ACEH
Wilayah Aceh barat, Khususnya Meulaboh, adalah pusat kerajinan sulaman yang terkemuka untuk busana adat perkawinan. Busana ini dikenal dengan sebutan Linto baro untuk busana pengantin laki-laki dan Daro baro untuk busana pengantin perempuan. Linto baro memiliki warna dominan hitam. Bagi warga Aceh, warna hitam melambangkan kebesaran sehingga menggunakan pakaian tersebut dianggap menggunakan pakaian kebesaran. Pengantin laki-laki menggunakan topi meukotop. Tutup kepala miri kopiah ini dililit tengkulok dan emas yang mencerminkan pengaruh Islam yang kuat di Aceh. Baju atasannya disebut meukasah yang berbentuk jas dari kain tenun dengan potongan terbuka dan berkancing dua atau jas tertutup berkancing lima. Di bagian kerah, biasanya terdapat sulaman emas yang menggambarkan pengaruh China. Busana Pengantin perempuan Aceh menggunakan warna-warna cerah, seperti merah, hijau, atau kuning, yang terbuat dari kain bermutu seperti sutra. Atasan tersebut dipadankan dengan celana berwarna hitam yang juga terbuat dari bahan sutra. Pengantin wanita juga menggunakan sarung ija plang dan ija lunggi yang dililitkan diluar baju, mulai dari pinggang sampai beberapa jengkal dibawah lutut. Kain sarung ini diperkuat dengan menggunakan tali pinggang yang disebut talo kling ulee yang terbuat dari emas ataupun perak.
SUMATERA UTARA
Nama pakaian adat Sumatera utara, salah satunya adalah Kain Ulos. Kain ulos telah dijadikan sebagai identitas guna Provinsi Sumatra Utara. Laki-laki Batak biasa menggunakan setelan jas, lalu kain ulos yang dililitkan ke seluruh bagian tubuhnya. Sementara kaum wanita biasanya mengenakan kebaya, yang diselaraskan dengan kain ulos yang telah dibuat menjadi rok. Kain Ulos berupa kain tenun berbentuk selendang yang dianggap sebagai simbol restu, kasih sayang, dan persatuan. Masyarakat Batak menganggap kain ulos sebagai benda sakral, yang sejalan dengan semboyan mereka “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong”. Artinya: “jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya, maka Ulos adalah pengikat kasih sayang antar sesama”. Sortali (Mohkota Batak) merupakan ikat kepala yang berasal dari kebudayaan Batak Toba. Sortali dipakai dalam suatu acara pernikahan di suku Batak. Sortali juga bisa menambah keanggunan dan keindahan bagi pengantin wanita dan pengantin pria yang menggunakannya. Namun untuk perhiasan kepala bagi pengantin pria disebut “Tali-tali” menggunakan bahan ulos yang bernama ulos “bintang maratur” yang memiliki simbol “sukacita”. Tali-tali ini merupakan mahkota yang berbentuk segitiga yang juga dililitkan di kepala.
SUMATERA BARAT
Ciri khas pakaian adat Sumatera Barat adalah tampak mewah, kain tenun, dan melibatkan emas. Sementara untuk wanita seringkali menggunakan penutup kepala yang menyerupai atap Rumah Gadang. Siapa saja yang melihat pasti sudah bisa menebak dengan mudah dari daerah mana setelah pakaian adat ini. Penutup kepala atau Tingkolok yang berbentuk seperti tanduk runcing yang berumai emas memiliki makna bahwa orang yang mengenakannya adalah seorang pemilik rumah gadang. Perhiasan digunakan sebagai simbol yang men- gandung norma-norma dan nilai-nilai yang dapat digu- nakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Bagian atas penutup kepala laki-laki disebut dengan nama seluk atau destar. Kerut-kerut yang terdapat pada penutu kepala ini melambangkan banyaknya undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu. Sarawa atau celana penghulu atau laki-laki yang berukuran besar memiliki makna bahwa seorang pemangku adat adalah orang yang besar dan bermartabat. Keris dibagian pinggang dengan posisi condong kekiri melambangkan bahwa seorang penghulu harus berpikir sebelum menggunakan senjatanya.
BENGKULU
Busana adat Bengkulu yang populer adalah gaya Melayu Bengkulu. Busana yang biasanya digunakan pada pesta-pesta adat penting ini mendapat pengaruh gaya Melayu dari seluruh Sumatra, khususnya Minangkabau, Jambi, dan Riau. Meskipun demikian, busana adat Melayu Bengkulu masih menampilkan kekhasannya. Busana adat untuk perempuan berupa baju kurung berlengan panjang yang terbuat dari bahan beledu dengan motif sulaman benang emas dan hiasan berbentuk bulat-bulat menyerupai lempengan uang logam. Warna yang dipakai untuk busana adat ini umumnya warna-warna tua, seperti merah tua dan biru tua. Sebagai pelengkap, di bagian bahu diselempangkan sehelai kampuh dari satin sutra bersulam emas. Di atas kampuh ini terdapat kalung berukir atau glamor dalam jumlah yang cukup banyak. Untuk bawahannya, digunakan sarung songket benang emas atau perak. Busana adat laki-laki Melayu Bengkulu lebih sederhana, terdiri dari jas, sarung, celana panjang, alas kaki, dan dilengkapi penutup kepala. Jas yang digunakan biasanya berasal dari kain bermutu dan berwarna gelap, seperti hitam dan biru tua. Sarung dari songket berbenang emas atau perak atau disebut sarung segantung dipakai sebagai samping yang dililitkan di pinggang sampai Sedikit di atas lutut.
RIAU DARATAN
ilayah Riau daratan merupakan wilayah yang penduduknya mayoritas suku Melayu Riau yang masih memegang adat istiadat bersendikan syariat Islam. Awalnya, penggunaan busana adat Riau dibedakan sesuai dengan kedudukan seseorang dalam masyarakat dengan ketentuan khusus dalam penggunaan warna, seperti warna kuning emas yang hanya boleh digunakan oleh bangsawan atau keturunan raja-raja Riau. Seiring dengan perkembangan zaman, ketentuan ini sudah tidak berlaku. Pakaian untuk menghadiri acara resmi dan pakaian pengantin berbeda pada bahan yang digunakan dan aksesorinya. Untuk menghadiri upacara adat dan acara resmi, perempuan Riau umumnya menggunakan baju kurung satu sut. Bahannya terbuat dari kain songket, satin, ataupun sutra. Sementara perhiasan yang digunakan terdiri dari kalung, anting-anting, gelang tangan, dan cincin yang terbuat dari emas. Laki-laki Riau menggunakan baju teluk belanga yang di lilit dengan pending dan dilengkapi dengan sebilah keris. Dalam aturannya, pemakaian keris sebaiknya tidak tampak menonjol dan hanya terlihat bagian hulunya saja. Bagian kepala menggunakan penutup kepala yang disebut tanjak. Di bagian pundak terdapat selendang yang disebut serebai, Hanya saja, selendang ini tak mutlak dipakai. Jika tetap ingin dipakai, warna selendang dipadukan dengan warna baju
KEPULAUAN RIAU
Provinsi Kepulauan Riau terdiri atas gugusan pulau-pulau yang berbatasan dengan negara Malaysia dan Singapura. Kepulauan Riau banyak mendapat pengaruh budaya Melayu yang memengaruhi adat istiadat dan busananya. Busana adat Kepulauan Riau memiliki kesamaan dengan busana adat yang ada di Riau. Perbedaannya ada pada aksesori dan jenis kain songket yang digunakan. Busana adat di wilayah tersebut dipakai dalam berbagai acara, mulai dari acara resmi, upacara adat, upacara keagamaan, hingga upacara pernikahan. Dalam upacara pernikahan, terutama di daerah Tanjung Pinang, digunakan busana Melayu Riau yang terlihat unik dan mewah. Pengantin laki-laki Tanjung Pinang menggunakan baju cekak musang yang terbuat dari kain songket atau kain terpilih lainnya. Busana cekak musang dilengkapi dengan kain samping dengan motif serupa dengan celana dan baju. Pelengkap lain berupa selempang songket yang diselempangkan di bahu dan sebuah kalung dukoh papan. Menggunakan bahan yang sama dengan busana laki-laki, pengantin perempuan memakai kebaya panjang yang dipadu dengan sarung songket dan selop sebagai penutup kaki. Untuk mempercantik penampilan, rambut pengantin perempuan dirias menjadi sanggul. Terdapat beberapa jenis sanggul yang dipakai perempuan Tanjung Pinang, seperti sanggul siput tanduk, siput lipat pandan, dan siput buntut sigak untuk bagian belakang. Sanggul ini kemudian ditambahkan aksesori seperti sunting.
JAMBI
Busana adat Melayu Jambi umumnya dihiasi dengan sulaman benang emas dan pemakaian hiasan sebagai pelengkapnya. Busana adat Pengantin laki-laki yang menggunakan baju kurung dari bahan beledu. Sulaman benang emas pada busana ini memiliki motif kembang bertabur di bagian tengah dan kembang berangkai atau pucuk rebung di bagian pinggirnya. Dengan bahan yang sama, pengantin laki-laki memakai celana atau cungge yang dilengkapi dengan tali pengikat. Busana ini juga dilengkapi kain songket yang dipasang di pinggang setinggi lutut. Sementara itu, untuk menunjukkan kewibawaan dan kebijaksanaan, pengantin laki-laki menggunakan penutup kepala bernama lancak. Tutup kepala ini memiliki dua bagian yang menjulang tinggi dengan julangan yang lebih tinggi pada bagian depannya. Busana adat pengantin perempuan Melayu Jambi terdiri dari kain sarung songket Jambi sebagai bawahan dan baju kurung yang bersulam benang emas dengan motif hiasan bunga melati, kembang tagapo, dan pucuk rebung. Bagian kepala pengantin perempuan ditutup dengan tutup kepala khas Melayu Jambi bernama pesangkon yang terbuat dari kain beledu merah dengan bagian dalam diberi kertas karton agar teksturnya lebih keras. Bentuk topi ini bergerigi menyerupai pucuk rebung atau bambu yang baru tumbuh.
PALEMBANG
Awalnya, busana adat Palembang hanya dipakai oleh golongan keturunan raja dan priayi. Seiring berjalannya waktu, busana adat ini dapat digunakan oleh siapapun, terutama untuk acara pernikahan. Salah satu pakaian adat Palembang yang dipakai untuk upacara pernikahan dikenal dengan nama aesan gede yang memiliki arti ‘pakaian kebesaran’. Pakaian ini didominasi warna merah yang dilengkapi dengan benang emas. Pengantin perempuan dan laki-laki menggunakan dodot dari kain songket Palembang yang melilit tubuhnya. Bagian dada dan bahu pengantin ditutupi dengan menggunakan penutup atau terate berwarna keemasan yang mengandung arti kemegahan dan kesucian. Sebagai bawahan, pengantin perempuan menggunakan kain songket yang dibentuk menjadi sebuah sarung, sedangkan pengantin laki-laki menggunakan celana yang ditutupi dengan kain songket lepus sebatas lutut. Pengantin laki-laki menggunakan kopiah cuklak dengan hiasan sumping, sedangkan pengantin perempuan menggunakan mahkota karsuhun dengan hiasan berupa tusuk socal berbunga yang menghadap belakang, kembang goyang beringin atau tanjung, dan tusuk kembang. Busana ini juga ditambah dengan selendang sawit yang dipakai menyilang dari bahu kanan ke pinggang bagian kiri dan dari bahu kiri ke pinggang bagian kanan. Pada bagian lengan dipasangkan beragam jenis gelang, seperti kilat bahu di lengan atas, gelang palak ulo, gelang kecak, gelang sumpuru, dan gelang kanu di lengan bawah.
LAMPUNG
Terdapat dua adat di Lampung, yaitu adat Pepadun dan adat Paminggir. Sebutan Pepadun diberikan kepada mereka yang tinggal di daerah pedalaman, sedangkan Paminggir atau disebut juga Saibatin untuk menyebut orang yang tinggal di daerah pantai. Keduanya memiliki busana adat yang sangat indah dan mewah karena dipenuhi warna kuning keemasan, mulai dari kepala hingga kaki. Pengantin perempuan pada upacara pernikahan adat Pepadun mengenakan sesapuran, yaitu baju kurung tanpa lengan berbahan brokat atau satin berwarna putih. Namun, sekarang banyak yang menggunakan baju kurung lengan panjang. Pada bagian dada memakai bebe handak yang terbuat dari sulaman kain satin atau sutra putih dan benang sutra yang dibentuk menyerupai tali lalu dijahit. Bentuk bebe ini menyerupai bunga teratai yang sedang mengembang. Selain itu, pengantin perempuan juga menggunakan kain lapis dewa sano pada bagian bawah. Kain ini berbahan katun bersulam emas dengan motif tumpal atau pucuk rebung. Pakaian adat yang digunakan oleh pengantin laki-laki Lampung terdiri atas Kemeja putih lengan panjang, celana panjang dengan warna sama, kain tumpal, dan sesapuran. Bagian pinggang dilingkari bulu serti, yaitu ikat pinggang yang terbuat dari kain beledu berlapis kain merah dengan hiasan berupa beberapa lempeng kuningan berbentuk bulat.
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari Pulau Bangka, Pulau Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya yang terletak di Selat Malaka. Masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut umumnya suku Melayu yang memiliki cirj khasnya sendiri, baik adat maupun busananya. Pakaian adat Belitung Timur biasanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan tertentu, seperti upacara adat dan upacara resmi lainnya. Terdapat dua jenis pakaian adat laki-laki yang dapat digunakan, yaitu bajuk kancing limak dan bajuk eluk belange yang terbuat dari bahan dan warna yang disesuaikan dengan bagian bawah berupa celana biasa. Bajuk kancing limak melambangkan rukun Islam. Pakaian adat perempuan Belitung Timur adalah bajuk kebayak panjang atau bajuk seting dan bajuk kurong. Bajuk seting umumnya memiliki bahan dan warna yang sama dengan pakaian laki-laki. Baju ini melambangkan kebulatan tekad untuk menjaga kelestarian adat istiadat daerah. Untuk melengkapi pakaian adat ini, pada bagian bawah, perempuan menggunakan kain cual. Kain ini juga digunakan sebagai pelapis celana pada laki-laki. Kain cual merupakan kain tenun khas Bangka Belitung yang berarti ‘celupan benang pada proses awal’. Kain cual biasanya berwarna cerah dan dihiasi dengan motif flora dan fauna, seperti bunga mawar, teratai, nanas, burung, ikan, atau kupu-kupu.
DKI JAKARTA
Busana Abang dan None Jakarta dahulu merupakan busana yang boleh dipakai setelah akad nikah, tetapi kini busana ini kerap dipakai oleh masyarakat umum untuk menghadiri acara-acara resmi. Busana abang none merupakan kombinasi dari busana pengantin rias bakal untuk laki-laki dengan busana perempuan Betawi. Laki-laki Betawi menggunakan pakaian adat yang terdiri dari jas tertutup dan pantalon. Busana ini dilengkapi dengan kain lokcan yang dililitkan di pinggang dan berfungsi untuk menyelipkan pisau raut sehingga penampilannya tampak lebih gagah serta menyiratkan selalu siaga dalam segala situasi. Berbeda dengan busana laki-laki Betawi yang menggunakan warna netral atau dasar, perempuan Betawi cenderung menggunakan pakaian berwarna cerah atau terang. Mereka biasa menggunakan baju kurung tabur atau kebaya panjang dan berkain batik lasem. Pada kebaya tampak aksesori berupa peniti tiga untai. Hiasan lain yang digunakan adalah gelang listring di kedua tangan.
JAWA BARAT
Suku Sunda merupakan salah satu suku yang ada di Jawa Barat. Meskipun orang Sunda tersebar di berbagai daerah, mereka masih mempertahankan kebudayaan nenek moyang, termasuk busana. Tradisi busana adat di daerah ini terinspirasi busana putri-putri kerajaan Sunda di masa lampau. Walaupun terkesan sederhana, tetapi tidak kalah memikat, cantik, elegan, dan indah dipandang mata. Salah satu pakaian adat Sunda yang cukup dikenal ialah Sunda Siger. Siger diartikan sebagai hiasan kepala seperti mahkota. Ini merupakan simbol seseorang yang tengah melaksanakan upacara sakral, hidup menyatu dengan pasangan. Selain digunakan oleh perempuan Sunda, hiasan kepala ini juga biasa digunakan oleh perempuan Lampung ketika menikah. Pengantin perempuan Sunda Siger mengenakan kebaya dengan warna terang dan ditambah dengan hiasan, seperti gelang permata, cincin permata, kalung dan rangkaian melati. Untuk bawahan, pengantin perempuan mengenakan kain batik dengan motif khusus, seperti lereng eneng prada atau sidomukti dengan wiru (lipatan pada bagian depan kain) sebagai pemanis. Busana pengantin laki-laki Sunda berupa jas buka prangwedana dan celana panjang dengan warna senada. Kain batik yang dikenakan pengantin laki-laki memiliki corak yang sama dengan pengantin perempuan. Kain ini dililitkan di pinggang. Aksesori lain yang digunakan adalah penutup kepala atau bendo dan selop.
BANTEN
Suku Badui memiliki ciri khas yang masih dipertahankan hingga sekarang. Aturan adat yang kuat membuat semua aturan dalam berkegiatan, tingkah laku, dan barang yang digunakan tetap sama dan tak terpengaruh oleh penduduk luar. Begitu juga dengan pakaian yang digunakan masyarakat Badui yang memiliki ciri khas kesederhanaan.Tak hanya dilihat dari desainnya saja, warna pakaian suku Badui yang didominas dengan warna hitam dan putih semakin memperlihatkan kesederhanaan busana ini. Laki-laki Badui menggunakan baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang, Jamang kampret, atau jamang kurung. Jamang sangsang berupa baju lengan panjang dengan leher dilubangi, tidak memakai kancing dan kantong, serta umumnya berwarna putih. Sementara Jamang kampret dan jamang kurung, yang bisa dipakai oleh suku Badui luar, berbentuk baju terbelah dua di bagian dada dengan kancing dan kantong. Warnanya hitam dan bahannya ditenun dari kapas asli. Pada bagian bawah, mereka hanya menggunakan celana atau kain yang dililitkan di pinggang. Perempuan Badui menggunakan kebaya yang dipasangkan dengan kain sarung warna hitam bergaris putih dan biru. Busana ini juga dilengkapi dengan karembong atau ikat pinggang dari selendang atau kain tenun sarung dan dipercantik dengan tambahan kalung,
JAWA TENGAH
Seperti dalam busana adat perkawinan, seorang perempuan dan laki-laki dari kalangan keraton akan mengenakan beberapa jenis busana yang disesuaikan dengan tahapan upacara. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, pakaian adat pengantin ini dapat dikenakan oleh masyarakat umum, terutama untuk perkawinan. Salah satu jenis busana adat Surakarta yang digunakan untuk perkawinan adalah busana basahan. Busana basahan artinya tidak memakai baju, tetapi menggunakan kain yang terdiri dari dodot atau kampuh, selendang atau sampur, dan kain jarik cinde sekar merah. Kain untuk dodot menggunakan motif alas-alas, bisa berwarna dasar hijau atau biru dengan hiasan emas atau putih. Kain ini memiliki panjang 4-5 meter dan merupakan bagian pokok dalam busana basahan. Seperti pengantin perempuan, pengantin laki-laki juga memakai adat basahan yang terdiri dari dodot bermotif alas-alas dan celana panjang berbahan kain cinde. Corak dan warna dodot yang dipakai pengantin laki-laki umumnya sama dengan yang dipakai perempuan, perbedaannya hanya pada cara memakainya, Busana pengantin laki-laki dilengkapi denganulur, timang atau epek, dan buntal udan mas. Buntal adalah rangkaian hiasan yang terbuat dari daun pandan, daun mangkokan, dan daun puring merah yang pada ujungnya ditambah ronce bunga melati bawang sebungkul dan dipasang dibagian pinggang.
DI YOGYAKARTA
Perkembangan busana adat tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat berkaitan dengan berdirinya Kesultanan Yogyakarta dan Sultan Hamengku Buwono 1 sebagai rajanya ketika itu. Hingga saat ini, masyarakat Yogyakarta masih melestarikan dan menghargai adat dari Kesultanan Yogyakarta. Meskipun sudah mulai jarang dijumpai, pakaian adat Yogyakarta kini muncul kembali dalam upacara adat seperti grebeg maulud, pisowanan, dan upacara perkawinan. Terdapat lima jenis corak pakaian pengantin gaya Yogyakarta, yaitu kasatrian alit, kasatrian ageng, paes ageng, jangan menir, basahan (kampuh ageng), dan yogya putri. Pakaian adat yogya putri dikenal juga dengan corak sepasaran karena dalam tradisi Keraton Yogyakarta, busana ini dipakai pengantin saat acara ngunduh mantu yang dilaksanakan saat sepasaran atau lima hari sesudah upacara akad nikah. Dalam busana ini, pengantin perempuan menggunakan kebaya berbahan beledu dengan bordir keemasan dan kain batik Yogyakarta dengan pilihan motif seperti motif sidomulyo, sidoasih, sidomukti, dan simbar lintang. Pengantin laki-laki menggunakan jas berwarna senada dengan pengantin perempuan dan bawahan berupa kain bermotif sama dengan pengantin perempuan. Pada bagian kepala, pengantin pria menggunakan belakangan dengan mondolan yang agak menonjol dan besar di bagian. Keanggunan pengantin perempuan dan kegagahan pengantin laki-laki sangat terlihat balutan busana ini
MADURA JAWA TIMUR
Nama pakaian adat Madura adalah baju "Pesa’an". Baju ini sebetulnya adalah baju sederhana yang dikenakan sehari-hari oleh orang-orang suku Madura di masa silam, baik untuk melaut, berladang, maupun untuk menghadiri upacara adat. Penggunaannya pun tidak terbatas baik untuk usia maupun status sosial bagi orang yang mengenakannya. Baju Pesa’an adalah baju hitam yang serba longgar dengan dalaman berupa kaos belang merah putih atau putih hitam. Baju ini dikenakan bersama celana gomboran, yaitu celana kain hitam yang panjangnya tanggung antara lutut dan mata kaki. Penggunaannya dilengkapi pula oleh odeng yang disebut odhengsantaban, bisa juga dengan Kopiah Hitam atau Songkok, sarung kotak-kotak atau sampèr batik yang berfungsi sebagai Sembhung serta sabuk atau katemang, trompa atau alas kaki, serta senjata Tradisional Madura yang berupa celurit. Sama seperti pakaian pria, pakaian adat Madura untuk perempuan pun memiliki desain dan motif yang sederhana. Nama pakaian untuk perempuannya adalah kebaya tanpa kutu baru dan kebaya rancongan. Kebaya ini digunakan dengan dalaman berupa kotang atau beha warna kontras, seperti hijau, merah atau biru yang ukurannya ketat pas badan. Bahan kebaya yang menerawang dan disepadankan dengan kotang atau beha berwarna kontras yang membuat perempuan madura tampak molek.
PONTIANAK KALIMANTAN BARAT
Wilayah administrasi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan negara Malaysia, berpusat di Kota Pontianak. Di kota ini, suku yang dominan adalah suku Dayak dan suku Melayu. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap adat dan budaya Kalimantan Barat, khususnya suku Melayu Pontianak. Pengaruh budaya ini juga memberikan kekhasan pada busana yang digunakan masyarakat Melayu Pontianak. Busana adat pernikahan perempuan Melayu Pontianak berupa baju kurung pendek yang dipadankan dengan rok dari kain tenun bermotif pucuk rebung. Biasanya, baju kurung dan roknya memiliki warna yang sama. Untuk riasannya, rambut perempuan Melayu Pontianak ditata menyerupai kelepak sayap burung berhiaskan kembang goyang serta rumbai di sisi kanan dan kiri kepala. Sementara laki-laki Melayu Pontianak menggunakan busana bernama teluk belanga. Busana ini dipadankan dengan kain songket atau kain kelengkang setengah tiang yang dililitkan di pinggang menyerupai sarung dan menutupi celana teluk belunga yang memiliki model longgar seperti celana piyama. Aksesori yang digunakan laki-laki Melayu Pontianak adalah tutup kepala yang disebut kopiah tanjak dan kalung jamang susun. Kalung yang sama juga digunakan oleh perempuan Melayu Pontianak untuk mempercantik Penampilannya, Bedanya, kalung jamang yang digunakan perempuan terdiri atas terdiri atas dua jenis, yaitu kalung jamang susun besar dan kalung jamang susun kecil.
KALIMANTAN TENGAH
Suku Dayak Ngaju merupakan salah satu subsuku Dayak yang mendiami wilayah Kalimantan Tengah. Suku ini juga sering disebut dengan Dayak Kalteng. Busana adat masyarakat Dayak yang berumur ratusan tahun ini berbahan dasar kulit kayu yang disebut kulit nyamu. Kulit kayu dari pohon keras ini ditempa dengan pemukul kayu hingga lemas seperti kain. Setelah halus, kulit kayu kemudian dipotong untuk dibuat menjadi baju dan celana. Busana berwarna coklat muda, tak diberi hiasan dan tak diwarnai ini memberikan kesan yang sangat alami. Model busananya sangat sederhana dan fungsional, yakni berupa rompi untuk menutupi badan. Dalam bahasa Ngaju, rompi ini disebut sangkarul yang dapat digunakan, baik oleh perempuan maupun laki-laki. Dalam perkembangannya, naluri berdandan muncul sehingga membuat masyarakat Dayak Ngaju mulai melengkapi busana ini dengan aksesori. Pada busana laki-laki, baju rompinya dilengkapi dengan kain berbentuk persegi panjang sebagai bawahan, tameng kayu di tangan kiri, dan mandau di tangan kanan. Bahan-bahan dari alam juga dimanfaatkan sebagai aksesoris pelengkap busana ini. Biji-bijian, kulit kerang, ataupun tulang binatang buruan dibuat menjadi untaian kalung dan gelang. Aksesori ini biasanya dipakai oleh perempuan Dayak Ngaju Lambat laun, kesederhanaan busana kulit kayu ini memancarkan keindahan karena tambahan aksesori pelengkap.
KALIMANTAN SELATAN
Sebagai suku asli Kalimantan Selatan, suku Banjar memiliki peninggalan budaya yang sampai sekarang masih dijaga. Salah satu kebudayaan tersebut adalah busana tradisional yang terdiri dari empat jenis, yaitu bagajah gamuling baular lulut, baamar galung pancar matahari, babaju kun galung pacinan, dan babaju kubaya panjang. Nama pakaian ini diambil dari nama perhiasan kepala yang dikenakan pengantin perempuan. Tak hanya perhiasan kepalanya saja yang cantik dan menawan, riasan ini juga banyak digemari, Baju yang dikenakan pengantin perempuan juga tampak indah, terutama pada hiasan-hiasan yang ada di busana ini, seperti hiasan air guci pada sarung panjang yang digunakan sebagai bawahan. Baju yang digunakan adalah baju poko putri lengan pendek tanpa kerah yang ditutupi dengan kida-kida atau mantel sempit berhias sebagai penutup dada. Busana ini dilengkapi dengan aksesori berupa kelat bahu yang dipakai di bagian lengan dan beberapa jenis gelang. Pengantin laki-laki menggunakan busana yang terdiri dari baju jas buka tanpa kancing, celana panjang yang disebut salawar dan sabuk berhias air guel dengan motif lelipan yang menyimbolkan kekuasaan dan kemuliaan. Bagian kepala ditutup dengan destar model siak melayu dengan segitiga lebih tinggi. Bagian depan destar dilengkapi dengan berbagai hiasan yang memperlihatkan kemewahan. Busana ini juga dihiasi dengan berbagai aksesori, seperti kalung sumban, yaitu kalung bermotif bunga, kalung panjang bogam, dan liris-liris bunga
KALIMANTAN TIMUR
Suku Dayak merupakan suku asli pedalaman Pulau Kalimantan yang terbagi lagi menjadi beberapa subsuku. Di Kalimantan Timur terdapat suku Dayak Kenyah yang tinggal di Kabupaten Malinau. Secara historis, nama Dayak berarti hulu sungai karena mereka biasanya bermukim di sekitar hutan dan sungai. Mereka hidup dengan memanfaatkan kekayaan alam dan mempertahankan warisan budaya dari leluhur. Baju adat perempuan Dayak Kenyah disebut baju sapai. Baju ini biasanya tanpa lengan dengan bawahan rok yang disebut ta‘a kukup. Ja‘a kukup merupakan pakaian khas perempuan Dayak Kenyah yang dianggap bernilai tinggi. Baju ini terdiri atas dua helai kain yang dililitkan di pinggang dan pertemuan antara pinggang kiri dan kanan adalah manik-manik. Hasan kepala untuk baju adat Dayak Kenyah adalah bluko, yaitu topi dari rotan yang dihiasi taring macan dan harimau, manik-manik, dan bulu kambing, serta memiliki warna putih dan merah. Bagian belakangnya juga dihiasi bulu burung enggang yang panjang. Topi ini dikenakan baik oleh perempuan maupun laki-laki Dayak Kenyah. Baju adat laki-laki Dayak Kenyah berupa rompi untuk atasan dan cawat atau celana pendek untuk bawahan, Sebagai aksesori pelengkap, digunakan klempit atau perisai dengan warna-warni solid, seperti putih, kuning, dan merah yang berfungsi menangkal dan melindungi diri dari serangan musuh .
KALIMANTAN UTARA
Kalimantan Utara merupakan provinsi yang paling muda di Indonesia, yang belum lama memisahkan diri dari Kalimantan Timur. Karena provinsi ini merupakan perluasan dari Provinsi Kalimantan Timur, tak heran jika kebudayaan di wilayah ini memiliki kemiripan dengan Kalimantan Timur. Tampilan unik busana wilayah ini semakin terlihat indah dengan tambahan perlengkapan busana.Pakaian adat ini sering kali digunakan untuk menghadiri acara-acara tertentu, termasuk upacara adat. Ada 3 jenis pakaian adat Kalimantan Utara, yaitu ta'a, sapei sapag, dan bulang kurung, Pakaian ta’a merupakan pakaian adat Kalimantan Utara yang biasanya dipakai oleh perempuan Suku Dayak. Pakaian ini dibuat dari kain beledu berwarna hitam dan dilengkapi dengan jahitan manik-manik yang khas, Bagian atas merupakan baju yang menyerupai rompi yang bernama sapet inoq dan bagian bawah berupa rok bernama ta'a. Hampir sama dengan pakaian perempuan, pakaian laki-laki juga terdiri dari rompi dengan hiasan manik. Pada laki-laki, pakaian ini disebut sapei sapaq. Bagian bawah sapei sapaq hanya berupa gulungan selendang yang bentuknya seperti celana dalam. Pakaian ini dilengkapi dengan senjata tradisional Mandau yang di selipkan di pinggang dan perisai perang.
BALI
Secara umum, ada tiga jenis busana adat di Bali, yaitu untuk sehari-hari, upacara keagamaan, dan upacara pernikahan. Di antara ketiganya, busana untuk upacara pernikahan yang disebut dengan payes agung merupakan busana yang paling mewah. Ini karena payes agung menempati urutan pertama dibandingkan dengan tiga busana adat Bali lainnya, yaitu payes jangkep, payes madya, dan payes alit, pada strata sosial Kerajaan Badung di zaman dulu. Pada hari pernikahan yang diharapkan menjadi momen sekali seumur hidup, sepasang pengantin yang tampil dengan riasan payes agung akan tampak anggun dan berwibawa seperti bangsawan. Ini karena perhiasan tingkat utama memang memperlihatkan suatu kekhususan. Dimulai dari bagian kepala, pengantin perempuan pdyes agung menggunakan sanggul tambahan atau gelung kuncir berbentuk bulat melingkar dan terbuat dari ijuk, yang juga menjadi ciri khas yang membedakan dengan riasan yang lain. Pengantin laki-laki mengenakan kamen atau kain yang dililitkan dari kink kekanan sebagai simbol “dharma” atau kebaikan. Panjangnya dari pinggang hingga pergelangan kaki untuk menunjukkan bahwa laki-laki harus lebih banyak melangkah dan bertanggung jawab terhadap istrinya.
NUSA TENGGARA BARAT
Lombok merupakan salah satu pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penduduk asli yang tinggal di pulau tersebut adalah suku Sasak. Busana sehari-hari laki-laki suku Sasak berupa kaus dengan bawahan kain tenun yang dililitkan di pinggang. Sementara saat mendatangi acara adat, mereka akan melengkapi baju dengan sapu (ikat kepala) dan kain songket yang dililitkan sedemikian Tupa di bagian dada hingga lutut. Untuk busana sehari-hari, perempuan Sasak menggunakan lamung (baju) berwarna hitam dengan model sederhana berupa selembar kain yang dilipat membentuk segi empat lalu diberi lubang leher berbentuk segitiga dan pertemuannya dijahit hingga membentuk semacam kebaya longgar berlengan pendek. Busana ini dilengkapi dengan kemben (sarung) yang juga berwarna hitam dan beberapa aksesori, seperti anting-anting (sengkang), gelans manete (teken ima), dan gelang kaki (teken nae). Busana adat Sasak juga sering digunakan untuk acara perkawinan. Pengantin perempuan menggunakan tangkong atau kebaya yang biasanya berwarna hitam dengan imbuhan hiasan pada pinggiran baju serta kain panjang yang disebut kereng dari songket. Adapun pengantin laki-laki menggunakan kelambi dengan bahan yang sama dengan mempelai perempuan dengan model jas tertutup, kereng (kain panjang) songket dengan motif khas Lombok, dan dilengkapi dodot (kampuh).
NUSA TENGGARA TIMUR
Pakaian adat Suku Rote adalah yang menjadi simbol pakaian adat NTT di tingkat nasional. Pakaian tersebut terpilih sebab mempunyai model yang khas atau unik juga sarat dengan nilai filosofis. Diantara keunikannya terdapat pada bentuk desain Ti’i Langga. Ti’i Langga merupakan sebuah penutup kepala berbentuk mirip topi sombrero khas Meksiko yang terbuat dari daun lontar kering. Selain sebagai aksesoris, topi adat suku Rote tersebut juga sebagai simbol kewibawaan dan kepercayaan diri bagi kaum laki-laki suku Rote. Topi Ti’i Langga merupakan aksesoris utama dari pakaian adat Rote dengan nama pakaian Tenun Ikat. Sesuai namanya, pakaian tenun ikat ini didominasi oleh kain tenun khas Rote. Bagi kaum pria Rote, busana atasannya berupa kemeja putih berlengan panjang dan busana bawahannya adalah sarung tenun ikat berwarna gelap. Untuk penutup dada juga diselempangkan selendang dari kain dengan motif yang sama di bahu. Sedangkan bagi kaum perempuan Rote, kombinasi kebaya dan bawahan berbentuk tenunan tangan menjadi pilihan utama. Perempuan Rote mengenakan perhiasan seperti gelang, anting, pending atau ikat pinggang bermotif bungan atau unggas, dan habas atau kalung susun yang terbuat dari emas ataupun perak.
SULAWESI BARAT
Provinsi Sulawesi Barat merupakan wilayah perluasan dari Provinsi Sulawesi Selatan. Salah satu suku yang mendominasi wilayah ini adalah suku Mandar. Dalam berbusana, perempuan Mandar menggunakan sarung sutra dengan motif kotak-kotak besar dan kecil dengan hiasan emas pada garis-garisnya. Baju yang digunakan berupa kebaya pendek berlengan sampai siku atau tiga perempat yang terbuat dari bahan sutra atau kain halus lainnya, tetapi tidak tembus pandang. Dipercantik dengan sebuah tali ikat di bagian tengah, bagian-bagian busana Mandar terlihat sangat serasi. Tali ikat yang melingkar di bagian pinggang ini tak hanya berfungsi sebagai pelengkap busana saja, tetapi juga berfungsi sebagai pengencang lilitan sarung. Busana ini biasanya digunakan perempuan suku Mandar saat upacara adat. Busana adat laki-laki Mandar menggunakan warna yang sama dengan busana perempuan. Busana laki-laki terdiri dari baju jas tertutup yang terbuat dari bahan sutra bercorak bebas dengan warna hitam atau warna cerah. Paduannya berupa celana panjang yang ditutupi dengan kain sarung tenun Mandar hingga sebatas lutut, Laki-laki Mandar menggunakan kopiah yang disebut songkok tobone yang memberi kesan kesederhanaan masyarakat Mandar
SULAWESI UTARA
Provinsi Sulawesi Utara ditempati oleh masyarakat dari beragam suku. Salah satunya adalah suku Minahasa sebagai suku mayoritas di wilayah tersebut. Perkembangan busana Minahasa banyak mendapatkan pengaruh dari bangsa Eropa dan Tiongkok. Busana yang terpengaruh oleh budaya Spanyol adalah baju kebaya lengan panjang dengan rok yang bervariasi. Sedangkan pada busana laki-laki yang terpengaruh berupa baju lengan panjang (baniang) yang modelnya berubah menyerupai jas tutup dengan celana panjang. Busana ini dipakai untuk upacara perkawinan, di mana pengantin perempuan menggunakan baju yang bernama baju ikan duyung. Baju ini terdiri dari baju kebaya berwarna putih dengan kain sarung bersulam sisik ikan berwarna putih. Mahkota merupakan aksesori tambahan yang digunakan untuk mempercantik sanggul. Sementara itu, tambahan lain berupa anting dan gelang dengan variasi dan bentuk juga dikenakan untuk menambah keanggunan pengantin perempuan, Padanan baju ikan duyung berupa jas atau tatutu tanpa kerah yang digunakan pengantin laki-laki, Busana yang umumnya didominasi dengan warna hitam ini juga diberi hiasan motif bunga padi di sekeliling baju. Sementara bawahannya, digunakan celana sepanjang tumit yang potongannya semakin ke bawah semakin lebar. Para laki-laki Minahasa melengkapi busana ini dengan topi atau porong dan selendang yang diikatkan pada bagian pinggang.
SULAWESI TENGAH
Salah satu suku yang menempati wilayah Provinsi Sulawesi Tengah adalah suku Kaili. Busana adat perempuan Kaili dibedakan menjadi tiga jenis model, yaitu baju poko, baju pasua, dan baju gembe. Baju gembe merupakan busana yang dipakai remaja putri untuk menghadiri upacara adat. Baju ini memiliki bentuk dan potongan sejenis baju bodo yang terdapat dalam kebudayaan Bugis. Untuk bawahannya, perempuan Kaili menggunakan sarung tenun ikat donggala yang dihiasi benang emas atau dalam bahasa Kaili disebut buya sabe kumbaja. Cara menggunakannyadengan mengikat ujung sarung ke samping kiri dan kanan. Untuk mempercantik penampilan, perempuan Kaili menggunakan beberapa perhiasan sebagai pelengkap. Bagi kaum bangsawan, perhiasan bisa terbuat dari manik-manik ataupun dari emas. Mulai dari sampo dada atau penutup dada yang berhiaskan payet, kalung bersusun, pending, beragam gelang, hingga hiasan untuk menutup rambut, seperti kembang goyang. Pada laki-laki, busana yang terdiri dari atasan berupa kemeja lengan panjang, berkerah tegak, dan panjangnya mencapai pinggul, membuat laki-laki Kaili tampak menawan. Untuk bawahannya, laki-laki Kaili memakai puruka pajana atau bawahan celana lebar, Penggunaan busana ini juga dilengkapi dengan sampolu satin atau selendang, keris atau pasatimpo yang diselipkan di pinggang dan destar atau sigara sebagai penutup kepala.
SULAWESI SELATAN
Sulawesi Selatan dengan ibu kota di Makassar didiami oleh beberapa suku. Salah satu suku terbesar yang mendiami kota Makassar adalah suku Bugis. Menurut sejarah, baju bodo yang dipakai perempuan Bugis ini termasuk salah satu busana yang cukup tua terbuat dari kain muslin, yaitu kain tenunan kapas yang dijalin dengan benang katun. Sebelumnya baju bodo terlihat transparan, kini pakaian tersebut dilengkapi dalaman berwarna sama. Ada juga baju yang berbahan lebih tebal, berlengan panjang, dan potongannya juga lebih lebar dengan panjang hingga lutut, baju ini dinamakan la’bu. Untuk upacara pernikahan, mempelai perempuan menggunakan baju bodo berwarna hijau dengan hiasan bunga-bunga dan bintang dari bahan kuningan yang disepuh emas. Busana ini dipasangkan dengan sarung dari kain sutra.Perlengkapan lain yang digunakan perempuan Bugis saat menikah adalah perhiasan kepala yang terdiri dari kutu-kutu, pinang goyang, bunga sibollo, dan bunga eka. Laki-laki Bugis juga menggunakan baju yang menawan dengan bagian atas berupa baju yang terbuat dari beledu berwarna hijau. Bagian bawahnya menggunakan rok dengan corak yang sama dengan pengantin perempuan. Perhiasan yang digunakan terdiri dari sigara atau hiasan kepala gelang yang disebut ponto naga, dan keris atau tappi. Agar keris tidak mudah lepas, dan tetap pada tempatnya, maka digunakan pengikat yang disebut talibannang. 117
SULAWESI TENGGARA
Suku Muna merupakan salah satu suku yang mendiami Provinsi Sulawesi Tenggara. Kebanyakan suku Muna tinggal di Kabupaten Muna dengan beragam keunikan. Dalam kebiasaan berbusana, suku Muna mengenal berbagai jenis busana, baik untuk sehari-hari maupun untuk menghadiri upacara. Kaum laki-laki umumnya menggunakan baju (bhadu), sarung (bheta), celana (sala), dan kopiah (songko) untuk sehari-hari dan bepergian. Selain kopiah, kaum laki-laki juga menggunakan ikat kepala yang bercorak batik. Ada pula ikat pinggang yang terbuat dari logam berwarna kuning. Ikat pinggang ini tak hanya berfungsi sebagai penguat sarung, tetapi juga untuk menyelipkan senjata tajam. Kaum perempuan menggunakan busana yang disebut kuto kutango. Kuto kutango merupakan baju berlengan pendek dengan hiasan renda pada setiap ujung lengan. Busana ini dipadukan dengan kain sarung dengan corak sulur memanjang yang menggunakan warna lebih dari satu. Salah satu upacara adat suku Muna yang masih dipertahankan adalah upacara pingitan gadis atau karia.
GORONTALO
Meski terbilang masih muda, Provinsi Gorontalo yang baru disahkan pada 22 Desember 2000 ini memiliki budaya yang cukup maju. Hampir semua suku Gorontalo mendiami wilayah provinsi yang terletak di utara Pulau Sulawesi. Masyarakatnya memiliki adat dan kebudayaan yang tak jauh tertinggal dari suku tetangganya, Minahasa. Hal ini dapat terlihat dari busana Gorontalo yang tampak modern. Dalam perkawinan adat, busana pengantin perempuan Gorontalo merupakan busana kebesaran yang dulunya dipakai oleh istri raja. Tak heran, busana ini memiliki kesan yang mewah. Busana kebesaran bernama biliu ini terdiri dari baju lengan panjang, kain panjang atau rok panjang, pelengkap busana, dan perhiasan. Pelengkap baju biliu, antara lain bakedu atau petu kecubu dan etonga yang dipakai di bahu. Hiasan ini terbuat dari perak dan berbentuk menyerupai bunga. Pelengkap lainnya adalah anting dan gelang berukuran besar di kedua tangan pengantin perempuan, Pada bagian rambut, beberapa tusuk konde menambah keanggunan pengantin. Sama halnya dengan busana yang digunakan pengantin perempuan, pengantin laki-laki juga menggunakan busana mewah dengan warna yang sama dengan pengantin perempuan, Baju ini dinamakan baju paluwala berupa kemeja lengan panjang dengan kerah tegak, Busana pengantin laki-laki juga dilengkapi dengan keris. Di bagian dada, baju pengantin laki-laki berhiaskan corak kain krawang menggunakan benang emas.
MALUKU
Ambon memiliki ragam busana untuk digunakan sehari-hari, bepergian, hingga untuk menghadiri upacara-upacara adat. Contohnya, kebaya cita berlengan panjang hingga ujung jari yang kemudian dilipat, lengkap dengan kain pelekat. Ada pula baju cele, kebaya berlengan pendek. Busana ini digunakan masyarakat Ambon untuk bepergian. Sementara kaum laki-laki menggunakan busana baju baniang, yakni kemeja lengan panjang dan berkancing dengan bagian leher agak tertutup. Busana ini dipasangkan dengan celana dan topi. Lain halnya ketika mereka hendak menghadiri upacara-upacara adat, meskipun perempuan Ambon juga menggunakan baju cele, terdapat perbedaan pada bahan yang digunakan dan penambahan aksesori tertentu, seperti konde bulan yang diperkuat dengan tusukan konde atau haspel yang terbuat dari emas atau perak, lenso pinggang, yakni sapu tangan yang kini telah jarang diletakkan di pinggang melainkan hanya dipegang saja, kalung serta anting. Laki-laki Ambon juga mengenakan busana yang sama dengan busana bepergian untuk menghadiri upacara adat. Baju baniang biasanya berwarna putih pada bagian dalam dengan bahan kain satin. Dipasangkan dengan baju terbuka lengan panjang, baju baniang ini terlihat menambah kegagahan laki-laki Ambon. Busana ini juga dilengkapi dengan ban pinggang berwarna merah dengan hiasan keemasan di pinggiran ban pinggang.
TERNATE MALUKU UTARA
Provinsi Maluku Utara yang terletak di bagian utara Kepulauan Maluku berdiri pada tanggal 4 Oktober 1999. Dalam sejarah, Provinsi Maluku Utara memiliki empat kerajaan Islam terbesar, salah satunya Kesultanan Ternate. Salah satu kebudayaan yang diwariskan sekarang dalam bentuk cara berbusana di wilayah Ternate. Pada kelompok masyarakat yang memiliki kedudukan sosial tinggi, busana yang dikenakan akan dilengkapi dengan beragam aksesori yang memiliki nilai-nilai kemegahan, kehormatan, dan kebanggaan. Ini terlihat pada busana adat yang digunakan remaja laki-laki dari golongan bangsawan, yang disebut baju koja. Busana ini berbentuk jubah panjang nan mewah yang dipasangkan dengan celana panjang hitam atau putih. Warna-warna busana yang dipilih juga umumnya berupa warna-warna muda. Warna ini melambangkan jiwa muda pemakainya yang ceria dan menggambarkan semangat. Untuk menghadiri upacara dan acara adat, busana ini akan dilengkapi dengan penutup kepala yang disebut lenso kepala atau tuala lipat. Sebuah bros mewah dipasangkan di bagian tengah topi ini. Di bagian pinggang, terlilit ikat pinggang dari kain yang panjangnya mencapai 1,5 meter. Lilitan kain ini juga berfungsi untuk menyelipkan sebuah keris.
PAPUA BARAT
Papua Barat adalah sebuah provinsi yang terletak di ujung barat pulau Papua.Papua Barat memiliki beragam suku yang mendiami wilayah tersebut, salah satunya suku Dani. Kedekatan suku Dani dengan alam sudah terjadi turun-temurun. Potensi alam yang beragam membuat kebudayaan yang berkembang di suku ini pun tak jauh dari alam. Namun, pengaruh modernisasi yang mulai masuk ke wilayah ini sedikit banyak memengaruhi perkembangan busana di Papua Barat. Unsur-unsur alam yang terdapat dalam busana adat Papua Barat kini banyak dikombinasikan dengan bahan lain, misalnya penggunaan kain sebagai penutup bagian dada perempuan. Sementara itu, meskipun kebanyakan laki-laki Papua Barat tak mengenakan atasan, hanya menggunakan rangkaian daun sagu dari pinggang hingga sebatas lutut, tetapi untuk alasan kesopanan, beberapa dari mereka terkadang mengenakan rompi dan celana sebatas lutut. Keindahan dan keunikan busana adat ini tetap terlihat dengan adanya aksesori lain, seperti gelang betan dari anyaman rotan, manik-manik yang terbuat dari biji-bijian, kalung yang dibuar dari kulit kerang, dan barok atau gelang kaki yang umumnya berwarna kuning. Pada bagian atas, baik perempuan maupun laki-laki Papua Barat, dipercantik dengan penggunaan mahkota sebagai penutup kepala. Keduanya dibuat dengan memanfaatkan bulu burung cenderawasih.
PAPUA
Salah satu suku terbesar di Papua adalah suku Asmat. Kaum laki-laki Papua mengenakan mengenakan pummi atau rok mini yang terbuat dari anyaman daun sagu. Tak banyak perlakuan pada pakaian ini karena umumnya mereka mengenakan pummi sekadarnya dengan cara melilitkan di sekeliling pinggul dan paha, lalu membiarkan rumbai-rumbainya terlepas begitu Saja. Namun, untuk menghadiri sebuah upacara adat, pakaian ini biasanya akan ditambah dengan beberapa Pelengkap dan riasan. Bagi suku Asmat, semakin banyak ragam riasan yang digunakan, maka semakin tinggi status sosialnya. Perlengkapan itu seperti selempang kalung yeruk, kalung juwursis, gelang sinerke yang dipakai di pangkal lengan dan penutup kepala yang terbuat dari bulu burung cenderawasih. Hampir semua perlengkapan pakaian yang digunakan suku Asmat terbuat dari bahan-bahan alami, misalnya hiasan untuk penutup kepala yang berasal dari kulit kerang serta anting dan kalung yang terbuat dari biji tumbuhan dek, omdu, maupun tisen. Perlengkapan yang sama juga digunakan oleh kaum perempuan suku Asmat. Busana adat ini ditambahkan penutup payudara yang juga terbuat dari sagu muda ataupun akar pandan. Dengan dianyam, sagu muda ini dibentuk menjadi semacam kutang atau disebut dengan peni. Untuk menutupi bagian bawah, selain menggunakan pummi, kaum perempuan juga mengenakan tok atau celana dalam yang dipakai di dalam pumi.
Sumber : M. Tarigan, "34 Pakaian Adat Nusantara"
pinterest.com