Dari Tropis ke Dingin: Apa Kata Ilmu Kimia tentang Sulawesi yang Sejuk?
Dari Tropis ke Dingin: Apa Kata Ilmu Kimia tentang Sulawesi yang Sejuk?
Dipublikasikan pada 24 Juli 2025
Sulawesi berada di wilayah tropis, seringkali dikenal memiliki udara yang sejuk terutama di dataran tinggi seperti Tana Toraja, Malino, dan lembah-lembah pegunungan. Kondisi ini makin terasa saat musim kemarau di pertengahan tahun, khususnya di bulan Juli. Berikut pembahasan ilmiah, penjelasan kimiawi, dan dampak sehari-harinya.
Dibulan Juli menjadi puncak musim kemarau di Sulawesi. Ciri khasnya adalah langit cerah, curah hujan sangat rendah, dan kelembapan malam lebih tinggi di beberapa wilayah. Pada bulan ini, suhu malam hari bisa turun drastis, terutama di dataran tinggi. Contohnya di Makale suhu malam bisa mencapai 17°C, sedangkan daerah pesisir mungkin tetap di atas 23–24°C.
Suhu rata-rata di Sulawesi pada Juli umumnya berkisar 25–32°C di siang hari, lebih “sejuk” dibanding bulan-bulan basah yang cenderung lebih lembap dan terasa gerah. Dari pengamatan cuaca, malam/subuh terasa lebih dingin karena radiasi panas bumi lebih cepat dilepas ke atmosfer akibat langit cerah dan minimnya tutupan awan.
Penyebab cuaca dingin mendadak di Sulawesi, terutama pada bulan Juli saat musim kemarau, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Musim kemarau di Sulawesi ditandai dengan langit cerah tanpa awan yang memungkinkan panas dari permukaan bumi mudah terlepas ke atmosfer melalui radiasi, sehingga suhu malam hari turun drastis. Dominasi Angin Monsun Australia membawa massa udara kering dan relatif lebih dingin dari arah selatan, yang menurunkan kelembapan udara dan suhu. Rendahnya kelembapan juga mempercepat pelepasan panas karena tidak ada 'selimut alami' seperti awan atau uap air yang menahan panas di malam hari. Selain itu, tekanan udara yang lebih rendah di dataran tinggi membuat suhu di kawasan tersebut terasa lebih dingin. Fenomena ini dikenal sebagai "bediding," yaitu kondisi udara dingin yang biasanya terjadi di wilayah pegunungan dan dataran tinggi pada malam hingga pagi hari selama musim kemarau.
BMKG menegaskan bahwa fenomena ini bukan disebabkan oleh Aphelion (jarak Bumi terjauh dari Matahari), melainkan lebih dipengaruhi oleh kondisi atmosfer lokal seperti pola angin, kelembapan, dan tutupan awan.
Bagaimana ilmu kimia menjelaskan fenomena cuaca dingin di Sulawesi, terutama saat Juli?
a. Proses Kimia Udara dan Air
Kondensasi dan Evaporasi: Uap air (H₂O) yang mengalami kondensasi saat suhu turun di malam hari merupakan proses endotermik — artinya, proses ini menyerap panas dari lingkungan sehingga suhu sekitar ikut turun.
Reaksi endotermik di tanah dan air: Air tanah yang keluar ke permukaan (artesis) dapat mengalami reaksi pelindian dengan mineral batuan, menghasilkan ion-ion seperti Cl⁻, SO₄²⁻, HCO₃⁻, dan SiO₂. Sebagian besar reaksi ini menyerap panas (bersifat endotermik), sehingga lingkungan terasa lebih sejuk.
Minimnya aerosol polutan di udara pegunungan: Berbeda dari wilayah perkotaan, di dataran tinggi Sulawesi, udara relatif bersih dari gas seperti SO₂, NOₓ, dan partikulat. Hal ini membuat panas bumi lebih mudah terlepas ke atmosfer tanpa terjebak efek rumah kaca lokal
b. Fisika Atmosfer
Semakin tinggi tempat, semakin rendah tekanan dan semakin tipis udara, sehingga panas tubuh manusia hilang lebih cepat, membuat suhu terasa lebih dingin meski secara absolut suhu tidak terlalu rendah.
Laju perubahan suhu harian (Diurnal Temperature Range, DTR): Di wilayah tropis, perubahan suhu siang-malam yang tajam bisa langsung dirasakan karena udara kering mempercepat proses pelepasan panas
Apa Dampak Cuaca Dingin terhadap Kehidupan Sehari-hari?
a. Dampak Positif
Pertanian: Suhu dingin mendukung budidaya tanaman dataran tinggi yang membutuhkan suhu lebih rendah, seperti kopi, sayuran, stroberi, dan hortikultura lainnya.
Kesehatan lingkungan: Udara lebih bersih dan rendah polutan meningkatkan kualitas hidup.
Keanekaragaman hayati: Muncul mikro-zona iklim yang mendorong diversitas flora dan fauna lokal.
b. Dampak Negatif
Bahaya embun beku: Di malam yang sangat dingin, ada risiko embun beku lokal yang bisa merusak tanaman sensitif.
Gangguan siklus biologis: Beberapa hama tropis sulit berkembang; perubahan ini dapat mengganggu rantai makanan atau pertumbuhan tanaman tertentu.
Penurunan aktivitas mikroba tanah: Proses dekomposisi bahan organik dan siklus nitrogen menjadi lebih lambat, yang bisa memperlambat penyuburan tanah.
Efek pada manusia: Masyarakat yang tidak terbiasa suhu dingin lebih berisiko mengalami masalah kesehatan ringan seperti masuk angin, apalagi jika tidak memakai pakaian hangat di malam hari