Kawasan Benteng Keraton adalah sebuah kawasan bersejarah yang memiliki berbagai peninggalan sejarah yang saling terkait satu sama lainya. Dimulai dengan Benteng Keraton sebagai benteng pertahanan yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton III yang bernama Lang Sangaji Yang bergelar Sultan Kaimuddin yang merupakan Sultan Buton Ketiga (1591-1598). Benteng Keraton pada akhir tahun 2006 Museum Rekor Indonesia (MURI) mencatat benteng ini sebagai benteng terluas di Indonesia dengan luas 22 ha dan 12 pintu gerbang (lawa) serta 16 buah bastion (baluara). Kemudian pada tahun 2009 benteng keraton Buton ditetapkan sebagai benteng terluas di dunia.

Jangkar ini sebelumnya berada diluar benteng keraton. Tidak jelas sejak kapan jangkar ini diangkat masuk kedalam Benteng Keraton. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat. Jangkar ini berasal dari Kapal VOC yang karam disekitar Pulau Muna.

Batu ini selalu menampung dan berair sekalipun di musim kemarau, tetapi bila orang tidak beruntung dan tidak diperkenankannya maka cawannya tidak berair sekalipun dimusim hujan. Bhatu Wolio ini dikenal juga dengan Batu Yi Gandangi karena untuk melanggengkan SD-Air yang dikandungnya melalui dengan penabuhan gendang dan tari galangi/mangaru pada hari–hari sakral tertentu, seperti menghadapi pelantikan Raja/ Sultan, malam 1 (satu) Bulan Ramadhan (Tembaana Bula), malam Idul Fitri, Malam Idul Adha, dan lain-lain

Baruga biasa disebut “Galampa Syara” atau “Balai Musyawarah”. Tempat ini digunakan untuk pertemuan maupun pesta- pesta adat yang dilakukan oleh masyarakat Benteng Keraton maupun Pemerintah Kota Baubau.

Masjid Quba Baadia Kuba dalam bahasa Buton artinya kolam. Kolam ini terletak di depan mesjid yang berfungsi sebagai tempat mengambil air wudhu. Mesjid dan kolam ini didirikan di masa pemerintahan Sultan Muhammad Idrus pada tahun 1826 Masehi. Di mesjid ini tidak terdapat bedug sebagaimana mesjid pada umumnya, karena mengikuti mesjid yang ada di Madinah. Letaknya kurang lebih satu kilometer dari Benteng Keraton yaitu di Kelurahan Baadia