10 September 2022
Minggu yang melelahkan namun mencerahkan, 30 Agustus 2022 adalah awal perjalanan pembelajaran hingga saya menulis jurnal ini pada tanggal 10 September 2022, atau tepatnya 11 hari perjalanan mengawali kegiatan sebagai Calon Guru Penggerak Angkatan 6. Minggu ini rasanya otak saya sedang di reset, tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran melalai Refleksi filosofi pendidikan nasional - Ki Hajar Dewantara, melalui tahap demi tahap pembelajaran tersebut, perlahan mengubah cara pandang saya terhadap pendidikan dan pengajaran yang saya lakukan selama ini , ternyata pendidikan tidak melulu apa yang ada di dalam buku, tidak melulu apa yang keluar dari lisan dan pikiran saya sebagai guru. 11 hari pertama perjalanan ini memang tidak mudah, harus bisa benar-benar memenejemen waktu, sehingga tidak berbentur dengan aktivitas pembelajaran di kelas, kegiatan sosial, dan pembelajaran baik di LMS maupun tatap maya, untungnya semua itu dapat diatasi melalui komunikasi yang baik, baik dengan diri saya sendiri untuk dapat melakukan pengaturan waktu, pihak sekolah khususnya teman sejawat dan kepala sekolah, serta komunikasi aktif baik kepada fasilitator (Ibu enah saenah) dan pengajar praktik (Bapak Syahrullah) melalui grop yang telah disediakan.
Selama kegiatan pendalaman modul 1.1 terkait Refleksi filosofi pendidikan nasional - Ki Hajar Dewantara saya merasa sangat bersemangat, terlebih dalam menggali setiap pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan dan pengajaran yang saya lakukan di kelas maupun di sekolah tempat saya mengabdi, dimana hal tersebut memberikan infomasi baru bagi saya akan hal-hal yang harus saya lakukan dalam kegiatan di kelas atau sekolah. Informasi tersebut berupa penerapan pembelajaran dengan menggunakan prinsip among, dimana dalam kaitan pemikiran Ki Hajar Dewantara kita harus mampu menerapkan filosofi pendidikan "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" , Pembelajaran yang disesuaikan dengan "Kodrat Alam dan Kodrat Zaman" serta "Pendidikan yang menghamba pada anak" dimana hal itu mengajarkan pada saya menganai suatu tataan paradigma baru bagi saya, bahwa apa yang telah saya lakukan selama ini sebagai guru harus mulai diperbaiki dengan mengapdosi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran yang sata lakukan.
Berbekal apa yang telah saya pelajari tentang filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya menyakini dalam diri saya bahwa pendidikan dan pembelajaran yang akan saya lakukan di kelas atau sekolah ditempat saya mengabdi, akan lebih mampu menggali kemampuan siswa, karena akan berupaya menerapkan pembelajaran yang menyenangkan (menghamba pada anak) dan pembelajaran yang didasarkan atas kodrat alam dan kodrat alam sesuai dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Setelah saya menyadari hal yang menjadi kekuarangan saya melalui proses menelaah pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya harus mulai memperbanyak peningkatan kompetensi dalam hal penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, pembelajaran interaktif, dan mulai untuk menerapkan berbagai gaya model dalam pembelajaran yang saya lakukan sehingga mampu mengupgrade kemampuan saya dalam pengajaran di kelas serta mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa saya.
Selalu mendapatkan hal baru, apa yang saya pelajari pada modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak adalah suatu hal yang membuat Saya terkejut, karena tanpa Saya sadari, dalam diri Saya sebagai guru memiliki nilai dan peran yang mungkin tidak pernah Saya identifikasi sebelumnya, seperti Mandiri, Inovatif. Berpihak Pada Murid, Koloboratif serta reflektif, sedangkan perannya adalah menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong koloborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, serta menggerakan komunitas praktisi. Ketika Saya mempelajarinya, hanya beberapa nilai dan peran saja yang baru melekat dalam diri Saya sebagai guru.
Olehkarena itu, berbekal dengan pengalaman yang telah Saya peroleh tersebut, Saya mencoba mengkontruksi nilai dan peran guru penggerak tersebut kedalam sendi-sendi kegiatan Saya sebagai guru yang sangat berbeda dengan apa yang saya alami atau rasakan ketika belum memahami nilai dan peran guru tersebut, dimana saya selalu berfikir bahwa guru adalah sumber dari segala sumber, murid mememiliki kemampuan yang sama, tidak peduli dengan orang lain yang tidak mau bergerak, dan jarang mengikuti komunitas praktisi.
Perbandingan pemhaman sebelum dan sesudah yang Saya alami setelah mempelajari nilai dan peran guru penggerak adalah Saya mampu mendapatkan pemahaman mengenai aplikasi kegiatan dari nilai dan peran guru penggerak tersebut dalam kegiatan sesuangguhnya di lapangan (kegiatan Saya sebagai guru), sehingga kedepan saya harus memiliki suatu niatan untuk lebih aktif dalam kegiatan pengembangan diri, mengikuti organisasi profesi, menginovasi media belajar dan kegiatan pembelajaran di kelas, menggunakan metode/model pembelajaran sehingga menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid, selalu berkoloborasi dengan teman sejawat dan murid serta selalu mencoba melakukan refleksi dalam kegiatan yang saya lakukan.
Itulah sepenggeal cerita yang saya dapatkan setelah mempelajari modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak, terimakasi atas pembelajaranya yang sangat bermanfaat ini dan terimakasi atas sentuhan pengalamanya, terimakasih.
Toboali, 24 September 2022
8 Oktober 2022
Tak terasa sudah hampir 3 minggu menimba ilmu di kegiatan calon guru penggerak angkatan 6, rasanya semakin jauh semakin lelah, namun juga semakin memahami makna menjadi guru yang sebenarnya.
Yang saya pahami tentang guru dahulu adalah melengkapi administrasi, mengajar, menilai, mengevaluasi dan menjalankan rutinitas dari senin-jum'at datang dari rumah, kesekolah, dan pulang kembali kerumah.
Rutinitas itulah yang setiap hari saya jalani sebagai guru, namun setelah mempelajari modul pada setiap aktifitas kegiatan calon guru penggerak ini, tidak terasa rutinitas harian tersebut mulai terusik, rasanya ada yang hiang dalam diri saya sebagai guru yang perlahan-lahan menemukan semangatnya.
Pada modu 1.3 yang baru Saya pelajari ini, saya meiliki semangat kembali, bahwa individu guru juga memiiki sebuah visi yang meekat di dalam dirinya, visi itulah yang bisa saya sebut sebagai mesin penggerak, karena dengan memahai visi tersebut, Saya mampu kembali memiliki semangat, impian, dan harapan akan jadi seperti apa individu murid yang datang ke sekolah dan belajar kelak di hari nanti.
Visi tersebut kemudian seakan menggerakan aktifitas saya di kelas, dimana belajar penuh dengan kebermaknaan terlebih dengan adanya prakarsa perubahan dan inquiri apresiatif dalam lingkup BAGJA yang telah saya pelajari, membuat semakin bersemangat karena saya menyakini apa yang kita lakukan hari ini di kelas akan menjadi perubahan besar bagi murid di masa yang akan datang.
Terlebih hal tersebut dikuatkan dengan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila yang juga telah dipelajari, dimana guru tidak boleh grasak grusuk dalam merancang suatu kegiatan, namun harus menyemai nilai-nilai dari profil pelajar pancasila (mandiri, kreatif, berbineka global, gotong-royong, bernalar kritis, dan beriman bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia).
Terimakasi atas ilmu yang berharga di modul 1.3 tentang Visi Guru Penggerak, terimakasih
22 Oktober 2022
Kepada diri sendiri, sepertinya hari-hari selama mengikuti program guru penggerak angkatan enam ini, diri ini merasa terus diingatkan akan hal-hal yang hilang dari diri saya sebagai guru, bagaimana tidak di modul 1.4 yang berkaitan dengan budaya positif tersebut, mengingatkan kita tentang pentingnya seorang guru dalam memosisikan diri sebagai seorang yang benar-benar pendidik.
Selama ini jika ada hal-hal yang salah pada diri murid, saya selalu memosisikan diri saya sebagai seorang hakim, pemberi solusi, dan pemberi hukuman bagi murid yang melanggar aturan baik di dalam kelas maupun di sekolah. Tak jarang sering meminta murid berkeliling lapangan, pust up, atau menuliskan kembali materi yang dipelajari. Seperti guru yang memahami dunia dari diri saya tanpa menanyakan kebutuhan dan hal apa yang murid sedang ingin butuhkan dan hadapi.
Namun, pemikiran tersebut mulai tergerus setelah saya mempelajari budaya positif di modul 1.4. Dimana saya mendapat pelajaran tentang beberapa materi yang menarik seperti, posisi kontrol guru, segitiga restitusi, dan pemahaman tentang pendisiplinan dan konsekuensi. terlebih pada materi posisi kontrol dan segitiga restitusi.
Kedua materi tersebut memberi semangat baru bagi diri saya untuk lebih memahami murid untuk mampu membangkitkan unsur keyakinan intrinsik (dari dalam) murid sehingga murid mampu mencapai kesadaran yang sebenarnya dalam dirinya berdaarkan keyakinan yang dimilikinya.
Pembelajaran posisi kontrol juga memberikan pemahaman kepada saya untuk mampu menjadi guru yang mampu memosisikan diri sebagai menejer, sehingga dapat menempatkan diri ketika murid mendapatkan masalah baik di lingkungan kelas maupun sekolah sehingga mampu menuntun murid untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya sesuai dengan keyakinan yang mereka percayai.
Terimakasi atas ilmu yang bermanfat ini, semangat menunggu materi selanjutnya...
13 November 2022
Hampir 2 bulan berkutat dengan LMS, tugas yang sangat melelahkan namun selalu mengandung kejutan, selama ini saya berfikir apa yang telah saya lakukan dalam pembelajaran yang saya lakukan sudah yang terbaik, menetapka tujuan, merencanakan terlebih dahulu menggunakan RPP, memilih model dan penilaian yang tepat tapi lagi-lagi menurut saya, sehingga walaupun murid telah melakukan semua kegiatan yang saya rencanakan serasa masih ada yang kurang, ternyata hal tersebut terjawab dalam kegiatan pembelajaran pada materi modul 2.1 ini yaitu pembelajaran yang memenuhi kebutuhan murid bukan guru, sekali lagi bukan guru, karena selama ini yang saya rasa adalah memenuhi kebutuhan guru.
Melalui modul 2.1, saya memahami bahwa semua murid dalam satu kelas tidak memiliki kebutuhan dan minat yang sama oleh karena itu perlu pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu dalam modul ini saya merasa diingatkan dalam pembelajaran haruslah mampu mengakomodir kegiatan pembelajaran yang berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi dapat diartikan sebagai pembelajaran yang memenuhi kebutuhan belajar murid, hal itu dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memetakan kebutuhan murid yang terkait 1) kesiapan belajar murid, 2) minat murid dan profil murid dimana hal itu digunakan untuk merancang proses pembelajaran untuk mengakomodir kemampuan murid.
Selain itu dalam pembelajaran berdiferensiasi juga menekankan pada suatu strategi yang sangat inklusif yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk sehingga mampu mengakomodir kemampuan murid terkait materi yang dibahas dengan menyesuaikan sesuai dengan minat dan keinginan murid tanpa melenceng dari capain belajar yang ingin dicapai.
Selain kedua hal itu, Pembelajaran berdiferensiasi juga melakukan penilaian bukan hanya berorientasi pada hasil, namun mampu melihat semua proses pembelajaran menjadi bagian dari rangkaian penilaian yang dimulai dari asessment for learning, asessment as learning, dan asessment of learning,sehingga dari penilaian itu mampu menggambarkan seluruh proses dari pembelajaran tersebut.
Luar biasa, semoga saya bosa menerapkan materi ini dalam kegiatan belajar saya.
Terimakasih
Minggu, 27 November 2022
Sebelum saya mempelajari modul ini, saya berfikir bahwa pembelajaran sosial dan Emosional (PSE) adalah sebuah kegiatan tersendiri dengan pengajar utama aalah guru Bimbingan Konseling (BK) sehingga saya sebagai guru mata pelajaran berfokus pada materi yang saya ajarkan tanpa mengidentifikasi fakor-faktor sosial dan emosional murid secara spesifik sehingga saya berfokus pada pencapaian tujuan pembelajaran yang saya ingin capai bersama murid dalam mempelajari suatu materi.
Namun setelah mempelajari pembelajaran sosial dan Emosional (PSE) pembelajaran tersebut adalah salah satu pembelajaran yang bersifat fleksibel dan dapat diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pembentukan iklim dan budaya positif di sekolah serta pembelajaran yang dilakukan secara ekplisit (tidak langsung) dengan aktifitas yang dilakukan secara rutin atau berupa protokol/peraturan, sehingga dari hal tersebut saya mencoba mempertegas kegiatan pebelajaran saya di kelas dengan mempraktekan kegiatan yang berkaitan dengan 1) kesadaran diri, 2) manajemen diri, 3) ketrampilan berelasi, 4) pengambilan keputusan yang bertanggungjawab, dan 5) kesadaran sosial.
Saya juga belajar terkait hal yang berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being) sehingga saya melakukan : pertama, meakukan penerapan teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, dan Proceed) dengan cara PSE berbasis Mindfulness, identifikasi perasaan baik secara lisan maupun tulis dalam bentuk jurnal diri, membuat puisi aktrostik, membuat kolase diri, memriksa perasaan diri, atau menuliskan ucapan terima kasih dalam aktifitas pembelajaran yang akan saya lakukan, Kedua: Mengintegrasikan lima komponen PSE yaitu Kesadaran Diri (Self Awareness), Pengelolaan Diri (Self Management), Kesadaran Sosial (Social Awareness), Kemampuan Berinteraksi Sosial (Relationship Skills), Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making) kedalam RPP yang akan kita buat, Ketiga: Mendorong suatu kegiatan disiplin positif sekolah dengan mengedepankan aktifitas penguatan PSE yang dilakukan secara rutin, terintegrasi dalam pembelajaran, dan atau protokol yang dilakukan baik oleh PTK (Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dan murid di sekolah tempat kita berada.
Berkaitan dengan hal di atas tersebut maka perubahan yang akan saya terapkan di kelas dan sekolah:
a. Bagi Murid: Saya akan merancang suatu proses pembelajaran yang didalamnya mengintegrasikan nilai-nilai PSE yaitu Kesadaran Diri (Self Awareness), Pengelolaan Diri (Self Management), Kesadaran Sosial (Social Awareness), Kemampuan Berinteraksi Sosial (Relationship Skills), Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making) dalam aktifitas pembelajaran yang saya lakukan sehingga murid mampu menangkap dan merasakan secara langsung aktifitas yang belajar yang menguatkan kemampuan nilai PSE tersebut.
b. Bagi teman sejawat : berkoloborasi bersama dengan teman sejawat dalam implementasi disiplin positif yang akan menguatkan kegiatan PSE dalam iklim saling meghormati antar teman sejawat dan dituangkan dalam sebuah protokol dan dilakuka secara rutin di sekolah.
Terimaksih atas pembelajarannya
Kamis, 15 Desember 2022
Alhamdulilah sudah dua minggu ini saya mempelajari hal baru dari program guru penggerak yang masih sangat antusias saya ikuti. sebelum mempelajari modul 2.3 ini saya beranggapan bahwa apa yang menjadi masalah pada diri kita, Saya membutuhkan orang lain untuk memberikan saran dan masukan atas apa yang menjadi masalah saya untuk mendapatkan solusi.
Namun setelah mempelajari materi 2.3 terkait dengan materi coacing dalam rangka supervisi akademik saya memahami bahwa, solusi atas masalah yang saya alami haruslah digali dari dalam diri saya sendiri dengan menempatkan seorang mitra yang berperan sebagai coach dengan paradigma berfikir coacing.
Paradigma berfikir coacing tersebut memberikan pemahaman bahwa kita harus meletakan peran kita dengan :
Fokus pada Coachee
Bersikap terbuka dan ingin tau
Memiliki kesadaran diri yang kuat
Mampu melihat peuang baru dan masa depan.
Selain hal tersebut kita sebagai coach, juga harus memegang prinsip untuk terus mampu menjadi mitra yang mampu meberdayakan dan mengoptimalakan coachee dengan menghadirkan diri kita secara penuh dalam kegiatan coacing, lebih banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan berbobot sehingga mampu menggali potensi coachee dalam suatu proses coacing.
bahkan untuk meneguhkan coacing yang kita lakukan pada coachee kita juga harus menggunakan alur TIRTA dimana kita menggali potensi dan ide dari coachee dengan langkah awal menetapkan tujuan terkait yang akan kita bahas dalam coacing, melakukan identifikasi, membuat rencana aksi, dan meneguhkan tanggung jawab terkait hal-hal yang telah coachee ungkapan unuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
Terimakasi atas pengalaman yang diberikan dan ilmu yang dibagikan semoga saya bisa mengaplikasikan kegiatan coacing ini dalam kegiatan keseharian saya sebagai pendidik.
4 Februari 2023
Memulai kembali pembelajaran guru penggerak, tepatnya 1 februari 2022, rasanya masih ingin istirahat namun waktu meminta untuk memulai.
Alhamdulilah, dengan semangat baru saya memulai modul 3.1 ini dengan belajar tentang "Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin".
Awalnya ketika membaca judul tersebut, saya berfikir bahwa mengambil keputusan ini ya mengambil keputusan saja, biasanya saya mendasarkan pada keinginan atau kecendrungan saya akan sesuatu baik itu di dalam pekerjaan maupun pengambilan keputusan terkait masalah yang terjadi dalam pembelajaran.
Saya seringnya mengacu pada yang kira-kira saya inginkan saya tekankan harus menjadi sebuah keputusan, tanpa melihat dampak yang terjadi kebelakangnya.
Nah dengan belajar pada modul ini saya belajar beberaha hal utamanya seni dalam mengambil suatu keputusan. pertama saya belajar tentang etika, etika merupakan suatu hal yang harus kita pahami sebelum kita mampu mengambil sebuah keputusan, karena dengan etika kita bisa menggali nilai-nilai universal yang ada sehingga kita bisa lebih dewasa dan terarah dalam setiap pengambilan keputusan.
kedua, setelah kita memahami bagaimana pentingnya etika dalam pengambilan keputusan selanjutnya adalah bagaimana kita mampu untuk menjangkau untuk apa dan siapa keputusan itu dilakukan dimana keputusan itu harus memuat 1) berpihak pada murid, 2) berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan 3) bertanggung jawab.
kemudian setelah kita memahami keputusan itu untuk siapa maka kita juga harus belajar tentang bagaimana dan seperti apa keputusan harus dibuat dalam hal ini dikenal dengan paradigma dilema etika yaitu 1) Individu lawan kelompok (individual vs community) 2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) 3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).
Setelah memahami bagaimana kita mengontruksi pengambilan keputusan selanjutnya adalah untuk apa keputusan dibuat, maka hal itu merujuk pada prinsip pengambilan keputusan dimana keputusan diambil untuk 1) Melakukan, demi kebaikan orang banyak, 2, Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri Anda dan 3, Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda.
Setelah kita memahami etika, bagaimana keputusan dibuat, untuk apa siapa keputusan dibuat kita harus terlebih dahulu menguji keputusan yang akan kita buat dengan 1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, 2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, 3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, 4) Pengujian benar atau salah, 5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar, 6) Melakukan Prinsip Resolusi, 7) Investigasi Opsi Trilema, 8) buat keputusan, 9) lihat lagi keputusan dan refleksikan.
Nah dengan urutan dalam pengambilan keputusan yang dipaparkan tersebut, saya mulai belajar dan memahami bahwa setiap keputusan tidaklah diambil dalam waktu singkat atau tanpa proses pengkajian sekali, bahkan saya hanya sering berdasarkan apa ingin saya, apa dalam pikiran saya, tanpa melihat bagaimana dampak dan efek dari keputusan tersebut.
Terimakasih, melalui modul ini saya mulai belajar bagaimana mengambil keputusan yang baik dan bagaimana cara melihat suatu hal dalam bentuk rekrontuksi keputusan yang akan berdampak pada hal lainnya.
terimakasih
Selamat malam, Minggu 19 Februari 2022
Apa yang selama ini saya lakukan mungkin tidak mencerminakan seseorang yang berbasis pada apa yang ada di lingkungan sekitar kita.
selalu terpaku kepada buku dan buku.
baca materi ini halaman ini atau terfokus pada sekolah, belajar harus ini yang dipuya sekolah ini, sedang diluar sana masih banyak hal yang bisa kita lakukan untuk pembelajaran yang menyenangkan.
Oleh karena itu saya layak berterimakasi karena belajar modul 3.2 tentang pemimpin dalam pengelolaan pembelajaran.
Sebagai seorang pemimpin pembeljaran kita harus berfikir berbasis pada aset dan potensi yang dimiliki sekolah kita.
aset itu bukan hanya buku, namun lebih kepada bagaimana kita memahami ekosostem yang ada di sekolah, ada ekositem biotik (hidup) dan abiotik (benda mati).
Ekosistem itu harus kita pahami secara benar dan tepat, sehingga kita bisa memaksimalkan apa yang ada sebagai pemimpin pembelajaran.
Terlebih saya belajar di sekolah ada beberapa aset yang bisa dimanfaatkan dalam kaitan kita sebagai pemimpin pembelajaran tersebut.
Ada Aset manusia, sosial, finansial, politik, agama dan budaya, lingkungan alam, dan sarana serta prasarana.
Itu adalah aset yang bisa kita gunakan dalam kegiatan kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan berbasis pada kekuatan sehingga memberikan kemampuan daya saing dan tekan untuk lebih baik.
Terimakasi terlah meberi pencerahan
Sabtu 4 Februari 2023
Tidak terasa sudah dipenghujung kegiatan, jurnal demi jurnal telah dilewati dan sampailah pada jurnal terakhir pada modul 3.3.
Materi pada modul ini sangat mengasikan, tentang pengelolaan program yang berdampak positif pada murid.
Saya jarang menjadi seorang leder dalam suatu program yang dilakukan sekolah, utamnya karena takut dan lebih kurang bisa mengorganisir.
Lebih sering mengesksekusi program atas keinginan yang saya miliki, baik di kelas atau sekolah.
Jarang bertaya apakah yang saya lakukan memiliki dampak yang baik bagi anda?. Sebagai seorang guru saya selalu merasa apa yang saya lakukan memiliki dampak kepada murid atau sekolah.
Lebih kepada perenungan pasti puya dampak. Itu keyakinan saya.
Namun setelah saya belajar tentang modul 3.3 terkait pengelolaan program yang berdampak pada murid, saya mulai memahami bahwa suatu kegiatan yang kita lakukan haruslah berdampak pada murid, namun bukan menurut kita sendiri tetapi berdasar apa yang dirasakan, dialami dan dilakukan murid.
Maka pada modul ini salah satu dampak yang diharapkan dari sebuah program adalah adanya student agency (kepemimpinan murid).
Student Agency (kepemimpinan murid) merupakan dorongan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan sikap dan perilaku murid yang mampu mengambil kepemilikan dan tanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri, murid memiliki suara dan pilihan atas apa yang akan mereka pelajari, bagaimana mereka belajar dan menngelola pembelajaran mereka, murid dapat memilih arah dan cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mereka harapkan.
Oleh karena itu, dalam pembentukan Student Agency (kepemimpinan murid) dibutuhkan pengelolaan program yang dapat memunculkan 1) suara murid, 2) pilihan yang dilakukan oleh murid dan 3) kepemilikan murid sehingga murid mampu mengorganisir kegiatan yang dilakukan sesuai dengan potensi dan kecendrungan keinginan yang dimiliki.
Dalam membangun studen agency selain harus memahami apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan murid untuk memberikan dampak yang nyata atas program yang dilakukan juga harus berpusat pada 7 karakteristik lingkungan dalam menjalankan program yang mampu membangkitkan Student Agency (kepemimpinan murid).
Ketujuh karakteristik itu adalah 1) pola pikir positif dan merasakan emosi positif, 2) keterampilan berinteraksi sosial, 3) yang melatih ketrampilan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan baik akademik dan non akademik, 4) yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, 5) Lingkungan yang membuka wawasan murid, 6) lingkungan yang mengjadirkan kegiatan yang membuat murid aktif dalam kegiatannya dan 7) lingkungan yang menumbuhkan daya lenting dan sikap tagguh.
Akhirnya dengan mempelajari modul ini saya menjadi memahami bagaimana cara merancang suatu program yang memberi dampak pada murid utamnya pada bagiaman membentuk studen agency.
terimakasih
Tidak terasa kegiatan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) akan segera berakhir, ketika saya menulis jurnal ini, waktu menunjukan pukul 05;25 WIB pada hari Kamis dan tanggal 30 Maret 2023. Tak terkira pembelajaran dan pengajaran yang saya dapatkan melalui kegiatan PGP Tersebut.
Materi, keluarga baru, diskusi yang membangun, kritik - saran, utamanya adalah mengembangkan diri kita dalam kaitan pembelajaran atau pengelolaan iklim pendidikan yang menghamba pada murid, pendidikan yang berpusat pada murid.
Sebelum mendapat gelontoran materi dari PGP, apa yang saya sebut belajar adalah ya belajar, mencatat, berdiskusi, melakukan presentasi, taya - jawab, menggunakan metode ini metode itu dengan lembaran admistrasi yang berjilid-jilid dengan harapan bisa membentuk murid sesuai yang kita harap-harapkan.
belum lagi ekspektasi kita terhadap pembelajaran yang kita lakukan, inginya seperti ini hasilnya seperti itu, kadang tidak nyambung, bahkan terkesan sangat tidak relevan, sekian lama mengajar murid tak kunjung dapat nilai yang bagus, lebih-lebih menempatkan pembelajaran yang kita lakukan seperti memperlakukan koran, "habis dibaca dijadikan bungkus makanan" tidak memiliki makna.
Bagaimana tidak, berbulan bulan kita mengajar, mengejakan PAS, PTS atau uji kompetensi lainnya dengan waktu yang sangat singkat dengan nilai yang tidak memuaskan, dalam hati kecil apa yang salah dengan pelajaran saya, apa yang kurang, nilai-nilai saja harus didongkrak dinaikan, dikatrol.
Waktu itu Saya selalu berorientasi pada diri saya dan lebih kepada menyalahkan murid karena tidak belajar atau tidak mendengarkan apa yang saya ajarkan kepada mereka, tanpa mengoreksi apa yang sebenarnya yang harus saya lakukan.
Orientasi yang seperti itu, kemudian dikikis perlahan melalui Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang saya lakukan ini, pada modul 1, Saya langsung tersentak karena dalam materi Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional - Ki Hajar Dewantara, bahwa laku pendidikan tidaklah seperti apa yang saya kerjakan selama ini.
Pendidikan lebih menekankan bagaimana kita bisa mengimplementasi apa yang menjadi jantung pendidikan itu sendiri yaitu, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" yang ternyata guru bukanlah figur utama dalam pengajaran namun muridlah yang menjadi pemeran utama, dimana guru hanya sebagai fasilitator sedang murid sebagai kreator untuk menciptakan pembelajaranya sehingga sesuailah filosofi tersebut guru hanya memberi contoh, mendorong, dan motivasi.
Hal itu dilakukan karena murid sudah memiliki lakunya masing-masing sedangkan tugas kita hanya menebalkanya, sehingga dalam konsep itu muncul kesadaran pada diri saya bahwa pembelajaran haruslah menghamba pada murid.
Maksudnya adalah bagaimana pembelajaran yang memfasilitasi murid untuk menjadi kreator dan aktor, dengan dilandasi pada pendidikan yang mengembangkan kodrat anak yaitu kodrat zaman dan kodrat alam.
Terlebih ketika saya beranjak pada modul selanjutnya utamanya bagaimana guru harus memiliki nilai, peran, visi dan mampu untuk menciptakan lingkungan yang positif bagi murid untuk tumbuh dan berkembang di sekolah.
Dimulai dari nilai dan peran guru penggerak, saya belajar karena selama ini saya tidak memahami betul nilai dan peran saya sebagai guru kecuali pada skala profesionalisme yang harus dimiliki seorang guru, ternyata pemahaman itu masih sangat jauh kurang.
Berbekal pada pembelajaran yang saya alami, saya baru memahami seorang guru haruslah memiliki nilai dan peran dimana nilai itu mencakup Mandiri, Inovatif. Berpihak Pada Murid, Koloboratif serta reflektif, sedangkan peran menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong koloborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, serta menggerakan komunitas praktisi.
Dari situ kemudian merubah pemikiran saya tentang apa itu guru?, guru bukan hanya seorang yang tugasnya membuat administrasi, datang, mengajar, buat penilaian, sudah. ada banyak nilai dan peran guru yang harus guru lakukan yang ternyata sejak dulu sudah ada dalam diri, namun tidak pernah ditekan tombol aktifnya.
Dari situ mulailah tombol itu saya tekan sehingga saya puya pandangan visi yang berbeda terhadap pembelajaran saya, yang selama ini saya pahami hanya sekolah yang memiliki visi. Visi itu selain dihiasi oleh nilai dan peran kita sebagai guru juga diisi dengan nilai-nilai dari profil pelajar pancasila (mandiri, kreatif, berbineka global, gotong-royong, bernalar kritis, dan beriman bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia) sehingga visi kita memiliki kaitan yang erat dengan road map pendididkan Indonesia, namun lebih dari itu visi itu menjadi pengingat diri untuk arah pembelajaran yang akan saya lakukan.
Terlebih ketika masuk pada pembudayaan budaya positif dilingkungan sekolah, sebagai guru saya sering memberikan label kepada murid - murid saya, kamu ini, kamu begini, kamu pintar, dia bodoh, dia nakal, dll. setiap materi memiliki makna tersendiri termasuk pada budaya positif.
dari pembelajaran yang berhamba pada murid - budaya positif, bukan hanya pembelajaranya saja yang dimanusiakan namun juga manusianya yaitu dengan memahami kondisi dan letarbelakang murid-murid kita, terlebih bagaimana cara kita menggali potensi murid dengan memahamai apa yang mereka lakukan dan bagaimana cara penyelesaiannya.
Hal itu dilakukan menggenakan segitiga restitusi dimana dengan cara 1. Menstabilkan identitas, 2. Validasi Tindakan yang salah dan 3. Menanyakan Keyakinan sehingga murid mampu menggali apa yang mereka miliki dan menyadari apa yang meraka lakukan sehingga memiliki perbaikan dalam dirinya.
Pengalaman yang luarbiasa bisa belajar tentang bagaimana Saya harus memanusiakan manusia dalam kegiatan pembelajaran Saya dimana harus dimulai dari diri untuk bisa memandang apa peran Saya sebagai guru, bukan apa yang akan saya laukan pada murid agar sesuai dengan keinginan saya.
Terlebih ketika mepelajari modul 2 tentang praktik pembelajaran yang berpihak pada murid, dimana pada modul itu lebih memperjelas bagaimana peran Saya dalam menjadi fasilitator bagi murid dimana dengan cara 1) melakukan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan murid, 2) pembelajaran sosial emosional dan 3) coacing untuk supervisi akademik.
melalui modul 2 tersebut saya memahami bahwa murid dalam satu kelas tidak memiliki kebutuhan dan minat yang sama oleh karena itu perlu pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu dalam modul ini saya merasa diingatkan dalam pembelajaran haruslah mampu mengakomodir kegiatan pembelajaran yang berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi dapat diartikan sebagai pembelajaran yang memenuhi kebutuhan belajar murid, hal itu dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memetakan kebutuhan murid yang terkait 1) kesiapan belajar murid, 2) minat murid dan 3) profil murid dimana hal itu digunakan untuk merancang proses pembelajaran untuk mengakomodir kemampuan murid.
Selain itu dalam pembelajaran berdiferensiasi juga menekankan pada suatu strategi yang sangat inklusif yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk sehingga mampu mengakomodir kemampuan murid terkait materi yang dibahas dengan menyesuaikan sesuai dengan minat dan keinginan murid tanpa melenceng dari capain belajar yang ingin dicapai.
Penguatan pembelajaran berdiferensiasi tersebut juga kemudian di kaitkan erat dengan bagaimana guru mamapu menghadirkan iklim sosial dan emosional pada murid yang juga berkembang dengan menkakankan pada 1) kesadaran diri, 2) manajemen diri, 3) ketrampilan berelasi, 4) pengambilan keputusan yang bertanggungjawab, dan 5) kesadaran sosial.
pertama, meakukan penerapan teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, dan Proceed) dengan cara PSE berbasis Mindfulness, identifikasi perasaan baik secara lisan maupun tulis dalam bentuk jurnal diri, membuat puisi aktrostik, membuat kolase diri, memriksa perasaan diri, atau menuliskan ucapan terima kasih dalam aktifitas pembelajaran yang akan saya lakukan, Kedua: Mengintegrasikan lima komponen PSE yaitu Kesadaran Diri (Self Awareness), Pengelolaan Diri (Self Management), Kesadaran Sosial (Social Awareness), Kemampuan Berinteraksi Sosial (Relationship Skills), Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making) kedalam RPP yang akan kita buat, Ketiga: Mendorong suatu kegiatan disiplin positif sekolah dengan mengedepankan aktifitas penguatan PSE yang dilakukan secara rutin, terintegrasi dalam pembelajaran, dan atau protokol yang dilakukan baik oleh PTK (Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dan murid di sekolah tempat kita berada, dimana salah satu kegiatan yang saya lakukan adalah dengan menerapkan Yuk Lisa (Yuk Lihat Sampah Ambil).
Penguatan-penguatan tersebut kemudian tidak harus dilakukan begitu saja namun harus dilakukan refleksi dengan melakukan penerapan coacing dalam rangka supervisi akademik dimana hal tersebut dilakukan untuk merefleksi apa yang telah saya lakukan sehingga saya memahami betul bagaimana langkah atau step selanjutnya dalam program atau kegiatan belajar yang saya lakukan.
Dimana kegiatan itu harus dilakukan menggunakan alur TIRTA dimana kita menggali potensi dan ide dari coachee dengan langkah awal menetapkan tujuan terkait yang akan kita bahas dalam coacing, melakukan identifikasi, membuat rencana aksi, dan meneguhkan tanggung jawab terkait hal-hal yang telah coachee ungkapan unuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
Terakhir, setelah bagaimana saya memhami peran saya sebagai guru dalam mengembangnkan potensi murid yang saya ampu, maka sekarang saatnya saya bercerita tentang bagaimana posisi saya dalam pengembangan sekolah.
Saya sadar betul bahwa guru seperti saya tidak memiliki banyak suara yang bisa diungkapkan, maka saya lebih berfokus pada apa yang ingin saya lakukan terhdap hal-hal bisa saya lakukan untuk murid saya. Namun paradigma tersebut sudahlah usang terlebih setelah saya beranjak pada modul selanjutnya tentang Pemimpin Pembelajaran Dalam Pengembangan Sekolah.
Saya sebagai guru tidak bisa bergerak sendiri, apalagi menjadi hero. tidak
Namun harus mampu mengandeng rekan sejawat dan murid untuk mencapai kebaikan bagi sekolah. Hal itu tercermin dari bagaimana saya mempelajari bagaimana kita mengambil keputusan berdasar nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin.
Awalnya saya berfikir bahwa mengambil keputusan ini ya mengambil keputusan saja, biasanya saya mendasarkan pada keinginan atau kecendrungan saya akan sesuatu baik itu di dalam pekerjaan maupun pengambilan keputusan terkait masalah yang terjadi dalam pembelajaran.
Saya seringnya mengacu pada yang kira-kira saya inginkan saya tekankan harus menjadi sebuah keputusan, tanpa melihat dampak yang terjadi kebelakangnya.
Nah dengan belajar pada modul ini saya belajar beberaha hal utamanya seni dalam mengambil suatu keputusan. pertama saya belajar tentang etika, etika merupakan suatu hal yang harus kita pahami sebelum kita mampu mengambil sebuah keputusan, karena dengan etika kita bisa menggali nilai-nilai universal yang ada sehingga kita bisa lebih dewasa dan terarah dalam setiap pengambilan keputusan.
kedua, setelah kita memahami bagaimana pentingnya etika dalam pengambilan keputusan selanjutnya adalah bagaimana kita mampu untuk menjangkau untuk apa dan siapa keputusan itu dilakukan dimana keputusan itu harus memuat 1) berpihak pada murid, 2) berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan 3) bertanggung jawab.
kemudian setelah kita memahami keputusan itu untuk siapa maka kita juga harus belajar tentang bagaimana dan seperti apa keputusan harus dibuat dalam hal ini dikenal dengan paradigma dilema etika yaitu 1) Individu lawan kelompok (individual vs community) 2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) 3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).
Setelah memahami bagaimana kita mengontruksi pengambilan keputusan selanjutnya adalah untuk apa keputusan dibuat, maka hal itu merujuk pada prinsip pengambilan keputusan dimana keputusan diambil untuk 1) Melakukan, demi kebaikan orang banyak, 2, Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri Anda dan 3, Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda.
Setelah kita memahami etika, bagaimana keputusan dibuat, untuk apa siapa keputusan dibuat kita harus terlebih dahulu menguji keputusan yang akan kita buat dengan 1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, 2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, 3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, 4) Pengujian benar atau salah, 5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar, 6) Melakukan Prinsip Resolusi, 7) Investigasi Opsi Trilema, 8) buat keputusan, 9) lihat lagi keputusan dan refleksikan.
Setelah saya memahami bagaimana mengambil keputusan dalam kaitan pengambilan keputusan yang benar selanjutnya saya seolah terperangah keputusan itu tidak harus berdampak pada murid dengan memhami sumber daya sekolah.
dimana pada tataran itu setiap keputusan harus juga disesuaikan dengan apa yang sekolah miliki baik dalam bentuk mati (abiotik) dan hidup (biotik). Ekosistem itu harus kita pahami secara benar dan tepat, sehingga kita bisa memaksimalkan apa yang ada sebagai pemimpin pembelajaran.
Terlebih saya belajar di sekolah ada beberapa aset yang bisa dimanfaatkan dalam kaitan kita sebagai pemimpin pembelajaran tersebut.
Ada Aset manusia, sosial, finansial, politik, agama dan budaya, lingkungan alam, dan sarana serta prasarana (fisik).
Itu adalah aset yang bisa kita gunakan dalam kegiatan kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan berbasis pada kekuatan sehingga memberikan kemampuan daya saing dan tekan untuk lebih baik.
Keputusan dan pemahaman sumber daya yang tepat kemudian menghasilkan pengelolaan praogram yang berdampak pada murid.
Dimana program yang Saya akan lakukan diharapkanmampu memabngkitkan student agency (kepemimpinan murid).
Student Agency (kepemimpinan murid) merupakan dorongan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan sikap dan perilaku murid yang mampu mengambil kepemilikan dan tanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri, murid memiliki suara dan pilihan atas apa yang akan mereka pelajari, bagaimana mereka belajar dan menngelola pembelajaran mereka, murid dapat memilih arah dan cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mereka harapkan.
Oleh karena itu, dalam pembentukan Student Agency (kepemimpinan murid) dibutuhkan pengelolaan program yang dapat memunculkan 1) suara murid, 2) pilihan yang dilakukan oleh murid dan 3) kepemilikan murid sehingga murid mampu mengorganisir kegiatan yang dilakukan sesuai dengan potensi dan kecendrungan keinginan yang dimiliki.
Dalam membangun studen agency selain harus memahami apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan murid untuk memberikan dampak yang nyata atas program yang dilakukan juga harus berpusat pada 7 karakteristik lingkungan dalam menjalankan program yang mampu membangkitkan Student Agency (kepemimpinan murid).
Ketujuh karakteristik itu adalah 1) pola pikir positif dan merasakan emosi positif, 2) keterampilan berinteraksi sosial, 3) yang melatih ketrampilan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan baik akademik dan non akademik, 4) yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, 5) Lingkungan yang membuka wawasan murid, 6) lingkungan yang mengjadirkan kegiatan yang membuat murid aktif dalam kegiatannya dan 7) lingkungan yang menumbuhkan daya lenting dan sikap tagguh.
Alhamdulilah, selesai juga apa yang telah saya mulai dalam memepelajari modul 1-3 pada LMS ini, sudah waktunya menerapkan pengalaman dalam mempelajari setiap urian modul itu dalam kegiatan saya sebagai sebagai guru secara nyata dan luas.
Terimakasi, terimakasih ibu Enah Saenah yang telah membimbing saya dalam menyelesaiakan setiap modul ini, juga kepada bapak Syahrullah selaku PP dan teman teman tim yang solid hingga akhir perjuangan. terimakasih, terimakasih, terimakasih
Asak kawa kita pacak (Jika ada kemauan pasti akan sampai)