Potensi Wisata

Taman Makam Pahlawan Surya Chandra Anjir Serpat Barat

Anjir Serapat mempunyai icon kebanggaan yaitu sebuah makam pahlawan yang diberi nama Makam Pahlawan Surya Chandra yang berada di Anjir Serapat km 10 Desa Anjir Serapat Barat, Kecamatan Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. 

Makam Pahlawan Surya Chandra pertama kali dipugar oleh Gubernur Kalimantan Tengah Bapak WA Gara dengan datang langsung ke Anjir Serapat untuk meletakkan batu pertama pemugaran makam pahlawan tersebut dan dalam prasastinya terpampang jelas nama dan tanda tangan Gubernur Kalimatan Tengah Bapak WA. Gara  tertanggal 23 Desember 1981 .Beliau datang ke Anjir Serapat setelah dua minggu menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah dan ada yang menyebut beliau juga ikut dalam pertempuran di Anjir Serapat tersebut.

Makam pahlawan ini menjadi penanda dan bukti bahwa Warga Anjir Serapat turut menentang dan melawan penjajah. Sebagai spirit warga Anjir Serapat agar meneguhkan dan terus mengobarkan semangat perjuangan kemerdekaan dengan selogan NKRI harga mati serta mengisi pembangunan dengan sebaik mungkin sehingga tidak membuat malu pejuang kemerdekaan yang telah gugur.

Makam Pahlawan Surya Chandra Anjir Serapat ini berada sekitar 35 km dari Banjarmasin dan sekitar 160 km dari Palangka Raya. Di makam ini telah disemayamkan pejuang dari Anjir Serapat yang gugur saat serangan Belanda 17 Desember 1945 masing-masing bernama Idris atau Diris dan H. Amberi.

Ketika Kemerdekaan diraih Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945 maka segenap rakyat Indonesia menyambut dengan gembira suasana kemerdekaan tersebut. Maka Bung Tomo memerintahkan anggota tentaranya dari Surabaya untuk mengadakan perlawanan di berbagai daerah di tanah air terhadap penjajah Belanda. 

Berbagai daerah di tanah air itu, termasuk kawasan pesisir Kalteng. Disamping itu untuk mengabarkan, bahwa bendera Indonesia adalah dwi warna Sang Merah Putih. Selain itu, mengabarkan bahwa negeri kita tercinta ini bukan lagi negara jajahan Belanda atau Jepang. Tapi sudah merdeka dan mempunyai Presiden sendiri yaitu Presiden Soekarno.

Untuk menyampaikan ke berbagai pelosok daerah di tanah air, salah satu utusan Bung Tomo untuk pergi ke Kalimantan adalah Djaderie dan kawan-kawan. Djaderie dkk menggunakan perahu layar dari Surabaya  dan tiga hari berlayar masuklah mereka ke Sungai Mentaya -- Sampit, ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, dengan tujuan melawan penjajah yang ada di Asrama Tatas Banjarmasin (kini Komplek Masjid Raya Sabilal Muhtadin).

Ketika mereka melayari sungai Mentaya sampai ke kota Sampit tidak terjadi pertempuran. Sebab tujuan utama mereka adalah menghancurkan Asrama Tatas Banjarmasin, namun sejumlah pemuda dari Sampit dan Samuda Kotim, ikut membawa perahunya masing-masing mengikuti rombongan Djaderie dkk untuk melanjutkan perjalanan menuju Banjarmasin.

Sesampai di Bahaur  (Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau) Kalteng, mereka mendapat tambahan pejuang untuk ikut bersama berjuang ke Banjarmasin. Ketika sampai di Kuala Kapuas (ibu kota Kabupaten Kapuas) perahu mereka tidak bertambat dan mereka tetap melanjutkan mendayung perahu ke Anjir Serapat karena mereka melihat serdadu Belanda berjaga- jaga.

Sampainya di km 10 Anjir Serapat menjelang subuh hari Jumat 14 Desember 1945. Di tempat itu mereka mempir ke rumah kepala desa bernama H Abubakar Bannang, dan di tempat itu pula terjadi interaksi bagaikan gayung bersambut. Pasalnya kepala desa itu sudah punya pasukan mantan tentara Jepang yang dilatih baik di Banjarmasin dan Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) maupun dan dari berbagai daerah lain.

Mereka pun bersepakat Sabtu 15 Desember 1945 mengikuti rombongan utusan Bung Tomo dari Surabaya itu menuju Banjarmasin untuk melumpuhkan tentara musuh di Asrama Tatas Banjarmasin dengan pertempuran, terlebih mereka akan merampas gudang senjata musuh tersebut.

Kesepakatan bersama antara rombongan utusan Bung Tomo, pejuang dari Sampit dan Samuda serta Bahaur ditambah para pejuang dari Anjir Serapat yang banyak jumlahnya, menetapkan dinihari Minggu 16 Desember 1945 bersepakat pula dengan pejuang dari Kalsel yaitu Amuntai, Kandangan, Barabai, Martapura, Marabahan, Kotabaru, Pelaihari dan berbagai daerah lain untuk melakukan serangan.

Namun sangat disayangkan pada jam 22.00 malam 15 Desember 1945 gudang senjata telah dikosongkan oleh tentara / serdadu musuh.Oleh karena gelagat pertempuran sudah tercium oleh pasukan musuh. Sebab mereka melihat garak-gerik pejuang yang berbeda dengan hari-hari lain. Mereka mengetahui  banyak pemuda tak dikenal mundar-mandir di sekitar Asrama Tatas itu.

Sebelum jam yang ditentukan untuk menggempur tangsi (markas) musuh itu di Asrama Tatas Banjarmasin tersebut, maka sampailah bocoran bahwa gudang senjata yang diintai sudah dikosongkan, maka pemberontakan jam 02.00 dinihari 16 Desember 1945 ditangguhkan. Karenanya rencana penyerangan untuk merebut senjata itu gagal.

Mata-mata musuh ternyata sudah mencium rencana penyerangan, sebab ada pejuang yang tertangkap dan mengungkap bahwa pusat perlawanan rakyat itu ada di Anjir Serapat. Kemudian Senin 17 Desember 1945 tentara KNIL/Belanda berangkat untuk menyerang Anjir Serapat dengan tujuan membumi hanguskan para Pejuang yang ada di Anjir Serapat.

Tepatnya pukul 10.30 pagi, saat Pasar Senin sedang berlangsung dan perahu yang cukup banyak serta terusan Anjir Serapat masih sempit kala itu, tentara KNIL membidik pemuda yang mendapat tugas mengamankan bendera Merah Putih yang telah mereka naikkan sejak Jumat dinihari 14 Desember 1945.

Pertempuran Anjir Serapat sekitar pukul 10.30 hingga 12.30 itu, dipihak tentara musuh ada tertembak yang dibrondong dengan timah panas dari perahu. Namun kurban tentara musuh itu segera dimasukkan ke ruang perawatan di kapal. Tentara musuh itupun naik pitam karena baru sampai di Anjir Serapat anggota mereka sudah ada yang tertembak. Oleh karena itu, mereka (tentara KNIL) langsung menembaki orang-orang di sekitar tiang bendera Merah Putih. Maka korban pertama di pihak tentara pejuang RI adalah Idris dengan nama kecilnya Diris sebagai syuhada dalam pertempuran tersebut.

Sementara para pejuang cuma dengan senjata seadanya.  Penduduk yang menjadi pengunjung pasar Senin ketika itu berlarian mencari perlindungan. Setelah para pedagang pasar meninggalkan dagangannya, maka tentara musuh menggeladah dari rumah ke rumah penduduk, untuk mencari siapa penentang mereka. Tapi tidak mereka temukan. Karena para pejuang dengan barisan yang kuat berada pada tempat yang mereka siapkan.

Namun sejumlah tentara musuh yang berasal dari Asrama Tatas Banjmarmasin itu, tidak berani mendekat ke lokasi itu, karena mereka penuh kehati-hatian kalau-kalau datang serangan pejuang secara mendadak. Sebab mereka tahu bahwa di Anjir Serapat sangat banyak penentang penjajah. Dan kerap kali di terusan ini terjadi perintang kapal penjajah.

Pengeledahan dari rumah ke rumah dilakukan oleh tentara penjajah dan mereka bertemu dengan rumah Haji Mastur. Serdadu musuh mengetahui di rumah itu ada pejuang. Tembakan senjatapun mereka muntahkan ke berbagai tempat termasuk ke dinding dan daun pintu dimana H. Amberi berlindung.

Pintu mereka gedor, dan H Amberi mengarahkan senjata laras pendeknya ke arah serdadu KNIL. Namun apa hendak di kata, timah panas dari musuh lebih dahulu menembus dada kiri dan kanannya. Haji Amberi pun tersungkur dengan bersimbah darah sampai tetesan darah yang paling akhir di rumah ayahnya sendiri.

Para pejuang tetap berusaha memancing pasukan KNIL agar masuk ke arah ke perkebunan karet yang telah mereka rencanakan. Tapi serdadu musuh tidak mau terpancing. Mereka mundur dan masuk ke kapal hingga meneruskan perjalanannya ke Kuala Kapuas, ibu kota Kabupaten Kapuas, Kalteng.

Setiap tahun peringatan HUT RI tanggal 17 Agustus pemarintah Kecamatan Kapuas Timur melakukan upacara ziarah ke makam pahlawan Surya Chandra tersebut. Bahkan pada momen lainnya pemerintah Kabupaten Kapuas melakukan anjang sana ke rumah juang yang kebetulan satu kompleks dengan makam pahlawan Surya Chandra tersebut dan memberikan bingkisan kepada akhli waris.

Melihat kondisi Makam Pahlawan Surya Chandra tersebut tentu masih sangat memerlukan sentuhan agar kelayakan makam pahlawan tersebut dapat diperhatikan. Sementara ini perawatan makam pahlawan ini hanya bersifat swadaya dan insidentil berupa pengecatan dan pembersihan baik yang dilakukan oleh pihak Kecamatan melalui Panitia HUT RI Kecamatan atau dari ahli waris. Sebab yang bertanggungjawab atas makam pahlawan ini masih belum jelas. 

Pihak Pemerintah Kabupaten Kapuas belum punya hak karena belum ada penyerahan dari pihak ahli waris dan dari pihak ahli waris juga tidak ada membuat lembaga yang berbadan hukum sebagai penanggungjawab makam pahlawan ini. Apabila tidak diserahkan kepada Pemerintah maka ahli waris seyogiyanya dapat mendirikan berupa Yayasan. Apabila ini jelas statusnya tentu kita berharap agar bisa di pugar dan kelihatan kelayakan sebagai makam pahlawan tersebut.

Disamping itu rumah juang yang menjadi saksi bisu gugurnya syuhada H. Amberi juga harus dipertahankan agar tetap ada dan lestari sebagai situs dan icon yang menjadi kebanggan masyarakat Anjir Serapat khususnya dan Kabupaten Kapuas pada umumnya.


Penulis adalah :

Warga Anjir Serapat, Praktisi Pendidikan, Pengamat Sosial, Politik dan Pembangunan Daerah.