Durasi: 1 JP
Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP mampu mengidentifikasi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dirinya terkait coaching di konteks pendidikan
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Selamat datang di modul coaching untuk supervisi akademik. Untuk memulai pembelajaran pada modul ini, mari kita mulai dari diri Anda. Sebagai seorang guru, Anda adalah seorang pemimpin pembelajaran. Dalam perjalanan Anda sebagai seorang guru, tentunya Anda pernah mendapatkan pengalaman terkait dengan supervisi akademik sebagai salah satu cara pengembangan kompetensi diri Anda.
Pada sesi mulai dari dari diri ini, Anda akan menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif terkait supervisi akademik dan pengembangan kompetensi diri. Jawaban yang Anda berikan tidak akan dinilai, melainkan sebagai pijakan bagi fasilitator untuk mengembangkan pembelajaran dalam modul ini.
Pertanyaan-pertanyaan reflektif sesi mulai dari diri:
Selama menjadi guru, tentunya pembelajaran Anda pernah diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah Anda. Bagaimana perasaan Anda ketika diobservasi?
Ceritakan pengalaman Anda saat observasi dan pasca kegiatan observasi tersebut.
Menurut Anda, bagaimanakah proses supervisi akademik yang ideal yang dapat membantu diri Anda berkembang sebagai seorang pendidik?
Menurut Anda, jika Anda saat ini menjadi seorang kepala sekolah yang perlu melakukan supervisi, dimana posisi Anda sehubungan dengan gambaran ideal di atas dari skala 1 s/d 10? Situasi belum ideal 1 dan situasi ideal 10.
Aspek apa saja yang Anda butuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal itu?
Setelah Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif, tuliskan harapan Anda terkait modul ini :
Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada diri Anda sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?
Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?
Tuesday, 21 November 2023, 4:38 AM
Edited by SULASMONO, S.PD ., Tuesday, 21 November 2023, 4:53 AM
Selama menjadi guru, tentunya pembelajaran Anda pernah diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah Anda. Bagaimana perasaan Anda ketika diobservasi?
Ketika saya diobservasi oleh kepala sekolah saya merasa gugup, takut salah dan takut tidak bisa melaksanakan pembelajaran sesuai dengan harapan.
Ceritakan pengalaman Anda saat observasi dan pasca kegiatan observasi tersebut
Saat observasi, ada langkah - langkah pembelajaran yang tidak sesuai harapan dikarenakan gugup/nervous, merasa banyak mata melihat dan memperhatikan apa yang saya lakukan. Pasca observasi, saya mendapat masukan/umpan balik yang berharga untuk pengembangan diri saya khususnya dalam pembelajaran.
Menurut Anda, bagaimanakah proses supervisi akademik yang ideal yang dapat membantu diri Anda berkembang sebagai seorang pendidik?
Menurut saya, proses supervisi akademik yang tidak menyalahkan apa yang telah dilakukan.
Menurut Anda, jika Anda saat ini menjadi seorang kepala sekolah yang perlu melakukan supervisi, dimana posisi Anda sehubungan dengan gambaran ideal di atas dari skala 1 s/d 10? Situasi belum ideal 1 dan situasi ideal 10.
Menurut saya jika saat ini menjadi kepala sekolah dan perlu melakukan supervisi, maka posisi saya adalah antara situasi 5 - 7
Aspek apa saja yang Anda butuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal itu?
Aspek yang dibutuhkan adalah segala hal - hal yang berkaitan dengan supervisi untuk mencapai situasi ideal
Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada diri Anda sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?
Setelah mempelajari modul ini harapannya adalah saya bisa membangun komunikasi yang baik dan memberdayakan sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam membuat perubahan strategis yang mampu menggerakan komunitas sekolah.
Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?
Modul ini berisi kegiatan tentang coaching dengan materi coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Manfaat yang diharapkan :
1. Saya memiliki kemampuan dalam rangka mengembangkan kompetensi rekan sejawat;
2. Saya mampu menerapkan praktik komunikasi memberdayakan dengan menggunakan paradigma berpikir dan prinsip coaching;
3. Saya mampu melakukan percakapan berbasis coaching dalam komunitas sekolahnya untuk mengembangkan kompetensi rekan sejawat.
Moda: MandiriTujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat menjelaskan konsep coaching secara umum.
CGP dapat membedakan coaching dengan pengembangan diri lainnya, yaitu mentoring, konseling, fasilitasi dan training
CGP dapat menjelaskan konsep coaching dalam konteks pendidikan sebagai pendekatan pengembangan kompetensi diri dan orang lain (rekan sejawat)
Pengantar
Bapak/Ibu calon guru penggerak,
Saat ini kita berada pada tahap eksplorasi konsep bagian pertama. Pada tahap ini kita akan bereksplorasi secara mandiri untuk memahami konsep coaching secara umum dan konsep coaching dalam dunia pendidikan. Mengapa calon guru penggerak memerlukan pemahaman mengenai coaching akan dijelaskan pada bagian ini. Definisi coaching dan perbedaannya dengan metode pengembangan diri lainnya juga akan didiskusikan. Terakhir, konsep coaching dalam dunia pendidikan juga akan dibahas.
Bapak/Ibu calon guru penggerak,
Selain menyiapkan diri kita sebagai pemimpin pembelajaran, program Pendidikan Guru Penggerak juga menyiapkan kita untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu:
Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
interaktif;
inspiratif;
menyenangkan;
menantang;
memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
Oleh karena itu, penting kiranya bagi kita memastikan bahwa supervisi akademik yang kita jalankan benar-benar berfokus pada proses pembelajaran sebagaimana yang tertuang dalam standar proses tersebut.
Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan pasal 20 ayat 2: Kriteria minimal kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, kepala sekolah seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid? Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana Whitmore (2003) ungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Sejalan dengan hal ini, dengan adanya program Pendidikan Guru Penggerak ini, kita diharapkan menjadi supervisor atau kepala sekolah yang memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching dalam rangka pengembangan diri dan rekan sejawat. Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan mengenai konsep coaching secara umum dan konsep coaching dalam konteks sekolah pada dan kaitannya dengan peran kita sebagai kepala sekolah atau supervisor.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Video berikut ini memberi pengetahuan tentang apa itu coaching, silakan disimak dengan seksama.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, kita melihat ada elemen-elemen penting yang menjadikan sebuah proses itu disebut sebagai coaching. Untuk itu, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Tuliskan elemen-elemen penting dari coaching yang dapat diambil dari beberapa definisi coaching yang telah disajikan!
Sebagai guru, pernahkah Anda menerapkan prinsip-prinsip coaching tersebut di sekolah Anda baik kepada murid maupun rekan sejawat Anda? Jika jawaban anda "ya", berilah contoh dan penjelasannya!
SULASMONO, S.PD noted on 2.1.1 Konsep Coaching secara Umum
Tuliskan elemen-elemen penting dari coaching yang dapat diambil dari beberapa definisi coaching yang telah disajikan!
1. Coach mengantarkan coachee menuju tujuan yang ingin dicapai.
2. Coaching merupakan bentuk kemitraan antara coach dan coachcee.
3. Coaching dibangun melalui proses kreatif yang ditandai dengan eksplorasi dan membangun ide untuk memaksimalkan potensi coachee.
4. Skill coaching : a. Coach mendengarkan secara aktif. b. Coach mengajukan pertanyaan berbobot. c. Coach memancing ide - ide. d. Coach memfasilitasi pertumbuhan coachee
5. Coaching adalah pemberdayaan potensi coachee Sebagai guru, pernahkah Anda menerapkan prinsip-prinsip coaching tersebut di sekolah Anda baik kepada murid maupun rekan sejawat Anda? Jika jawaban anda "ya", berilah contoh dan penjelasannya! Ya.. pernah kepada murid ketika melakukan pelanggaran berulang - ulang seperti terlambat sekolah, tidak memakai seragam sesuai ketentuan, tidak memakai sepatu.
Selain coaching, ada beberapa metode pengembangan diri yang lain yang bisa jadi sudah kita praktikan selama ini di sekolah yaitu mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Agar lebih memahami konsep coaching secara lebih mendalam, ada baiknya kita juga menyelami perbedaan peran coaching dengan metode-metode pengembangan diri tersebut. Untuk mengetahui perbedaan peran tersebut, mari kita simak terlebih dahulu definisi dari masing-masing metode pengembangan diri tersebut:
1. Definisi mentoring
Stone (2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.
2. Definisi konseling
Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
3. Definisi Fasilitasi
Shwarz (1994) mendefinisikan fasilitasi sebagai sebuah proses dimana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu.
4. Definisi Training
Training menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, untuk menyelami perbedaan peran coaching dengan metode-metode pengembangan diri tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Setelah membaca definisi-definisi mengenai mentoring, konseling, fasilitasi dan training, tuliskan yang Anda ketahui mengenai mentoring, coaching, konseling, training dan fasilitasi.
Dalam berinteraksi di sekolah, ceritakan pengalaman Anda ketika berperan sebagai coach, mentor, konselor, fasilitator, dan trainer.
SULASMONO, S.PD noted on Metode Pengembangan Diri
Yang saya ketahui adalah : MENTORING sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. KONSELING adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. TRAINING merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai. FASILITASI sebagai sebuah proses dimana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu. Pengalaman sebagai trainer/mentor adalah pengimbasan GMT
Bapak/Ibu calon guru penggerak,
Silakan menyimak perbedaan coaching pada video berikut ini.
Dari tabel tersebut, sekarang kita lebih memahami perbedaan peran dari masing-masing metode pengembangan diri tersebut. Tentunya sebagai guru kita telah melakukan peran-peran tersebut. Kita juga sudah mengetahui peran apa yang bisa kita pilih ketika menghadapi berbagai situasi baik ketika menghadapi murid atau rekan sejawat. Berikut kita akan menyimak bagaimana coaching diterapkan dalam konteks pendidikan.
Bapak /bu Calon Guru Penggerak,
Mari kita bersama-sama mempelajari coaching dalam konteks pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun). Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.
Perhatikan tabel berikut ini
Dalam ruang kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak coach dan coachee. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat coachee melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat.
Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang menjadi tugas seorang coach (pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang coachee. Pengembangan diri baik seorang coach atau coachee dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.
Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.
Silakan gunakan navigasi yang ada.
*) Keterangan ikon pada bahan bacaan (dari kiri ke kanan):
tanda minus untuk mengecilkan tampilan materi
tanda plus untuk memperbesar tampilan materi
tanda kotak untuk menampilkan materi fullscreen
tanda panah untuk mengunduh materi
Terima Kasih Bapak/Ibu sudah mengikuti sesi pembelajaran Eksplorasi Konsep mengenai Konsep Coaching secara Umum dan Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan. Mari kita bawa pemahaman yang sudah kita dapatkan pada bagian ini untuk masuk ke bagian berikutnya, yaitu Eksplorasi Konsep Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching.
Durasi : 1 JP
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat menjelaskan paradigma berpikir coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi.
CGP dapat menjelaskan prinsip-prinsip coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi.
CGP dapat mengaitkan antara paradigma berpikir dan prinsip-prinsip coaching dengan supervisi akademik.
CGP dapat membedakan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka memberdayakan rekan sejawat.
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Mari kita bersama-sama mempelajari paradigma berpikir dan prinsip coaching. Pada sub pembelajaran sebelumnya, kita sudah belajar salah satu tujuan dari supervisi akademik adalah untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk dapat melakukan itu, diperlukan paradigma berpikir bertumbuh dan keberpihakan pada murid. Apa pun pendekatan yang digunakan untuk pengembangan kompetensi, kesemuanya diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Disebutkan di atas bahwa salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching. Mengapa coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan, karena diawali dengan paradigma berpikir coaching.
Salah satu tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru menjadi otonom, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri (self-directed, self-manage, self-monitor, self-modify). Untuk dapat membantu guru menjadi otonom, diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkan.
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak, untuk dapat membantu rekan sejawat kita untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom, kita perlu memiliki paradigma berpikir coaching terlebih dahulu. Paradigma tersebut adalah:
Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan
Bersikap terbuka dan ingin tahu
Memiliki kesadaran diri yang kuat
Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Fokus pada Coachee
Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan. Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan bagaimana kita berfokus pada rekan sejawat kita bukan pada "situasi" yang disampaikan dalam percakapan.
Coachee : Pak, bantu saya donk …. Saya kewalahan nih menghadapi salah satu murid saya di kelas. Setiap saya sedang mengajarkan sebuah konsep, ada saja yang dia lakukan untuk mengalihkan perhatian saya dan teman-temannya.
Coach : Baik Bu. Apa yang dia lakukan untuk mengalihkan perhatian Ibu dan teman-temannya? Bisa diceritakan?
Coachee : (bercerita tentang apa yang dilakukan oleh murid yang dimaksud)
Coach : Jadi itu yang dia lakukan. Lantas, situasi ideal apa yang Ibu inginkan?
Coachee : Saya ingin murid saya ini bisa fokus menyimak penjelasan saya pada saat saya mengajar.
Coach : Jadi Ibu ingin murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar. Supaya murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar, apa saja yang perlu Ibu lakukan?
Coachee : (bercerita hal-hal yang perlu dilakukan)
Perhatikan percakapan di atas, saat seorang guru (coachee) menyampaikan situasi mengenai salah satu muridnya yang mengalihkan perhatian guru tersebut. Kemudian rekan sejawatnya (coach) memfokuskan coachee kepada apa yang perlu dilakukan. Percakapan ini berlanjut kepada hal-hal apa saja yang guru tersebut perlu lakukan berbeda, apa yang perlu diketahui atau kuasai untuk dapat mencapai tujuan yaitu, sang murid dapat fokus menyimak penjelasannya pada saat dia mengajar.
Bersikap Terbuka dan Ingin Tahu
Paradigma berpikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah:
berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain;
mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;
tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu.
Agar kita dapat bersikap terbuka, kita perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau dilakukan rekan kita. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran kita atas jawaban rekan kita, maka kita mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati. Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Pada saat saya mendengarkan apa-apa yang Ibu ceritakan, saya menangkap adanya keinginan Ibu untuk terus berusaha sebisa Ibu. Apakah betul seperti itu Bu?”
Memelihara rasa ingin tahu membantu rekan kita dan diri kita untuk memahami situasi rekan kita. Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Tadi Ibu mengatakan ya sudah saya menurut saja apa yang dikatakan oleh kepala sekolah, dari mana datangnya pikiran itu?”
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Memiliki Kesadaran Diri yang Kuat
Paradigma berpikir coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita. Kompetensi yang merupakan perwujudan dari paradigma berpikir ini akan kita pelajari lebih lanjut di bagian Kompetensi Coaching.
Mampu Melihat Peluang Baru dan Masa Depan
Paradigma berpikir coaching yang keempat adalah mampu melihat peluang baru dan masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.
Agar rekan sejawat kita bisa melihat peluang baru dan fokus pada masa depan, kita dapat mengajukan pertanyaan berikut kepada mereka:
Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan situasi Bapak/Ibu saat ini, lantas situasi ideal apa yang Bapak/Ibu inginkan di masa depan?
Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan tantangan/masalah yang Bapak/Ibu hadapi saat ini, lantas idealnya situasinya seperti apa?
Apa saja yang bisa dijadikan pilihan untuk dapat mewujudkan situasi ideal tersebut?
Ada peluang apa saja yang dimiliki?
Apa yang perlu dilakukan untuk dapat memiliki peluang-peluang baru?
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Prinsip Coaching
“ICF defines coaching as partnering with clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to maximize their personal and professional potential.” www.coachingfederation.org.
International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee. Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi. Berikut adalah penjelasan ketiga prinsip tersebut.
Kemitraan
Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee.
Kemitraan ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.
Kemitraan dalam mengembangkan rekan sejawat, juga ditunjukkan dengan cara mengedepankan tujuan rekan yang akan kita kembangkan. Tujuan pengembangan ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan, bukan oleh kita, yang akan membantu pengembangan tersebut. Mengapa? Dengan demikian, harapannya rekan yang kita kembangkan akan lebih merasa termotivasi dan berkomitmen dalam prosesnya.
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk membangun kemitraan ini adalah sebagai berikut:
Apa yang ingin Bapak/Ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan?
Apa yang ingin Bapak/Ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini?
Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Bapak/Ibu paling perlu Bapak/Ibu tingkatkan/kembangkan?
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Proses Kreatif
Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:
dua arah
memicu proses berpikir coachee
memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru
Pada saat kita menggunakan prinsip coaching dalam mengembangkan kompetensi diri rekan sejawat, maka percakapan yang berlangsung adalah dua arah. Yang kita lakukan adalah mendengarkan rekan kita dan kemudian melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan kita untuk lebih memahami situasi dirinya, situasi ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa dia dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan.
Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan proses kreatif antara seorang guru yang membantu rekan sejawatnya dalam mengembangkan kompetensi dirinya.
Coach : Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Ibu paling perlu Ibu tingkatkan atau kembangkan?
Coachee : Saya ingin mengembangkan bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid saya yang berbeda-beda, Pak.
Coach : O … jadi Ibu ingin mengembangkan bagaimana Ibu bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda. Apa indikator dari Ibu sudah bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda tersebut?
Coachee : Indikatornya, semua murid saya bisa memahami konsep yang saya ajarkan dengan lebih mudah. Mereka bisa menikmati proses belajar mereka karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing.
Coach : Baik, jadi indikatornya adalah semua murid Ibu bisa memahami konsep yang Ibu ajarkan dengan lebih mudah dan mereka bisa menikmati proses belajar karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing ya …. Sehubungan dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 Ibu sudah dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid seperti yang Ibu sampaikan tadi, dan 0 belum memenuhi, Ibu ada di angka berapa saat ini?
Coachee : Sepertinya saya masih di angka 6 deh Pak.
Coach : Di angka 6 ya. Seperti apa itu angka 6 nya Bu? Bisa dijelaskan?
Coachee : Di angka 6 karena saat ini proses belajar saya baru mengakomodir tiga tingkatan pemahaman, mudah, sedang, dan sulit. Saya belum mempertimbangkan gaya belajar dan kecepatan belajar murid sama sekali.
Coach : Baik … Ibu ingin meningkatkannya menjadi angka berapa dalam beberapa minggu ke depan?
Coachee : Ditingkatkan ke angka 8 deh Pak.
Coach : 8 nya seperti apa itu Bu?
Coachee : Saya akan mencoba menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid saya Pak.
Coach : Untuk bisa menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid Ibu, apa saja yang sudah Ibu lakukan?
Coachee : (bercerita hal-hal yang sudah dilakukan)
Coach : Jadi Ibu sudah melakukan itu semua ya …. Apa lagi yang perlu ditambahkan dilakukan berbeda, supaya murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar?
Coachee : (berpikir dan mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan berbeda)
Coach : Apa lagi?
Perhatikan contoh percakapan di atas. Guru yang menjadi coach hanya melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan sejawatnya memetakan situasi dia saat ini dan situasi yang dia inginkan di masa depan. Dua pertanyaan terakhir adalah contoh pertanyaan untuk menghasilkan ide-ide baru. Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Memaksimalkan Potensi
Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk bergerak maju adalah sebagai berikut:
Jadi apa yang akan Bapak/Ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif-alternatif tadi?
Kapan Bapak/Ibu akan melakukannya?
Bagaimana Bapak/Ibu memastikan ini bisa berjalan?
Siapa yang perlu dimintai dukungan?
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut:
Apa yang bisa Bapak/Ibu simpulkan dari percakapan kita barusan?
Apa yang menjadi pandangan baru dari percakapan kita barusan?
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Kegiatan Refleksi Diri Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching
Dalam kehidupan sehari-hari, kemungkinan besar Bapak/Ibu sudah memiliki paradigma berpikir coaching dan memegang prinsip coaching dalam berkomunikasi dengan siapa saja. Mari kita lakukan refleksi diri sehubungan dengan paradigma berpikir coaching dan prinsip dengan menjawab pertanyaan berikut ini:
Di antara paradigma berpikir dan prinsip coaching di bawah ini, manakah yang sudah Anda miliki?
Skala 1-10, jika 10 sudah dimiliki dan diterapkan setiap hari, dan 1 belum dimiliki. Ada di angka berapakah Anda?
Di akhir Program Guru Penggerak, Anda ingin meningkatkannya ke angka berapa?
Apa yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan ke angka tersebut?
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Kita sudah mempelajari paradigma berpikir coaching agar kita bisa memberdayakan rekan sejawat kita. Kita juga sudah mempelajari tiga prinsip coaching yang perlu kita pegang pada saat kita melakukan percakapan dengan rekan sejawat dalam rangka membantu mereka untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom. Seperti kita ketahui bersama, di sekolah kita melakukan supervisi akademik untuk mengembangkan kompetensi mengajar guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses belajar di kelas. Prinsip dan paradigma berpikir coaching ini sangat bisa digunakan dalam proses supervisi ini, agar semangat yang lebih mewarnai proses supervisi adalah semangat yang memberdayakan, bukan mengevaluasi.
Kita ketahui bersama bahwa supervisi akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses belajar di kelas. Pertanyaannya, apakah kita bisa mengevaluasi dan juga sekaligus memberdayakan? Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan paradigma berpikir coaching ini perlu selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.
Bagaimana coaching digunakan dalam supervisi akademik akan kita pelajari secara lengkap di sub pembelajaran berikut. Tabel berikut memberikan gambaran perbedaan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, dalam rangka memberdayakan guru.
Dari Tabel tersebut kita telah mengetahui perbedaan fungsi pendukung dalam usaha kita memberdayakan setiap potensi yang ada dalam komunitas sekolah.
Setelah mempelajari prinsip dan paradigma berpikir coaching, apa yang sudah Bapak/Ibu lakukan yang selaras dengan prinsip dan paradigma tersebut dalam mengembangkan kompetensi rekan sejawat?
SULASMONO, S.PD noted on Refleksi
Yang saya lakukan dan selaras dengan prinsip dan paradigma Coaching adalah Mengembangkan kompetensi rekan sejawat dalam penggunaan dan pemanfaatan Google Workspace for Education.
Terima Kasih Bapak/Ibu sudah mengikuti sesi pembelajaran Eksplorasi Konsep mengenai Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching.. Mari kita bawa pemahaman yang sudah kita dapatkan pada bagian ini untuk masuk ke bagian berikutnya, yaitu Eksplorasi Konsep Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching
Durasi : 1 JP
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat melakukan percakapan coaching dengan alur TIRTA.
CGP dapat mempraktikkan tiga kompetensi inti coaching, presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot dalam percakapan coaching.
CGP dapat menjelaskan jalannya percakapan coaching untuk membuat rencana, melakukan refleksi, memecahkan masalah, dan melakukan kalibrasi.
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Setelah memahami bagaimana paradigma berpikir dan prinsiap yang dibutuhkan agar dapat menjalankan percakapan coaching maka kali ini Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak akan belajar kompetensi inti dalam coaching.
Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) ada 8 kompetensi inti namun untuk kebutuhan Pendidikan Guru Penggerak, kita mempelajari 3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah.
Kompetensi inti coaching:
Kehadiran Penuh/Presence
Mendengarkan Aktif
Mengajukan Pertanyaan Berbobot
Mendengarkan dengan RASA
Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.
Menghadirkan diri sepenuhnya atau presence penting dilatih agar kita bisa selalu fokus untuk bersikap terbuka, sabar, ingin tahu lebih banyak tentang coachee. Kompetensi ini penting untuk dihadirkan sebelum dan selama percakapan coaching dilakukan
.
Contoh kegiatan untuk melatih menghadirkan presence yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan kegiatan STOP dan Mindful Listening yang telah kita pelajari pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional yang lalu.
Penting diingat tidak ada satu cara yang terbaik untuk semuanya karena setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk dapat menghadirkan presence. Untuk itu temukan cara yang paling efektif untuk Bapak/Ibu agar bisa terus melatih diri dan menerapkannya sebelum dan selama melakukan percakapan coaching.
Pertanyaan Refleksi :
Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat berhasil menghadirkan fokus selama melakukan percakapan dengan seseorang
Apa hal-hal yang biasanya dilakukan untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan?
Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat hilang fokus di saat sedang melakukan percakapan dengan seseorang
Apa yang biasanya menyebabkan hilangnya fokus?
Apa yang dilakukan untuk mengembalikan fokus?
SULASMONO, S.PD noted on Kehadiran Penuh/Presence
Pengalaman : Ketika saya menyelesaikan permasalahan anak – anak yang lagi bertengkar karena sesuatu hal. Saya bawa ke ruang khusus untuk menyelesaikan permasalahan ini. Alhamdulillah selama proses penyelesaian ini anak – anak tetap focus. Untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan adalah : 1) Pilihlah lokasi yang steril untuk meminimalisir gangguan selama percakapan berlangsung 2) Jika membawa HP, posisikan pada posisi silent. 3) Selama percakapan berlangsung fokuskan semuanya pada lawan bicara kita baik secara verbal maupun non verbal. Yang biasa menyebabkan hilangnya focus adalah ketika ada gangguan diluar percakapan yang berlangsung seperti : suara HP bordering atau lainnya, ada tamu, hilangnya kontak verval maupun non verbal terhadap lawan bicara kita. Yang dilakukan untuk mengembalikan focus adalah 1) Gunakan intonasi suara yang bisa memberi perhatian pada hal yg dibicarakan 2) Fokuskan kembali komunikasi verbal dan non verbal kita.
Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
Kemampuan mendengarkan aktif atau menyimak perlu dilatih untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh coachee dan memahami keseluruhan makna yang bahkan tidak terucapkan.
Pengantar
Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
Kemampuan mendengarkan aktif atau menyimak perlu dilatih untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh coachee dan memahami keseluruhan makna yang bahkan tidak terucapkan.
Asumsi
Asumsi, sudah mempunyai anggapan tertentu tentang suatu situasi yang belum tentu benar. Perhatikan contoh berikut ini:
ada saat coachee mengatakan bahwa dia sedang merasa “buntu”, kita memiliki gambaran tertentu tentang situasi “buntu” tersebut. Padahal gambaran “buntu” kita sangat mungkin berbeda dengan “buntu” yang dimaksud oleh coachee.
Pada saat asumsi muncul di kepala kita, yang perlu kita lakukan adalah menyadari bahwa pikiran itu ada, dan kemudian mengkonfirmasinya kepada coachee. Sebagai contoh:
“Barusan Ibu katakan kalau Ibu merasa buntu. Buntu yang seperti apa yang Ibu maksud? Bisa diceritakan?”
Melabel/Judgment
Melabel/Judgment, memberi label/penilaian pada seseorang dalam situasi tertentu. Memberi label/penilaian bisa terjadi sebelum dan pada saat coaching dilakukan.
Sebelum coaching
Pada saat kita akan melakukan coaching kepada rekan yang kita anggap “vokal”, “dominan”, “irit bicara”, “tertutup”, “bossy” dan lain sebagainya, itu semua adalah label yang kita berikan kepada dia. Walaupun rekan tersebut di banyak kesempatan menunjukkan perilaku yang membuat kita dan orang lain melabel dia seperti di atas, kita perlu menghilangkan atau setidaknya meminimalkan pikiran tersebut sebelum dan selama coaching.
Jika pelabelan ini masih tetap muncul pada saat coaching, yang bisa kita lakukan agar kita bisa bebas dari pelabelan tersebut adalah dengan cara kita memfokuskan pada apa yang coachee lakukan dan katakan pada saat coaching.
Pada saat coaching:
Pada saat coachee kita menceritakan sebuah kejadian yang dia alami, kemudian muncul pikiran yang bersifat melabel/menilai, seperti “dari ceritanya sepertinya dia orang yang tidak tangguh/antusias/rajin/dlsb”.
Jika penilaian seperti itu muncul, yang bisa kita lakukan adalah menyadarinya dan kemudian kembali fokus mendengarkan coachee kita. Karena penilaian kita terhadap kejadian itu tidak penting. Yang penting adalah bagaimana coachee menilai dirinya sendiri.
Jika kita merasa bahwa penilaian kita ini penting untuk disampaikan kepada coachee, maka kita perlu mengkonfirmasinya dengan sangat berhati-hati. Sebagai contoh:
“Dari apa yang barusan Bapak ceritakan dan juga cara Bapak menceritakannya, saya menangkap ada antusiasme/rasa putus asa/dan lain sebagainya di sana. Apakah betul seperti itu Pak?”
Asosiasi
Asosiasi: mengaitkan dengan pengalaman pribadi.
Pada saat coachee menceritakan sebuah kejadian yang dia alami, kemudian kita teringat dengan kejadian yang kita alami, pada saat itu potensi asosiasi muncul. Potensi tersebut dapat menjadi asosiasi pada saat kita mulai mengaitkannya dengan pengalaman pribadi kita. Pada saat kita terbawa pada asosiasi kita, percakapan kita dengan coachee akan berpotensi mengacu kepada pengalaman kita. Perilaku yang muncul pada kita bisa jadi dalam bentuk pertanyaan yang mengarahkan atau kecenderungan untuk menasehati.
Pada saat asosiasi muncul, yang perlu kita lakukan adalah menyadarinya dan kemudian kembali fokus kepada coachee dengan cara mengingatkan diri kita bahwa percakapan ini adalah tentang coachee, kejadian yang pernah kita alami, tidak penting/relevan dalam percakapan ini.
Selain itu, yang perlu kita sadari juga adalah asosiasi ini bisa membuat kita menjadi terbawa emosi yang sedang dirasakan oleh coachee. Pada saat ini terjadi, maka kita perlu “melepaskan” diri dari emosi tersebut dan berusaha mengembalikan emosi kita ke posisi netral, agar kita tetap bisa menjadi rekan berpikir coachee kita.
Saat menyimak atau mendengarkan aktif, elemen pertama yang perlu diperhatikan adalah menangkap kata kunci yang terucap oleh coachee. Kata Kunci biasanya mengandung makna yang tidak terucapkan dan perlu digali agar coachee dapat terbantu untuk lebih memahami situasi yang sedang dihadapinya. Ciri-ciri kata kunci biasanya:
Diucapkan dengan intonasi tertentu: Tinggi, rendah, melambat, lebih cepat atau dengan tekanan
Kadang diucapkan berulang kali: Jika satu kata, apalagi berupa kata sifat, diucapkan berulang, ini kata kunci, misal “Saya bingung/ragu/tidak tahu”
Diwakili oleh metafora atau analogi atau kata unik dalam bahasa asing, misal: “Saya tidak ingin seperti katak dalam tempurung”, “Saya merasa stuck”
Tidak jarang disertai emosi
Pertanyaan Refleksi dan Pengalaman Berada di 3 Situasi di atas:
Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut.
Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?
Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang Anda sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu .
Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?
Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa Anda minta.
Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?
SULASMONO, S.PD noted on Mendengarkan Aktif
Jawaban pertanyaan 1: 1a – Saya merasa kurang nyaman dengan hal tersebut. 1b – Saya mencoba untuk tenang dan memahami makna dari label/nilai tersebut. Jawaban pertanyaan 2: 2a – Saya merasa kecewa karena tidak sesuai harapan 2b – Saya berusaha tetap tenang dan berusaha memberikan penjelasan lebih lanjut sampai orant tersebut paham apa yang saya sampaikan. Jawaban pertanyaan 3: 3a – Saya merasa kecewa dan merasa kurang nyaman 3b – Saya berusaha tetap tenang dan berusaha memahami apa yang disampaikan.
Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
Pertanyaan berbobot memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Hasil mendengarkan aktif: Menggunakan kata kunci yang didapat dari mendengarkan
Membantu coachee: Membuat coachee mengingat, merenung, dan merangkai fakta sehingga dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya
Bersifat terbuka dan eksploratif: Struktur kalimat terbuka, membuat coachee harus menjawab sambal berpikir
Diajukan di momen yang tepat: Tidak terburu-buru dalam mengajukan pertanyaan dan ditanyakan di waktu yang coachee sudah siap memprosesnya
Setelah kita mengetahui ciri-ciri pertanyaan berbobot, tentunya kita perlu mengetahui bagaimana kiat-kiat untuk mengajukan pertanyaan berbobot. Kiat-kiat yang dapat kita coba adalah sebagai berikut:
Merangkum pernyataan-pernyataan coachee dari hasil mendengarkan aktif.
Menggunakan kata: Apa, Bagaimana, Seberapa, Kapan dan Dimana, dalam bentuk pertanyaan terbuka
Menghindari penggunaan kata tanya “mengapa” - karena bisa terasa ada “judgement”. Ganti kata “mengapa” dengan “apa sebabnya” atau “apa yang membuat”
Mengajukan satu pertanyaan pada satu waktu, jangan memberondong
Mengizinkan ada “jeda” atau “keheningan” setelah coachee selesai bicara, tidak buru-buru bertanya. Juga izinkan ada keheningan saat coachee memproses pertanyaan
Menggunakan nada suara yang positif dan memberdayakan
Kegiatan Refleksi
Bayangkan Anda berada di empat situasi di bawah ini:
Anda tidak dapat memenuhi target pekerjaan, lalu kepala sekolah/rekan kerja Anda mengajukan pertanyaan berikut:
Mengapa target tidak tercapai?
Kelihatannya Anda tidak merencanakannya dengan baik ya?
Memangnya Anda tidak mencoba cara A, B, C, D?
Apakah tidak diperhitungkan sebelumnya bahwa ini tidak akan terpenuhi?
Anda sedang bingung bagaimana mengimplementasikan apa yang Anda pelajari dalam 10 hari ini. Lalu, Anda menghubungi instruktur Anda, dan ini yang ia tanyakan:
Apakah Anda mengerjakan semua tugas selama 10 hari?
Apakah setiap ada sesi sinkronus Anda hadir? (saat Anda selesai menjawab, ia melanjutkan?) Betul?
Mengapa Anda bisa bingung kalau Anda hadir terus?
Apakah Anda tidak mencoba mencari tahu saat di kelas?
Anda tidak memahami suatu materi pelatihan, lalu meminta rekan Anda menjelaskan. Lalu ini yang ia tanyakan:
Kenapa Anda tidak mengerti?
Apa Anda tidak memperhatikan saat dijelaskan di depan?
Coba rasakan Anda ditanya seperti ini:
Sudah berapa lama Anda berada di posisi ini?
Apa tanggung jawab utama Anda?
Anda ingin “A” atau “B”?
Apakah tugasnya sudah diselesaikan?
Dia berbakat atau tidak?
Dari empat situasi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini:
Apa yang terjadi dalam diri Anda pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas?
Apa yang Anda pikirkan?
Apa yang Anda rasakan?
Apa respon Anda?
Setelah mempelajari bagaimana mendengarkan aktif, berikut ini adalah salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.
RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask yang akan dijelaskan sebagai berikut:
R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semAskua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan “oh…” “ya…”. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk mencatat.
S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee. Saat merangkum bisa gunakan potongan-potongan informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya. Minta coachee untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai
Setelah merangkum apa yang disampaikan coachee bagian terakhir adalah
A (Ask/Tanya). Sama dengan apa yang sudah disampaikan sebelumnya terkait kiat mengajukan pertanyaan berbobot berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan pertanyaan:
ajukan pertanyaan berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing)
ajukan pertanyaan yang membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya
pertanyaan harus merupakan hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi
dalam format pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana
Hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”
Bapak/Ibu, setelah sebelumnya kita sudah bersama-sama mendengar dan merangkum apa yang disampaikan coachee sekarang mari kita latihan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang sudah dirangkum sebelumnya.
Kegiatan Latihan Mendengarkan, Merangkum, dan Bertanya dengan RASA
Simak video latihan mendengarkan dan merangkum berikut ini.
Simak baik-baik apa yang dikatakan oleh coachee dalam video tersebut.
Temukan kata kunci dari perkataan coachee.
Rangkum perkataan coachee setiap setelah coachee berbicara.
Ajukan pertanyaan berbobot, menggunakan kata kunci yang disampaikan oleh coachee.
Rekam latihan tersebut dalam bentuk audio atau video.
Simak rekaman tersebut dan reviu rangkuman dan pertanyaan Anda.
Apakah Anda sudah merasa bahwa Anda sudah mendapatkan kata kunci yang tepat?
Apakah pertanyaan Anda sudah berbobot?
Anda boleh mengulangi latihan ini satu kali lagi agar lebih terlatih dalam mendengarkan dan mengajukan pertanyaan.
Bandingkan hasil latihan pertama dan kedua Anda. Bagian mana yang sudah menjadi lebih baik?
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Terima kasih Anda masih meluangkan waktu untuk bereksplorasi secara mandiri mengenai konsep coaching di konteks pendidikan, paradigma berpikir dan prinsip coaching, dan kompetensi inti coaching. Sekarang, saatnya Anda mempelajari tentang percakapan coaching yang menjadi acuan interaksi antara Pemimpin Pembelajaran dan Kepala Sekolah (disebut sebagai coach) dan Rekan Sejawat (disebut sebagai coachee). Dibutuhkan kemampuan seorang coach untuk dapat menavigasi tujuan dan arah percakapan yang dibutuhkan coachee dengan menggunakan acuan interaksi berikut ini (Costa dan Garmston, 2016):
Percakapan untuk perencanaan mungkin terjadi sebelum coachee (teman sejawat) akan memulai/ terlibat dalam suatu kegiatan atau melakukan suatu tugas. Selain itu percakapan untuk perencanaan bisa dilakukan sebelum memulai pendampingan kepada rekan sejawat. Pendampingan bersifat suatu pengembangan jangka pendek. Tujuan dari percakapan ini adalah merencanakan apa yang ingin dikembangkan coachee
Percakapan untuk pemecahan masalah biasanya terjadi saat coachee menghadapi masalah, merasa buntu, merasa tidak jelas, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu, mengalami krisis, dan membutuhkan bantuan dari luar
Percakapan untuk berefleksi terjadi setelah ada aktivitas yang dilakukan oleh coachee atau setelah coachee menyelesaikan tugas, dan saat coachee sedang ingin merefleksikan diri
Percakapan untuk kalibrasi terjadi saat coachee ingin melakukan swanilai kinerja/perkembangannya terhadap suatu standar/kriteria dan saat perlu melakukan penyesuaian ulang atas rencana terhadap standar/kriteria tersebut.
Seorang coach perlu memiliki kesadaran terhadap tujuan percakapan yang dibutuhkan coachee sesuai konteks dan ketersediaan waktu saat percakapan terjadi. Sehingga dalam satu percakapan bisa mencakup beberapa tujuan. Contoh: setelah melakukan percakapan kalibrasi, coachee memulai percakapan untuk membahas rencana kegiatan yang akan dilakukan. Di saat itu coach perlu menyesuaikan dan mengubah arah alur percakapan menjadi sebuah percakapan perencanaan. Atau di sebuah percakapan refleksi, coachee terlihat frustrasi atau bingung. Saat itu coach dapat membuat keputusan menggunakan alur percakapan untuk memecahkan masalah dan membantu menggali coachee memahami situasi/kondisi yang sedang dihadapi sehingga bisa membuat keputusan-keputusan yang sesuai untuk mengatasi situasi/kondisinya.
Percakapan untuk Perencanaan
Di tahap ini, tidak perlu menggali secara detail. Dapatkan informasi yang cukup spesifik tapi tidak terlalu detail karena akan lebih digali saat berefleksi atau kalibrasi. Saat melakukan percakapan perencanan jangan minta coachee mengisi form tapi dapatkan jawaban melalui percakapan.
T (Tujuan):
Tanyakan tujuan perencanaan: apa yang ingin dicapai dengan program pengembangan/kegiatan
I (Identifikasi) & R (Rencana):
Tentukan ukuran keberhasilan program pengembangan/kegiatan
Identifikasi hal-hal yang harus disiapkan/dikembangkan
Identifikasi hal-hal yang sudah ada yang bisa membantu keberhasilan
Identifikasi dukungan yang diperlukan
TA (Tanggung Jawab):
Sepakati kapan akan melakukan sesi untuk refleksi/kalibrasi
Percakapan untuk Refleksi
Percakapan ini dilakukan setelah coachee selesai beraktivitas, menyelesaikan tantangan, atau menyelesaikan suatu tugas. Tujuan percakapan membantu coachee merefleksikan pengalamannya dan mengambil makna serta pembelajaran untuk menjadi lebih baik di kesempatan lain. Saat melakukan percakapan untuk refleksi upayakan untuk memberi banyak ruang hening untuk coachee. Izinkan coachee mengungkapkan refleksinya dengan bebas. Jaga presence untuk membantu menjaga “ruang” percakapan yang aman dan nyaman bagi coachee.
T (Tujuan)
Bangun suasana tenang saat melakukan refleksi
Menyepakati tujuan refleksi dari kegiatan yang dialami coachee
Menyepakati hasil percakapan
I & R (Identifikasi & Rencana Aksi)
Mulai dengan menanyakan apa yang didapat/dirasakan dari event/kegiatan/situasi yang direfleksikan
Tanyakan inspirasi apa yang timbul dari pengalaman/perasaan tersebut
Tanyakan apa yang sekarang jadi diketahui/dipahami/disadari oleh coachee
Tanyakan dari kesadaran itu apa yang akan dilakukan kedepannya
TA (Tanggung Jawab)
Tanyakan apa yang didapatkan dari percakapan?
Percakapan untuk pemecahan masalah
Percakapan ini dapat terjadi saat coachee menghubungi kita karena menghadapi masalah, merasa buntu, merasa tidak jelas, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu, atau saat coachee mengalami krisis dan membutuhkan bantuan dari luar. Saat melakukan percakapan untuk pemecahan masalah coach perlu menjaga sikap terbuka, netral, dan ingin tahu. Jangan terbawa dalam “masalah coachee”. Sering-sering mengajak coachee melihat dari area yang netral. Apabila perlu gunakan gambar/mindmap untuk membantu coachee bisa melihat dengan lebih jelas kondisi yang sedang dihadapi.
T (Tujuan)
Menyepakati tujuan percakapan dan hasil percakapan
I (Identifikasi)
Ajak coachee menggambarkan/menjelaskan/mengungkapkan masalahnya
Lalu ajak coachee melihat apa yang ingin dicapainya jika masalah hilang
Ajak coachee melihat faktor-faktor yang menyebabkan itu terjadi dan faktor-faktor yang bisa membuat hal itu hilang
(Rencana Aksi)
Ajak coachee memikirkan apakah memiliki gagasan untuk mengatasinya
Coach dan coachee bisa menggunakan sesi brainstorming
TA (Tanggung Jawab)
Sebelum percakapan berakhir, coachee menyimpulkan apa yang didapat dari percakapan
Percakapan untuk kalibrasi
Kalibrasi artinya adalah mengukur dan menyesuaikan kinerja diri dengan standar yang ditentukan. Percakapan kalibrasi dibangun untuk membimbing coachee melakukan kalibrasi terhadap standar yang berlaku dengan menyesuaikan tingkat keterampilan coachee dari standar tersebut. Percakapan ini dilakukan saat membicarakan kemajuan perkembangan diri coachee, saat coachee melakukan swanilai kinerja atau perkembangannya, atau saat perlu melakukan penyesuaian ulang atas rencana terhadap standar/kriteria tersebut. Percakapan dimulai dengan membahas hal-hal yang sudah baik. Lalu gunakan hal yang sudah baik untuk meningkatkan atau mengebangkan hal-hal yang belum sesuai target atau keinginan coachee. Berikan umpan balik sesuai data dan positif.
T (Tujuan)
Pastikan coach dan coachee dalam keadaan mental positif, siap untuk berpikir bersama, mampir hadir sepenuhnya
Pastikan memiliki intensi yang tepat yaitu ingin terkoneksi bukan mengoreksi dan ingin memahami bukan memberi tahu
I & R (Identifikasi dan Rencana Aksi)
Mulai dengan mengajak coachee menilai apa hal-hal yang sudah baik
Lanjutkan dengan swa-nilai area yang menurut coachee dapat dikembangkan lagi
Sampaikan sudut pandang coach sebagai pengamat
TA (Tanggung Jawab)
Tanyakan kesimpulan dan apa yang akan dilakukan berbeda di kemudian hari
Durasi: 4 JP
Moda: Kerja kelompok (sesi latihan)
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat membentuk komunitas praktisi dengan sesama CGP untuk berlatih melakukan praktik percakapan coaching dengan alur TIRTA.
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Anda tentunya sudah memahami konsep coaching dalam konteks pendidikan, komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar coaching, Percakapan coaching dengan alur TIRTA dan supervisi akademik yang menggunakan paradigma berpikir coaching baik melalui pembelajaran mandiri dan diskusi. Sekarang saatnya Anda berkolaborasi dengan rekan calon guru penggerak lainnya untuk membentuk komunitas praktisi secara daring.
Pada sesi latihan ini, Anda akan bekerjasama dengan satu CGP lainnya untuk berlatih percakapan coaching dengan alur TIRTA dengan ketentuan sebagai berikut:
Secara bergantian, sepasang CGP akan berlatih percakapan coaching dengan model TIRTA baik sebagai coach maupun sebagai coachee. Pada sesi 1, CGP X akan menjadi coach bagi CGP Y. Berikutnya, CGP Y akan menjadi coach bagi CGP X.
Topik atau hal yang akan dijadikan bahan percakapan coaching bisa merupakan situasi sehari-hari baik sebagai seorang guru maupun pribadi. Bahkan, bisa merupakan topik yang sangat sederhana.
Pastikan langkah-langkah dalam percakapan coaching alur TIRTA dalam berlatih percakapan coaching dipraktikkan dengan baik
Setelah bergantian berlatih mempraktikkan percakapan coaching, setiap CGP akan memberikan refleksinya masing-masing dengan format refleksi yang disediakan.
Durasi: 2 JP
Moda: Praktik (Vicon)
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat mempraktikkan alur percakapan coaching TIRTA dan melakukan refleksi terhadap praktik percakapan coaching yang telah dilakukan dengan sesama rekan CGP
Ibu/Bapak calon guru penggerak,
Setelah Anda berlatih dengan rekan Anda, sekarang saatnya untuk mempraktikkan percakapan coaching dan memberikan refleksi mengenai praktik percakapan coaching yang telah dilakukan di dalam kelompok bersama fasilitator. Pastikan Anda sudah berlatih dengan baik. Praktik percakapan coaching ini akan diamati oleh sesama CGP lainnya dan fasilitator. Harapannya, setelah masing-masing pasangan CGP mempraktikkan percakapan coaching dan memberikan refleksinya masing-masing, CGP lain dan fasilitator dapat memberikan umpan balik berdasarkan data dan refleksi mengenai praktik CGP tersebut. Praktik ini juga akan dinilai oleh fasilitator dengan menggunakan rubrik penilaian.
Durasi : 4 JP (180 menit)
Moda: Praktek Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat melakukan praktik coaching dengan CGP lain untuk membantu mengembangkan area kompetensi coaching pada konteks pembelajaran atau keseharian CGP
Ibu/Bapak calon guru penggerak,
Saat ini Anda sudah pada langkah demonstrasi kontekstual, yaitu saatnya Anda berlatih mempraktikkan percakapan coaching secara triad (3 orang) yang terdiri dari 3 (tiga) siklus. Praktik percakapan ini menggunakan alur supervisi akademik untuk pengembangan kompetensi coaching. Tujuan dari praktik ini adalah untuk melihat, bagaimana seorang CGP bisa mengembangkan kompetensi coachingnya ketika menjadi coach. Simak gambar-gambar berikut beserta penjelasannya untuk membantu Anda memahami langkah-langkah yang perlu dilakukan.
Tahap 1
Supervisor (CGP A) melakukan percakapan pra supervisi, melakukan supervisi, dan pasca-supervisi kepada supevisee/coach (CGP B).
Supervisor (CGP A) akan melakukan percakapan pra supervisi mengenai kompetensi inti coaching (presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot) kepada coach dengan menggunakan Tabel 5. Rubrik Penilaian Sesi Ruang Kolaborasi sebagai acuan. Contoh pertanyaan yang dapat diajukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.
Bapak/Ibu ingin saya membantu mengembangkan kompetensi yang mana?
Bagian mana yang nanti Bapak/Ibu inginkan untuk saya amati?
Bagaimana penilaian Bapak/Ibu sendiri terhadap apa yang akan kita kembangkan ini?
Apa harapan dari observasi yang akan kita lakukan bersama ini?
Supervisor (CGP A) melakukan observasi terhadap proses percakapan coaching yang dilakukan antara supervisee/coach (CGP B) dan coachee (CGP C), serta mencatat hal-hal yang diamati.
Tahap 2
Coach (CGP B) melakukan percakapan coaching kepada coachee (CGP C).
Dalam melakukan percakapan coaching, Coach (CGP B) dapat menjadikan TIRTA, RASA, dan kompetensi coaching sebagai acuan, sementara coachee (CGP C) dapat menyampaikan topik terkait target pribadi.
Tahap 3
Supervisor (CGP A) melakukan percakapan pasca-supervisi dengan memberikan umpan balik berbasis coaching kepada supevisee/coach (CGP B) berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai pengembangan kompetensi coaching berdasarkan data sesuai hasil pengamatan. Supervisor dapat mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
“Bagaimana Bapak/Ibu menilai sendiri performa dalam kompetensi tadi?”
“Apa yang membuat Bapak/Ibu menilai demikian?”
”Boleh saya menyampaikan hasil pengamatan saya?”
“Saya mengamati tadi pada saat….. Bapak/Ibu melakukan…. Itu sudah sesuai dari/lebih tinggi dari standar yang kita rujuk.”
“Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mendengar ini?”
Lanjutkan dengan pengamatan yang belum sesuai. Katakan, “Namun demikian, saya juga melihat hal-hal yang masih bisa dikembangkan. Misalnya tadi saat... saya mengamati Bapak/Ibu melakukan …………., yang sebetulnya kalau merujuk ke standar seharusnya…. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu?”
Ajak membicarakan rencana tindakan untuk selanjutnya.
Tanyakan lebih lanjut, ”Dari diskusi kita ini, apa yang sudah terbayang akan Bapak/Ibu lakukan untuk meningkatkan lagi performa di area ini?” (Bisa dilanjutkan dengan kapan, di mana, siapa yang bisa bantu)
Lalu sampaikan bagaimana hasil pengamatan tersebut dicatatkan ke dalam form Supervisi Akademik
Sebagai penutup, minta supervisee menyatakan apa yang ia dapat dari proses ini.
Setelah siklus 1 praktik supervisi akademik selesai, CGP berganti peran dan melakukan rangkaian praktik supervisi akademik mengikuti ketiga tahap tsb untuk siklus kedua sampai siklus ketiga. Pergantian peran masing-masing CGP dapat digambarkan sebagai berikut.
Rangkaian percakapan coaching ini direkam. Rekaman yang akan diunggah adalah rekaman saat CGP berperan sebagai Supervisor/pengamat karena CGP akan dinilai saat berperan sebagai Supervisor.
Fasilitator akan menilai rekaman dengan menggunakan “Rubrik Penilaian Sesi Demonstrasi Kontekstual.” Fasilitator menilai CGP yang berperan sebagai Supervisor.
Pembagian peran:
CGP A berperan sebagai supervisor/pengamat
CGP B berperan sebagai supervisee/coach
CGP C berperan sebagai coachee
Pembagian peran:
CGP B berperan sebagai supervisor/pengamat
CGP C berperan sebagai supervisee/coach
CGP A berperan sebagai coachee
Pembagian peran:
CGP C berperan sebagai supervisor/pengamat
CGP A berperan sebagai supervisee/coach
CGP B berperan sebagai coachee
Selamat datang di sesi Elaborasi Pemahaman!
Apa kabar Bapak/Ibu CGP semuanya? Semoga kesehatan, kebahagiaan dan kebaikan selalu melingkupi hari-hari Anda. Setelah mempelajari coaching, apakah hal yang ingin Anda tanyakan lebih lanjut? Diharapkan Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak dapat mendorong rasa keingintahuan dalam bentuk pertanyaan mendalam untuk dibahas bersama Instruktur. Jadi, bukan soal seberapa banyak pertanyaan yang disampaikan, namun seberapa pentingkah pertanyaan tersebut bagi Bapak/Ibu dalam menguatkan pemahaman pada Modul 2.3 ini. Berkenaan dengan hal tersebut, silakan sampaikan pertanyaan-pertanyaan yang masih Anda miliki terkait dengan praktik pembelajaran sosial dan emosional kepada instruktur Anda melalui kuesionner ini.
Sebelum Anda menuliskan pertanyaan, Anda bisa melihat terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang sudah dituliskan oleh CGP lain.
Durasi : 2 JP (90 menit)
Moda : Tugas Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Pada fase ini Anda diajak untuk meninjau ulang keseluruhan materi pembelajaran di Paket Modul 2: Pembelajaran yang berpihak pada murid dan membuat sebuah koneksi antar materi belajar yang sudah Anda lakukan. berikut adalah instruksinya:
Instruksi Penugasan
Buatlah sebuah kesimpulan dan refleksi yang disajikan dalam bentuk media informasi. Format media dapat disesuaikan dengan minat dan kreativitas Anda. Contoh media yang dapat dibuat: artikel, ilustrasi, grafik, video, rekaman audio, screencast presentasi, artikel dalam blog, dan lainnya.
Bacalah pertanyaan-pertanyaan ini untuk membantu Anda membuat kaitan tersebut:
Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?
Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran?
Unggahlah tautan media informasi pada laman LMS.
Durasi : 4 JP (180 menit)
Moda : Tugas Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP mempraktikkan rangkaian supervisi akademik dalam pembelajaran dengan menggunakan paradigma berpikir coaching dan melakukan refleksi terhadap praktik supervisi akademik tersebut.
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Anda telah sampai pada bagian akhir dari pembelajaran pada modul coaching ini. Pada tahapan akhir dari siklus pembelajaran MERDEKA, Bapak/Ibu CGP akan melakukan rangkaian supervisi klinis dan percakapannya dengan paradigma berpikir coaching secara langsung dengan rekan sejawat. Rangkaian supervisi klinis ini terdiri dari kegiatan perencanaan sebelum observasi (pra-observasi), observasi dan pasca observasi berupa praktik percakapan coaching yang memberdayakan.
Instruksi Penugasan
Praktik rangkaian supervisi klinis dengan percakapan coaching ini akan dilaksanakan di komunitas sekolah masing-masing CGP dengan rekan sejawat yang dihadiri pengajar praktik pada sesi pasca observasi di Pendampingan Individu 5. Berikut adalah panduan untuk persiapan aksi nyata:
CGP akan melakukan praktik dengan rekan sejawat. CGP akan menjadi supervisor dan satu rekan sejawat menjadi guru yang akan diobservasi. Rekamlah kegiatan tersebut sebagai bukti pelaksanaan aksi nyata modul 2.3 ini, kemudian unggah ke kanal YouTube dan PMM Anda (pada menu Bukti Karya).
CGP akan melakukan pra-observasi berupa percakapan mengenai bagian dari pembelajaran yang akan menjadi fokus pengembangan. Bagian ini direkam sebagai bahan pendukung penilaian dan refleksi CGP. Hasil rekaman diberikan kepada Pengajar Praktik.
CGP melakukan observasi pembelajaran di kelas rekan sejawat. CGP membuat catatan lembar observasi sebagai data yang akan digunakan pada pasca observasi.
Setelah mendapatkan data hasil supervisi, CGP akan melakukan sesi percakapan pasca observasi dengan dihadiri oleh Pengajar Praktik. Pada sesi ini, CGP mempraktikkan pemberian umpan balik berbasis coaching dan percakapan coaching (refleksi dan kalibrasi). Percakapan perencanaan juga dihadirkan sebagai bentuk perencanaan pengembangan diri guru kedepannya.
Unggahlah dokumen yang digunakan pada kegiatan Aksi Nyata ini pada laman LMS untuk memperoleh umpan balik dari fasilitator sebelum Anda mempraktikan coaching pada kegiatan PI5, yang meliputi:
Unduh format dokumen: klik disini
Lembar Catatan Percakapan Pra-Observasi Kelas
Lembar Catatan Percakapan Pelaksanaan Observasi Kelas
Lembar Catatan Percakapan Pasca-Observasi Kelas
Lembar Rencana Pengembangan Diri
Lembar Refleksi Diri Latihan Coaching
Tautan Youtube (video aksi nyata)
Screenshoot (tangkapan layar) bukti Anda telah menambahkan video tersebut ke PMM Anda (pada menu Bukti Karya) sesuai petunjuk di bawah.