MADING UNIT EFRATA
Edisi Oktober 2024
MADING UNIT EFRATA
Edisi Oktober 2024
Tema
KEPENGANTARAAN MARIA DALAM REDEMPTORIS MATER
ESAI
Panggilan Maria bagi Kehidupan Calon Imam Dan Gereja Masa Kini
Oleh: Fr. Moris Nega
Pendahuluan
Manusia adalah makluk yang berdimensi social dan religius.Manusia dipanggil kepada kesempurnaan hidup. Kesempurnaan itu dicapai dengan setia menjalankan tugas dan panggilan yang telah dianugerahkan Allah. Secara umum manusia dipanggil untuk menjadi anak Allah. Manusia diciptakan dalam rancangan Sang pencipta dengan desain yang sempurna, sehingga dapat memancarkan kemulian penciptanya[1] dan secara khusus untuk melayani Allah melalui panggilan hidup yang dipercayakan kepada setiap pribadi. Panggilan menjadi calon iman bukanlah sebuah pencapain pribadi semata, melainkan anugerah yang diberikan Allah kepada piliha-Nya secara cuma-cuma. Dalam menanggapi panggilan itu tentunya banyak persoalan dan tantangan yang harus dihadapi. Akan tetapi dengan meneladani keutamaan-keutamaan Bunda Maria, Calon Imam menjadi kuat dan dimampukan dalam menanggapi panggilan mulia itu.
Panggilan tersebut sesungguhnya milik Allah yang dipercayakan kepada manusia. Dalam hal ini para calon imam adalah orang-orang yang dipercayakan untuk berproses mematangkan panggilan mulia tersebut. Semua akan berjalan baik adanya, mengandaikan ada ketaatan dalam diri mereka sebagai fundasi untuk meletakan motivasi dan komitmen di atasnya. Ini adalah sikap dasar para calon imam agar tidak kehilangan orientasi mereka. Ketidakkonsistenan dalam menapaki panggilan akan menjadi nampak ketika calon imam mengalami disorientasi motivasi mereka.
Sikap taat seharusnya menjadi suatu butir yang ditanamkan sejak masa pembinaan sehingga penghayatan akan jati diri imam sebagai hamba Tuhan menjadi tidak pudar. Pernyataan ibu kita Bunda Maria dalam kisah panggilannya menjadi suatu bentuk teladan nyata bagi para calon imam maupun bagi para imam dalam menghidupi semangat ketaatan secara menyeluruh " Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Luk 1:38)..Spiritualitas 'Hamba' yang ditunjukan Bunda Maria sepanjang hidupnya dapat menjadi suatu teladan yang dapat diaplikasikan sejak masa formasi. Penghayatan akan Hidup Doa, Berpastoral, dan hidup berkomunitas menjadi butir penting dalam mengembangkan semangat ketaatan seturut spiritualitas 'hamba' Bunda Maria[2].
Dasar Biblis Tentang Kepengantaraan Maria
Dalam melaksanakan tugas keibuannya sebagai pengantara, Kitab Suci menunjukkan tugasnya sebagai pengantara rahmat bagi keselamatan umat manusia. Dalam Yoh 2,1-12 “Perkawinan Di Kana” yang menunjukkan keibuannya, spontan, berdasarkan realitas sederhana, yang bersifat Kristosentris dan berhasil. Kis 1,14: Pentakosta, Maria menantikan Roh Kudus dalam doa bersama dengan murid-murid yang lain.
Maria, Sosok yang Menginspirasi
Pertanyaan yang sering kita dengar mungkin perihal ‘mengapa Maria dan bukan orang lain?’ apa keistimewahan Bunda Maria? Sebagai calom imam apa yang bias kita perlajari dari Maria? serta masih banyak lagi pertanyaan seputar Maria ibu Tuhan Yesus. Maria, bunda Yesus, adalah sosok yang paling terkenal dari semua nama Maria dalam Kitab Suci. Kedudukannya dalam Perjanjian Baru amat jelas dibedakan dengan para penyandang nama Maria lainnya. Ia menjadi sosok penting serta menjadi salah satu tokoh dalam Alkitab yang tentunya sangat menginspirasi. Maria sendiri merupakan perempuan sederhana, ia masih gadis ketika malaikat utusan Allah datang kepadanya untuk memberitahukan kabar sukacita tentang kelahirkan Juruselamat. Awalnya Maria terkejut dan tentu punya rasa takut tentang berita tersebut. Sebab hamil di luar nikah adalah aib memalukan. Meski demikian ia tetap percaya dan berserah penuh pada Allah dengan menjawab ‘YA’ (‘’ sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanMu itu’’) atas rencana Allah terhadap dirinya. Dari jawaban Ya yang diberikan Maria merupakan tanggapan atas kehendak Allah untuk menghadirkan Putra Tunggal-Nya Yesus Kristus ke dunia, sebagai penyelamat umat manusia. Tentu jawaban ‘Ya’ oleh Maria mengarah pada kepastian akan tanggapan panggilan Allah atas dirinya. Dalam Kitab Hukum Kanonik, ditegaskan demikian:
“Hendaknya mereka mengembangkan ibadat khusus kepada Perawan Bunda Allah, teladan dan pelindung segenap hidup bakti”. Dengan demikian Maria mendapat kehormatan yang khusus bagi kaum hidup bakti, karena kebajikan-kebajikan yang dimilikinya. Selain itu dengan mengikuti ajaran Konsili Vatikan II (Lumen Gentium VIII) bahwa Maria mempunyai hubungan yang erat dengan Kristus maupun Gereja, menempatkan Maria sebagai model atau teladan kemuridan yang sejati bagi umat beriman seluruhnya dan bagi kaum selibat khususnya.[3]
Penulis menemukan ada tiga keutamaan Maria yang senantiasa menginspirasi, diantaranya kerendahan hati, kepribadiaanya yang selalu menerima, dan kesetiaan
Kerendahan Hati
Kisah Maria ketika menerima kabar gembira, pertama-tama ia terkejut dan bingung. Dalam keadaan bingung itu Maria bertanya”Apa arti salam itu”(Luk.1:29). Malaikat memberi penjelasan bahwa tujuan salam itu adalah meminta kesediaan Maria untuk mengandung dan melahirkan Yesus Kristus putera Allah. Maria mendengar salam tersebut bukannya melonjak kegirangan sebagai ungkapan keterpilihannya sebagai bunda Allah tetapi dengan rendah hati mengatakan “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”(Luk 1:38) . Dengan menyatakan diri sebagai hamba Tuhan, Maria menyatakan kesediaan dan kerelaan yang total pada kehendak dan rencana Allah, sekaligus menyatakan kerinduan bahwa semua saja yang telah dikatakan malaikat terlaksana.[4] Jawaban Maria tersebut menjadi ungkapan dan perwujudan iman yang mendalam bahwa segala sesuatu mungkin jika ada campur tangan Allah. Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin (Mat19:26). Maria tidak mempersoalkan sesuatu yang tidak mungkin menurut ukuran manusia. Ia membiarkan ketidakmungkinan itu dengan menyerahkan diri pada penyelenggaraan Allah. Itulah sebabnya Maria adalah sosok yang memiliki kerendahan hati.
Kepribadian yang Selalu Menerima
Kesediaan Maria menerima tawaran dari Allah, hendak mengajak para calon imam untuk membuka hati dan pikiran bahwa Allah memperkenalkan diriNya sebagai sumber cinta kasih. Allah tetap mencintai manusia dalam keadaan apa pun yang dimiliki manusia. Maria membangunkan kesadaran bahwa untuk menjadi seorang calon imam bukanlah perjuangan sendiri, melainkan adanya campur tangan dari Allah. Allah yang berinisiatif memanggil, tanpa memperhatikan kekurangan dan keberdosaan individu tertentu. Allah hanya membutuhkan tanggapan atas rahmatNya, dan dengan penuh kerendahan hati berseru seperti Maria “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut kehendakMu”.
Kepribadian Maria yang selalu menerima. Maria hadir di tengah-tengah kita melalui pancaran teladan hidupnya. Ia selalu menerima semua rencana dan kehendak Allah. Maria adalah pribadi yang selalu menerima, ia tidak pernah menolak untuk bekerjasama dengan Allah dalam karya keselamatan umat manusia. Maria menjadi sosok teladan dan panutan dalam hal bagaimana menerima secara tulus semua pemberian Allah baik dalam hidup pribadinya maupun dalam keluarganya.
Kesetiaan
Bukti kesetiaan dan ketulusan Maria dalam menerima tawaran dan rencana Allah dapatditemukan pada peristiwa sengsara dan kematian Yesus di palang penghinaan (bdk Yoh. 19: 25-27). Hati siapakah yang sanggup menerima apabila orang yang dicintai dihukum sampai mati tanpa salah, tetapi berkat iman dan percaya pada Allah, Maria mampu menerima semua yang terjadi pada Yesus. Iman dan kepercayaan Maria yang sangat besar pada Tuhan memampukan Maria untuk menerima semua kenyataan yang terjadi dalam hidupnya. Melalui sikap Maria yang selalu menerima, para calon imam diajak untuk menerima semua cobaan dan tantangan yang akan terjadi dalam panggilan hidupnya, meskipun berat sekalipun. Bukan hanya sampai pada menerima tetapi menjalankanya dengan tulus dan sepenuh hati, bertanggung jawab bekerjasama dengan rahmat Tuhan, jauh dari hal ini juga menyerahkan hidup dan panggilan ke dalam tangan Tuhan.
Kesetiaan Maria dipenuhi dengan rahmat Allah yang memungkinkanya setia untuk menjawapi panggilan Allah. Peristiwa Maria diangkat ke surga mendatangkan harapan bahwa kesetiaan dan ketaatan terhadap panggilan Allah memungkinkan kita untuk dapat mengambil bagian dalam kemuliaan surgawi kelak. Dan akhirnya melalui ketiga keutamaan Maria yang telah membuat para calon imam semakin kuat dan menjadikan Maria sebagai model dan teladan kemuridan yang sejati bagi perjalanan panggilan hidup sebagai imam.
Jawaban ‘Ya’ Maria
Pertama-tama perlu dipahami bahwa Allah telah mempersiapkan Maria sejak awal Dapat
kita temukan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama sejak semula telah menubuatkan bagaimana sesungguhnya Marialah yang memang dipersiapkan oleh Allah. Hal ini pun terungkap dari nubuat Nabi Yesaya:
Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel (Yes. 7: 14) [5].
Nubuat Perjanjian Lama ini menurut penulis telah digenapi dalam Perjanjian Baru, khususnya di dalam Lukas 1: 26-38, yakni kisah pemberitaan tentang kelahiran Yesus. Karena Maria memang telah dipersiapakan Allah maka Maria tentu menjawab ‘Ya’ pada peristiwa sukacita itu. Melalui jawaban ‘Ya’ Maria menyerahkan diri secara menyeluruh akan rencana Tuhan atas dirinya tersebut. Jika Allah-lah yang merencanakan semuanya maka jawaban Bunda kita mengarah pada kepastian. Kepastian akan terlaksana jikalau yang memberikan kepastian ialah sumber kepastian itu sendiri.
Memahami Imam
‘Imam’ (pemuka agama katolik) adalah suatu panggilan hidup yang tentu tidak mudah dijalani Pembinaan calon imam[6] untuk menjadikan imam yang mampu menjadi pemimpin berjiwa hamba dalam berbagai situasi membutuhkan proses yang cukup panjang.[7] Dapat kita lihat perbedaan mendasar dengan manusia pada umumnya yang berkeluarga, menjadi imam berarti tidak mungkin menikah. Menjadi Imam berarti menjalani hidup dengan mengacu pada 3 kaul yaitu kemurnian, ketaatan dan kemiskinan dengan konsekuensi hidup selibat sepanjang hidupnya. Disisi lain, seorang imam harus menjalani kehidupan yang sederhana yang diwujudkan dengan melepaskan diri dari harta dan barang-barang yang memuaskan keinginan pribadinya. Meskipun seorang imam tinggal bersama imam-imam yang lain dalam suatu komunitas, namun kesunyian tetap menjadi inti kehidupan mereka.[8]
Dalam proses pembinaan di jenjang formasi, tentu berbagai masalah pun tidak jarang menghampiri calon imam. Imam perlu mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kegiatan rohani dan menyingkirkan kepentingan pribadi, sementara di sisi lain mereka tetaplah manusia yang tidak lepas dari karakteristiknya. Dari sudut pandang psikologi, salah satu tugas perkembangan yang perlu dijalani manusia adalah membangun relasi dengan lawan jenis (intimacy) yang dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika kesepian menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi imam. Selain itu posisi sebagai imam yang merupakan panutan umat dalam menjalani kehidupan mengakibatkan seorang imam dituntut menampilkan kepribadian yang sempurna, meskipun bisa saja seorang imam tengah mengalami krisis iman yang mengakibatkan stres, depresi, karya pelayanan terganggu dan bahkan meninggalkan panggilannya.[9]
Maria dan Gereja
Kis. 1,12-14 mengisahkan bahwa sesudah kenaikan Yesus ke Surga, keduabelas rasul berkumpul di sebuah rumah dan berdoa bersama dengan beberapa wanita, Maria ibu Yesus dan saudara-saudaranya. Selain para rasul hanya Maria yang disebut dengan nama dan peranannya. Di sini mau menggambarkan hubungan Maria dengan Gereja sesudah Puteranya naik ke Surga. Di mana para rasul adalah typos Gereja perdana dan Maria adalah model yang selalu bersama dengan Gereja. Maria tidak dipisahkan dari Gereja sebab ia mempunyai misi yang khusus. Maria ada dalam Gereja dan bersama dengan Gereja para rasul di Yerusalem, dengan itu Maria menjadi bunda Gereja Kristen Katolik.
Mengapa Maria disebut sebagai bunda Gereja? Karena ia bersatu sepenuhnya dengan Puteranya. Sebab tugas Maria terhadap Gereja tidak bisa dipisahkan dari persatuannya dengan Kristus, tetapi langsung berasal dari-Nya. Adapun persatuan bunda dengan Puteranya dalam karya penyelamatan itu terungkap sejak Kristus dikandung oleh santa perawan hingga wafat-Nya (bdk. LG 57).[10] Hubungan ini terutama tampak dalam kesengsaraan Puteranya. Dengan demikian santa perawan melangkah maju dalam perziarahan iman. Dengan setia ia mempertahankan persatuan dengan Puteranya yang tunggal hingga di salib sesuai dengan rencana Allah - berdiri di dekatnya. Di situlah Maria menanggung penderitaan yang dahsyat bersama dengan Puteranya yang tunggal. Dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korbannya, dan penuh kasih menyetujui persembahan kurban yang dilahirkannya. Dan akhirnya oleh Yesus Kristus itu juga, menjelang wafat-Nya di kayu salib, ia (Maria) dikaruniakan kepada para murid menjadi bundanya dengan kata-kata ini “Wanita inilah anakmu” (bdk. LG. 58). Sesudah Anaknya naik ke surga, Maria menyertai Gereja pada awal mula dengan doa-doanya (bdk. LG 69). Dengan kepercayaan itu, maka kita juga dapat memohon doa-doanya sebab Maria adalah anggota Gereja yang unggul dan khusus (bdk. LG 53). Karena Maria menyetujui secara penuh dan utuh pada kehendak Bapa dalam karya penyelamatan umat manusia, maka Maria adalah contoh iman dan cinta bagi Gereja. Dengan itu Maria adalah anggota Gereja yang unggul dan khusus. Dengan demikian Maria mempunyai tugas yang unggul dan besar dalam karya penyelamatan umat manusia. Ia secara sungguh istimewa bekerjasama dengan karya juruselamat, dengan ketaatan, iman dan pengharapan, serta cinta kasihnya yang berkorban untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi bunda kita (bdk. LG 61).
Kepengantaraan Maria
Maria menjadi teladan keterbukaan kepasrahan kepada Allah. Oleh ketaatannya adalah keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia. Maria telah bekerjasama dengan Allah untuk menyelamatkan manusia dengan bersedia menjadi ibu Tuhan (Theotokos). Intinya bahwa Maria turut menyalurkan rahmat bagi keselamatan manusia. Kepengantaraan Maria juga dipahami hubungannya dengan Gereja sebagai pengantara rahmat dan keselamatan. Maksudnya, pertama, Yesus memanggil murid-muridnya membentuk satu komunitas yang bersatu dengan-Nya sebagai kepala Gereja; komunitas itu yang oleh Paulus disebutkan sebagai “Tubuh Kristus”. Kedua, Maria sebagai Bunda Kristus dan anggota istimewa Gereja terus menjadi pengantara rahmat dan keselamatan karena dia (Maria) bekerjasama dengan Allah demi keselamatan manusia.[11] Selanjutnya, pengantaraan Maria berhubungan erat dengan keibuan rohani Maria dan memiliki bukti dalam episode Kalvari (Yoh 19:25-27). Maria bukan saja ibu Yohanes tetapi ibu seluruh umat manusia.
Dasar Biblis Tentang Kepengantaraan Maria
Dalam melaksanakan tugas keibuannya sebagai pengantara, Kitab Suci menunjukkan tugasnya sebagai pengantara rahmat bagi keselamatan umat manusia. Dalam Yoh 2,1-12 “Perkawinan Di Kana” yang menunjukkan keibuannya, spontan, berdasarkan realitas sederhana, yang bersifat Kristosentris dan berhasil. Kis 1,14: Pentakosta, Maria menantikan Roh Kudus dalam doa bersama dengan murid-murid yang lain.
Tradisi
Perkembangan tradisi devosi teologi terjadi pada abad VIII. Ambrosius Autperto dari Montecasino mengajak orang untuk mengarahkan doa-doanya melalui Maria. Ia yakin bahwa Maria pasti mendoakan kita karena ia adalah ibu kita. Santo Germanus dari Konstantinopel mengatakan bahwa Maria adalah pengantara yang berkuasa. Abad pertengahan Yohanes dari Geometra mempersatukan tema keibuan ilahi dengan Maria sebagai pengantara. Di sini Maria juga dipandang sebagai sumber berkat dalam arti bahwa Maria juga menyalurkan berkat kepada umat manusia.[12] Di masa modern, keibuan Maria dipandang berdasarkan inkarnasi, dalam mana Maria bukan saja mengandung Yesus tetapi semua umat Kristen Katolik dan memberi hidup baru. Maria adalah ibu bagi semua umat beriman karena ia berpartisipasi secara intim dengan Allah dalam karya keselamatan umat manusia, khususnya dalam penderitaan Kristus. Keibuan spiritual Maria merupakan hadiah terakhir yang diberikan Puteranya, “Ibu Itulah Anakmu” (Yoh 19:26).
Inti devosi kepada Maria itu adalah penghormatan. Kita berdoa bersama dengan dia dan memohon doanya. Dasarnya karena ia bersatu erat dengan puteranya Yesus Kristus. Inilah model kehidupan orang Kristen Katolik. Keselamatan terwujud jika kita dekat dengan Kristus. Penghormatan kepada Maria dengan sendirinya mengagungkan karya keselamatan umat manusia. Maria adalah buah sulung yang ditebus oleh Yesus.
Maria Dalam Liturgi
Santa perawan Maria mendapat tempat yang istimewa dalam liturgi Gereja Katolik. Bahkan dalam Gereja Timur dan Barat, ia mendapatkan tempat cukup banyak, khususnya dalam Doa Syukur Agung. Dokumen Konsili Vatikan II SC. 103 yang berbicara tentang Maria dalam tahun liturgi, menegaskan bahwa Maria mempunyai hubungan erat dengan Kristus dan Gereja. “Jika liturgi adalah kenangan menghadirkan kembali karya keselamatan Kristus, maka konsekuensinya adalah di dalam liturgi dikenangkan juga bunda perawan Maria yang sangat berhubungan erat dengan Kristus dan karya keselamatan-Nya. Maria dikenang dalam misteri inkarnasi dan misteri salib. Selanjutnya, dalam liturgi, Kristus selalu bersatu dengan Gereja sebagai pengantin-Nya yang tercinta, dengan demikian Maria adalah model persatuan itu”.[13]
Maria juga dilihat dalam hubungannya dengan misteri paskah. Di dalam Maria, Gereja merayakan pemenuhan misteri paskah sama seperti Kristus yang bangkit, karena ia telah melalui pengalaman paskah Kristus dalam tubuh dan jiwanya, perjalanan dari hidup sampai mati. Maria di bawah kaki salib, menunjukkan partisipasi Maria dalam penderitaan Puteranya.
Maria di dalam Krisis Dunia Modern
Maria, wanita baru (Hawa baru), berdiri di samping Yesus, lelaki baru, (Adam baru) yang di dalam misteri-Nya, misteri (keberadaan) manusia sendiri menemukan cahaya yang benar. Maria diberikan kepada kita sebagai suatu janji dan jaminan bahwa rencana Allah di dalam Kristus bagi keselamatan seluruh pribadi manusia telah mencapai rahasia di dalam suatu ciptaan, yakni di dalam dia (Maria).[14] Direnungkan di dalam putaran kehidupan duniawinya dan di dalam kebahagiaan surgawi yang telah dia miliki di dalam kota Allah. Perawan Maria terberkati menawarkan suatu pandangan yang tenang dan suatu sabda yang menjamin dan menyejukkan kepada masyarakat modern, air mata, tangisan, dan kesedihan sebagaimana sering ada di dalam kecemasan, dukacita dan harapan, dikalahkan dalam arti keterbatasan-keterbatasan mereka sendiri dan diserbu oleh aspirasi-aspirasi yang tidak terbatas, kekhawatiran di dalam pikiran dan terbagi-bagi dalam hati mereka, ketidaktentuan di hadapan teka-teki kematian, ditindas oleh kesepian sambil menambahkan persahabatan, suatu mangsa bagi kejenuhan dan kebosanan serta kekejian. Maria memperlihatkan kemenangan, harapan atas kekuatan, persahabatan atas kesepian, kedamaian atas kecemasan, kegembiraan dan keindahan atas kejenuhan dan kekejian, visi yang abadi atas pandangan duniawi dan kemenangan kehidupan atas kematian. Mari, berdoa tiga Salam Maria setiap hari.
Penutup
Jawaban ‘ya’ sesungguhnya sangat bersyarat. Maria mempertanggungjawabkannya melalui cara hidupnya yang senantiasa meresapkan sabda Tuhan dalam hatinya dan yang ditunjukannya melalui cara hidup. Maria begitu taat, setia, rendah hati; keutamaan-keutamaan ini yang memperlihatkan karakter Maria yang selalu menerima sabda Tuhan dalam hatinya ‘Ya’ Maria adalah kepercayaannya kepada panggilan Allah. Sebuah kepastian yang diyakini, dan tidak ada satu pun yang mengubah fiatnya Peran maria dalam gereja memiliki makna tersendiri, Maria tidak hanya Ibu bagi putranya Yesus tetapi Maria menjadi menjadi Ibu semua umat beriman.
DAFTAR PUSTAKA
Anang, Fransiskus, Adi Prasetyo, Sekolah Tinggi, Filsafat Teologi, and Widya Sasana. “PENTINGNYA PEMBINAAN CALON IMAM,” no. 1 (2023): 46–53.
Djama, Aristya Palin. “KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP MAKNA POSISI MARIA SEBAGAI BUNDA ALLAH: ANALISIS TERHADAP PANDANGAN WILHELMUS KABOSU” (2008): 282.
Galuh Wicaksono, and Antonius Denny Firmanto. “Formatio Calon Imam Seminari Tinggi San Giovanni XXIII Di Masa Pandemi Covid-19.” Lumen: Jurnal Pendidikan Agama Katekese dan Pastoral 1, no. 1 (2022): 52–66.
Ka Yan. “Psikoedukasi Kecerdasan Emosional Dalam Rangka Penyesuaian Diri Dengan Nilai-Nilai Sekitar Pada Calon Imam Katolik.” Sendimas 2021 - Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 6, no. 1 (2021): 100–105.
Martina, I, and Don Bosco Karnan Ardijanto. “Pandangan Umat Katolik Tentang Maria Bunda Allah.” Jurnal Pendidikan Agama Katolik 21, no. 1 (2021): 86–97.
Moraes Correia, Luiz Cláudio. “Lumen Gentium.” Pesquisas em Teologia (2024): 01–04.
Panggilan, Makna, and Maria Menurut. “Makna Panggilan Maria Menurut Lukas 1:26-38 Dan Relevansinya Bagi Peningkatan Martabat Perempuan Dewasa Ini” (2021).
Roga, Bernadinus Meo. Seberkas Cahaya Maria. Kupang. Biara Karmel OCD San Juan, 2022.
Viktorahadi, Fransiskus, Bhanu. “Maria Sebagai Model Ketaatan Menurut Luk.1:26-38 Dan Lumen Gentium.” Jurnal Teologi 10, no. 1 (2021): 35–48.
DIKTAT
“Pertemuan 3 Mariologi - POKOK BAHASAN II,” n.d.
“Pertemuan 5 Pendugaan,” n.d.
“TEOLOGI-SPIRITUAL,” n.d.
[1] Aristya Palin Djama, “KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP MAKNA POSISI MARIA SEBAGAI BUNDA ALLAH: ANALISIS TERHADAP PANDANGAN WILHELMUS KABOSU” (2008): hlm. 10.
[2] Bhanu Viktorahadi, Fransiskus, “Maria Sebagai Model Ketaatan Menurut Luk.1:26-38 Dan Lumen Gentium,” Jurnal Teologi 10, no. 1 (2021): hlm. 41.
[3] Bernadinus Meo Roga, Seberkas Cahaya Maria, Kupang. (Biara Karmel OCD San Juan, 2022), hlm. 27.
[4] Makna Panggilan and Maria Menurut, “Makna Panggilan Maria Menurut Lukas 1:26-38 Dan Relevansinya Bagi Peningkatan Martabat Perempuan Dewasa Ini” (2021): hlm. 5.
[5] I Martina and Don Bosco Karnan Ardijanto, “Pandangan Umat Katolik Tentang Maria Bunda Allah,” Jurnal Pendidikan Agama Katolik 21, no. 1 (2021): hlm.87.
[6] Fransiskus Anang et al., “PENTINGNYA PEMBINAAN CALON IMAM,” no. 1 (2023): 46–53.
[7] Galuh Wicaksono and Antonius Denny Firmanto, “Formatio Calon Imam Seminari Tinggi San Giovanni XXIII Di Masa Pandemi Covid-19,” Lumen: Jurnal Pendidikan Agama Katekese dan Pastoral 1, no. 1 (2022): hlm. 2.
[8] Ka Yan, “Psikoedukasi Kecerdasan Emosional Dalam Rangka Penyesuaian Diri Dengan Nilai-Nilai Sekitar Pada Calon Imam Katolik,” Sendimas 2021 - Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 6, no. 1 (2021): hlm. 100.
[9] Ka Yan, “Psikoedukasi Kecerdasan Emosional Dalam Rangka Penyesuaian Diri Dengan Nilai-Nilai Sekitar Pada Calon Imam Katolik.”
[10] Luiz Cláudio Moraes Correia, “Lumen Gentium,” Pesquisas em Teologia (2024): 01–04.
[11] “Pertemuan 5 Pendugaan,” n.d.
[12] “Pertemuan 3 Mariologi - POKOK BAHASAN II,” n.d.
[13] “TEOLOGI-SPIRITUAL,” n.d.
[14] Roga, Seberkas Cahaya Maria.
MENJELAJAH BERSAMA VEDEMECUM: LAPOR DAN EKSEKUSI
Oleh : Fr. Mario Sambi
Pendahuluan
Vedemecum: Penanganan Perkara Pelecehan Seksual Terhadap Anak-Anak Oleh Klerikus. Dokumen Gerejawi yang remsi dikeluarkan oleh Paus Fransiskus pada tangal 16 Juli 2020. Dokumen ini merupakan suatu alternatif dan menunjukan sikap keserius Gereja dalam menangani kasus-kasus “gelap” yang dilakukan oleh Gereja itu sendiri terlebih khusus dicantumkan klerikus. Paus Fransiskus ingin menggaris bawahi supaya diperhatikan secara serius antara pelaku dan korban. Hal ini ingin menegaskan tentang upaya Gereja yang tidak serta merta menyerukan secara terus menerus namun butuh untuk suatu wadah yang khusus yang mampu dijadikan landasan yang kokoh untuk menyelesaikan kasus-kasus terlebih khusus pelecahan seksual. Mungkin ketika kita mendengar atau membaca menimbulkan suatu pertanyaan yang besar. Tetapi hal ini harus diungkapkan untuk menyatakan suatu kebenaran yang hakiki tentang keadaan eksistensial manusia pada umumnya.
Dokumen Vedemecum dalam nada sederhana menampilkan safeguarding bagi para klerikus pada umumnya. Secara sadar atau pun alam bawa sadar untuk menggendalikan dirinya secara bijaksana. Kaum klerikus pada umumnya memiliki panggilan yang khusus serta menjawabinya secara sadar akan segala sesuatu yang akan dijalankan dalam rutinitasnya setiap hari. Kaum klerikus adalah orang terpandang yang mempunyai penghayatan yang intens akan kehidupan rohani. Terlepas dari itu Klerikus pula adalah manusia biasa yang mempunyai latar belakang dan keterbatasan manusia. Dengan keterbatasan tersebut dokumen Vedemecum memberikan suatu safeguarding kepada Klerikus untuk tidak terlampau memasuki alam bawa sadarnya melainkan menggendalikan dengan kekuatan akal budi dan iman yang dihayatinya secara serius dalam panggilan.
Menelisik Notitia de Delicto
Notitia de Delicto adalah informasi apapun tentang tindakan pidana yang mungkin dilakukan, dengan suatu cara sampai kepada pengetahuan Ordinaris atau Hierarki (vedemecum. Art. 9). Langkah awal ini bisa juga dikatakan sebagai teknik pengumpulan informasi yang didapat tentang suatu masalah atau persolan yang dilakukan oleh pelaku. Pelaku dalam artian ini mungkin tidak mengetahui laporan tentang apa dan bagaimana. Entah yang melaporkan ini adalah pihak ketiga atau korban itu sendiri. Notitia de Delicto ini meskipun tidak ditampilkan atau disampaikan secara detail tetap diakui kredibilitasnya sampail dicek titik kebenaran terjadinya suatu peristiwa tersebut. Hal ini membuktikan bahwa ada tingkat kepedulian yang sangat responsif dari pihak mana pun entah korban itu sendiri maupun dari pihak ketiga yang tidak diketahui. Notitia de Delicto ini mengandaikan suatu persoalan itu segera diselesaikan atau dituntaskan, meskipun belum mendapatkan respon dari Ordinaris atau Hierarki tentang laporan tersebut, harus diakui bahwa laporan itu mempunyai kualitas yang nantinya akan diselidiki dengan memperhatikan beberapa pertimbanga-pertimbangan yang memadai. Ini adalah tugas dari semua pihak demi menyelesaikan suatu persolan. Perihal ini bukan berdasarkan soal “perasaan” yang spesifik antara pelapor dengan pelaku maupun korban, melainkan tindakan yang murni demi menyelesaikan suatu persoalan yang terjadi.
Setelah Notitia de Delicto diterima Ordinaris atau Hierarki tidak serta merta tinggal diam dan menutup persolan tersebut melainkan menindaklanjuti persolan tersebut secara serius dengan penyelidikan awal, asal dari laporan tersebut, atau mungkin bisa juga ditemukan kebenarannya yang memadai dari Notitia de Delicto. Bahkan di dalam vedemecum sendiri dijabarkan tentang laporan kepada sipil terkait penjagaan terhadap korban maupun kepada pelapor informasi awal sehingga tidak terjadi persoalan-persolan di luarnya. Mengingat kasus ini sangatlah sensitif dan membutuhkan kerja sama yang intens antara pihak Gereja dan pihak sipil (vedemecum. Art. 17).
Tahap Eksekusi 1: Penyelidikan Awal
Pada tahap yang pertama ini hendaknya dilakukan atau dieksekusikan. Tetapi pada tahap ini tidak serta merta para penyelidik melakukan tindakan pengadilan yang intensif, tetapi berusaha semaksimal mungkin dalam menemukan kebenara-kebenaran yang terjadi. Tahap ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data rinci mengenai Notitia de Delicto dan menemukan kebenaran yakni fumus delicti yaitu dasar yang cukup, baik dalam hukum (in iure) maupun dalam kenyataan (in facto) untuk menilai suatu tuduhan memiliki keserupaan/kemiripan dengan kebenaran (VD. No. 33). Pada tahap ini perlu dilakukan secara teliti dan komperensif dalam menyikapi suatu persoalan atau masalah yang terjadi.
Ketika melakukan penyelidikan awal tersebut Ordinaris atau Hierarki harus merekrut tim khusus dalam penanganan penyelidikan awal ini. Dalam kaitan dengan ini dapat dilakukan kerja sama dengan awam tetapi harus memperhatikan secara serius sesuai dengan kanon 228. Dalam hal ini juga supaya diperhatikan keabsahannya maka Ordinaris atau Hierarki harus secara perlu mengeluarkan dekret untuk memulai tindakan penyelidikan awal ini (vedemecum. Art. 40).
Pada tahap awal ini perlu juga dilakukan penjagaan nama baik dari orang-orang yang terlibat di dalamnya entah pelaku, korban, saksi-saksi atau semua yang terlibat di dalamnya. Bahkan dikatakan dalam vedemecum:
“Apabila kebaikan umum terancam, penyampaian informasi tentang adanya dakwaan tidak lagi merupakan pelanggaran nama baik. Lebih dari itu, orang-orang yang terlibat harus diberitahu bahwa apabila terjadi penyitaan pengadilan dan perintah penyerahan berkas perkara penyelidikan kepada pihak otoritas sipil, tidak mungkin lagi bagi Gereja untuk menjamin kerahasiaan (konfidensialitas) pernyataan dan pendokumentasian yang diperoleh dari penyelidikan secara kanonik” (vedemecum. Art. 44).
Tahap 2: Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dijabarkan dalam vedemecum bukanlah suatu hukuman (karena hukuman dijatuhkan hanya di akhir proses pidana), tetapi tindakan administratif yang tujuannya dijabarkan dalam kanon 1722. Hal ini harus dijelaskan secara detail mungkin bahwa ini bukanlah hukuman, agar pikiran tentang diadili atau dihukum tidak terlekat pada terdakwa. Perihal ini harus dijelaskan dari awal pada saat melakukan penyelidikan awal. Dalam vedemecum ditampilkan pula istilah larangan melaksanakan pelayanan yang mungkin secara tepat dikenakan dan bukan istilah lama suspension a divinis (vedemecum. Art. 62). Vedemecum juga menyatakan bahwa:
Ada pun putusan lain yang perlu dihindarkan juga adalah sekedar meminhdahkan klerikus yang disangka dari jabatan, daerah, atau rumah religiusnya dengan pemikiran bahwa menjauhkan dia dari tempat tindakan kejahatan yang disangkakan atau terduga korban merupakan pemecahan perkara yang memadai (vedemecum. Art. 63).
Tahap 3: Mengakhiri Penyelidikan Awal
Setelah mendapatkan pencerahan pada proses penyelidikan awal, maka tim penyelidik harus yang telah ditunjuk oleh Ordinaris atau Hierarki menyerahkan semua berkas penyelidikan bersama dengan penilaiannya sendiri atas hasilnya (vedemecum. Art. 67). Pada tahap ini pula setelah menerima semua berkas tersebut Ordinaris atau Hirarki wajib mengirimkan berkas penyelidikan tersebut secepatnya kepada KAI. Hal ini tidak boleh diabaikan atau dilalaikan dari hasil penyelidikan tersebut.
Tanggapan KAI Atas Penyelidikan Awal
Pada proses ini berkas-berkas penyelidikan telah diterima dan KAI menindaklanjuti hal tersebut dengan suatu pernyataan sebagaimana tercantum dalam vedemecum. Art. 77, yang mengatakan bahwa:
setelah mencermati dengan saksama berkas itu, KAI dapat memilih bertindak dalam berbagai cara: mengarsipkan perkara; meminta penyelidikan yang lebih mendalam; mengenakan tindakan-tindakan disipliner yang bukan-hukuman, yang biasanya berupa perintah hukuman; mengenakan remedium poenale (penawar pidana) atau penitensi, memberikan peringatan atau teguran; memulai proses pidana; atau menentukan cara-cara lain sebagai tanggapan pastoral. Setelah dibuat, keputusan itu selanjutnya diberitahukan kepada Ordinaris dengan disertai instruksi yang memadai untuk pelaksanaannya.
Tindakan ini sekali lagi bukan suatu hukuman yang telah dijabarkan sebelumnya melainkan larangan untuk melaksanakan pelayanan. Keputusan tersebut bukan berhenti di sini saja melainkan dilanjutkan dengan proses pidana ekstrayudisial demi terciptanya suatu keadilan. Tanggung jawab besar ada pada pundak para Ordinaris untuk mengambil langkah-langkah strategis lebih lanjut dalam menerjemahkan intervensi magisterial ini ke dalam praksis. Tentu tidak mudah. Tapi bagaimana pun harus dilakukan karena memang sesungguhnya itu merupakan kewajiban para Ordinaris untuk memastikan pelaksanaan semua undang-undang gerejawi (Rikardus Jehaut, 2021:214).
Kesimpulan
Dokumen vedemecum yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus memberikan ruang serta jalan dan mengantisipasi dalam proses penyelidikan kasus secara memadai. Hal ini juga membantu para penyelidik dalam menyelesaikan suatu proses peradilan secara faktual dan terbuka. Gereja telah menyuarakan berbagai macam antisipasi-antisipasi berhadapan dengan persoalan-persolan yang terjadi. Kini gereja harus bertindak secara melalui salah satu dokumen yaitu vedemecum dalam pemberantasan persoalan-persoalan pelecehan di dalam tubuh Gereja itu sendiri. Gereja juga tetap mempertahankan keakuratannya dengan segala sistem Hierakki di dalamnya, sehingga persoalan-persoalan tersebut tidak lagi tertutup melainkan terbuka dan dieksekusi secara adil demi memperhatikan kaidah-kaidah di dalam tubuh Gereja itu sendiri.
Sumber
Codex Iuris Canonici, auctoritate Ioannis Pauli Papae II promulgates, dalam Acta Apostolicae Sedis 75 (1985) pars II. Terjemahan bahasa Indonesia, Kitab Hukum Kanonik, Sekretariat KWI, Obor, Jakarta 2010.
Kongregasi Ajaran Iman, Vedemecum: Penanganan Perkara Pelecahan Seksual Terhadap Anak- Anak oleh Klerikus, diterjemahkan oleh RD. Yohanes Driyanto, Depertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, Jakarta, 2020.
Jehaut, Rikardus, Jurnal: Pelecehan Seksual, Kewajiban Melapor dan Respons Ordinaris: Telaah Kritis “Vos Estis Lux Mundi” dan “Vademecum”, Vol. 20, No. 2, Desember 2021, hlm. 201-216, Maumere, 2021
Maria sebagai Theotokos : Menggali peran Maria sebagai Mediatrix bagi Calon imam di era 4.0
Oleh: Fr. Didin Doda
Pendahuluan
Banyak orang mempertanyakan peran Maria dalam karya keselematan, sebenarnya dimanakah posisi maria dalam misi suci keselamatan? Berangkat dari pertanyaan ini perlu dikupas bagaimana peran maria dalam sejarah keselamatan manusia, memahami peran maria dalam sejarah keselamatan tentu bukanlah hal yang mudah. Tidak semua orang dapat memahami secara baik dan benar. Tentu dibutuhkan penafsiran yang dilandaskan akan iman. Maka memahami peran maria sebagai bunda Allah (Theotokos) dan sebagai mediatrix keselamatan umat manusia tak cukup dengan pengetahuan intelektual tetapi lebih dari itu yakni iman dan ketebukaan diri akan ajaran Kristus. Maria dalam ajaran iman khatolik di pahami sebagai theotokos dan sebagai mediator umat Allah. Penghormatan kepada Maria disebabkan karena perannya sebagai Bunda Allah Keberadaan Maria sejak awal sudah menjadi kabar baik bagi umat Allah, berawal dari pemilihan maria sebagai ibu Yesus sudah muncul kabar gembira bagi dunia dan sampai sekarang esensi maria sebagai bunda Allah dan sebagai mediator masih diakui. Masuk pada abad 16 terjadi pertempuran dashyat antara armada Kristen dan ottoman dikarenakan perbutan tanah suci ( Yerusalem) dari tangan muslim, Maria berperan penting dalam pertempuran ini, lewat doa maria pasukan Kristen menang atas ottoman dan momen ini mengukuhkan peran sebagai bunda Allah dan mediator umat Kristen.Penampakan maria di Lourdes mengambarkan satu peranan penting Maria dalam sejarah keselamatan. Tujuan utama penampakan Maria ialah keselamatan tiap- --tiap jiwa yang terbelenggu dalam kuasa gelap dan maut.Ini menegaskan bahwa maria berperan sebagai mediatrix keselamatan bagi anak--anaknya. Pengangkatan Maria sebagaii bunda Allah secara lansung mengantikan hawa lama, Maria sebagai hawa baru. Bunda Maria melahirkan Tuhan Yesus yang menjadi penyelamat dunia dari dosa yang telah diwariskan oleh hawa. Maria, melalui kesetiaannya kepada Allah, “melepaskan simpul ketidaksetiaan hawa”.Bagi Irenius, bahwa sama seperti Yesus Kristus adalah “Adam Baru” dan penebus, demikian pula Maria adalah “Hawa Baru” yang menjadi penyebab keselamatan bagi dirinya dan bagi segenap bangsa manusia”
Dalam konteks kita sebagai kaum terpanggil keberadaan Maria dalam sebagai Bunda Allah ( theotokos) dan mediatrix tentu berdampak bagi panggilan kia. Telah banyak orang kaum terpanggil, kaum kerus mengantar berbagai intensi dan permoonan pada Bunda Allah untuk menuntun setiap pejalanan melewati rana duniawai yang kenntal dengan kedagingan. Tentu sebagai kaum terpanggil akan dibawa Maria pada keselamatan. Disini jelas peran Maria sebagai mediatrix, mengantar kembali anak-anaknya kembali pada kebenaran sejati
Pembahasan
Maria sebagai Bunda Allah (theotokos)
Istilah Theotokos, yang berasal dari Bahasa Yunani, memiliki makna yang dalam dan kompleks dalam konteks teologi Kristen. Secara harfiah berarti "pengusung Allah" atau "orang yang melahirkan Allah," istilah ini merujuk pada Maria, ibu Yesus Kristus. Istilah ini pertama kali digunakan pada abad ke-3 dalam konteks perdebatan teologis mengenai hakikat Kristus. Seiring berkembangnya doktrin Trinitas, pengakuan bahwa Yesus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia menjadi sangat penting. Penggunaan istilah ini semakin populer setelah Konsili Efesus pada tahun 431 M, di mana Maria secara resmi diakui sebagai Theotokos. Pengakuan Maria sebagai Theotokos memiliki implikasi teologis yang mendalam. Dengan mengakui Maria sebagai "pengusung Allah," Gereja menegaskan bahwa Yesus, sebagai inkarnasi Allah, memiliki asal usul yang kudus dan unik. Ini juga menggarisbawahi peran Maria dalam rencana keselamatan. Dalam konteks ini, Maria bukan hanya seorang ibu, tetapi juga partisipan dalam misteri inkarnasi, yang membawa kehadiran Allah ke dalam dunia. Dalam tradisi Kristen, Maria dipandang sebagai model iman dan pengabdian. Sebagai Theotokos, dia bukan hanya simbol kesucian, tetapi juga contoh ketaatan kepada kehendak Allah. Dalam liturgi, doa, dan devosi, Maria sering dipuja dan dihormati sebagai perantara antara umat manusia dan Kristus (Mediatix). Penghormatan ini juga tercermin dalam berbagai tradisi dan praktik keagamaan, termasuk perayaan Hari Raya Kabar Sukacita dan Hari Raya Maria Diangkat ke Surga. Jadi Istilah Theotokos bukan hanya sebuah label teologis, tetapi merupakan pengakuan mendalam atas peran Maria dalam sejarah keselamatan. Dengan mengakui Maria sebagai "pengusung Allah," tradisi Kristen menegaskan keunikan inkarnasi Yesus dan menghormati Maria sebagai sosok yang penting dalam iman Kristen (theotokos). Perkembangan istilah ini dan pemahamannya menunjukkan betapa pentingnya Maria dalam konteks spiritual dan teologis, serta bagaimana dia tetap menjadi figura sentral dalam iman banyak umat Kristen di seluruh dunia.
Maria dalam Redemptoris Mater
Pasca konsili vatikan II, peran Maria sebagai pengantara dalam Gereja khatolik mendapat penekanan yang lebih besar dan pemahaman yang lebih mendalam. Konsili vatikan ke II melahirkan dokumen-dokumen berkaitan dengan kepengantaraan maria tepatnya dalam ensiklik redemptoris mater yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II. Ensiklik Redemptoris Mater memberi wawasan luas dan mendalam mengenai peran Maria sebagai pengantara ( mediatrix) dalam konteks keselamatan umat manusia dan Bunda Allah(Theotokos) Maria ialah Bunda Allah (= Theotokus), sejak dengan kekuasaan Roh Kudus ia mengandung dalam haribaan perawannya dan melahirkan ke dunia Yesus Kristus, Putera Allah yang hakekatnya dengan Bapa. Paus dalam dokumennya menegaskan bahwa Maria tak hanya sebatas ibu sang Juruselamat tetapi lebih dari itu, maria dipandang sebagai pengantara antara Kristus dan manusia. Maria adalah perantara. Sebagai perantara, Maria membawa rahmat dari Allah, dan mengantar permohonan umat manusia kepada Tuhan. Pandangan ini sejalan dengan pernyataan Handoko (2006: 94): “Seperti halnya Kristus, Maria melanjutkan kepengantaraannya di surga, bukan lagi karena iman, harapan, dan cinta kasihnya, melainkan dengan tindakan-tindakan kepengantaraaan yang melimpah”. Dengan demikian, kepengantaraan Maria menjadi bagian integral dari rencana keselamatan manusia.Bunda Maria melalui perannya, tidak hanya melahirkan Kristus, tetapi secara aktif berkontribusi dalam karya penebusan manusia.
Paus Fransiskus menggarisbawahi bahwa kepengantaraan Maria adalah bagian dari realitas hidup manusia, yang menghubungkan antara umat beriman dan Kristus. Hasil pertemuan tersebut adalah bahwa Bunda Maria tidak lagi dilihat sebagai“batu sandungan” atau rintangan yang tak dapat dilewati, melainkan sebagai “suatu jembatan”. Hal ini ditegaskan oleh Paus Paulus VI pada tanggal 10 Mei 1967 dalam sebuah pertemuan di Vatikan. Pasca Konsili Vatikan II, ensiklik "Redemptoris Mater" yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II memberikan wawasan mendalam tentang peran Bunda Maria sebagai pengantara dalam konteks keselamatan dan kehidupan Gereja. Dalam dokumen ini, Paus menegaskan bahwa Maria bukan hanya Ibu Juru Selamat, tetapi juga Ibu seluruh umat beriman. Paulus VI dalam Konsili menyatakan bahwa Maria adalah Bunda gereja, “yaitu, ibu seluruh umat kristiani, baik umat beriman maupun para gembalanya”134 Kemudian dalam Tahun 1968, dalam Pernyataan Iman yang dikenal dengan “Credo Para Rasul”, ia menetapkan kembali kebenaran ini dengan kalimat-kalimat yang lebih tegas sebagai berikut: “Kita percaya bahwa Bunda Allah yang Kudus, membawa serta di surga keibuannya atas anggota Kristus, dengan ikut serta melahirkan dan mengembangkan kehidupan Allah dalam jiwa-jiwa yang telah ditebus”. Dengan demikian, pengantaraan Maria menjadi bagian integral dari rencana keselamatan yang melibatkan seluruh umat manusia. Maria, melalui perannya, tidak hanya melahirkan Yesus, tetapi juga secara aktif berkontribusi dalam karya penebusan.
Paus Yohanes Paulus II menggarisbawahi bahwa pengantaraan Maria adalah sebuah realitas yang hidup, yang menghubungkan umat beriman dengan Kristus. Maria dianggap sebagai jembatan yang mengarahkan umat kepada Putra-Nya. Dalam berbagai devosi, seperti doa Rosario, umat diajak untuk mengandalkan pengantaraan Maria, percaya bahwa dia mendengar dan membawa permohonan mereka kepada Tuhan. Hal ini menciptakan rasa dekat dan keterhubungan antara umat dan Maria, memperkuat keyakinan bahwa doa-doa mereka tidak hanya sampai kepada Allah, tetapi juga didukung oleh kehadiran Bunda Maria.
Ensilklik ini juga menekankan bahwa Maria adalah teladan sempurna berkaitan dengan ketaatannya pada kehendak Allah. Maria adalah model bagi Gereja karena kekagumannya yang penuh syukur akan kasih karunia Allah dan kesiap-sediaannya untuk mengabdi sesama. Iman memberikan jaminan bagi pengharapan kita. (Ibr. 11:1-3) . Peran kepengantaraan Maria tidak bersifat ekslusif, tetapi mebuka jalan bagi semua untuk bersatu daam Kristus. Dengan demikian, peran maria sebagai jembatan yang menghubungkan umat Allah dan satu sama lain.
Konteks revolusi 4.0
Dunia peradaban dan sejarah hidup manusia terus berkembang dan berubah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berperan dan berpengaruh sangat besar pada perubahan tersebut. Perkembangan dan perubahan yang pada gilirannya mempengaruhi dan menentukan setiap lini, sisi dan dimensi hidup manusia dari yang paling kecil dan sederhana hingga yang besar, luas dan kompleks
Revolusi 4.0 atau yang biasa disebut revolusi industri 4.0 merujuk pada perubahan besar dimulai dari produksi, distributor dan konsumsi yang diikuti dengan perkembangan pesat teknologi. Revolusi ini merupakan lanjutan dari revolusi lain yang dimulai sejak sekitar akhir abad 18 hingga terus berlanjut yang ditandai dengan perkembangan pesat dan pengaruh terhadap kehidupan manusia. Tentunya membawa dampak luas diberbagai sector, termasuk perkembangan Gereja. Gereja pun tak lepas dari revolusi dan perkembangan, sehingga mendorong Gereja untuk merespon tantangan-tantangan. Sejak awal para Bapa Gereja mempertahankan ajaran iman dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Hingga sekarang pun Gereja Pun tetap eksis dalam perkembangan dan revolusi industri.
Perkembangan yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi tentu memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap aspek kehidupan termasuk dalam pembinaan aspek teologis dan dogmatis. Dalam konteks ini, pemahaman tentang peran Maria sebagai Bunda Allah dan mediator menjadi relevan. Sebagai kaum yang dipanggil, eksis kita dalam perkembangan ini perlu berada dalam lingkaran ajaran iman Gereja agar tidak terjerat dalam heresy. Peran Maria sebagai Bunda Allah dan Mediator dalam konteks revolusi tentu tak lepas dari pelbagai masalah. Perkembangan dan perubahan yang cepat yang ditimbulkan menciptakan kekacauan dalam identitas spiritual dalam hal ini peran Maria sebagai Theotokos dan Mediator perlu melihat bagaimana melihat posisi Maria ditengah pemikiran modern yang mengedepankan rasionalitas. Gereja perlu mengintegrasikan keyakinan tentang Maria.
Maria sebagai Mediatrix
Perlu dibedakan antara dua kata penting dalam Gereja katolik yakni mediator dan mediatrix. Dalam konteks ajaran iman Katolik, terdapat perbedaan signifikan antara istilah mediator dan mediatrix yang merujuk pada peran dalam hubungan antara manusia dan Tuhan. Mediator umumnya digunakan untuk merujuk pada Yesus Kristus sebagai satu-satunya perantara antara Allah dan manusia. Yesus, dengan pengorbanan dan karya penebusan-Nya, menjembatani jarak antara manusia yang berdosa dan Allah yang mahakudus, sehingga umat dapat menerima keselamatan melalui-Nya. Di sisi lain, mediatrix merujuk pada Maria, Bunda Allah, yang dianggap sebagai perantara yang membantu umat untuk mendekatkan diri kepada Kristus. Meskipun Maria tidak mengambil alih peran Yesus sebagai mediator utama, ia diakui memiliki peran penting dalam menyampaikan rahmat dan pengantaran kepada umat. Dalam ajaran Katolik, Maria sebagai mediatrix berfungsi untuk mengantarkan doa-doa umat kepada Kristus, dengan harapan bahwa melalui intersepsinya, umat dapat lebih merasakan kasih dan anugerah Allah. Dengan demikian, meskipun Yesus dan Maria memiliki peran yang berbeda, keduanya saling melengkapi dalam memperdalam relasi umat dengan Tuhan.
Maria sebagai sosok yang dihormati dalam Gereja katolik, memainkan peranan penting sebagai mediatrix atau pengantara antara umat manusia dan Yesus Kristus. Pemilihan Maria sebagai Bunda Yesus menjadi tanda bahwa Maria begitu dekat dengan Yesus. Hal ini dibuktikan ketika Maria meminta Yesus mengubah anggur pada pesta pernikaaan di Kana (Bdk.Yoh.2:1-11). Jika dilihat dalam konteks imbalan, maka Maria jelas mendapat gelar Bunda Allah dan mediatrix karena ketaatannya pada Allah, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan: terjadilah padaku menurut perkataanMu (Luk.1:38).
Sebagai Bunda Allah, Maria memilki hubungan yang istimewah dengan Kristus, yang menjadikan sosok yang layak dalam konteks kepengantaraan rahmat. Hal ini tentu melalui pengorbanan dan kepatuhan Maria. Doktrin tentang Maria sebagai mediatrix sering kali didukung oleh ajaran gereja dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari umat. Melalui devosi kepada Maria, seperti doa Rosario dan berbagai perayaan liturgis, umat diberi kesempatan untuk mendalami dan merayakan peran Maria dalam keselamatan. Dalam perjalanan iman, pengantar ini membantu umat untuk lebih memahami rahmat Allah dan menginternalisasi nilai-nilai yang diajarkan oleh Maria sebagai teladan iman. Dalam konteks ini, Maria berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan umat dengan kasih dan anugerah Tuhan, mendorong mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih beriman dan penuh kasih.
Ajaran Konsili Vatikan II menyajikan kebenaran akan kepengantaraan Maria sebagai “keikutsertaan dalam sumber satu satunya yaitu pengantaraan Kristus sendiri”. Karena itu kita membaca: “Gereja tidak ragu-ragu mengakui peran serta Maria. Dia mengalaminya terus menerus dan menganjurkannya kepada hati kaum beriman, sehingga dengan merasa dikaitkan oleh pertolongan bunda, mereka kiranya dapat lebih dekat kepada Sang Perantara dan Penebus. Keberadaan Maria mengajak kita untuk merasakan hubungan yang lebih dalam dengan Kristus melalui Maria. Dengan mengakui dan menghormati peran Maria, umat didorong untuk melihatnya sebagai jembatan yang menghubungkan mereka dengan Tuhan. Dengan demikian, pertolongan dan pengantaran Maria dianggap sebagai sarana yang mempermudah umat untuk menerima anugerah Kristus secara lebih mendalam.
Kesimpulan
Peran Maria dalam misi keselamatan Allah tak lepas dari segala ketaatan dan kerendahan hati, Maria mengungkapkan kesadaran diri sebagai manusia di hadapan Allah dengan menyebut dirinya sebagai ‘hamba Tuhan’(Viktorahadi, Fransiskus, 2021) entitas Maria sebagai Bunda Allah dan mediatrix menjadi imbalan yang paling istimewa yang Allah berikan. Berawal dari “Sesunggunya aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanmu” sebuah sikap pasrah Maria pada kehendak Allah. Maria menjadi prototype dan model bagi kita kam terpanggiil dimasa revolusi 4.0 yang diwarnai dengan corak tantangan dan pegulatan.
Daftar Pustaka
Agnes, Fransesco, Ranubaya Markus, and Lic Th. “Konsep Ajaran Iman Tentang Maria Sebagai Bunda Allah ( Theotokos ) Menurut Telaah Aidan Nichols Program Studi Filsafat Keilahian Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang Pendahuluan Bunda Maria Merupakan Teladan Gereja Berkaitan Dengan Hal Iman , Kasih Dan Persatuan Yang Sempurna Bersama Kristus . Bunda Maria Menjadi Contoh Sempurna Yang Mencerminkan Kristus . Maria Menjadi Teladan Bagi Gereja , Sebab Gereja Juga Dipanggil Untuk Menjadi Ibu Dan Perawan , Sebagai Mempelai Kristus . Para Bapa Gereja Menghubungkan Peran Maria Sebagai Bunda Allah Dengan Perannya Sebagai Hawa Yang Baru . Bunda Maria Melahirkan Tuhan Yesus Yang Selanjutnya Menjadi Penyelamat Manusia Dari Segala Dosa Yang Diwariskan Dari Dosa Hawa . Karena Dalam Pribadi Yesus , Baik Ke-Allahan Dan Kemanusiaan-Nya Menjadi Satu Dengan Sempurna , Sehingga Bunda Maria Dikatakan Sebagai Bunda Yesus Dan Bunda Allah , Oleh Karena Yesus Itu Allah . Penulisan Karya Ilmiah Ini Menggunakan Metode Analisis Kristis Melalui Studi Pendekatan Atas Dokumen Berdasarkan Telaah Aidan Nichols . Agar Karya Ilmiah Ini Tersusun Secara Sistematis , Maka Rumusan Masalah Dibatasi Melalui Beberapa Pertanyaan . Pertama , Apa Yang Dimaksud Dengan Dogma Maria Sebagai Bunda Allah ( Theotokos ) ? Apa Saja Dogma-Dogma Mengenai Maria Dalam Gereja Katolik ? Bagaimana Analisis Kritis Mengenai Konsep Ajaran Iman Tentang Maria Sebagai Bunda Allah ( Theotokos ) Menurut Telaah Aidan Nichols ? Penelitian Sebelumnya Telah Dilakukan Oleh Martina Dan Ardijanto Dengan Judul Pandangan Umat Katolik Tentang Maria Bunda Allah Melalui Pendekatan Analisis Kualitatif Dan Deskriptif Dengan Temuan Bahwa Gereja Katolik Menetapkan Ajaran Maria Bunda Allah Sebagai Dogma Dan Karena Peran Maria Dalam Inkarnasi Sabda Maka Ajaran Maria Bunda Allah Harus Diimani . Namun Penulis Melalui Tema Serupa Ingin Mendalami Dogma Gereja Dalam Telaah Seorang Teolog Dominikan Bernama Aidan Nichols . Karya Ilmiah Ini Dibangun Dengan Tujuan Untuk Memahami Studi Mariologi Mengenai Maria Sebagai Bunda Allah ( Theotokos ) . Sebagai Dogma , Maka Ajaran Mengenai Maria Sebagai Bunda Allah Harus Ditaati Oleh Seluruh Umat Katolik . JURNAL JUMPA Vol . XII , No . 1 , April 2024 | 88” XII, no. 1 (2024): 87–105.
Agus Widodo a, 1. “Pandangan Umat Katolik Tentang Maria Bunda Allah.” Jurnal Pendidikan Agama Katolik 21, no. 1 (2021): 86–97. https://ejournal.widyayuwana.ac.id/index.php/jpak/article/view/310/242.
Figueiró, Adriano. “Peran Maria Sebagai Bunda Dan Guru Imamat Dalam Pembinaan Imam Di Era Revolusi 4.0.” Studia Philosophica et Theologica 20, no. 1 (2020): 32–51.
KWI, Departemen Dokumentasi dan Penerangan. “Ibunda Sang Penebus.” Departemen Dokumentasi Dan Penerangan KWI 1, no. 9 (1987): 16 v89–99.
Ola, Dominikus Doni. “Maria Sebagai Bintang Evangelisasi Baru,” no. 2 (2024): 1–23.
Sabato, Salvatore. “Bunda Maria Dan Gereja-Gereja Kristen.” Logos, 2005, 48–53. https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/1832.
REFLEKSI
PERAN MARIA SEBAGAI PENGANTARA DALAM BULAN ROSARIO
Oleh: Fr. Ar Bokol
Bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Rosario, di mana umat Katolik secara khusus berdoa rosario dan merenungkan peran Maria dalam kehidupan kita. Dalam bulan ini, kita mengingat bagaimana Maria, sebagai Bunda Yesus, memiliki peran penting sebagai pengantara, membantu kita mendekatkan diri kepada Tuhan.
Doa rosario adalah salah satu cara kita memohon bantuan Maria. Setiap kali kita berdoa rosario, kita memohon Maria untuk berdoa bersama kita dan membawa permohonan kita kepada Yesus. Maria, sebagai ibu yang penuh kasih, selalu mendengarkan doa-doa kita dan membawanya kepada Tuhan. Seperti di pesta pernikahan Kana, di mana Maria meminta Yesus untuk membantu, dia terus berperan sebagai pengantara bagi kita.
Bulan Oktober memberikan kesempatan khusus untuk merenungkan bagaimana Maria selalu hadir dalam hidup kita. Dia adalah contoh sempurna bagaimana kita seharusnya menaati kehendak Tuhan dengan penuh iman, seperti yang dia tunjukkan ketika menerima panggilan menjadi ibu Yesus dengan berkata, “Jadilah padaku menurut perkataan-Mu.” Dalam ketaatan dan imannya, Maria menjadi teladan bagi kita semua.
Dalam bulan yang didedikasikan untuk Maria ini, kita diajak untuk semakin dekat dengannya melalui doa rosario. Dengan merenungkan misteri-misteri rosario, kita tidak hanya mengingat kehidupan Yesus dan Maria, tetapi juga meminta bantuan Maria untuk mendampingi kita dalam perjalanan iman kita, membawa kita lebih dekat kepada Yesus.
Melalui rosario, kita memperkuat iman kita dan mempercayakan hidup kita kepada Maria sebagai pengantara yang selalu setia, yang dengan kasih sayangnya memimpin kita menuju Tuhan.
FIAT MIHI SECUNDUM VERBUM TUUM
Oleh : Fr. Emon Bulin
Dalam bulan Oktober ini, umat Katolik memperingati bulan rosario. Di mana semua umat Katolik diajak untuk memanjatkan doa kepada Bunda Maria . Bunda Maria adalah sebagai pengantara doa kita kepada Allah. Dan dari doa Rosario itu ada begitu banyak mukjizat yang telah terjadi bagi orang yang benar-benar devosi kepada Bunda Maria. Seseorang yang selalu berdoa kepada Bunda Maria akan selalu mendapatkan perlindungan dan akan selalu dijauhkan dari segala kejahatan dosa. Dari judul di atas saya mau mengajak saudara-saudara, mari kita renungan tentang sosok Maria dalam Redemptoris Mater. Redemptoris Mater adalah nasihat apostolik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1987, yang berfokus pada peran Maria, Bunda Allah, dalam misteri Kristus dan Gereja. Saya merefleksi tentang sosok Maria dalam Redemptoris Mater: Maria sebagai Bunda Allah. Dalam Redemptoris Mater, Paus Yohanes Paulus II menekankan peran Maria sebagai Bunda Allah, menyoroti hubungan uniknya dengan Yesus Kristus. Maria bukan hanya Bunda Yesus, tetapi juga Bunda Allah, karena ia melahirkan Putra Allah. Dari judul di atas menggarisbawahi peran utama Maria dalam Inkarnasi dan Penebusan umat manusia. Dari judul di atas juga Maria mau siap menerima tugas dari Allah Fiat. Dan Kepatuhan Maria,Paus juga merenungkan fiat Maria, “ya”-nya terhadap rencana Tuhan, yang merupakan model kepatuhan dan kepercayaan. Fiat Maria dipandang sebagai respons terhadap inisiatif Tuhan, yang menunjukkan kesediaannya untuk bekerja sama dengan Tuhan.
Dari judul di atas juga saya merefleksikan bahwa sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa rasa kepatuhan dalam diri Maria yang selalu siap menerima kabar malaikat Tuhan. Maria pada awalnya menerima salam itu begitu takut dan cemas namun malaikat Tuhan berkata jangan takut hai Maria sebab Allah besertamu. Dari salam ini membawa kedamaian dalam diri Maria. Dan Maria siap mendengar apa yang diperintahkan Allah kepada dirinya. Perintah yang mengatakan bahwa engkau akan melahirkan seorang anak dan engkau akan menamai dia Yesus. Dari perintah ini membuat Maria terkejut karena ia belum bersuami. Dalam kehidupan kita sehari-hari, seorang perempuan yang melahirkan itu, harus bersetubuh dengan suaminya. Namun ini sangat berbeda dengan sosok Maria. Maria belum berhubungan dengan suaminya namun ia bisa melahirkan seorang anak. Dari kejadian ini membuat banyak orang perspektif tentang Maria. Mengapa Ia belum bersuami namun Ia bisa melahirkan! Saya merefleksikan bahwa semuanya itu adalah kuasa Tuhan yang selalu menyertai Maria sehingga Maria bisa melahirkan seorang anak. Yang terjadi pada sosok Maria ini bisa kita pelajari bahwa tugas yang diberikan oleh Allah itu tidaklah muda, namun sebagai calon imam , saya dan saudara bisa siap menghadapi situasi zaman sekarang yang penuh dengan tantangan. Tantangan yang dialami Maria itu sangat berat. Maria akan selalu mendapatkan hujatan dari orang- orang namun Maria tetap kuat dan Maria siap menerima tugas yang diberikan oleh Allah kepadanya dan Maria berani menyimpan semua perkara itu dalam hatinya. Dan pada akhirnya Maria mengungkapkan sebuah kalimat yang mengatakan bahwa TERJADILAH PADAKU MENURUT PERKATAAN -MU. Perkataan Maria ini mengungkapkan bahwa Maria siap menerima tugas yang diberikan oleh Allah. Kita sebagai calon imam harus benar- benar mempersiapkan diri untuk menerima tugas dari Tuhan. Tantangan apa yang apa yang kita hadapi itu,kita harus tetap kuat dan kita siap mengatakan dalam hati” TERJADILAH PADAKU MENURUT PERKATAAN-MU”.
Maka dari itu sebagai calon imam, saya mengajak saudara – saudara untuk selalu menghidupkan kembali doa Rosario dalam diri kita masing-masing . Karena doa Rosario bisa menghalaukan segala kejahatan yang akan mengganggu hidup kita terlebih utama panggilan kita. Dan semoga di bulan Rosari ini banyak membawa dampak positif dalam panggilan kita. Dan semoga di bulan Rosari ini kita semakin mengenal sosok Maria sebagai kepatuhan diri kita kepada Tuhan Yesus.
CERPEN
Maria Bunda Penolong
Oleh: Fr. Nanto Riwu
Disebuah kampung ada seorang anak yang bernama Cesar yang dikenal nakal dan sering berbuat ulah.Dalam kehidupan kesehariannya ia selalu dijauhi oleh teman-
teman sebayanya karena ia dikenal sebagai anak yang nakal, namun hal ini tidak dihiraukan olehnya karena ia adalah anak yang suka untuk hidup menyendiri
ketimbang bergaul dengan teman temannya. Seiring berjalanya waktu ia dihina dan dibuat sakit hati oleh teman temannya karena ia sering kali mencuri buah-buahan milik warga setempat. Mendengar hinaan dan ejekan dari teman temanmu akhirnya ia pun pulang kerumahnya dan melampiaskan amarahnya pada ibunya dan berkata:
“ Ibuku sudah lelah dengan cara hidupku yang seperti ini dan pada suatu saat nanti apabila aku besar, aku akan tinggalkan ibu dan ayah untuk pergi m merantau untuk mencari uang dan ingin meninggalkan kampung ini”.
Setelah ia berkata demikian akhirnya ia kebun dan melihat ayahnya yang sedang pemacul tanah untuk menanam sayur-sayuran, lalu ia berkata kepada bapaknya
“Bapa apakah bapak tak takut panas matahari?”
lalu bapaknya menjawab
“Anakku inilah tugas bapak sebagai kepala keluarga dan bapak harus bekerja keras untuk menghidupkan kamu dan ibu selain itu bapak juga ingin menyekolahkanmu sampai kamu jadi orang sukses.”
Lalu Cesar kembali bertanya kepada ayahnya,
“lalu apa tugas ibu ayah?”
ayahnya menjawab
“Anakku ibumu adalah ibu yang telah melahirkanmu, selain itu ia juga yang menjadi guru bagimu dalam menata etika dan perilakumu”. Setelah mendengarkan jawaban dari bapaknya akhirnya Caesar kembali mengingat segala nasehat yang telah diajarkan oleh ibu kepadanya dan mulai hari itu caesar sudah rajin ke sekolah dan suka mendengarkan cerita dari guru agamanya yang menceritakan tentang Bunda Maria yang adalah ibu yesus. Setelah mendengar cerita dari sang guru akhirnya ia pulang dan bertanya kepada ibunya,
“ ibu..”
“siapakah Bunda Maria?”
ibunya menjawab :
“Bunda Maria adalah ibu yang sama seperti mama tetapi Bunda Maria adalah bunda yang melahirkan penyelamat yakni Yesus Kristus.
“lalu mengapa Maria disebut Bunda yang suci?”. Ibunya menjawab ;
“karena Bunda Maria adalah bunda yang tak ada noda dan dosa bunda maria juga adalah guru bagi ibu dalam mendidik dan membesarkan kamu cesar.”
Akhirnya cesar pun menganggukan kepalanya lalu ia pergi m meninggalkan ibunya.
setelah itu tibalah saat dimana lingkungan cesar mengadakan Rosario bersama dan d saat itu ia dan teman temannya berlomba lomba untuk mengikuti malam Rosario. Saat doa Rosario dimulai ia terpaksa ikut bergabung dengan teman-teman sebayanya untuk duduk dan menunggu giliran disaat kapan tanggal unya dalam mengucapkan doa salam Maria. Setelah itu tibalah saat dimana ia mengucapkan doa salam Maria , ia pun dengan antusias untuk mengucapkan doa Salam Maria dengan suara lantang yang membuat teman temanya kagum karena ia telah menghafal doa salam maria dengan benar dan tepat. Akhirnya ia pun diminta oleh teman temannya untuk mengajarkan doa salam maria kepada mereka semua. Akhirnya caesar dengan senang hati mengajar teman temannya dan pada saat itu timbullah rasa cinta diantara mereka dan mereka pun sudah mulai akur dan memahami semua sikap dari masing-masing mereka. Dan akhirnya caesar kembali bahagia dan sadar bahwa saya juga bisa menjadi guru seperti bunda maria dan ia pun bertekad untuk menjadi seorang anak yang mampu menjadi guru bagi teman-temanya dalam kehidupan keseharian mereka.