Apa Itu Family Wellbeing

Memiliki sebuah keluarga yang utuh, harmonis dan bahagia merupakan keinginan setiap orang, baik suami istri maupun anak. Namun dalam perjalan proses kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan setiap orang.


Keluarga adalah organisasi sosial yang paling dasar dalam sendi kehidupan bermasyarakat, organisasi kecil ini berfungsi sebagai unit yang menghasilkan generasi masa depan dengan cinta dan kasih sayang, agar tercipta suatu keadaan yang harmonis dalam hubungan keluarga, terpenuhi kebutuhan jasmani dan rohani setiap anggota keluarga tanpa mengalami hambatan yang serius dan keluarga menjadi kuat dalam megatasi masalah-masalah keluarga secara bersama, sehingga terciptalah kesejahteraan dalam keluarga, demikian menurut Soejipto (1992). Beberapa pegertian lain tentang kesejahteraan keluarga, kesejahteraan keluarga merupakan kesatuan hubungan baik antara ayah, ibu dan anak yang diartikan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antara anggota keluarga. Kemampuan keluarga untuk memenuhi fungsi dasar yang telah disepakati dan akan dijalankan bersama (Robertson, Jeremy 2010).


Kesejahteraan keluarga merupakan pondasi dari kesehatan mental individu. Kesejahteraan yang rendah dalam keluarga dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan mental individu maupun keberfungsian keluarga tersebut. Tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah akan memberikan dampak negatif pada anak, seperti tingginya risiko putus sekolah, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, keterlibatan pada kriminalitas, kurangnya empati, dan kegagalan dalam menjalin relasi interpersonal dan terpaparnya anak dengan perilaku negatif seperti agresivitas ( Primasti & Wrastari, 2012).


Kualitas hubungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial yang berdampak pada kehidupan individu di dalam atau diluar lingkungan keluarga, pengaruh tersebut dapat melalui psikososial, perilaku dan jalur fisiologis, sebagai contoh; strees di dunia kerja yang disebabkan oleh buruknya hubungan keluarga yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan dalam keluarga dan terbawa ke dalam dunia kerja hingga memicu stress. Perilaku menyimpang pada remaja di sekolah, setelah ditelusuri teryata tidak menemukan tempat untuk menumpahkan perasaan di rumah, hingga pelampiasan tersebut terjadi di sekolah atau tempat lain. Mereka yang mendapat dukungan psikologis dari anggota keluarga dengan sentuhan kasih sayang dapat meningkatkan pengaruh positif, optimisme dan harga diri serta mendapat informasi untuk berperilaku lebih sehat.


Hasil penelitian oleh Dhara & Jogsan (2013) terhadap anak-anak dari keluarga yang broken home menyatakan terdapat penilaian diri sebagai korban dan memiliki persepsi tidak akan mencapai kebahagiaan. Anak yang hidup dalam konflik keluarga yang tak kunjung usai akan banyak memiliki ketakutan berlebihan, tidak terlibat dalam interaksi, menjadi penutup, mengalami gangguan emosi, dan lebih sensitif. Sebaliknya kesejahteraan keluarga yang tinggi akan memberikan dampak kesehatan psikologis yang baik bagi anggota keluarga seperti tidak mengalami depresi atau problem psikologis lainnya, kepuasaan perkawinan, memiliki gairah atau semangat dalam hidup dan fungsi yang optimal pada individu, self esteem yang tinggi, mampu tumbuh dan berkembang dengan lebih optimal.


Pyschological well-being (PWB) atau Kesejahteraan psikologis lahir dari dalam teori psikologi positif yang dicetuskan oleh Ryff pada tahun 1989. Konsep kesejahteraan psikologis tumbuh berdasarkan pandang eudaimonic dari bahasa Yunani yang diungkapkan oleh Aristoteles dalam bukunya Nichomacean Ethics bahwa hal yang paling tinggi dari semua pencapaian yang terbaik oleh manusia ialah “eudaimonic” atau “kebahagiaan”(Ryff ,2014).


Konsep well-being secara umum menjelaskan bahwa well-being (kesejahteraan) tercapai jika terpenuhinya semua kebutuhan manusia dari kebutuhan dasar sampai kebutuhan aktualisasi diri dan tercapainya kebebasan emosional dan optimalnya sumber daya manusia yang ada (Clarke, 2005).


Keluarga sejahtera didefinisikan dalam Pasal 1 Ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992. Bunyinya adalah sebagai berikut. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara anggota dan antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.


Para ahli juga berpendapat bahwa kesejahteraan psikologis merupakan konsep multi dimensional yang mengandung unsur “fungsi’ dan pemenuhan “kebutuhan”, yang di dalamnya tergabung berbagai tipe kesejahteraan, seperti fisik, sosial, ekonomi, dan psikologis (Wollny, Apps dan Henricson,2010)


Fungsi utama dari keluarga adalah menjadi tempat bagi perkembangan dan pemeliharaan anggota keluarga dalam hal biologis, psikologis dan sosial. Bila fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik, keluarga tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya untuk mendukung kesejahteraan dan tumbuh kembang anak. Keluarga yang sejahtera akan menunjukkan kondisi kesehatan yang baik kepuasaan hidup yang tinggi, dan emosi positif yang dominan, kepuasaan perkawinan, serta fungsi keseharian individu yang optimal (Lamb, 2012).


Orang tua yang melakukan perawatan atau pengasuhan dengan baik memiliki dampak yang positif terhadap kesejahteraan psikologis anak. Karena pola asuh yang baik akan mampu memahami dan berkomunikasi dengan baik, orangtua juga diharapkan mampu memberikan cinta tanpa syarat dan pemenuhan kebutuhan yang baik agar remaja dapat tumbuh secara baik (Fauziah,2019).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga secara umum terbagi atas tiga faktor pengaruh yaitu:

Faktor ini menjelaskan bahwa permasalahan emosional orangtua, parental burden, ekspektasi ibu pada anak, serta penerimaan orangtua terhadap kondisi anak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Selain itu, modalitas pada anak, seperti usia anak dan temperamen anak yang negatif merupakan penyebab meningkatnya distres pengasuhan dan rendahnya penerimaan pada anak.

Dalam hal ini komunikasi dalam keluarga penting untuk mentransmisi budaya, nilai-nilai, dan membentuk identitas individu dan kelompok. Keluarga juga merupakan tempat dimana anak mendapatkan pengalaman hidup melalui pengasuhan sehingga bisa tertanam nilai-nilai moral.

Faktor eksternal yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga yaitu, perubahan status sosial ekonomi, keterlibatan pihak lain, antara lain kakek nenek, tekanan pekerjaan pada ibu, serta budaya kolektif yang dianut keluarga (Dewi & Ginanjar, 2019).


Pentingnya untuk terus berupaya meningkatkan kesejahteraan dalam keluarga. Keluarga yang sejahtera memiliki fungsi yang optimal sehingga keluarga tersebut dapat mengakomodasi adanya kebutuhan dasar dan coping (menyelesaikan masalah) anggotanya, mengelola emosi dengan baik, selalu menciptakan suasana yang positif dan harmoni, serta mampu melakukan penyesuaian terhadap tuntutan diri dan lingkungan.

Referensi :