Dipublikasikan pada 27 November 2025
Banjir tidak hanya merusak lingkungan fisik, tetapi juga mengubah kualitas air dan tanah karena membawa sedimen, sampah dan berbagai polutan. perubahan ini dapat menimbulkan resiko kesehatan dan menurunkan kondisi lingkungan.
Apa Itu Curah Hujan?
Curah hujan merupakan salah satu parameter meteorologi utama yang berperan dalam menentukan potensi terjadinya banjir. Menurut berbagai penelitian hidrometeorologi, curah hujan dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara dinamika atmosfer, kondisi permukaan bumi, serta perubahan iklim regional.
Hasil penelitian klimatologi di wilayah tropis juga mengungkapkan bahwa pola hujan ekstrem sering terjadi akibat penguatan sistem konveksi pada lapisan troposfer. Pada periode November, beberapa wilayah Indonesia mengalami peningkatan aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) dan pengaruh monsun Asia yang mendorong terbentuknya awan-awan konvektif berskala besar.
Selain itu, fenomena seperti La Niña diketahui memperbesar peluang curah hujan ekstrem. Beberapa penelitian meteorologi mencatat bahwa pada fase La Niña, aliran massa udara lembap ke wilayah meningkat sehingga hujan lebat lebih sering terjadi. Faktor topografi lokal seperti pegunungan juga memperkuat curah hujan melalui efek orografis, yaitu pengangkatan massa udara ketika melewati dataran tinggi sehingga kondensasi terjadi lebih cepat.
Faktor-faktor Penyebab Banjir:
Banjir di kawasan perkotaan sering dipicu oleh penyumbatan saluran drainase akibat penumpukan sampah. Penelitian hidrologi menunjukkan bahwa penurunan kapasitas drainase secara signifikan meningkatkan risiko genangan meskipun intensitas hujan tidak ekstrem. (Noguchi et al., 2016)
Alih fungsi lahan dari vegetasi ke permukiman mengurangi kemampuan tanah dalam menyerap air. Sehingga, urbanisasi menurunkan infiltrasi dan meningkatkan limpasan permukaan (runoff) (Zhang et al., 2010)
Sedimentasi sungai akibat erosi menyebabkan penurunan kapasitas aliran. Hal ini memperbesar kemungkinan air meluap saat debit meningkat, terutama di musim hujan. (Bappenas, 2022)
Kombinasi antara curah hujan tinggi dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung menyebabkan wilayah semakin rentan terhadap banjir. Fenomena meteorologi seperti MJO dan monsun memperparah dampak tersebut (Hidayat & Kizu, 2010; Aldrian & Susanto, 2003)
Perubahan Kualitas Air Saat Terjadi Banjir
Kualitas air cenderung menurun secara signifikan saat banjir terjadi. Air banjir membawa partikel sedimen, sampah, serta limbah domestik dan industri yang menyebabkan peningkatan kekeruhan, warna dan total padatan terlarut (TDS). Sehingga banjir dapat mempercepat perpindahan senyawa organik dan anorganik ke dalam aliran air dan menyebabkan nilai BOD dan COD meningkat tajam dan mengindikasikan beban pencemar yang lebih tinggi. Selain itu, banjir sering memindahkan polutan dari area tercemar ke badan air terdekat menyebabkan kualitas air sungai dan drainase memburuk setelah kejadian banjir berlangsung.
Kandungan-kandungan Zat dalam Air Banjir:
Air banjir dapat mengandung logam berat seperti Pb, Cd dan Hg yang terlepas dari tanah atau aktivitas industri. Peningkatan konsentrasi logam berat selama dan setelah banjir, terutama di daerah perkotaan (Zhang et al., 2010)
Limbah rumah tangga dan industri menyumbang detergen, fosfat, minyak dan senyawa organik kompleks ke dalam air banjir, sehingga meningkatkan potensi toksisitas (Noguchi et al., 2016)
Proses limpasan juga membawa ion-ion seperti nitrat, nitrit dan amonia, yang berasal dari aktivitas pertanian maupun limbah domestik. Sehingga menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa nitrogen meningkat signifikan saat banjir (Lestari & Bain, 2021)
Kandungan mikrobiologis seperti bakteri E. coli dan patogen lain juga meningkat, terkait dengan masuknya air limbah dan sampah ke dalam aliran banjir (BNPB, 2023)
Parameter Analisis Air Banjir dan Upaya dalam Penaganannya:
Analisis kualitas air banjir umumnya mencakup pengukuran pH, TDS, DO, BOD, COD, serta konsentrasi ion seperti nitrat, nitrit, dan amonia. Parameter tersebut digunakan untuk menilai tingkat pencemaran dan potensi risiko kesehatan. Selain itu, keberadaan logam berat seperti Pb, Cd, dan Hg juga sering diuji karena dapat meningkat selama banjir. Berdasarkan hasil analisis tersebut, berbagai metode penanganan dapat diterapkan, yaitu sebagai berikut:
Koagulasi–Flokulasi
Penambahan koagulan (misalnya tawas atau PAC) untuk menggumpalkan partikel kecil, sehingga kotoran dapat mengendap.
Adsorpsi menggunakan Karbon Aktif
Menyerap senyawa organik, bau, warna, dan bahan kimia berbahaya pada air.
Filtrasi (Penyaringan)
Menghilangkan padatan tersuspensi dan sedimen dengan pasir, kerikil, atau membran.
Disinfeksi (Klorin atau Ozon)
Mengurangi bakteri patogen, termasuk E. coli dan mikroorganisme penyebab penyakit.
Pengelolaan Sampah dan Drainase
Mengurangi sumber pencemar agar limbah tidak masuk ke aliran air saat banjir.
Restorasi Lahan dan Penambahan Ruang Resapan
Mengembalikan area hijau untuk menurunkan limpasan air dan mengurangi beban pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA:
Hidayat, R., & Kizu, S. (2010). Influence of the Madden–Julian Oscillation on rainfall variability in Indonesia. Journal of the Meteorological Society of Japan, 88(4), 569–582.
Noguchi, H., et al. (2016). Urban flood risk assessment in Southeast Asia: Changes in land use and hydrological impacts. Hydrology and Earth System Sciences, 20(3), 1269–1283.
Bappenas. (2022). Kajian Risiko Banjir di Indonesia. Kementerian PPN/Bappenas
Zhang, Q., Xu, C-Y., & Tao, H. (2010). Decreasing effects of urbanization on runoff response of a medium-sized watershed. Journal of Hydrology, 372, 1–8.
Lestari, P., & Bain, C. (2021). Rainfall extremes and hydrometeorological hazards in Southeast Asia: A review. Weather and Climate Extremes, 33, 100346.