Islam melarang umatnya melakukan gosip karena menghancurkan hubungan yang sudah terbangun kokoh. Perilaku gosip dapat berubah menjadi fitnah dan hoaks jika kabar itu tidak benar dan berubah lagi menjadi adu domba yang menghancurkan hubungan manusia. Di samping menghancurkan keharmonisan hubungan, perilaku gosip akan memberikan beberapa dampak negatif lainnya, yaitu
a. Mendapat dosa yang lebih berat dari zina
Dengan melakukan gosip, seseorang telah berbuat zalim kepada orang lain. Orang-orang yang melakukan gosip tidak akan dimaafkan sebelum mereka meminta maaf kepada orang yang dibicarakan. Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Hati-hatilah kamu dari ghibah, karena sesungguhnya ghibah itu lebih berat daripada berzina. Mereka berkata, “Bagaimanakah bisa ghibah lebih berat daripada zina? Rasulullah menjawab, "Sesungguhnya orang yang berzina bila bertaubat maka Allah akan mengampuninya, sedangkan orang yang ghibah tidak akan diampuni dosanya oleh Allah, sebelum orang yang dighibahi memaafkannya”. (HR Thabarani)
b. Merendahkan derajat manusia
Dengan gosip, kabar tentang orang lain akan terdengar ke publik. Hal itu membuat rahasia dan aib orang lain menjadi bahan tertawaan orang banyak. Panggilan yang buruk pun akan disematkan pada orang yang terbongkar rahasia dan aibnya. Martabat orang yang digosipkan pun akan jatuh. Allah Swt. berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Hujurāt [49]: 11)
Batas dikatakan gosip atau ghibah adalah membicarakan sesuatu yang terdapat pada orang lain yang tidak akan menyukai pembicaraan tentangnya. Pembicaraan itu misalnya
a. Pembicaraan yang berkenaan dengan kekurangan tubuhnya, misalnya
menyebutkan bahwa orang itu penglihatannya rabun, kepalanya juling, kepalanya botak atau sifat-sifat lain yang sekiranya tidak disukai untuk dibicarakan
b. Pembicaraan yang berkenaan dengan keturunan, misalnya menyebutkan ayahnya bahwa seorang yang fasik, seorang yang struktur sosialnya rendah atau sebutan- sebutan lainnya yang tidak disukai jika dibicarakan.
c. Pembicaraan yang berkenaan dengan akhlak, misalnya menyebutkan orang itu kikir, congkak, sombong, atau sifat lain yang tidak disukai jika dibicarakan.
d. Pembicaraan yang berkenaan dengan masalah agama, misalnya menyebutkan bahwa orang itu pencuri, pendusta, peminum alkohol atau sebutan-sebutan lain yang tidak suka dibicarakan.
e. Pembicaraan yang berkenaan dengan urusan dunia, misalnya menyebutkan bahwa orang itu berbudi pekerti rendah, menganggap remeh orang lain, tidak pernah menganggap hak orang lain pada dirinya, dan sebutan-sebuatan lain yang tidak disukai jika dibicarakan.
Untuk menghindari perilaku gosip, Imam Ghazali membagi dua cara yaitu secara garis besar dan secara terperinci. Adapun secara garis besar, kita harus menanamkan keyakinan bahwa gosip yang dilakukan akan menghadapi murka Allah, gosip akan menghapus segala kebaikannya di akhirat, penggosip ialah menyerupai orang yang memakan bangkai dan memahami bahwa lebih baik diam daripada berkata buruk. Secara terperinci adalah dengan memperhatikan sesuatu yang mendorong seseorang melakukan gosip. Beberapa cara terperinci adalah dengan terapi perkataan yang baik contohnya mengatakan “Aku bukan orang yang suka membicarakan orang lain. Perbuatan itu tidak bermanfaat. Allah tidak suka dengan orang-orang yang berbuat seperti itu”; dengan berada di lingkungan yang bersih dari gosip.