Geosite

SITUS KENDENGLEMBU

Kendenglembu merupakan sebuah situs pemukiman  kebudayaan neolitik  yang sangat penting bagi Pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Keberadaan situs ini menjadi penting karena memperkenalkan peninggalan-peninggalan pada masa awal kolonisasi wilayah timur pulau  Jawa oleh masyarakat penutur bahasa Austronesia. Beberapa bukti peninggalan neolitikum  Kendenglembu antara lain; Batu Lumpang, Batu Lesung, dan peralatan dari serpihan batu yang diperkirakan berasal dari masa 1000-800 tahun sebelum masehi.

Keberadaan mengenai Situs Kendenglembu pertama kali dilaporkan oleh W. Van Wijland dan J. Bruuman  pada tahun 1936. Situs terletak ditengah perkebunan karet di Desa Karangharjo diwilayah Kecamatan Glenmore, antara wilayah Jember dan Banyuwangi. Menurut H.R. Van Heekeren, lapisan atas atas setebal setengah meter menghasilkan artefak dari masa sejarah, sedangkan lapian bawah setebal 30 cm merupakan deposit hunian neolitik dengan temuan  berupa beliung persegi yang diupam dan sejumlah besar fragmen tembikar. Penelitian kedua dipimpin oleh R.P Soejono dari Bidang Prasejarah LPPN pada tanggal 15 Januari– 4 Februari 1969 dan menghasilkan kesimpulan bahwa Situs Kendenglembu memiliki  dua lapisan budaya, yaitu lapisan sejarah untuk lapisan atas dan lapisan neolitik untuk lapisan bawah.

Penelitian berikutnya dipimpin oleh Gunadi Nitihaminoto dari Balai Arkeologi Yogyakarta, melalui dua tahap penelitian, pada 19-28 Februari 1986 (Tahap I) dan  1-3 Oktober  1986 (Tahap II). Dengan hasil yang kurang lebih sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya.  Berdasarkan informasi dari penduduk lokal, Nitihaminoto juga mengadakan survey ke  Situs Kalitarjem yang berjarak sekitar 35km arah barat daya Situs Kendenglembu. Pada survey tersebut ditemukan beberapa calon beliung, tatal dan pecahan tembikar pada permukaan tanah.

SITUS UMPAK SANGA

Situs Umpak Sanga terletak di Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar. Situs yang pada awalnya memiliki luasan kurang lebih 2 hektar ini merupakan salah satu penanda penting terkait eksistensi Blambangan pada abad 14 M berdasarkan prasasti Balawi (1227 Saka atau 1305 M) (Wibowo, 2020). Kemudian, situs ini kemudian digunakan kembali pada masa kolonial ketika pasca pemberontakan Jagapati (11 Oktober 1772) terhadap pendudukan penjajah yang terdiri dari koalisi VOC, Mataram dan Madura. Situs ini berupa struktur bekas pendapa yang menyisakan 49 batu besar dengan 9 (bahasa Jawa: sanga) batu di antaranya berlubang di tengah. Kesembilan batu inilah yang diduga kuat berfungsi sebagai penyangga tiang (umpak). Pendapa ini pada masa kolonial juga digunakan untuk tempat pelantikan Bupati Blambangan pada saat itu, yaitu Mas Alit yang berjuluk Raden Tumenggung Wiraguna. Mas Alit dipilih menjadi Bupati oleh VOC karena ia belum pernah menjalin kontak dengan Bali yang memainkan peranan penting pada pemberontakan Jagapati.