3.Objek Kajian
Adapun objek kajian Ilmu Hadis Riwâyah adalah diri Nabi saw, baik dari segi perkataan, perbuatan maupun persetujuan dan bahkan sifat-sifat beliau yang diriwayatkan secara teliti dan hatihati tanpa membicarakan shahih atau tidaknya. Jadi fokus pembahasan dari Ilmu Hadis Riwâyah adalah matn hadis, karena perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat-sifat Rasul saw adanya pada matan. Namun, matan tidak mungkin muncul dengan sendirinya tanpa adanya sanad. Jika ada redaksi matan tanpa disertai sanad bukan dinamakan hadis, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian, perkembagan Ilmu Hadis Riwâyah tidak bisa lepas dari Ilmu Hadis Dirâyah. Karena tujuan Ilmu Hadis Riwâyah adalah untuk mempelajari cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi SAW, maka fokus kajiannya ialah hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya yang meliputi:
1. Cara periwayatannya, yakni bagaimana cara penerimaan dan penyampaian hadis dari seorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain.
2. Cara pemeliharaan, yakni penghafalan, penulisan, dan pembukuan hadis. Ilmu ini tidak membicarakan kualitas sanad, sifat rawi, dan cacat yang terdapat pada matan dan lainnya. Menurut al-Suyuthi, dalam menyampaikan dan membukukan hadisý hanya disebut apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan tentang syaz (kejanggalan) dan ‘illa (kecacatan) matan hadisý, serta ilmu ini tidak pula membahas kualitas para perawi, keadilan, kedhabitan, atau kefasikannya.
Tujuan Ilmu Hadis Riwâyah adalah untuk memelihara hadis Nabi SAW dari kesalahan dalam proses periwayatan atau dalam hal penulisan dan pembukuannya. Ilmu ini juga bertujuan agar umat Islam menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal darinya dan mengamalkannya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah alAhzâb: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”.
Disisi lain, Ilmu Hadis Dirâyah adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadis, sifat-sifat rawi dan sebagainya. Oleh karena itu, yang menjadi objek kajian Ilmu Hadis Dirâyah adalah rawi, marwi (matan) dan sanad hadis dengan segala persoalan yang terkandung di dalamnya yang turut mempengaruhi kualitas hadis tersebut. Kajian terhadap masalah-masalah yang bersangkutan dengan sanad disebut naqd as-sanad (kritik sanad) atau kritik ekstern. Disebut demikian karena yang dibahas oleh ilmu tersebut adalah akurasi (kebenaran) jalur periwayatan, mulai dari sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menulis dan membukukan hadis tersebut. Sementara kajian yang menyangkut matan disebut naqd al-matn atau kritik intern.Disebut demikian karena yang dibahasnya adalah materi hadis itu sendiri, yakni perkataan, perbuatan atau ketetapan Rasulullah SAW.
Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa objek kajian Ilmu Hadis Dirâyah meliputi tiga hal pokok, yaitu; sanad, rawi dan marwi/ matan. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan menetapkan tentang maqbûl (dapat diterima) dan mardûd (tertolaknya) hadis Nabi SAW.
Dengan demikian, Ilmu Hadis Dirâyah fokusnya pada pengetahuan (dirâyah) hadis dari segi keadaan sanad dan matan, periwayatan, yang meriwayatkan, dan yang diriwayatkan, apakah sudah memenuhi persyaratan sebagai hadis yang diterima atau ditolak, shahih dari Rasul saw atau dha’if. Sementara Ilmu Hadis Riwâyah fokusnya hanya mempelajari periwayatan (riwâyah) segala perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi saw tanpa mengkaji shahih dan tidaknya suatu hadis, baik yang disandarkan kepada Nabi saw (marfû’) atau disandarkan kepada sahabat (mauqûf) dan atau yang disandarkan kepada tabi’in (maqthû’) tujuannya untuk mengingat-ingat dan memelihara hadis Nabi saw sebagai sumber hukum Islam.
Sekalipun berbeda, akan tetapi Ilmu Hadis Dirâyah tidak bisa dipisahkan dengan Ilmu Hadis Riwâyah. Hubungan antara Ilmu Hadis Dirâyah dengan Ilmu Hadis Riwâyah terikat oleh satu sistem yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya (syaiân mutalâziman). Sama halnya dengan hubungan antara ilmu tafsir dengan tafsir, ushul fiqh dengan fiqh dan seterusnya. Artinya, Ilmu Hadis Dirâyah berstatus sebagai input, sedangkan Ilmu Hadis Riwâyah sebagai output-nya. Lahirnya Ilmu Hadis Riwâyah tidak lepas dari peran Ilmu Hadis Dirâyah baik secara implisit maupun eksplisit. Oleh karena itu, tidak ada faedahnya Ilmu Hadis Riwâyah saja, tanpa disertai Ilmu Hadis Dirâyah.