MARCEL SERAN
Lahir di Belu, Timor - NTT, 9 Mei 1961. Menyelesaikan SD, SMP dan SMA semuanya di Timor. Program S1 pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta 1987, S2 pada PPS UGM tahun 1995. Sejak tahun 2011tercatat sebagai mahasiswa program Doktor Ilmu Hukum pada Universitas Diponegoro Semarang.
Dari tahun 1987-2000 sebagai dosen tetap pada Fakultas Hukum Unika Widya Mandira Kupang. Sejak tahun 2000 sampai sekarang menjadi dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar. Penulis aktif mengikuti berbagai pertemuan ilmiah (seminar, simposium, penataran, lokakarya, dan diskusi); meneliti dan menulis diberbagai harian dan jurnal ilmiah. Harian diantaranya : Harian Pos Kupang, BERNAS Yogyakarta, Harian Nusa Tenggara Timur, Suara Pembaruan. Jurna ilmiah diantaranya : Pro Justitia (Fakultas Hukum Unika Parahyangan, Bandung), Kisi Hukum (Fakultas Hukum Unika Sugiyapranoto, Semarang), Gloria Juris (Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta), Prospek (Jurnal Kopertis Wilayah IX Sulawesi), Prajna (Unika Widya Mandira Kupang) Jurnal Pembangunan Wilayah dan Masyarakat (Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya, Makassar). Buku : Dilema Etika dan Hukum Dalam Pelayanan Medis, Pernerbit, Cv. Mandar Maju, Bandung.
WAHJU JONTAH
Lahir di Makassar, 29 November 1953. Pendidikan formal mulai dari SD, SMP SMA semuanya di kota Makassar. Program S1 pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 1980, S2 pada PPS Uiversitas Hasanuddin pada tahun 2001. Penulis adalah dosen Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang diperbantukan pada FH Universitas Atma Jaya Makassar mulai tahun 1984 hingga sekarang. Selama mengabdi di Universitas Atma Jaya Makassar beberapa jabatan struktural pernah diemban. Menjadi kepala Perpustakaan Universitas Atma Jaya Makassar tahun 1984-1986, menjadi wakil dekan II tahun 1984-1986, wakil dekan I bidang akademik tahun 1993-1996, Dekan FH Universitas Atma Jaya Makassar tahun 2003-2007 dan sejak tahun 2009 sampai sekarang dipercaya menjadi Wakil Rektor II Universitas Atma Jaya Makassar.
Penulis aktif mengikuti berbagai pertemuan ilmiah (seminar, simposium, penataran, lokakarya, dan diskusi); meneliti dan menulis diberbagai jurnal ilmiah diantaranya dimuat pada Jurnal Wilayah dan Masyarakat (Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya, Makassar), jurnal Justitia Et Pax (FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta). Buku : Pengantar Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, terbitan PT Gramedia, Jakarta dan Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, Penerbit Prenhallindo, Jakarta.
ANNA MARIA WAHYU SETYOWATI.
Lahir di Surabaya, 18 Oktober 1963. Menyelesaikan SD, SMP dan SMA semuanya di kota Makassar. Program S1 pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1987, S2 pada PPS UGM tahun 1996. Sejak tahun 1988 sampai sekarang sebagai dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar. Selama mengabdi di Universitas Atma Jaya Makassar beberapa jabatan struktural pernah diemban. Menjadi kepala BAAK, Kepala Perpustakaan Pusat, Pembantu Dekan Bidang Akademik pada Periode (1999-2003) dan dari tahun 2007-2012) dipercaya menjadi Ketua Program Studi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar.
Penulis aktif mengikuti berbagai pertemuan ilmiah (seminar, simposium, penataran, lokakarya, dan diskusi); meneliti dan menulis diberbagai jurnal ilmiah diantaranya dimuat pada : Jurnal Hukum Pro Justitia (Fakultas Hukum Unika Parahyangan, Bandung), Gloria Juris (Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta), Prospek (Jurnal Ilmiah Kopertis Wilayah IX Sulawesi), Jurnal Wilayah dan Masyarakat (Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya, Makassar). Buku : Dilema Etika dan Hukum Dalam Pelayanan Medis, Pernerbit, Cv. Mandar Maju, Bandung, Peranan Lembaga Modal Ventura Bagi Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah, Penerbit Pustaka Magister, Semarang.
Pada umumnya bentuk perjanjian yang digunakan para pihak dapat berupa lisan, tertulis maupun dapat berbentuk diam. Namun dalam perkembangannya secara bertahap dan pasti bentuk-bentuk perjanjian yang digunakan di dalam masyarakat Indonesia telah mengalami perubahan dan perkembangan.[1] Perubahan dan perkembangan penggunaan penggunaan bentuk-bentuk perjanjian tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh perkembangan keadaan sosial ekonomi dan perindustrian yang dialami masyarakat dewasa ini.
Dengan adanya perkembangan tersebut, orang mulai bebas menentukan kedudukannya, serta bebas menentukan isi dan bentuk perjanjian. Hukum berkembang from status to contract kata Sir Henry Maine.[2] Perkembangan itu akan terus berlanjut maka lahirlah era industrialisasi. Pada era ini timbullah kelompok-kelompok atau group-group sosial yang menentukan kedudukan yuridisnya. Kebebasan berkontrak mulai digerogoti. Berkembanglah hukum from contract to status. Hal ini tampak dari mulai banyaknya perjanjian standar dalam masyarakat.
Banyaknya perjanjian standar dalam masyarakat pada umumnya digunakan oleh kalangan yang memiliki keunggulan ekonomi yang dominan. Dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki maka dalam setiap hubungan hukum, mereka akan dengan mudah dan leluasa secara sepihak menentukan isi dan luas perjanjian dan tidak jarang mereka juga dapat mencantumkan syarat atau klausula eksonerasi dalam perjanjian. Sedangkan pihak lawannya (wederpartij) yang umumnya mempunyai kedudukan (ekonomi) lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya hanya menerima saja apa yang disodorkan itu.[3]
Perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi (exoneratie clausule) yang digunakan masyarakat tersebut pada umumnya dalam bentuk perjanjian/kontrak standar yaitu dimulai dari yang paling sederhana seperti : cuci cetak foto, parkir kendaraan bermotor, cuci pakaian, karcis bus, sampai pada yang paling kompleks seperti: perjanjian pengangkutan barang dan uang, perjanjian kredit bank, perjanjian asuransi dan lain sebagainya. Bahkan perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi tersebut boleh dikatakan tak terbilang banyaknya dan tidak jarang perjanjian semacam itu telah menjadi pilihan dalam setiap hubungan hukum.
[1] Johanes Gunawan, Ibid, hlm. 45.
[2] Sudikno Mertokusumo, Perkembangan Hukum Perjanjian, Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Perdata/Dagang, Kerja sama FH UGM-Konsorsium Ilmu Hukum, Yogyakarta, 12-13 Maret 1990, hlm. 4.
[3][3] Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya Di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Mata Pelajaran Hukum Perdata pada FH USU, Medan, 30 Agustus 1980, hlm. 23.
Merebaknya kejahatan korporasi di Indonesia menimbulkan resistensi yang sangat keras di kalangan warga masyarakat, baik itu dilakukan melalui siaran radio, televisi, pemberitaan di surat kabar maupun melalui pertemuan ilmiah. Adanya reaksi yang demikian karena kejahatan korporasi mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi negara dan masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah yang tidak memiliki power yang cukup dalam menghadapi perilaku korporasi yang nota bene memiliki akses yang kuat pada kekuasaan Negara. Namun, tampaknya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tidak memiliki kemauan yang baik (good will) untuk melakukan kriminalisasi terhadap perilaku korporasi yang telah menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat. Realitas menunjukkan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku positif di Indonesia tidak mengatur korporasi sebagai subyek tindak pidana atau delik. Ketentuan tentang hal ini hanya diatur dalam perundang-undangan khusus yang tersebar di luar KUHP yang mana kekuatan berlakunya terbatas pada pelanggaran terhadap ketentuan UU tersebut. Misalnya UU No.7/1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, korporasi telah dijadikan subyek delik. Korporasi yang terbukti melanggar ketentuan UU tersebut dapat dijatuhi pidana oleh hakim.
Peranan Lembaga Modal ventura bagi Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah/ Anna Maria Wahju Setyowati, , -cet. 1 - Semarang; Penerbit Pustaka Magister, 2012. viii + 122 hlm; 23 cm.ISBN 978-602-8259-48-4
Bunga Rampai Hukum Dalam Dinamika Masyarakat Suatu Telaah Teoritik Dan Penegakan Hukum / Seran, Jontah, Maria Setyowati, , -cet. 1 - Semarang; Penerbit Pustaka Magister, 2012.xi + 163 hlm; 23 cm.ISBN 978-602-8259-51-41
Perspektif Hukum Kesalahan Profesional Dokter Dan Tanggung Gugat Rumah Sakit/ Marcel Seran, , , -cet. 1 - Semarang; Penerbit Pustaka Magister, 2013.vi + 131 hlm; 23 cm.ISBN 978-602-8259-52-Perspektif Hukum Kesalahan Profesional Dokter Dan Tanggung Gugat Rumah Sakit Pelayanan medis merupakan suatu upaya atau kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter sebagai pemberi pelayanan medis dan pasien sebagai penerima pelayanan medis. Karena itu, bila seorang pasien yang merasa dirinya dalam keadaan sakit, ia akan mencari dokter yang dapat memberi nasihat dan bersedia bekerja sama untuk mengatasi penderitaanya (penyakitnya).
Pasien datang kepada dokter, karena ia percaya bahwa dokter tersebut mempunyai kemampuan medis dan kesungguhan untuk melayani dengan mengutamakan kepentingannya. Pasien pasrah dan percaya sepenuhnya, bahwa kendatipun ia dalam keadaan lemah dan tak berdaya, dokter dengan kemampuannya tetap berupaya secara maksimal untuk membantu dan memberi pelayanan, serta pertolongan tindakan medis untuk mengatasi penderitaannya.
Pelayanan medis pada mulanya merupakan suatu hubungan saling percaya antara dokter-pasien. Pasien senantiasa mempercayakan kepada dokter atau tenaga medis seluruh keadaan penyakit dan kesehatannya dan berbagai hal pribadi dan bila dirasakan bahwa dokter tidak sepenuhnya dapat memenuhi harapannya ia akan beralih ke dokter lain.[1]
Hubungan saling percaya antara dokter-pasien ini terjalin sudah sejak permulaan sejarah umat manusia yaitu hubungan kepercayaan antara sang pengobat dan penderita. Oleh Hippocrates hubungan saling percaya ini, seperti dikatakan dalam sumpahnya, bahwa ilmu kedokteran adalah ilmu yang paling mulia dan orang-orang yang sanggup menjunjung tinggi kehormatan diri dan profesinya layak menjadi dokter. Pada saat sekarang hubungan saling percaya ini sebagai transaksi terapeutik antara dokter-pasien.[2]
Hubungan saling percaya dalam pelayanan medis antara dokter–pasien di dalam transaksi terapeutik didasarkan pada suatu keyakinan dari pasien bahwa ilmu yang dimiliki oleh dokter itu akan digunakan untuk mengatasi penderitaanya. Oleh sebab itu, syarat untuk memperoleh hasil yang baik dalam pelayanan medis dari dokter pada pasien adalah kepercayaan pasien pada dokter.
[1] Benyamin Lumenta, Pelayanan Medis, Citra, Konflik Dan Harapan, Tinjauan Fenomena Sosial, Kanisius, Yogyakarta, 1989, hlm.32.
[2] Mukadimah Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 434/Men.Kes./SK/X/1983 tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia.