Versi Obyog

Perkembangan Seni Reyog Versi Obyog

Tugas Kumorohadi mengartikan obyog atau obyogan dalam kamus bahasa Jawa bebarengan nyambut gawe dengan pengertian yang sama dalam bahasa Indonesia mengerjakan pekerjaan bersama-sama. Istilah obyog juga disebut dalam buku pedoman sebagai nama untuk salah satu permainan musik sebagai iringan tari barongan atau tabuhan menjelang pentas. Reyog Obyog adalah seni pertunjukan Reyog yang tidak terikat oleh aturan (pakem); tidak mengikuti aturan baku yang mengatur dalam pementasannya, sesuai dengan namanya obyogan. Reyog Obyog lebih mengutamakan nilai kebersamaan dan kesenangan (hiburan) para pemain dan orang-orang yang terlibat dalam pertunjukannya. Kondisi sebagaimana dijelaskan diatas, berdampak kepada ragam pertunjukan seni Reyog Obyog. Orientasi seni Reyog versi ini lebih kepada hiburan, sehingga aspek-aspek lainnya, terutama terkait dengan norma atau pakem "diabaikan". Namun demikian, secara umum, seni Reyog Obyog memiliki ciri-ciri umum yang sama, sehingga seklaipun terdapat keragaman pentas, tetapi masih bertemu pada titik karakteristik umum yang sama. Selanjutnya karakteristik Reyog Obyog secara detil akan dibahas di bawah ini.

B. Karakteristik Reyog Obyog

1. Aspek Istrumen/Peralatan Tidak dipergunakan secara lengkap atau Utuh

Aspek instrumen seni Reyog Obyog tidak ada perbedaan dengan versi Reyog lainnya, yakni terdiri dari; barongan/dadak merak, topeng kelanasewandana, topeng pujangganong, topeng patrajaya dan patrathala, eblek/jaranan. Di dalam praktik pertunjukan, seni ini mengurangi (tidak mementaskan) beberapa komponen tari, terutama tari kelanasewandana. Dadak merak/barongan merupakan peralatan atau instrumen tari Reyog yang paling dominan, bahkan menjadi andalan pentas. Biasanya di dalam pentas di berbagai kegiatan di kampung yang lokasi pementasannya di sepanjang jalan desa atau kampung, maka dadak merak akan berperan sangat dominan dengan mengambil bagian yang paling banyak dalam aspek pementasannya. Hampir di semua titik strategis, seperti halaman rumah yang luas, pertigaan jalan, perempatan jalan, di depan rumah tokoh, dan seterusnya, dadak merak ini akan melakukan aksi paling dominan, disusul tari jatil dan baru kemudian pujangganong. Dalam acara - acara tertentu, misalnya hajatan masyarakat, pentas Reyog Obyog juga sering hanya menampilkan tari jatil dengan latar panggung sederhana. Bersamaan dengan itu, tradisi saweran megiringi pentas pertunjukan Reyog Obyog ini. Topeng kelanasewandana sering tidak dipentaskan dalam pertunjukan seni Reyog Obyog. Sementara, topeng pujangganong dalam perkembangannya memperoleh modifikasi bentuk yang paling dinamis, bahkan sering keluar dari bentuk visual yang dikehendaki sesuai dengan makna simbolnya (beramput gimbal, bertaring, dan bermata seram). Di dalam Reyog Obyog sebenarnya juga terdapat topeng patrajaya dan patrathala yang berperan sebagai abdi (pembantu Prabu Kelanasewandana), tetapi peran ini juga sering tidak dipentaskan di dalam pertunjukan Reyog Obyog. Sementara eblek (jaranan) sebagai visualisasi kendaraan sang prajurit penunggang kuda, di dalam Reyog Obyog juga sering tidak dipentaskan karena penari jatil lebih mengedepankan tarian individual dengan konteks latar yang berkembang atau dibutuhan di saat pentas. Acapkali memang eblek ini juga dipakai oleh penari jatil, tetapi secara umum dan dalam keseluruhan pentas, eblek "nyaris" tidak dipergunakan.

2. Aspek Pementasan

Pentas Reyog Obyog adalah pentas Reyog yang identik dengan hiburan. Oleh karena itu, seni Reyog varian ini, tidak terpaku kepada aturan baku atau pakem. Bahkan ada busana/asesoris baku yang tidak dipergunakan disebabkan karena tuntutan suasana atau kontes pertunjukan yang tengah berlangsung. Aspek pementasan pada Reyog Obyog secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Penari Jatil. Di lihat dari segi penari jatil, karakteristik Reyog Obyog memiliki ciri khas berikut;

(1) tata busana dan tata rias cenderung bebas mengikuti kehendak jatil yang bersangkutan;

(2) gerak tari individual dan bebas.

Masing-masing karakteristik tersebut secara lebih rinci dipaparkan di bawah ini. Tata busana dan tata rias bebas. Tata busana penari jatil sangat bebas, artinya warna tidak harus sama. Biasanya tergantung penarinya masing-masing. Karena itu, tidak mengherankan apabila di dalam pentas Reyog Obyog, penari jatilnya berpakaian warna warni. Demikian juga hal dengan tata rias juga tergantung permintaan penari jatil masing-masing, tidak seperti penari jatil versi Reyog Garapan yang telah ditentukan warna dan alat-alatnya mengikuti tata rias panggung. Biasanya tata rias Jatil Obyok adalah tata rias cantik, maksudnya tata rias yang disesuaikan dengan baju serta tidak ditentukan warna maupun alat-alatnya. Jadi yang penting, dalam tata rias penari jatil Obyog adalah bisa membawakan karakter cantik bagi penarinya. Sedangkan karakteristik gerak tari jatil Obyog dapat disampaikan beberapa informasi berikut; (1) Penari jatil Obyog cenderung membawakan karakteristik yang individual. Motif gerak antara penari yang satu dengan yang lain berbeda sekalipun dalam satu pentas yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena pada umumnya para penari jatil Obyog adalah penari biasa yang tidak dididik di dalam sanggar seni. Sebenarnya dasar-dasar tari jatil dalam Reyog Obyog tidak lepas begitu saja, tetapi tetap ada latihan yang deprogram oleh masing-masing grup Reyog, tetapi di dalam praktik, dasar-dasar gerak tari jatil tersebut tidak dipergunakan secara "saklek" oleh penari jatil Obyog. Gerak tari menyesuaikan dengan konteks pertunjukan dan permintaan para penonton. Gerak tari jaipong dan gerak tari dangdut di dalam pentas Obyog sagat sering diperagakan oleh para penari jatil Obyog. Gerak tari yang diperagakan terkadang terkesan asal-asalan. Hal lain yang menyebabkan kondisi ini adalah karena sebelum pentas mereka tidak diharuskan melakukan latihan sebagaimana halnya penari jatil Reyog Garapan (Festival/Panggung). Gerak-gerak yang dilakukan adalah gerak eksplorasi pada musik dan gerak solah-olah sekenanya; (2) Gerak lebih didominasi oleh gerak pinggul, seperti gerak egol, patah-patah, mendorong pantat ke arah kanan dan kiri. Model tarinya lebih cenderung menirukan gerakan-gerakan pada tari dangdut pada umumnya; (3) Penerapan teknik cenderung sekenanya; (4) Banyak gerakan yang dilakukan dengan canda, melihat ke penari lain dan sesekali berhenti tanpa instruksi dari gamelan maupun dari tuntutan tarinya itu sendiri; (5) Gerak tari juga didominasi oleh gerak-gerak jaipong, dangdut, dan improvisasi; dan (6) Tidak menggunakan eblek sebagai properti tetap. Sementara dari aspek waktu pertunjukan, seni Reyog Obyog tidak terikat waktu atau durasi pertunjukan. "kepantasan" menjadi ukuran waktu pentas. Karena itu, tidak jarang, pentas Obyog berhenti di saat jalur pentas sudah dilalui. Tidak jarang juga terjadi pertunjukan Reyog versi ini hingga petang (menjelang maghrib). Demikian halnya dengan sistematika pementasan, dalam versi ini tidak mempertimbangkan tata urut pementasan ragam tari. Terkadang dadak merak mengawali pentas, tidak jarang pula penari jatil yang mengawalinya atau juga sering tari pujangganong yang memulai pentas. Tata urut pentas memang tidak menjadi hal baku, karena di dalam pentas Reyog Obyog ini lebih diorientasikan kepada hiburan aatau pentas populis.

3. Penyajian Tugas

Kumorohadi menyebut unsur penyajian dalam jatilan Obyog meliputi empat bagian, yakni pendahuluan, nglarehi, edrek, dan gambyong. Unsur penyajian tari jatil dalam seni Reyog Obyog ini telah disahkan melalui aksi tari Reyog Massal Kabupaten Ponorogo tahun 1995. Empat Gerak tari dan penyajiannya adalah sebagai berikut :

1) Pendahuluan

a. Iring-iring kebyak sampur kiri dan kanan;

b. Sendi maju dan nyongklang;

c. Tanjak pinggulan;

d. Tanjak duduk dan sembahan;

e. Berdiri tangan kanan nekuk ke dahi, kepala manthuk- manthuk (mengangguk-angguk);

f. Jalan lenggang edrek tiga kali;

g. Sarukan tiga kali, loncatan, angguk tiga kali;

h. Edrek di tempat, sendi maju, nyongklang;

i. Tanjak tebahan kanan, kiri, sendi maju, nyongklang;

j. Tanjak polah kaki kanan, sendi maju, nyongklang;

k. Tanjak langit bumi;

l. Lawungan, sarukan, pinggulan;

m. Tanjak ukel karno;

n. Gejukan kaki kanan, angkat kaki, tanjak, nyongklang;

o. Perang, tawin kanan, kiri, malik kebyak sampur tiga kali;

p. Soro gompo;

q. Pinggulan jalan;

r. Tanjak ngebal, adu kaki;

s. Tanjak tempel tangan kanan, nyongklang;

t. Masuk ke gerak bebas.

Penyajian pendahuluan ini, sekalipun tidak adanya kewajiban untuk diikuti oleh group-group seni Reyog Ponorogo versi Obyog pada umumnya, tetapi nampaknya mereka sepakat untuk menggunakannya sebagai pentas pendahuluan. Oleh karena itu, pentas Reyog Obyog selalu dimulai dengan pentas pendahuluan yang sama atau hamper sama, seperti tata urut yang telah dijelaskan di atas.

2) Nglarehi

Nglarehi merupakan bagian penyajian dimana pada saat penampilan barongan (dadak merak) atau ganongan (topeng pujangganong), para penari jatil berjajar di tepi dengan melakukan gerakan mengikuti pola permainan gendang yang sebenarnya ditujukan untuk mengiringi tari barongan atau ganongan. Gerakan tarian tidak terpola secara khusus, tergantung selera hati penari.

3) Edrek

Tarian ini dilakukan untuk memeberikan hadiah kepada pembarong dan/atau penari ganongan yang telah menampilkan kebolehannya dengan seperangkat aksi yang menawan. Pada penampilan ini biasanya mereka maju bergiliran satu per satu. Seorang pembarong atau penari ganongan biasanya mendapatkan hadiah satu sampai dua edrek dari seorang penari jatil. Dalam tulisan Oki Cahyo Nugroho disebutkan bahwa edrek dalam tari jatil diberikan kepada 3 (tiga) penari atau kelompok, yakni; penari barongan dan ganongan seperti telah disebutkan di atas di tambah satu lagi diberikan kepada penonton. Khusus tari edrek yang diberikan kepada penonton ini dimaksudkan sebagai hadiah atas apresiasi mereka terhadap seni Reyog Ponorogo, khususnya terhadap pentas Reyog yang tengah berlangsung. Apabila dilihat secara cermat, tari edrek yang ditujukan kepada tiga komponen tersebut, maka gerak tarian jatil selalu ke arah kanan. Hal ini menunjukkan beberapa kemungkinan (karena selama ini tidak ada penjelasan terkait masalah gerakan ini), diantaranya; (1) tuntutan “pakem” atau pedoman baku tari yang harus diperagakan; (2) tuntutan moral orang Jawa, yakni budaya anggah-ungguh (berperilaku positif berbasis santun) yang di dalam budaya atau tradisi Jawa salah satunya ditunjukkan dengan gerak atau arah kanan. Dengan demikian, di dalam seni Reyog Obyogan ternyata juga sarat dengan muatan pesan-pesan luhur yang penting untuk di munculkan agar tidak hanya pesan "hiburan" saja yang muncul seperti dipahami kebanyakan orang selama ini.

4) Gambyong

Tarian ini sebenarnya tidak ada hubungan dengan peran barongan maupun ganongan. Bagian ini tidak ada komposisi tertentu yang harus dibawakan seperti bagian pendahuluan. Penari bebas melakukan tarian mengikuti permainan gending atau lagu yang dibawakan oleh pemain gamelan. Hal paling menonjol dari bagian ini adalah suasana yang memacu semua penonton untuk menari bersama-sama. Pada sesi tari inilah sering dipakai oleh penonton untuk bisa menari bersama jatil dengan posisi dekat dengannya sehingga pada saat yang sama penonton yang berhasil berdekat-dekat dan menari dengan jatil menggunakan kesempatan tersebut untuk memberikan saweran (memberikan sejumlah uang dengan maksud bisa menyentuh sang jatil). Dengan demikian, keseluruhan tari jatil pada Reyog Obyog terbagi menjadi dua tipe penyajian, yaitu: (1) tipe penyajian komposisi jatilan massal tahun 1995, dimana tari bagian pendahuluan ini sudah menjadi kebiasaan tarian jatil komposisi bagian awal pentas, sehingga di kalangan seluruh jatil tarian pendahuluan sudah dipahami sebagai bagian tari wajib pentas. Jadi, sekalipun di atas telah disampaikan berbagai versi seni pertunjukan Reyog Ponorogo dengan segala perbedaannya, maka pada bagian pendahuluan ini di kalangan versi Obyog pun juga harus memahami dan melakukannya; (2) tipe penyajian gambyongan, dimana tipe ini bersifat spontan dan merupakan improvisasi bebas. Biasanya penari jatil akan berusaha secara individual menyesuaikan tarian dengan mengikuti permainan irama gendang. Pada bagian ini, suasana pertunjukan menjadi ramai (dan bahkan sering memanas yang tidak jarang terjadi perkelahian antar penonton) karena salin memperebutkan jatil untuk menari bersama atau memberikan saweran. Sementara kebanyakan penonton yang lain juga ikut menari, sekalipun mereka jauh dari posisi jatil.

4. Tempat Pementasan dan Alur Cerita

Pementasan atau pertunjukan Reyog Obyog biasanya dilakukan di tempat terbuka, seperti; lapangan, halaman rumah yang luas, jalanan desa, dan lainnya. Ciri yang lain dari pertunjukan Reyog Obyog seperti dikutip Soemarto sebagai berikut: (1) penari jatil diperankan oleh anak perempuan dan sering tidak menggunakan eblek (jaran kepang); (2) penonton dengan leluasa bias atau diperbolehkan berbaur bersama Konco Reyog (pemain Reyog); (3) tidak ada alur cerita yang dipedomani dank arena itu juga tidak ada penulis scenario pertunjukan; (4) tidak adanya ketentuan jumlah penari atau pemain, biasanya menyesuaikan diluar kebutuhan; (5) sering mementaskan sesuatu yang yang pentas Reyog sendiri, seperti; aksi atau atraksi ekstrim yang dilakukan oleh penari pujangganong dengan jungkir balik atau salto, pembarong memanggul penari jatil atau bahkan pembarong lain; tari erotis yang dilakukan oleh penari jatil dengan memamerkan goyangan pinggul, sehingga tidak jarang memberikan kesempatan kepada penonton untuk mencolek atau menyentuhnya; memasukkan tari atau iringan musik di luar seni Reyog, seperti; tari gambyong, musik dangdut, musik campursari, musik koplo, dan sebagainya. Oleh karena tidak ada aturan baku yang mengatur seni pertunjukan reyog obyog, maka berdampak pada perbedaan pertunjukan yang dipentaskan antara group Reyog satu dengan yang lain. Khusus dalam hal jatil obyog dapat disampaikan beberapa informasi berikut; Pertama, penari jatil obyog cenderung membawakan karakteristik yang individual. Motif gerak antara penari yang satu dengan yang lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena pada umumnya para penari jatil obyog adalah penari biasa yang tidak dididik dalam sanggar resmi. Gerak tari yang diperagakan terkesan asal-asalan. Hal lain yang menyebabkan kondisi ini adalah karena sebelum pentas mereka tidak diharuskan melakukan latihan sebagaimana halnya penari jatil garapan (festival); Kedua, tata busana juga sangat bebas, artinya warna tidak harus sama. Biasanya tergantung penarinya masing-masing; Ketiga, tata rias juga tergantung permintaan penari jatil masing-masing, tidak seperti penari Jatil versi garapan yang telah ditentukan warna dan alat - alatnya mengikuti tata rias panggung. Biasanya tata rias jatil obyok adalah tata rias cantik, maksudnya tata rias yang disesuaikan dengan baju serta tidak ditentukan warna maupun alat-alatnya. Jadi yang penting, dalam tata rias penari jatil obyog adalah bisa membawakan karakter cantik bagi penarinya. Beberapa ciri dalam gerak jatil obyok adalah sebagai berikut :

(1) Gerak-gerak yang dilakukan adalah gerak eksplorasi pada musik dan gerak seolah-olah sekenanya;

(2) Gerak lebih didominasi oleh gerak pinggul, seperti gerak egol, patah-patah, mendorong pantat ke arah kanan dan kiri. Jadi lebih menirukan gerakan-gerakan pada tari dangdut pada umumnya;

(3) Penerapan teknik cenderung sekenanya;

(4) Banyak gerakan yang dilakukan dengan canda, melihat ke penari lain dan sesekali berhenti;

(5) Gerak tari juga didominasi oleh gerak - gerak jaipong, dangdut, dan improvisasi; dan

(6) Tidak menggunakan eblek sebagai properti tetap.

Tugas Kumorohadi menyebut unsur penyajian dalam jatilan obyog meliputi empat bagian, yaitu: Pertama, bagian pendahuluan, dimana dalam bagian ini merupaka tarian peran yang membawakan materi tari reyog massal Kabupaten Ponorogo tahun 1995, yang disajikan dalam tarian bersama. Gerak tarian ini meliputi :

(1) Iring-iring kebyak sampur kiri dan kanan;

(2) Sendi maju dan nyongklang;

(3) Tanjak pinggulan;

(4) Tanjak duduk dan sembahan;

(5) Berdiri tangan kanan nekuk ke dahi, kepala manthuk- manthuk (mengangguk-angguk);

(6) Jalan lenggang edrek tiga kali;

(7) Sarukan tiga kali, loncatan, angguk tiga kali;

(8) Edrek di tempat, sendi maju, nyongklang;

(9) Tanjak tebahan kanan, kiri, sendi maju, nyongklang;

(10) Tanjak polah kaki kanan, sendi maju, nyongklang;

(11) Tanjak langit bumi;

(12) Lawungan, sarukan, pinggulan; (13) Tanjak ukel karno;

(14) Gejukan kaki kanan, angkat kaki, tanjak, nyongklang;

(15) Perang, tawin kanan, kiri, malik kebyak sampur tiga kali;

(16) Soro gompo;

(17) Pinggulan jalan;

(18) Tanjak ngebal, adu kaki;

(19) Tanjak tempel tangan kanan, nyongklang;

(20) Masuk ke gerak bebas.

Kedua, Nglarehi merupakan bagian penyajian dimana pada saat penampilan barongan(dadak merak) atau ganongan (topeng pujangganong), para penari jatil berjajar di tepi dengan melakukan gerakan mengikuti pola permainan gendang yang sebenarnya ditujukan untuk mengiringi tari barongan atau ganongan. Gerakan tarian tidak terpola secara khusus, tergantung selera hati penari. Ketiga, Edrek. Tarian ini dilakukan untuk menghadiahi pembarong atau penari ganongan yang telah menampilkan kebolehannya dengan seperangkat aksi yang menawan. Pada penampilan ini biasanya mereka maju bergiliran satu per satu. Seorang pembarong atau penari ganongan biasanya mendapatkan hadiah satu sampai dua edrek dari seorang penari jatil. Keempat, Gambyong. Tarian ini sebenarnya tidak ada hubungan dengan peran barongan maupun ganongan. Bagian ini tidak ada komposisi tertentu yang harus dibawakan seperti bagian pendahuluan. Penari bebas melakukan tarian mengikuti permainan gending atau lagu yang dibawakan oleh pemain gamelan. Yang paling menonjol dari bagian ini adalah suasana yang memacu semua penonton untuk menari bersama-sama. Pada sesi tari inilah sering dipakai oleh penonton untuk bisa menari bersama jatil dengan posisi dekat dengannya sehingga pada saat yang sama penonton yang berhasil berdekat-dekat dan menari dengan jatil menggunakan kesempatan tersebut untuk memberikan saweran (memberikan sejumlah uang dengan maksud bisa menyentuh sang jatil). Dengan demikian, keseluruhan tari jatil pada reyog obyog terbagi menjadi dua tipe penyajian, yaitu: (1) tipe penyajian komposisi jatilan massal tahun 1995, dimana tari bagian pendahuluan ini sudah menjadi kebiasaan tarian jatil komposisi bagi awal pentas, sehingga di kalangan seluruh jatil tarian pendahuluan sudah dipahami sebagai bagian tari wajib pentas. Dengan demikian, sekalipun di atas telah disampaikan berbagai versi seni pertunjukan Reyog Ponorogo dengan segala perbedaannya, maka pada bagian pendahuluan ini di kalangan versi obyog pun juga harus memahami dan melakukannya; (2) tipe penyajian gambyongan, dimana tipe ini bersifat spontan dan merupakan improvisasi bebas. Biasanya penari jatil akan berusaha secara individual menyesuaikan tarian dengan mengikuti permainan irama gendang. Pada bagian ini, suasana pertunjukan menjadi ramai (dan bahkan sering memanas yang tidak jarang terjadi perkelahian antar penonton) karena saling memperebutkan jatil untuk menari bersama atau memberikan saweran. Sementara kebanyakan penonton yang lain juga ikut menari, sekalipun mereka jauh dari posisi jatil.

Video Seni Reyog Versi Obyog