Apa itu bank soal dan seberapa penting pendidik mempunyai bank soal?
Bank Soal dapat didefinisikan sebagai sekumpulan dari butirbutir tes yang diorganisasikan dan dikatalogan untuk mencapai jumlah tertentu berdasarkan isi dan juga karakteristik butir. Karakteristik butir ini meliputi tingkat kesulitan, reliabilitas, validitas dan lain-lain.
Ide pengembangan bank soal terkait dengan kebutuhan merakit tes lebih mudah, cepat dan efisien. Selain itu juga adanya tuntutan kualitas butir soal dalam setiap tes. Dengan adanya bank soal, kualitas butir-butir soal penyusun tes dapat dijamin kualitasnya.
Kegiatan pengembangan bank soal dimulai dengan penulisan kisi-kisi, penulisan soal, telaah (analisis kualitatif), ujicoba, analisis kuantitatif, dan kalibrasi soal. Soal-soal yang terbukti bermutu secara kualitatif dan kuantitatif dikumpulkan dan disimpan dalam bank soal.
Tahapan pengembangan bank soal meliputi:
Penyusunan kisi-kisi
Kisi-kisi digunakan sebagai pedoman bagi penulis soal agar diperoleh soal yang sesuai dengan tujuan.
Penulisan soal
Soal ditulis oleh beberapa penulis soal berdasarkan kisi-kisi. Soal-soal yang dihasilkan merupakan soal-soal mentah.
Review dan Revisi (Telaah dan Perbaikan)
Review adalah menelaah soal mentah secara kualitatif berdasarkan kaidah penulisan soal oleh penelaah soal. Hasil review soal diklasifikasikan menjadi soal baik, soal kurang baik, dan soal ditolak. Soal baik langsung diterima, soal kurang baik perlu diperbaiki sehingga diperoleh soal yang baik, dan soal yang ditolak dikembalikan ke penulis.
Perakitan soal
Soal-soal baik selanjutnya dirakit menjadi beberapa paket soal untuk diujicobakan. Pada saat perakitan, dimasukkan beberapa soal yang berfungsi sebagai soal linking antarpaket. Soal-soal linking tersebut diambil dari bank soal yang telah memiliki karakteristik soal.
Ujicoba soal
Paket-paket soal diujicobakan kepada peserta didik yang sedang menempuh jenjang pendidikan yang sesuai dengan jenjang pendidikan pada tes tersebut. Misalnya, soal-soal Bahasa Indonesia kelas VIII diujikan kepada peserta didik kelas VIII di akhir tahun pelajaran atau kepada peserta didik kelas IX di awal tahun pelajaran. Peserta didik dalam menjawab soal-soal tes tersebut harus serius seolah-olah ujian yang sebenarnya walaupun pada ujicoba ini yang akan dilihat adalah kualitas soalnya bukan kompetensi peserta didik. Ujicoba soal digunakan untuk mengumpulkan data empirik tentang soal berupa jawaban-jawaban peserta didik terhadap soal.
Analisis kuantitatif
Data empirik dari hasil ujicoba dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan program analisis, baik klasik maupun modern. Program analisis secara klasik menggunakan iteman. Hasil iteman meliputi daya beda, tingkat kesukaran, penyebaran option, dan cek kunci. Selanjutnya, soal-soal tersebut dianalisis menggunakan teori tes modern (Item Response Theory). Program yang dapat digunakan antara lain Bigsteps, Winsteps, Quest, Conquestuest, RUMM. Dengan menggunakan analisis teori tes modern dapat diperoleh informasi kesesuaian soal dengan model (fit terhadap model), disamping tingkat kesukaran soal.
Seleksi soal
Berdasarkan hasil analisis soal, soal-soal dikelompokkan menjadi soal baik, soal perlu revisi, dan soal ditolak. Berdasarkan teori tes klasik soal-soal baik adalah soal yang memiliki daya beda tinggi, ditunjukkan dengan korelasi point biserial di atas 0,2 dan semua distraktor berfungsi. Berdasarkan teori tes modern, soal yang baik adalah soal yang sesuai (fit) dengan model, ditunjukan oleh statistik fit, seperti infit atau outfit. Soal-soal baik dimasukkan ke dalam bank soal. Soal dengan daya beda rendah dan terdapat distraktor yang tidak berfungsi perlu direvisi. Soal yang tidak mempunyai daya beda dan sebagian distraktor tidak berfungsi ditolak.
Kisi-kisi adalah suatu format berbentuk matriks berisi informasi yang dapat dijadikan pedoman untuk menulis atau merakit soal. Kisi-kisi disusun berdasarkan tujuan penggunaan tes. Penyusunan kisi-kisi merupakan langkah penting yang harus dilakukan sebelum penulisan soal. Bila beberapa penulis soal menggunakan satu kisi-kisi, akan dihasilkan soal-soal yang relatif sama (paralel) dari tingkat kedalaman dan cakupan materi yang ditanyakan.
Kisi-kisi tes prestasi akademik harus memenuhi persyaratan berikut:
1) Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan.
2) Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami.
3) Indikator soal harus jelas dan dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan.
Komponen-komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi-kisi disesuaikan dengan tujuan tes. Komponen kisi-kisi terdiri atas komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas diletakkan di atas komponen matriks. Komponen identitas meliputi jenis/jenjang sekolah, program studi/jurusan, mata pelajaran, tahun ajaran, kurikulum yang diacu, alokasi waktu, jumlah soal, dan bentuk soal. Komponen-komponen matriks berisi kompetensi dasar yang diambil dari kurikulum, kelas dan semester, materi, indikator, level kognitif, dan nomor soal.
Langkah-langkah menyusun kisi-kisi:
menentukan KD yang akan diukur;
memilih materi yang esensial;
merumuskan indikator yang mengacu pada KD dengan memperhatikan materi dan level kognitif.
Kriteria pemilihan materi yang esensial:
Lanjutan/pendalaman dari satu materi yang sudah dipelajari sebelumnya.
Penting harus dikuasai peserta didik.
Sering diperlukan untuk mempelajari mata pelajaran lain.
Berkesinambungan pada semua jenjang kelas.
Memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator dijadikan acuan dalam membuat soal. Di dalam indikator tergambar level kognitif yang harus dicapai dalam KD. Kriteria perumusan indikator:
Memuat ciri-ciri KD yang akan diukur.
Memuat kata kerja operasional yang dapat diukur (satu kata kerja operasional untuk soal pilihan ganda, satu atau lebih dari satu kata kerja operasional untuk soal uraian).
Berkaitan dengan materi/konsep yang dipilih.
Dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan.
Komponen-komponen indikator soal yang perlu diperhatikan adalah subjek, perilaku yang akan diukur, dan kondisi/konteks/stimulus.
Level kognitif merupakan tingkat kemampuan peserta didik secara individual maupun kelompok yang dapat dijabarkan dalam tiga level kognitif.
Level 1 menunjukkan tingkat kemampuan yang rendah yang meliputi pengetahuan dan pemahaman (knowing).
Level 2 menunjukkan tingkat kemampuan yang lebih tinggi yang meliputi penerapan (applying).
Level 3 menunjukkan tingkat kemampuan tinggi yang meliputi penalaran (reasoning). Pada level 3 ini termasuk tingkat kognitif analisis, sintesis, dan evaluasi.
Memperlihatkan ingatan dan pemahaman dasar terhadap materi pelajaran dan dapat membuat generalisasi yang sederhana.
Memperlihatkan tingkatan dasar dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran, paling tidak dengan satu cara.
Memperlihatkan pemahaman dasar terhadap grafik-grafik, label-label, dan materi visual lainnya.
Mengkomunikasikan fakta-fakta dasar dengan menggunakan terminologi yang sederhana.
Memperlihatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap materi pelajaran dan dapat mengaplikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam konteks tertentu.
Menginterpretasi dan menganalisis informasi dan data.
Memecahkan masalah-masalah rutin dalam pelajaran.
Menginterpretasi grafik-grafik, tabel-tabel, dan materi visual lainnya.
Mengkomunikasikan dengan jelas dan terorganisir penggunaan terminologi.
Memperlihatkan pengetahuan dan pemahaman yang luas terhadap materi pelajaran dan dapat menerapkan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam situasi yang familiar, maupun dengan cara yang berbeda.
Menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi gagasan-gagasan dan informasi yang faktual.
Menjelaskan hubungan konseptual dan informasi yang faktual.
Menginterpretasi dan menjelaskan gagasan-gagasan yang kompleks dalam pelajaran.
Mengekspresikan gagasan-gagasan nyata dan akurat dengan menggunakan terminologi yang benar.
Memecahkan masalah dengan berbagai cara dan melibatkan banyak variabel.
Mendemonstrasikan pemikiran-pemikiran yang original.
Tes tertulis merupakan kumpulan soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu harus merespon dalam bentuk tulisan, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain, seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar. Soal-soal pada tes tertulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu soal dengan memilih jawaban yang sudah disediakan (bentuk soal pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan) dan soal dengan memberikan jawaban secara tertulis (bentuk soal isian, jawaban singkat, dan uraian). Dalam penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dari segi materi, konstruksi, dan bahasa.
Beberapa keunggulan dari bentuk soal PG adalah:
Dapat diskor dengan mudah, cepat, dan memiliki objektivitas yang tinggi;
Dapat mengukur berbagai tingkatan kognitif;
Mencakup ruang lingkup materi yang luas;
Tepat digunakan untuk ujian berskala besar yang hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian nasional, ujian akhir sekolah, dan ujian seleksi pegawai negeri.
Beberapa keterbatasan dari bentuk soal PG adalah:
Perlu waktu lama untuk menyusun soalnya;
Sulit membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi;
Terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban
Soal PG merupakan bentuk soal yang jawabannya dapat dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban (option) yang telah disediakan. Setiap soal PG terdiri atas pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban merupakan jawaban benar atau paling benar, sedangkan pengecoh merupakan jawaban tidak benar, tetapi peserta didik yang tidak menguasai materi mungkinkan memilih pengecoh tersebut.
Dalam menulis soal bentuk PG, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
Materi
Soal harus sesuai dengan indikator.
Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
Konstruksi
Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
Panjang rumusan pilihan jawaban harus relative sama.
Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas salah” atau “Semua pilihan jawabandi atas benar”.
Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologisnya.
Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Bahasa
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
Setiap pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.
Hal-hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal:
Soal tidak boleh menyinggung suku, agama, ras, antargolongan (SARA).
Soal tidak boleh bermuatan politik, pornografi, promosi produk komersil (iklan) atau instansi (nama sekolah, nama wilayah), kekerasan, dan bentuk lainnya yang dapat menimbulkan efek negatif atau hal-hal yang dapat menguntungkan atau merugikan kelompok tertentu.
Soal harus sesuai dengan indikator soal dalam kisi-kisi. Artinya, soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator soal.
Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan ‘’Semua pilihan jawaban di atas salah’’ atau ‘’Semua pilihan jawaban di atas benar’’.
Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologinya.
Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
Butir soal tidak boleh bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
Setiap pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya. Jawabannya dikemukakan dalam bentuk uraian tertulis.
Berdasarkan penskorannya soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif.
Soal bentuk uraian objektif adalah rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif.
Soal bentuk uraian non objektif adalah rumusan soal yang menuntut sehimpunan jawaban berupa pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskorannya dapat mengandung unsur subjektivitas).
Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada kepastian penskorannya.Pada soal uraian bentuk objektif, pedoman penskorannya berisi kunci jawaban yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara jelas dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif, pedoman penskorannya berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskor dalam bentuk rentang skor.
Keunggulan dan keterbatasan soal bentuk uraian:
Keunggulan Dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat peserta didik sendiri.
Keterbatasan Jumlah materi atau pokok bahasan yang dapat ditanyakan relatif terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban cukup lama, penskorannya relatif subjektif, dan tingkat reliabilitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes.
Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut:
Materi
Soal harus sesuai dengan indikator.
Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas.
Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran, misalnya soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya.
Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. Tingkat kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkatan peserta didik, misalnya kompetensi pada jenjang SMP tidak boleh ditanyakan pada jenjang SD, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat SD tidak boleh ditanyakan pada jenjang SMP.
Konstruksi
Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga kata-kata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.
Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
Buatlah pedoman penskoran segera setelah soalnya ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskorannya, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan.
Hal-hal lain yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.
Bahasa
Rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.
Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu.
Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya.
Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat.