Biografi singkat

NAILA PEJUANG YANG BARU BERKEMBANG

Naila merupakan anak kedua dari keluarga pasangan Imam Bachtiar dan Ani Mariani, dengan nama lengkap Naila Taslimah Bachtiar. Naila dilahirkan dengan sebuah operasi cesar di Rumah Bersalin Akasia, Mataram, pada hari Selasa, 24 Desember 1996 atau 13 Sya’ban 1417, pukul 12:15 wita. Ayahnya melantunkan adzan di telinga Naila sekitar dua menit sebelum suara adzan Dhuhur terdengar dari masjid. Ketika dilahirkan, Naila mempunyai berat 2,50 kg dengan panjang 49 cm. Berat badannya yang kecil membuatnya nyaris dimasukkan ke incubator. Diduga kecilnya berat badan Naila disebabkan jarak kehadirannya dengan kelahiran kakaknya terlalu pendek, sehingga ibunya masih menyusui anak pertama ketika ia sedang tumbuh di dalam rahim.

Sebagaimana kelahiran kakaknya, kelahiran Naila juga ditunggui oleh neneknya dari Jombang, Sri Utami. Sejak awal kelahiran Naila memang sudah diperkirakan akan melalui operasi cesar sehingga semua keluarga sudah mempersiapkannya. Pada awalnya operasi kelahiran Naila diperkirakan akan dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 1996. Ayahnya yang menjadi peneliti terumbu karang mempunyai tugas ke Pulau Panjang dan Pulau Danger pada tanggal 17 Desember 1996. Karena pekerjaan dilapangan banyak maka membutuhkan waktu lebih dari seminggu bekerja di lapangan. Pada tanggal 23 Desember 1996 ayahnya pergi dari Pulau Danger Kecil menuju Mataram. Dengan masih membawa tas besar berisi peralatan selam, ayahnya menuju Rumah Bersalin Akasia untuk menjenguk bayi barunya. Ternyata kata perawat Ibu Ani Mariani belum dioperasi karena suatu hal, sehingga besok harinya ayahnya dapat menunggui kelahiran Naila. Nama “Naila Taslimah Bachtiar” (atau disingkat NTB) yang diberikan ayahnya sebagai tanda bahwa ia dilahirkan di Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Ketika Naila masih berusia dua bulan, pada awal Pebruari 1997, ayahnya akan mengikuti sebuah kursus singkat di Australia sehingga seluruh keluarga tinggal di rumah kakek-neneknya di Singaraja. Naila sudah mempunyai pengalaman naik pesawat ketika masih berusia dua bulan tersebut dalam perjalanan dari Mataram ke Denpasar dengan pesawat Sempati. Naila, ibu dan kakaknya tinggal di Singaraja sampai bulan Agustus 1997. Pada tahun pertama ini, Naila tumbuh sebagai anak yang gemuk.

Ketika usianya mencapai lima tahun, Naila mulai sekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Bustanul Athfal Aisyiah di kompleks perumahan Bumi Pagutan Permai. Selama bersekolah Naila juga masih sakit beberapa kali. Sakit yang dideritanya tetap batuk dan pilek. Jika penyakit flu tersebut dibiarkan tanpa pengobatan maka asmanya akan kambuh sehingga ia mengalami sesak nafas. Dengan semakin besar pertumbuhannya Naila semakin jarang sakit. Di rumah juga sudah selalu ada persiapan obat-obatan yang khusus untuk Naila.

Di sekolah TK Aisyiah prestasi Naila tidak terlalu menonjol, selain keberaniannya untuk tampil di depan kelas. Ia sebenarnya anak yang berbakat banyak di dunia seni, tetapi ia bukan pekerja keras. Sebuah bakat tidak pernah dapat bersinar tanpa kerja keras untuk melatih dan mengasah bakat tersebut. Selama di TK, ia menunjukkan bakat melukis, menari dan menyanyi; walaupun sayang ketiganya tidak berkembang. Untuk melukis ia sangat kreatif tetapi kurang sabar dan tidak dapat menerima kritikan. Di bidang menari Naila juga tidak dapat mengembangkan bakatnya. Belajar menari membutuhkan stamina yang baik, yang ia tidak memilikinya karena sering sakit dan kurang olahraga. Belajar menyanyi juga tidak dapat dilakukannya karena nafasnya kurang panjang akibat asma.

Tanpa diduga sebelumnya, ternyata Naila memiliki bakat sebagai pemikir. Hasil test intelegensi yang dilakukan oleh sebuah konsultan psikologi memberikan nilai IQ 125, yang termasuk kategori cerdas. Ketika ia sudah duduk di kelas 6 SD, nilai IQ-nya lebih rendah yaitu 117. Test IQ di SD tersebut dilakukan ketika Naila sedang dalam kondisi sakit. Walaupun demikian, nilai IQ tersebut jauh melebihi rata-rata nilai IQ teman-teman sekelasnya. Bakatnya sebagai pemikir tersebut baru kelihatan bersinar ketika ia belajar di sekolah dasar. Ketika masih di sekolah TK, Naila masih belum dapat membaca. Selama di TK, ia tipe anak yang kurang berusaha keras dan suka ngambek. Sejarah masa balitanya yang sering sakit-sakitan membuat orangtuanya lebih permisif kepadanya dibandingkan kepada kakaknya. Anak yang sering sakit akan mendapat perlakuan khusus dari orangtuanya sehingga membuatnya lebih manja dan kurang motivasi untuk bekerja keras. Karena itu ayahnya berusaha untuk mengubah anak kedua yang cenderung manja menjadi seorang yang mempunyai semangat berjuang. 

Ketika belajar di SDN 44 Ampenan, di kompleks perumahan Bumi Pagutan Permai, Naila mulai menunjukkan keunggulannya di pelajaran sekolah. Dari Kelas 1 hingga Kelas 6 ia hampir selalu menjadi juara kelas setiap pembagian rapor siswa. Hanya pada dua semester Naila tergeser ke peringkat kedua oleh Amanda. Di Kelas 1 Naila mulai dipaksa belajar membaca oleh ayahnya. Setelah mampu membaca, Naila masih juga belum berminat membaca buku, selain buku pelajaran yang harus dikerjakan sebagai pekerjaan rumah. Hal ini menunjukkan keingintahuan Naila tentang ilmu pengetahuan lebih rendah daripada kakaknya.

Di bidang kesenian, Naila menunjukkan minat yang besar. Pada Kelas 3, ia sudah mulai belajar membuat puisi. Di waktu senggangnya ia juga suka membaca puisi yang diajarkan di sekolah atau menulis pusi sendiri. Ketika ia duduk di Kelas 5 Naila mulai mengikuti Lomba Membaca Puisi untuk tingkat SD se Kota Mataram. Pada kesempatan tersebut, Naila telah datang ke tempat lomba sebelum acara dimulai, tetapi ia mendapat giliran membaca puisi hampir di akhir acara. Naila yang datang diantar ibunya mendapat nomor urut 200. Lamanya menunggu giliran membuat Naila banyak belajar dari para peserta lain bagimana membaca puisi yang menarik.

Di bidang melukis, Naila suka mengikuti sejumlah lomba melukis atau mewarnai, baik tingkat Lingkungan maupun tingkat Kota Mataram. Walaupun demikian, ia tidak pernah menjuarai satupun lomba-lomba tersebut. Naila sebenarnya memiliki kreativitas yang tinggi, tetapi ia kurang sabar dalam menggoreskan warna ke kertas, sehingga lukisannya tampak kurang menarik. Ketidaksabarannya tersebut merupakan kelemahan dari Naila, yang semangat juangnya belum baik.

Naila memiliki kelebihan lain disamping pelajaran sekolah dan membaca puisi, yaitu berpidato. Bakat berpidato ini tampaknya merupakan warisan dari kedua kakeknya. Muchid Ichsan (Jombang) dan M. Anwar (Singaraja) adalah orang-orang yang dikenal pandai berpidato dan berdakwah secara masal. Jika ada lomba berpidato di antara sekolah, maka Naila yang ditunjuk oleh gurunya. Ketika kakek-neneknya di Jombang (Mojoanyar) merayakan ulang tahun perkawinan emas (50 tahun), Naila mendapat tugas sebagai pembawa acaranya.

Kelebihan Naila yang lainnya adalah ia merupakan anak yang supel, pandai bergaul.  Di manapun ia pergi, Naila mudah berkenalan dan bermain dengan anak yang baru. Ia menikmati bertemu dengan orang yang baru dikenalnya. Sebenarnya ini menandakan bahwa ia punya bakat untuk menjadi petualang. Ia juga menyukai perjalanan di sawah atau hutan. Sayangnya, kelemahan fisiknya membuat ia mudah mabuk jika naik mobil. Jikasaja ia mau banyak berolahraga dengan rutin, maka badannya akan menjadi sehat dan lebih tahan mabuk lagi.

Sebenarnya ia sudah mencoba untuk belajar berenang, melalui sebuah kursus renang anak-anak. Lagi-lagi, tekad kerja keras atau semangat juang yang tidak maksimal membuat perkembangan ketrampilan renangnya tidak berlanjut. Sebagai anak yang memiliki masa balita sakit-sakitan, ia memang membutuhkan waktu untuk benar-benar bangkit dan berjuang keras untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya.

Di bidang psikhomotor (pergerakan) Naila termasuk lambat dibandingkan teman-teman sebayanya. Kondisinya yang sakit-sakitan merupakan salah satu factor penyebabnya. Ketika duduk di Kelas 3, Naila masih pergi sekolah dibonceng oleh kakaknya. Kemanjaannya membuat ia tidak mau belajar keras naik sepeda, sedangkan teman mainnya dan teman sekelasnya semua sudah dapat naik sepeda. Setiap belajar naik sepeda sekali mencoba dan jatuh, ia langsung berhenti belajar naik sepeda beberapa bulan. Hal inilah yang menyebabkan ia belum mampu naik sepeda. Sepeda yang baru sudah dibelikan untuknya, tetapi ia masih belum dapat memakainya. Suatu hari ayahnya dengan keras mengajarinya naik sepeda. “Kamu hanya boleh berhenti belajar naik sepeda hari ini, setelah jatuh 20 kali”. Nailapun akhirnya belajar naik sepeda di lapanagan dekat rumahnya. Berkali-kali ia jatuh di lapangan rumput, tetapi ia masih belum berani berhenti berlatih. Pada hari itu juga akhirnya ia mulai percaya diri untuk naik sepeda. Setelah sekitar sebulan ia belajar naik sepeda di lapangan, ia kemudian sudah berani naik sepeda ke sekolah.

Prestasi terbesar akademis dari Naila adalah ketika ia mewakili sekolahnya untuk mengikuti seleksi calon peserta Olimpiade Internasional di bidang sains. Ia termasuk salah satu dari 60 siswa yang mendapat pelatihan khusus selama seminggu di Hotel Jayakarta, Lombok. Selama seminggu di hotel berbintang tiga, Naila sangat menikmati fasilitas dan makanan yang ada di hotel. Sebagian teman-temannya tidak dapat tidur di ruang ber-AC atau merindukan makanan telur dadar di rumah. Sedangkan Naila malah menikmati tidur di tempat yang nyaman, minum susu segar, dan berenang di kolam renang hotel.

Pada saat ini Naila sedang belajar di Pondok Pesantren Modern Gontro Putri 2, Sambirejo, Mantingan, Ngawi. Kepergiannya belajar di pondok adalah atas nasehat ayahnya. Ayahnya memang ingin agar kelak Naila dapat belajar ke luar negeri, sehingga ia sekarang harus menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris. Kedua bahasa itu digunakan di Gontor Putri sehingga merupakan tempat terbaik untuk mengasah kemampuan bahasa Naila. Naila adalah anak yang juga sangat berbakat dalam bahasa. Insya Allah bakatnya akan berkembang jika terpaksa harus berbahasa asing sebagaimana yang terjadi di Gontor Putri.

Naila didaftarkan ke Gontor Putri 2 sudah agak terlambat. Pada tahun 2009, hampir seluruh SD terlambat menyediakan ijasah. Orangtuanya ingin Naila membubuhkan cap tiga jari di ijasah SD sebelum pergi ke Gontor Putri, maka keberangkatannya tertunda hingga tanggal 13 Juli 2009.  Ketika berangkat ke Gontor, ijasah SD yang ditunggu-tunggu juga belum tersedia di Kota Mataram. Terlambatnya pendaftaran Naila tercermin dari nomor pendaftaran 803 dari sekitar 1500 calon santri. Pendaftaran Naila ke Gontor Putri 2 diantar oleh kedua orangtua dan kakaknya. Sebelum ke Gontor, Naila diajak ayahnya untuk menonton film berjudul “Ketika Cinta Bertasbih” di Delta Plaza, Surabaya.

Hasil ujian masuk (penempatan) di Gontor Putri 2 menempatkan Naila di Kelas F4. Setelah beberapa minggu diasuh di pondok modern tersebut, Naila mengikuti ujian masuk Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Putri 2. Hasil ujian tersebut akan menempatkan calon santriwati untuk masuk ke Gontro Putri 1, Gontor Putri 3, Gontor Putri 5, tetap di Gontor Putri 2, atau tidak lulus. Alhamdulillah, Naila lulus masuk  ke Gontor Putri 2. Pada awalnya ia memang agak gusar dan kecewa tidak dapat masuk ke Gontor Putri 1 sebagaimana jejak kakaknya. Tetapi setelah diberi penjelasan oleh kakaknya, bahwa Gontor Putri 2 tidak lebih jelek daripada Gontor Putri 1, ia baru dapat menerima keberuntungannya. Di Gontor Putri 2, Naila diterima di kelas 1 C, sebagimana kelas yang dicapai oleh kakaknya. Di Gontor Putri urutan abjad kelas menunjukkan kemampuan akademis dari santri.

Belajar di pondok pesantren bukanlah tugas yang ringan bagi Naila yang lulusan SD, bukan lulusan Madrasah Ibtidaiyah. Pelajaran yang harus diikutinya sangat banyak. Pelajaran bahasa Arab dan menulis Arab (imla) juga banyak menyita waktu karena merupakan pelajaran baru. Orang yang mendaki gunung yang lebih tinggi memang akan lebih lelah daripada yang sedang mendaki gunung yang rendah. Itulah yang sedang dialami oleh Naila sekarang. Tetapi jika ia dapat bersabar hingga ke puncak gunung, maka kedudukannya akan lebih tinggi daripada yang mendaki gunung yang lebih rendah.

Kehidupan di pondok yang keras dan sederhana ternyata mampu membuat tubuh Naila bertambah kuat. Walaupun tidurnya sangat sedikit, kesehatan tubuh Naila secara perlahan dapat beradaptasi dan menjadi semakin baik. Jika di Mataram hampir setiap bulan ia harus minum obat pilek atau obat batuk, maka di Gontor Putri 2 ia tidak pernah lagi membutuhkan obat-obatan tersebut. Walaupun badannya lebih kurus, tetapi tubuhnya semakin sehat dan kuat. Ia dapat sembuh dari demam, pilek,dan batuk tanpa obat-obatan dan antibiotik. Semoga badannya semakin kuat sehingga daya juangnya juga akan meningkat.

Ketika seseorang belajar sesuatu maka sebenarnya ia adalah sedang menabung ilmu di dalam otak dan otot-ototnya.  Jika Naila belajar lebih banyak daripada teman-temannya di Mataram, maka berarti ia sedang menabung lebih banyak. Semoga semua upaya keras yang dilakukannya akan membuahkan kesuksesan, baik ketika sekolah sekarang maupun ketika ia dewasa dan menjadi sarjana kelak di kemudian hari.

Alamat email Naila: nailabachtiar@gmail.com