Wisata yang ada di dalam pemukiman Kampoeng Heritage Kajoetangan
Wisata pada skala mikro, yaitu potensi yang ada di dalam pemukiman masyarakat Kampoeng Heritage Kajoetangan. Wisata skala mikro ini persis berada di area dalam atau inti kampung yang berpotensi dijadikan sebagai destinasi wisata. Elemen yang menjadi wisata mikro ini mencakup bangunan, kuliner, makam, aktivitas budaya, dan spot-spot open space lainnya.
Open space atau ruang terbuka publik merupakan tempat yang memiliki fungsi sebagai ruang kegiatan menetap dan rutin yang menyediakan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan komunikasi, bermain dan bersantai. Wisata ruang terbuka juga dapat diartikan sebagai ruang terbuka publik dengan pengamanan area situs pada tingkat atau permukaan jalan yang dapat diterima oleh Kota dan ditata secara tepat untuk penggunaan dan kesenangan publik selama jam-jam yang wajar.
Setiap pengunjung yang ingin memasuki Kampung Kajoetangan dapat melewati empat sisi, yaitu Jalan Basuki Rahmat Gang IV, Jalan Basuki Rahmad Gang VI, Jalan AR Hakim (Gang Talun), dan Gang Semeru. Sejak tahun 1800-an, keempat jalan tersebut diperkirakan saling terhubung sesuai pintu air. Gang yang terbentuk atau ada di kampung ini berkaitan dengan sejarah terbentuknya Kampung Kajoetangan yang berawal dari hutan dengan kampung kecil.
Penduduk yang menempati hutan lantas membuat jalan setapak untuk dapat menuju satu tempat dengan tempat lainnya. Setiap gang yang ada memiliki aktivitas yang cukup padat dna banyak dikunjungi oleh masyarakat. Seperti halnya gang Talun yang menjadi akses utama untuk menuju Kampung Kajoetangan. Menurut catatan yang ada, pada tahun tahun 1960-an masyarakat datang dan memadati jalanan untuk membeli bermacam barang rombengan atau barang bekas.
Gang Talun dulunya merupakan pusat perekonomian dengan banyaknya penjual yang menjual berbagai macam barang bekas atau rombengan seperti baju dan perkakas lainnya. Aktivitas tersebut bahkan membuat penjual dapat membeli rumah di kawasan Kampung Kajoetangan hingga saat ini menjadi rumah tinggal tetap. Di masa sekarang, jalan-jalan yang ada ada di gang kampung dilengkapi dengan lampu taman kuno. Lampu ini hampir menghiasi seluruh sudut yang ada di kampung dengan disusun berjarak 1,5 meter per lampu, khususnya di spot foto paling unik seperti latar ombo.
Sumber: Sumber: Dokumentasi FIS UM
Salah satu peninggalan sejarah di Kampung Heritage Kajoetangan adalah Pintu Air Rolak. Pintu air ini terdapat di sebelah kiri masuk gapura tepatnya di Jalan Jenderal Basuki Rahmat gang VI. Pintu Air Rolak ini tertup pagar besi. Pada masa penjajahan Belanda, saluran ini berfungsi untuk mengatur aliran sungai dan mmebantu kebutuhan irigasi bagi warga sekitar. Babeberapa tahun terakhir, saluran Air Rolak ini menjadi saluran irigasi yang bermanfaat untuk mengurangi banjir.
Ketika hujan tiba dengan intensitas yang deras, pintu air berfungsi untuk membendung volume atau debit air. Sehingga air yang ada tidak akan meluber dan mengakibatkan banjir. Saluran ari rolak ini terakhir dimanfaatkan sekitar tujuh tahun yang lalu. Hal ini karena intensitas air sudah tidak sederas dulu dan kunci pintu sudah rusak. Ini menyebabkan saluran Air Rolak ditutup total agar tidka menjadi tempat bermain bagi anak-anak.
Sumber: Sumber: Dokumentasi FIS UM
Wisata bangunan dalam bidang pariwisata diartikan sebagai kegiatan dengan mengunjungi bangunan-bangunan bersejarah. Bangunan bersejarah ini hampir ada di seluruh bagian Indonesia dan pemanfaatannya merupakan bagian dari pengembangan pariwisata budaya dan menjadi salah satu faktor penarik wisatawan. Keberadaannya menjadi sebuah potensi terhadap pengembangan wisata warisan budaya atau heritage tourism sebagai alternatif pengembangan pariwisata di perkotaan. Bangunan tua atau bangunan bernilai sejarah dapat menjadi potensi wisata yang menarik dan menjadikan wilayah atau kota sebagai kawasan yang memiliki sejarah.
Sama halnya dengan wisata bangunan yang ada di Kampung Kajoetangan. Terdapat 60 bangunan tua yang memiliki nilai sejarah di area kampung dengan kondisi yang terjaga dengan baik termasuk bentuk aslinya. Di setiap bangunan atau rumah tua terpasang plakat berisi informasi usia bangunan hingga pemiliki pertamanya. Hampir sebagian rumah bernilai sejarah ini dibangun sekitar tahun 1870-an. Ada juga yang dibangun sekitar tahun 1920-1940-an dengan model atap pelana atau model atap yang memiliki dua sisi miring bubung. Seluruh rumah tua yang telah diidentifikasi dan menjadi potensi wisata merupakan hasil identifikasi warga yang dimulai dari pemiliki pertama hingga ahli warisnya.
Rumah Pak Link merupakan rumah yang mengoleksi dan menjadi tempat jual beli barang-barang antik seperti kamera lawas, koleksi foto, bahkan juga menggelar pelatihan fotografi. Di rumah Pak Link ini, pengunjung dapat melihat koleksi motor dan mebel interior antik. Meskipun pengunjung tidak melakukan transaksi yang berkaitan dengan barang antik, pengunjung tetap dapat menikmatinya dengan menjadikan koleksi sebagai latar belakang foto.
Lokasi rumah ini berada di gang masuk dari Jl. A.R. Hakim. Berada di pinggir jalan yang menjadikan sebuah tantangan sendiri ketika pengunjung ingin mengambil foto atau gambar. Hampir seluruh bagian rumah dipenuhi oleh koleksi barang-barang kuno dan antik. Untuk arsitekturnya sendiri, elemen ventilasi, jendela, dan pintu dpat diketahui untuk mengenali arsitektur kolonial.
Sumber: Sumber: Dokumentasi FIS UM
Rumah Jacoeb ini dibangun pada tahun 1920-an. Informasi ini dapat diketahui dari plakat yang dipasang di dinding samping pintu masuk rumah. Pada masa dulu, rumah ini dibangun oleh keluarga Jacoeb, sebuah keluarga yang memiliki hobi melukis. Beberapa hasil lukisannya dapat dilihat di dalam rumahnya. Hal ini dapat diartikan, bahwa terdapat lukisan yang usianya sama dengan usia rumahnya. Saat ini, penghuninya merupakan generasi kedua dari pemilik rumah. Arsitektur kolonial dari rumah ini dapat dilihat melalui elemen ventilasi, jendela, dan pintu rumah.
Rumah Jacoeb adalah salah satu bangunan tua di Kampoeng Heritage Kajoetangan yang masih berdiri dipertahankan dalam bentuk aslinya (struktur dan beberapa furnitur) hingga sekarang. Lokasi Rumah Jacob di Jl. AR. Hakim II No. 1193. Dibangun sekitar tahun 1920, dengan pemilik Jacoeb, yang merupakan Orang Padang yang membeli rumah Jawa di Kajoetangan pada tahun 1930. Yakub adalah juru gambar tingkat 1 di pemerintahan yang juga memiliki hobi melukis. Hasil lukisannya masih kokoh dipajang di dinding rumahnya. Jika dilihat dari atas, bentuk bangunan rumah ini adalah sebuah segitiga.
Rumah ini memiliki luas 113 m2 dengan luas bangunan 60 m2. Tidak pernah ada perubahan apapun dari dulu sampai sekarang, termasuk "Buk" di depan rumah. Jacoeb keluarga menggunakan "Buk" yang terlihat seperti pelana kuda sebagai perabot untuk bersantai dan mengobrol sore hari dengan tetangga. "Sadel" bawah adalah kursi, dan "pelana" atas adalah meja di mana kopi, teh, dan makanan ringan ditempatkan. Rumah ini awalnya berwarna abu-abu, tetapi pemiliknya mengubahnya menjadi cokelat. Meja dan kursi di rumah ini adalah Vanderpool Limensen (Sidyawati et al, 2021).
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Bangunan rumah Gubuk Ningrat ini dibangun pada tahun 1940. Pemberian nama “Gubuk Ningrat” ini karena memiliki bentuk rumah yang mentereng. Hal ini dapat diketahui dari ornamen batu yang ada di bagian bawah rumah. Selain itu, rumah ini juga memiliki kaca jendela dengan jenis es yang menjadi satu-satunya rumah yang memiliki, khususnya di wilayah RW 10 Kampung Kajoetangan.
Terdapat banyak rumah kuno di Kampung Kayutangaan yang dibangun dengan gaya rumah model Jengki. Namun, Gubuk Ningrat tidak sepenuhnya Jengki karena di dindingnya tidak terdapat ubin-ubin yang diletakkan secara beraturan. Gaya rumah Jengki sendiri merupakan arsitektur yang memiliki ciri pada bagian dindingnya. Ciri ini dapat diketuahi pada rumah jengki yang biasanya menggunakan batu alam yang membuat permukaan dinding tidak rata dan memiliki relief berbeda seperti dinding pada umumnya (Pamungkas dkk, 2021).
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Rumah Punden dibangun pada tahun 1925-an oleh keluarga Ibu Sartini yang saat ini menempati rumah. rumah Punden ini tidak jaug dari Gubuk Ningrat, karena hanya berjarak dari beberapa rumah saja. Penamaan “Rumah Punden” memiliki alasan karena bangunannya memiliki tingkat tiga lantai. Pada zaman dulu, rumah inilah yang menjadi satu-satunya bangunan dengan tiga lantai. Arsitektur kolonial yang ada dari Rumah Punden adalah elemen pada ventilasi, jendela, dan pintunya. Rumah Punden juga memiliki gaya indische dengan perabotan di dalamnya yang memiliki nilai sejarah dan masih tersimpan rapi. Pengunjung bisa berfoto di depan atau masuk ke dalam rumah untuk melihat interior bangunan indische diselingi wawancara singkat dengan pemilik rumah yang mereka temui (Pramono et all, 2021).
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Dibangun pada tahun 1930. Bangunan ini merupakan bangunan punden yang sejak dulu tidak pernah direnovasi. Di bagian depan rumah ditambahkan beberapa karya lukisan dari Abbas Akup. seorang sutradara senior Indonesia yang terkenal dengan karyanya bernada komedi, Nya Abbas Akup. Arsitektur dari rumah Abbas Akup ini dapat dilihat dari venitlasi, jendela, dan pintu rumahnya. Rumah Abbas Akup merupakan salah satu galeri yang ada di Kampung Kajoetangan. Galeri Abbas Akup ini lebih berfokus pada karya berupa lukisan. Di Abbas Akup ini pengunjung dapat melukis secara individual, atau membeli beberapa koleksi yang ada (Pramono et all, 2021).
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Rumah ini dibangun pada tahun 1920-an, dibangun oleh keluarga Bapak Rodial yang berprofesi sebagai penghulu. Bapak Rodial ini merupakan penghulu pertama yang ada di Kampung Kajoetangan. Kantor Agama tempatnya bekerja berada di kawasan Gang 2 Jl Basuki Rahmat. Bangunan berukuran 80 m2 merupakan rumah tinggal yang memiliki atap pelana. Tidak hanya dari elemen pintu dan jendela, namun arsitektur kolonial pada rumah ini dapat dilihat pada seluruh elemen bangunan.
Rumah penghulu adalah rumah seorang penghulu pernikahan jaman kolonial, beliau dulu sering menjadi penghulu pernikahan masyarakat sekitar Kampung Heritage Kajoetangan. Rumah ini memiliki arsitektur klasik dan berwarna nuansa coklat kekunging-kuningan, khas nuansa klasik, serta memiliki atap pelana, terdapat jendela besar tepat di depan rumah (Sidyawati et al, 2019).
Sumber: Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sebelum masuk dan melihat bagaimana “Rumah 1870”, Rumah Jengki ini menjadi rumah pembuka. Rumah ini dapat dikatakan sebagai salah satu rumah di Kampung Kajoetangan yang bergaya Jengki hingga 100 persen. Arsitektur Jengki merupakan arsitektur yang berkembang sekitar tahun 1950-an-1960-an dan merupakan arsitektur asli Indonesia yang juga berkembang di desa-desa heritage. Perkembangan arsitektur jengki di kampung pusaka berkembang pada tahun 1950-an yang merupakan masa transisi sebagai bangsa yang baru merdeka (Susanti & Yunisya, 2022).
Arsitektur Jengki terlihat jelas di rumah yang memiliki nomor 976 ini. Rumah Jengki di Kampung Kajoetangan Heritage sebagai kebangkitan ekspresi kebebasan dalam gaya arsitektur, berasal dari Amerika Serikat yang populer dari 1950-an hingga 1960-an (Pramono et al, 2021). Rumah Jengki ini dibangun pada tahun 1960 oleh warga bernama Hendarto dengan ukuran bangunan seluas 160 meter beratap sudut asimetris. Uniknya gaya rumah ini adalah, pagar-pagar yang mengelilingi semuanya terbuat dari kayu bambu. Setelah pemilik pertama, kemudian rumah ini dibeli dan diambil alih oleh pemilik kedua bernama HSM Ali dan pernah direnovasi pada 1968.
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Rumah ini dibangun pada tahun 1870 oleh generasi pertama keluarga Nur Wasil. Bangunan yang berukuran 8 x 11 meter ini memiliki atap perisai, terdapat ukiran kayu yang ditata berbaris sebagai ornamen atap terasnya. Terdapat jendela besar di sisi kanan dan kiri dengan pintu kayu kokoh. Di depan rumah yang juga disebut 1870 House ini terdapat teras kecil yang dipagari oleh tembok. Arsitektur kolonialnya dapat dilihat dari elemen ventilasi, jendela dan pintu. Rumah 1870 merupakan rumah tertua di kampung peninggalan Kajoetangan. Rumah 1870 merupakan bangunan tertua di Kajoetangan dengan gaya indische yang masih digunakan sampai sekarang sebagai rumah penduduk (Pramono et all, 2021).
Karakter arsitektur yang diterapkan menggunakan Arsitektur Hindia Belanda. Adapun fasad Rumah 1870 didominasi oleh garis vertikal dan horizontal yang membentuk geometri dasar, persegi dan segitiga (Khairunnisa & Antariksa, 2022). Rumah ini memiliki desain eksterior bergaya indische, dilengkapi dengan ornamen interior atau perabotan yang masih dipertahankan seperti saat itu. Warna yang digunakan sebagai cat luar dan dalam masih sama, dengan dominasi warna putih dan abu-abu. Pengunjung dapat melihat sejarah rumah dan melihat interiornya dengan seizin pemiliknya. Rumah ini mirip dengan Gubuk Ningrat yang letaknya tidak jauh dari tempatnya, namun keadaan Gubuk Ningrat lebih terjaga.
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Rumah ini dibangun pada tahun 1920-an. Rumah Cerobong yang memiliki uruan bangunan 6 x 12 meter ini awalnya hanya berupa tembok dan bambu. Pada tahun 1967 bangunan ini akhirnya direnovasi, dan dibangun tambahan cerobong asap. Pada zaman itu, orang tua Sri menjual daging dan memasaknya menggunakan kayu sehingga dibuatlah cerobong asap, agar ketika pembakaran asap keluar melewati cerobong. Hingga sekarang cerobong itu masih ada. Arsitektur kolonialnya dapat dilihat pada seluruh elemen bangunan.
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Masjid ini merupakan masjid tertua yang ada di Kampung Kajoetangan. Bangunan masjid Siratul Jannah ini memiliki tiga bangunan yang terpisah. Pada awalnya, masjid yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda ini tidaklah begitu besar. Namun, karena jumlah jamaahnya semakin bertambah banyak dari tahun ke tahun, maka luas bangunan bangunan masjid diperlebar dan ditambah bangunan ke depan.
Sumber: Sumber: Dokumentasi FIS UM
Wisata religi adalah perjalanan keagamaan yang dilakukan untuk memenuhi dahaga spiritual seseorang yang dilakukan ditempat-tempat tertentu. Kegiatan wisata religi menjadi perjalanaan keagamaan yang bertujuan meningkatkan nilai spiritualitas dalam diri seseorang. Salah satu wisata religi di Kampung Kajoetangan adalah keberadaan Makam Mbah Honggo yang di Jl. Basuki Rachmad Gg.4, RW 09. Selain Makam Mbah Honggo, di kampung tersebut juga mempunyai makam Kanjeng Soero Adimerto atau Kyai Ageng Peroet yang merupakan keturunan Prabu Wijaya dari kerajaan Majapahit.
Makam Mbah Honggo berada di tengah-tengah permukiman warga, tepatnya di RT. 01 RW.09 Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Mbah Honggo merupakan warga Kerajaan Mataram dan juga pengikut Pangeran Diponegoro. Mbah Honggo menjadi buronan Belanda, karena membantu perjuangan Pangeran Diponegoro. Mbah Honggo kemudian melarikan diri dan menetap di kawasan Kajoetangan. Mbah Honggo berperan membuka Pasar Talun dan mengubah area yang dulunya merupakan hutan menjadi permukiman di belakang pertokoan Kajoetangan. Hingga akhir hayatnya, keturunan Mbah Honggo dipercaya masih menetap di kawasan tersebut.
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Selain keberadaan Makam Mbah Honggo, salah stau makam yang ada di Kampung Kajoetangan adalah Makan Tandak. Nama “Makam Tandak” ini adalah makam yang memiliki gundukan agak tinggi yang dulunya merupakan bekas panggung yang digunakan untuk menari tandak. Sehingga, ketika Raden Mas Singowiryo yang wafat pada tahun 1893 dan dimakamkan di temapt tersebut, masyarakat menamakannya dengan “Makan Tandak”.
Raden Mas Singowiryo merupakan keturuan dibawahnya Ulama Besar Kandjeng Zakaria II. Makam Raden Mas Singowiryo dimakamkan terpisah dengan makam mbah Honggo sekitar 50 meter. Lokasi yang menjadi tempat Makam Tandak ini dulunya merupakan komplek besar dari para sesepuh keturunan Adipati Malang. Selain itu, lokasi tersebut juga sekaligus sebagai kompleks makam belakang dari Masjid Jami kota Malang.
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Sumber: Dokumentasi FIS UM
Kata wisata kuliner berasal dari bahasa asing yaitu voyages culinaires (Prancis) atau culinary travel (Inggris), artinya perjalanan wisata yang berkaitan dengan masak-memasak. Menurut Asosiasi Pariwisata Kuliner Internasional (International Culinary Tourism Association/ICTA) wisata kuliner merupakan kegiatan makan dan minum yang unik dilakukan oleh setiap pelancong yang berwisata. Wisata kuliner bisa dijadikan ajang efektif untuk meraih peluang mengangkat makanan dan minuman khas daerah ke dunia internasional sebagai salah satu daya tarik pariwisata.
Wisata Kuliner adalah salah satu wisata yang paling dicari oleh para wisatawan. Apalagi di Indonesia menyuguhkan variasi masakan yang sangat banyak dan tentunya enak-enak, seringkali wisatawan pergi ke suatu tempat yang ditanyakan dan dicari duluan adalah masakan khasnya. Kuliner adalah suatu bagian hidup yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari, karena setiap orang memerlukan makanan.
Mulai dari makanan sederhana hingga makanan berkelas tinggi dan mewah. Semua itu, membutuhkan pengolahan yang serba berkualitas dan bergizi. Sebenarnya kuliner merupakan bagian/sub daripada esensi gastronomi. Istilah kuliner sendiri adalah masakan atau dalam bahasa dapur mempunyai sinonim/arti yang sama dengan istilah cuisine.
Dijual di warung Bu Nap (Warung Kuning), tempat makan ini merupakan tempat makanan favorit keluarga yang umumnya datang dari luar kota, warga Kota Malang dan warga Kampung Kajoetangan sendiri. Warung ini menjual beberapa menu, harganya pas sesuai dengan rasanya. Untuk sate ini sendiri berbahan dasar kelapa yang diparut, dan dicampur bumbu dapur lainnya serta tepung kanji, dan ada daging sapi sedikit yang dibalut dengan adonan kelapa. Sate rempah ini dijual dengan harga Rp 3.000 per tusuk.
Sumber: https://cookpad.com/id/resep/6487827-sate-kelaparempah
Sate Komoh merupakan menu paling dicari oleh pembeli. Dijual di warung Bu Nap (Warung Kuning). Sate komoh berbahan dasar Daging Sandung Lamur (daging sapi bagian dada, yang mengandung lemak). Daging tersebut lalu dibumbui dengan bumbu dapur seperti pada umumnya, lalu disiram kuah yang dibuat dari santan, lada, cabai rawit, bawang merah dan putih, kunyit, dan bumbu lainnya.
Sumber: https://www.idntimes.com/food/recipe/fina-wahibatun-nisa-1/resep-sate-komoh-bumbu-rujak
Selain kedua jenis sate yang terkenal enak, ada jiga soto baba yang menjadi menu pilihan lainnya, yaitu soto babat. Soto babat ini juga menjadi salah satu menu yang digemari di warung Bu Nap. Banyak yang mencari karena kuah soto babat ini sangat segar. Soto babat yang dijual berbahan dasar babat sapi sebagai isian sotonya, dan disiram dengan kuah kaldu sapi yang dibuat dengan bumbu soto pada umumnya. Ketika pelanggan memesan soto babat ini, pelanggan bisa menambah lauk sesukanya, baik itu kerupuk, sate, perkedel, mendol, tempe, dan tahu.
Sumber: https://www.rumahmesin.com/resep-soto-babat/
Rawon merupakan jenis makanan berkuah yang mirip dengan soto. Rawon merupakan masakan Indonesia berupa sup daging dengan kuah berwarna hitam dari campuran bumbu khas yaitu kluwek. Menu satu ini juga digemari pembeli di Waeung Kuning Bu Nap. Rawon ini berbahan dasar daging sapi bagian manapun, sebagai isian, dan kuahnya berbahan dasar kluwek yang menjadikan kuah itu hitam, dan bumbu rawon pada dasarnya.
Sumber: https://www.masakapahariini.com/resep/resep-rawon-daging/
Pecel Warung Bu Nap, menu ini juga digemari oleh pembeli. Tempat makan ini merupakan tempat makanan favorit keluarga yang umumnya datang dari luar kota, didalam kota itu sendiri, dan warga desa kajoetangan ini. Di warung ini mereka menjual beberapa menu, harganya pas sesuai dengan rasanya. Dan tentunya membuat perut kenyang. Berbahan dasar sayur seperti kangkung, bayam, kubis, cambah atau tauge, serta kacang pancang yang direbus terlebih dahulu dan ditiriskan, kemudian disiram bumbu pecel yang terbuat dari kacang dan cabai.
Sumber: https://www.kompas.com/food/read/2022/06/09/070600175/resep-nasi-pecel-kawi-khas-malang-lebih-wangi-tambah-kecombrang
Sayur lodeh merupakan jenis masakan yang berkuah santan khas dari Indonesia. Sayur lodeh di warung Gang IV, dijual oleh Ibu Jhon, merupakan makanan favorit masyarakat atau warga yang ada disana. Umumnya yang membeli baik supir angkot, waga kampung, supir travel, dan tukang bejak yang lewat kesana. Sayur lodeh ini berbahan dasar rebung yang dicuci dan direbus terlebih dahulu. Kemudian ada tahu dan tempe dipotong dadu. Dan kuahnya berbahan dasar daun salam gula jawa bawang merah dan putih, kemiri, lada, garam dan lainnya. Bisa tambah lauk baik tempe, telur, ikan dan lainnya.
Sumber: https://www.unileverfoodsolutions.co.id/id/recipe/sayur-lodeh-R0032444.html
Es talun merupakan es legendaris yang ada di Kota Malang dan telah buka sejak tahun 1950. Es campur talun ini banyak direkomendasikan oleh para pecinta kuliner Malang. Es legendaris satu ini berada di Jalan Kawi daerah Kauman tapatnya di Jalan Arif Rahman Hakim Nomor 2 Kota Malang. Seperti es campur pada umumnya, Es Talun ini berisi dawet, pacar cina, cincau serutan es, lalu di atasnya diberikan susu kental manis dan sirup merah. Sirup merah inilah yang membuat rasa Es Talun mempunyai ciri khas berbeda dari yang lain. Rasa sirup merah ini asli bukan dari pemanis buatan, dan dibuat dengan campuran daun pandan sehingga rasa yang dihasilkanpun lebih manis dan wangi.
Sumber: https://indonesiakita.id/2021/04/21/segarnya-es-campur-legendaris-dari-depot-es-talun/
Masyarakat dan pengunjung Kampung Kajoetangan sesekali dapat menikmati sajian Tarian Topeng Malangan yang digelar di area Pasar Talun/ Krempyeng. Aksi tari itu merupakan penampilan para penari dari Kampung Budaya Polowijen. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menambah daya tarik kepada wisatawan yang datang, dengan mengangkat kebudayaan khas Malangan. Selain menampilkan tari topeng, Kampung Kajoetangan juga kerap menyajikan musik zaman dulu dengan alunan musik lawas dan lagu-lagu kolonial Belanda. (Mulyadi et al., 2019)
Sumber: Mulyadi et al., (2019)
Memasuki kawasan Kampung Kajoetangan, tepat di tepi sungai kecil ada sebuah rumah bertuliskan Griya Moeziek 1950-2005. Musik tersebut sering dibawakan oleh Soei Soewiryo dan cukup terkenal di daerah ini. Bahkan banyak musisi hebat masa kini yang dulu pernah berguru musik di sini. Namun meninggalnya Soei Soewiryo juga diiringi dengan meredupnya musik keroncong di Kampung Kajoetangan. Sebab tidak ada lagi penerus yang mau memainkan musik aliran ini. Itulah sebabnya, pihak manajemen Kampung Kajoetangan mengundang musik keroncong dari Malang dalam berbagai kesempatan. Hal ini bertujuan agar warga asli Kajoetangan yang bisa memainkan musik keroncong tergerak hatinya untuk menghidupkan kembali musik itu. Terlebih musik keroncong ini berkaitan erat dengan nuansa heritage. Musik keroncong rutin ada di kawasan ini setiap satu bulan sekali serta di saat event. (Mulyadi et al., 2019)
Sumber: Mulyadi et al., (2019)