untuk bekerja.sudah cukup lama arga berkeliling mencari pekerjaan dan akhirnya ia pun melamar di salah satu perusahan yang ada di kota tempat dimana ia tinggal. “permisi pak, apakah disini masih ada lowongan kerja ya?”.tanya arga pada pemilik perusahan tersebut. “oia pak kebetulan disini kami sedang mencari orang untuk bekerja sebagai office boy”.ucap orang tersebut. “kalau bapak lagi mencari orang untuk bekerja, saya mau kok pak bekerja sebagai office boy”.ucapan arga menawarkan diri. Akhirnya arga pun di terima bekerja di perusahan tersebut ya walaupun sebagai office boy.
“Selamat malam bu, arga pulang”sapa arga kepada ibunya yang duduk di ruang tamu. “bagaimana nak, sudah mendapatkan pekerjaan”Tanya ibunya. “syukurlah bu arga diterima untuk bekerja sebagai office boy”. Jawab arga pada ibunya.ya walaupun bekerja sebagai office boy setidaknya arga bisa membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka dan juga ia bisa membiayai sekolah adik-adiknya.
Keesokan harinya “aku tidak boleh terlambat”gumam arga dalam hati, lalu cepat-cepat untuk bergegas berangkat bekerja , tidak lupa pula ia pamit pada ibunya “bu arga berangkat kerja dulu ya” pamit arga pada ibunya “ia nak hati-hati ya”jawab ibunya.lalu arga pun berangkat untuk bekerja.sesampainya disana arga langsung menjalankan tugasnya untuk bekerja.arga menjalankan tugasnya dengan cukup baik dan selalu datang tepat waktu dan tidak perna datang terlambat.
Pada akhir pekan arga tidak lupa untuk mengucap shukur pada Tuhan.keluarga mereka hidup sebagai orang khatolik yang taat beribadah pada Tuhan.Arga selalu hidup sebagai orang yang sangat mencitai agamanya.
Setelah sekian lama bekerja sebagai office boy akhirnya arga pun mendapat kepercayaan untuk menjadi manajer di perusahaan tersebut.walaupun sebelumnya ia bekerja sebagai office boy, arga juga memiliki iq yang cukup baik sehingga ia dipercaya sebagai manajer di perusahaan tersebut.
Pada malam harinya ketika arga pulang dari kantor ia di hampiri oleh adik laki-lakinya “kak, egi mau masuk sekolah calon imam”ucap adiknya. Lantas ungkapan itu membuat arga kaget dan berkata “apakah kamu sudah minta ijin pada ibu?”.tanya arga pada adiknya “sudah kak, ibu bilang bicarakan dulu pada kakak”.jawab adiknya sambil memohon. “ya sudah kalau itu kemauan mu kak dukung.”ucap arga mendukung adiknya.mendengar jawaban kakanya yang mendukungnya, egi sangat bahagia dan langsung memeluk kakaknya.