BERLOMBA LOMBA DALAM KEBAIKAN
A. ABU BAKAR AS-SIDDIQ : Bijaksana Dan Tegas
1. Profil Abu Bakar
Abu Bakar adalah nama julukannya setelah Islam, artinya bapaknya orang yang terdahulu masuk Islam, karena ia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan lelaki dewasa. Nama aslinya sebelum Islam adalah Abdul Ka’bah, artinya hambanya Ka’bah. Sedangkan namanya setelah Islam adalah Abdullah, artinya hamba Allah. Bapak Abu Bakar bernama Abu Quhafah, yang masuk Islam setelah peristiwa Fat-hu Makkah. Abu Bakar digelari Rasulullah dengan As-Shiddiq, artinya orang yang selalu membenarkan, karena dialah orangnya yang pertama kali membenarkan peristiwa Isro’-Mi’roj Rasulullah saw, disaat kebanyakan orang-orang meragukan dan mendustakan peristiwa tersebut.
Abu Bakar As-Shiddiq lahir pada tahun 573 M dari sebuah keluarga terhormat di Mekah. Usianya lebih muda dua tahun dari usia Rasulullah (lahir tahun 571 M).
Abu Bakar As-Shiddiq termasuk as-Sabiqµn al-awwalun, yaitu orang-orang yang terdahulu masuk Islam. Ketika ia masuk Islam, seluruh harta dan jiwanya dikorbankan untuk membela agama Islam. Ia selalu dicaci-maki para musuhnya gara-gara masuk Islam.
Abu Bakar As-Shiddiq sangat dekat hubungannya dengan Nabi saw. Kemanapun Rasulullah pergi berdakwah dan dalam kondisi suka dan duka, ia selalu mendampingi beliau. Dalam sejarah Hijrah, Abu Bakarlah yang mendampingi selama perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Kedekatannya dengan Nabi saw diperkuat dengan diambilnya ‘Aisyah (putrinya) sebagai istri beliau. Selama Nabi saw sakit keras menjelang wafat, Abu Bakarlah yang ditunjuk sebagai pengganti beliau dalam mengimami shalat jamaah 5 waktu.
Abu Bakar As-Shiddiq berkepribadian terpuji, dermawan, sabar, pemaaf, berkemauan keras, rendah hati, berani bertindak, tegas, bijaksana, dan meneladani perilaku Rasulullah.
Kisah Keteladanan Abu Bakar. Di sudut pasar kota Madinah, ada seorang pengemis Yahudi buta. Kerjanya membujuk orang agar tidak mendekati Nabi Muhammad saw. Dia menganggap bahwa Muhammad saw itu orang gila, pembohong, tukang sihir dan tuduhan negative lainnya. Meskipun begitu, setiap pagi Nabi Muhammad saw mendatangi pengemis buta itu dan memberinya makanan.
Setelah Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar bertanya kepada Siti Aisyah: ”Anakku, adakah kebiasaan suamimu yang belum aku kerjakan?”
Aisyah menjawab, “Ayahku. Engkau seorang ahlissunah yang selalu mengikuti perilaku dan tradisi (kebiasaan) Rasulullah. Hampir tidak ada satu pun kebiasaan beliau yang belum ayah lakukan, kecuali satu saja.”
“Apakah itu?”, Tanya Abu Bakar.
Jawab ‘Aisyah, bahwa setiap pagi Rasulullah saw selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi”.
Keesokkan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis. Abu Bakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu? “
Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa mendatangi engkau.”
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa datang ke sini!” bantah si pengemis buta itu. ”Orang yang biasa mendatangiku selalu menyuapiku, tetapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan itu. Setelah itu, dia berikan kepadaku,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abu Bakar menangis sambil berkata, ”Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Rasulullah Muhammad saw.” Seketika itu pengemis menangis dan akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar, dan sejak hari itu Ia menjadi muslim.
2. Menjadi Khalifah Pertama dan Kemajuan Yang Dicapainya
Abu Bakar As-Shiddiq terpilih secara aklamasi menjadi Khalifah ke-1 pemerintahan al-Khulafa’u ar-Rasyidun di tengah-tengah terjadinya perselisihan antara kelompok Muhajirin dan Ansor pada pertemuan di “Tsaqifah Bani Sa’idah” dalam rangka memperebutkan jabatan khalifah, padahal saat itu Rasulullah saw baru saja wafat dan belum dikebumikan. Didalam pertemuan tersebut, Umar bin Khatthab mencalonkan Abu Bakar-untuk menjadi Khalifah, dan disetujui secara aklamasi oleh para sahabat (Muhajirin & Ansor) yang hadir. Pada keesokan harinya, diadakan Bai’at (pelantikan) secara umum di depan Masjid Nabawi, di sisi jenazah Rasulullah saw. Diantara isi pidatonya yang sangat terkenal pada saat pelantikannya adalah sebagai berikut :
“…. Jika aku menjalankan tugas kekhalifahan ini dengan benar, maka ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah. Benar itu kejujuran, dan dusta itu pengkhianatan. Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya. Jika aku mendurhakai Allah dan RasulNya, maka tiada kewajiban buat kalian untuk mentaati aku”
Abu Bakar as-Siddiq menjadi khalifah selama 2 tahun, yaitu tahun 11 - 13 H / 632 - 634 M). Selama masa itu, kemajuan yang berhasil dicapainya antara lain :
1). Menciptakan stabilitas keamanan
Pada awal masa pemerintahannya, ada 3 kesulitan yang dihadapi Abu Bakar, yaitu :
a. Banyak orang yang murtad (keluar dari Islam)
b. Munculnya nabi-nabi palsu, seperti : (1) Musailamah al-Kadz-dzab, (2) Thulaihah al-Asadi, (3) Sajah at-Tamimi (nabi wanita), dan (4) Aswad al-Ansiy.
c. Banyaknya orang yang enggan membayar zakat.
Terhadap ketiga kesulitan tersebut, Abu Bakar mengambiul tindakan tegas, yakni memerangi mereka, sehingga mereka sadar dan kembali masuk Islam.
2). Pengumpulan, penulisan dan pembukuan Mushaf Al-Qur’an
Sahabat Umar bin Khatthab mengusulkan agar ayat-ayat Al-Qur’an yang pada masa Nabi saw tersebar dan tertulis diatas tulang, papan kayu, daun, lempengan batu dan sejenisnya agar ditulis kembali dan dibukukan dalam bentuk Mus-haf, dengan beberapa alasan :
a. Banyak penghafal al-Qur’an (+ 70 orang) yang gugur di medan perang
b. Ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis di atas tulang, batu, kayu dll itu dikhawatirkan rusak dimakan masa, dan juga tercecer berserakan di mana-mana, sehingga dikhawatirkan hilang.
Usulan Umar bin Khatthab tersebut akhirnya disetujui Abu Bakar, maka dibentuklah panitia penulisan kembali dan pembukuan Mushaf Al-Qur’an yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit.
Wafat. Abu Bakar wafat setelah + 2 tahun memerintah. Pada waktu sakit menjelang wafatnya, ia mengumpulkan beberapa orang “tokoh sahabat” untuk diajak bermusyawarah mengenai calon penggantinya. Di hadapan mereka, Abu Bakar mengusulkan agar nanti sepeninggalnya mereka menunjuk Umar bin Khatthab sebagai penggantinya. Usulan itu mereka amini, dan betul setelah Abu Bakar wafat, para tokoh sahabat tersebut membai’at Umar bin Khatthab sebagai khalifah, kemudian dilanjutkan oleh masyarakat pada umumnya.
B. UMAR BIN KHATTHAB : Tegas dan Pemberani
1. Profil Umar bin Khatthab
Umar bin Khatthab bin Nufail bin Abdul Uzza adalah salah satu sahabat besar (Kibarus shahabah) yang sangat dekat hubungannya dengan Nabi Muhammad saw. Ia termasuk mertua Nabi, karena putrinya yang bernama Hafshah menjadi isteri beliau.
Umar dilahirkan di kota Mekah dari kabilah Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekah saat itu. Ayahnya bernama Khatthab bin Nufail Al-Quraisy dan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Umar diberi nama julukan oleh Nabi, yaitu al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Umar bin Khatthab adalah orang yang sangat berani sehingga ia dijuluki “Singa padang pasir”. Sebelum masuk Islam, ia sangat ditakuti oleh orang-orang Islam karena kebengisannya. Begitu juga ketika sudah masuk Islam, ia sangat ditakuti oleh musuhnya, yaitu orang-orang kafir.
Meskipun keras kepala, tetapi hati beliau lembut. Ia keras terhadap musuh (kafir) dan penyelewengan akidah, tetapi ia sangat lembut terhadap orang-orang Islam dan mereka yang baik.
Ketika menjadi pemimpin, ia terkenal sangat adil, berpola hidup sederhana, cinta kepada rakyat dan selalu mendahulukan kepentingan orang banyak. Prinsipnya, lebih baik tidak makan dan tidur di lantai daripada makan enak dan tidur di istana tetapi rakyatnya menderita.
Kisah Keteladanan Umar bin Khatthab. Auza’iy pada suatu malam pernah memergoki Khalifah Umar memasuki rumah seorang. Keesokan harinya, Auza’iy datang ke rumah itu, ternyata penghuninya seorang janda tua yang buta dan sakit-sakitan. Janda itu menceritakan bahwa tiap malam ada orang yang datang ke rumahnya sekedar mengirim makanan dan obat-obatan. Siapa nama orang itu? Janda tua itu sama sekali tidak mengetahui-nya. Padahal orang yang tiap malam datang ke rumahnya itu adalah Khalifah yang mereka kagumi, Amirul Mukminin Umar bin Khatthab.
Khalifah Umar pada suatu malam pernah berjalan-jalan di pinggir kota. Tiba-tiba, didengarnya rintihan seorang wanita dari dalam sebuah kemah yang kumal. Ternyata yang merintih itu seorang wanita yang akan melahirkan. Di sampingnya ada sang suami yang kebingungan. Maka pulanglah Khalifah Umar ke rumahnya untuk mengajak serta istrinya, Ummu Kulsum, untuk menolong wanita yang akan melahirkan tersebut. Wanita yang ditolongnya itu pun tidak tahu bahwa orang yang menolongnya adalah Khalifah Umar, Amirul Mu’minin yang mereka cintai.
2. Menjadi Khalifah Kedua dan Kemajuan Yang Dicapainya
Sepeninggal Abu Bakar, para tokoh sahabat membai’at Umar bin Khatthab sebagai Khalifah kedua atas saran dan usulan Abu Bakar sewaktu sakit menjelang wafatnya. Pembai’atan ini kemudian dilanjutkan oleh masyarakat pada umumnya. Ia adalah orang yang pertama kali menggunakan gelar “Amirul Mukminin”, artinya pemimpin kaum mukminin, di depan namanya, yang kemudian juga digunakan untuk para khalifah-khalifah sesudahnya.
Kemajuan yang dicapai Amirul Mukminin Umar bin Khatthab selama menjadi Khalifah kedua antara lain :
1). Penataan administrasi pemerintahan
a. Pembagian wilayah kekuasaan kedalam beberapa “Propinsi”.
b. Mengangkat Gubernur untuk beberapa propinsi tersebut.
c. Mendirikan Baitul Mal (Perbendaharaan Negara) .
d. Membentuk dewan militer.
e. Menggaji seluruh para pegawai Negara dan tentara .
2). Membentuk lembaga “Yudikatif” / pengadilan dan mengangkat “Hakim” pada tiap wilayah/propinsi untuk mendampingi tugas-tugas Gubernur
3). Menetapkan “Kalender Islam Hijriyah” sebagai penanggalan resmi administrasi dan umat Islam, yang tahun pertamanya dimulai dari peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, yang bertepatan dengan tahun 622 M. Jadi tahun ke-1 H = 622 M.
4). Membangun, merenovasi dan memperluas masjid, meliputi :
a. Masjidil Haram di Makkah
b. Masjid Nabawi di Madinah. Pada masa Nabi seluas 50 x 50 meter, menjadi 70 x 60 meter.
c. Masjidil Aqsho di Jerusalem (Palestina).
d. Masjid Amr bin Ash di Mesir.
5). Memperluas daerah kekuasaan Islam, sampai menerobos daerah jajahan & kekuasaan kerajaan Romawi Byzantium (Siria, Libanon, Palestina, Mesir dan sekitar) dan kekaisaran Persia (Basrah, Irak, Iran, Uni Emirat Arab, dan sekitarnya).
Setelah 10 tahun memerintah, antara tahun 13 – 23 H / 634 – 644 M), Amirul Mukminin Umar bin Khatthab berhasil mengangkat citra agama Islam dan pemerintahan Khulafau ar-Rasyidin di mata dunia saat itu. Ia adalah seorang pembaharu masyarakat yang sedang bobrok. Ia adalah seorang pembebas dari perbudakan, penindasan, imperialism, rasialisme dan segala bentuk tindak kejahatan dan kezaliman lainnya. Tidak berlebihan jika penulis non-muslim Michael H. Hart mendudukkan Amirul Mukminin Umar bin Khatthab sebagai “Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia”, pada urutan ke-51 didalam bukunya yang berjudul “The 100, a Ranking of the most infkuential person in history” (100 Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah). Sementara itu, Nabi Muhammad ditempatkan pada urutan ke-1, Isaac Newton ke-2; Nabi Isa ke-3; Buddha ke-4; Kong Hu Cu ke-5; St. Paul ke-6, dan seterusnya.
Wafat. Amirul Mukminin Umar bin Khatthab wafat pada tahun 23 H / 644 M setelah sakit akibat tikaman pisau belati beracun yang dihuncamkan oleh Fairus atau Abu Lu’lu’, yaitu seorang Majusi dari Persia yang pura-pura masuk Islam. Jenazah Umar bin Khatthab dikuburkan di samping makam Rasulullah dan Abu Bakar didalam area Masjid Nabawi.
C. ‘USMAN BIN ‘AFFAN : Baik Hati dan Dermawan
1. Profil Usman bin ‘Affan
‘Usman bin ‘Affan adalah sahabat Nabi yang menjadi khalifah ke-3 dalam pemerintahan al-Khulafa’u arRasyidun setelah Amirul Mukminin Umar bin Khatthab. Ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan pebisnis yang handal, namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islamiyah.
Ia dijuluki “Dzunnurain”, yang berarti “pemilik dua cahaya.” Julukan ini didapat karenaia menikahi dua putri Rasullah, yaitu Ruqayah dan Ummu Kulsum.
Kisah Keteladanan Usman bin Affan. ‘Usman bin ‘Affan tidak segan-segan mendermakan kekayaannya untuk kepentingan agama dan masyarakat umum. Ia membeli sumur, berjarak + 1 km dari Masjid Qiblatain – Madinah, yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang setara dengan dia setengah kilogram emas pada waktu itu. Sumur yang kemudian dikenal dengan “Bi’ru Ruumat” atau Bi’ru Usman ini, kemudian ia wakafkan untuk kepentingan masyarakat umum.
‘Usman bin ‘Affan juga memberi bantuan untuk memperluas Masjid Nabawi Madinah dan membeli tanah di sekitarnya. Ia mendermakan 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1.000 dirham sumbangan pribadi kepada Rasulullah untuk biaya Perang Tabuk melawan Romawi Byzantium di Syam - Syria, yang nilainya sama dengan sepertiga dari biaya ekspedisi perang tersebut.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Usman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1.000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita kelaparan di musim kering
2. Menjadi Khalifah Ketiga dan Kemajuan Yang Dicapainya
‘Usman bin ‘Affan terpilih sebagai khalifah ketiga melalui proses pemilihan oleh tim formatur atau semacam “Panitia Pemilihan” (Ahlul Halli wal ‘Aqdi) yang beranggotakan 6 orang sahabat besar yang ditunjuk oleh Amirul Mukminin Umar bin Khatthab menjelang wafatnya. Ke-6 orang tersebut berhak memilih dan dipilih, meliputi : 1) Abdurrahman bin Auf (Ketua tim), 2) Usman bin Affan, 3) Ali bin Abi Thalib, 4) Zubair bin Awwam, 5) Sa’ad bin Abi Waqqash, 6) Thalhah bin Ubaidillah, ditambah 1 orang sebagai “Hakim” (penengah) jika terjadi perselisihan, yaitu Abdullah bin Umar. Dari hasil permusyawaratan tim tersebut, maka Usman bin Affan yang saat itu berusia 70 tahun terpilih sebagai khalifah ketiga.
Kemajuan yang dicapai selama pemerintahan Amirul Mukminin Usman bin Affan, antara lain :
1). Memperluas Masjid Nabawi Madinah. Di masa Umar seluas 70 x 60 meter, diperluas menjadi 80 x 65 meter.
2). Penyalinan dan penggandaan Mushaf Al-Qur’an sebanyak 5 eksemplar, dari Mushaf hasil kerja di masa Abu Bakar, oleh tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit, yang beranggotakan : Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Haris. Hasil dari kerja Tim tersebut, yang 4 eksemplar Mushaf diikirim ke 4 propinsi : 1) Makkah, 2) Syria, 3) Basrah, 4) Kufah, dan 1 eksemplar disimpan di rumah Usman sendiri (Madinah).
3). Membentuk Angkatan Laut pertama kali dalam Islam.
4). Memperluas wilayah kekuasaan yang meliputi daerah Khurasan (Iran), Armenia, Tunisia (Afrika utara), dan Azerbaijan (Uni Soviet).
5). Menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Konstantin (putra mahkota Raja Muqauqis di Mesir), dan oleh Kisra Yazdajird III (mantan kaisar Persia yang digulingkan tentara Islam di masa Umar bin Khatthab)
Wafat. Setelah memerintah selama 12 tahun (antara tahun 23 – 35 H / 644 - 656 M), Usman bin Affan wafat dibunuh oleh pemberontak (bernama Al-Ghafiqi) dari Mesir, atas hasudan Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam). Ia wafat ketika sedang membaca Al-Qur’an dan berpuasa, dalam usia 82 tahun.
D. ALI BIN ABI THALIB : Cerdas dan Tegas
1. Profil Ali bin Abi Thalib
Ali yang memiliki nama asli Haidar (artinya singa), merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Ia dilahirkan dari pasangan Abu Thalib bin Abdul Muthalib dan Fathimah binti Asad.
Kelahiran Ali banyak memberi hiburan bagi Nabi Muhammad saw, karena beliau tidak memiliki anak laki-laki. Beliau bersama istrinya, Khadijah, mengasuh Ali sejak kecil dan dianggapnya seperti anaknya sendiri. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa Abu Thalib, yang telah mengasuh beliau sejak kecil hingga dewasa. Dengan demikian sejak kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad saw.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Rasulullah. Didikan langsung Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam menggemblengnya menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani, dan sabar. Pada waktu peristiwa hijrahnya Nabi, Ali lah yang disuruh untuk tidur di tempat tidurnya, untuk mengelabui para pemuda kafir Quraisy yang mengepung dan hendak membunuhnya. Setelah hijrah ke Madinah, Ali kemudian diambil menantu oleh Nabi, dinikahkan dengan putri kesayangannya, Fatimah az-Zahrah.
Ali bin Abi Thalib adalah seorang sahabat yang sangat cerdas dan cerdik. Rasulullah saw menjulukinya “Babul ilmi”, artinya pintu gerbang ilmu, didalam sabdanya: “أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَ عَلِيٌّ بَابُهَا”, artinya: Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya.
Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal cerdik dan tegas. Proses pergantian Khalifah dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib mengalami hambatan, karena ada kelompok yang setuju dan yang menentang. Kelompok yang menentangnya melakukan pemberontakan dalam perang Shiffin (pimpinan Gubernur Syam, Mu’awiyah bin Abi Sufyan) dan dalam perang Jamal (pimpinan ‘Aisyah binti Abu Bakar yang didukung sahabat besar Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah). Dalam situasi genting seperti ini, Ali bin Abi Thalib tampil dengan tegas menindak dan menundukkan mereka, sehingga semua permasalahan dapat diselesaikannya.
2. Menjadi Khalifah Keempat dan Kemajuan Yang Dicapainya
Ali menjadi khalifah keempat atas desakan dan dukungan mayoritas umat Islam dan para tokoh sahabat. Mula-mula tawaran jabatan khalifah ia tolak, namun kemudian ia terima dengan berat hati, demi terciptanya stabilitas keamanan & politik dalam negeri. Mayoritas rakyat dan sahabat besar sama membai’at Ali sebagai khalifah, kecuali dari kalangan keluarga Bani Umaiyah dan keluarga Usman, serta sebagian masyarakat, disebabkan karena mereka “merasa takut” akan terulangnya kembali pemerintahan yang adil, disiplin dan bebas dari KKN seperti pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab.
Kemajuan pemerintahan semasa dijabat Ali antara lain :
1). Pembangunan politik
Para pejabat yang diangkat khalifah Usman bin Affan kebanyakan tidak ikhlas mengabdi kepada Islam dan Negara, tetapi sekedar mengejar ambisi dan kemewahan duniawi. Untuk itu sayyidina Ali segera menetapkan dua kebijakan sebagai berikut :
a. Menghentikan/memecat para pejabat yang tidak cakap dan kurang mampu dalam menjalankan tugas-amanah negara, serta tidak disukai oleh rakyat.
b. Menarik kembali tanah kas Negara yang dibagi-bagikan kepada pejabat dan keluarga Usman tanpa melalui cara dan prosesdur yang berlaku.
Sayyidina Ali sebenarnya sudah diingatkan dan disarankan oleh para pembesar sahabat seperti Zubair bin Awwam, Thalhah, Mughirah, dll, agar menangguhkan dahulu kedua kebijakannya tersebut sebelum stabilitas keamanan betul-betul pulih. Sedangkan tindakan penting yang perlu segera dilakukan adalah mengusut tuntas orang-orang yang ikut terlibat dalam pembunuhan Usman. Namun saran tersebut tidak diindahkan oleh sayyidina Ali, sehingga timbul “kekacauan” didalam negeri, yang ditandai dengan munculnya pemberontakan/perang saudara dan golongan-golongan dalam masyarakat Islam.
2). Pemberontakan, Perang saudara dan timbulnya golongan
a. Perang Jamal (onta) yang dipimpin oleh ummul mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar yang berkendaraan onta, dengan didukung oleh Thalhah dan Zubair. Sayyidina Ali dan tentaranya mampu memadamkannya, dan ‘Aisyah berhasil diselamatkan dan ditawan, lalu dipulangkan ke Madinah dengan segala penghormatan, sementara Thalhah dan Zubair mati terbunuh.
b. Perang Shiffin. Pemberontakan ini dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan (mantan Gubernur Syam yang dipecat Ali).
Penyebab peperangan ini antara lain :
(1) Mu’awiyah menuduh sayyidina Ali bersekongkol dengan para pembunuh Usman;
(2) Sayyidina Ali memecat Mu’awiyah dari jabatan Gubernur Syam;
(3) Mu’awiyah tidak setuju sayyidina Ali menjadi Khalifah pengganti Usman.
Pertempuran hampir saja dimenangkan oleh tentara sayyidina Ali, maka dengan kelicikannya, Mu’awiyah mengajak berdamai dengan landasan mushaf Al-Qur’an.
Menanggapi ajakan damai tersebut, maka timbul dua kelompok didalam kubu sayyidina Ali :
(1) Setuju berdamai, termasuk didalamnya sayyidina Ali;
(2) Tidak setuju berdamai dan perlu meneruskan perang, dengan alasan perang hampir saja dimenangkan dan perdamaian hanya sekedar tipu mulihat Mu’awiyah untuk memperkecil kekalahan.
Akhirnya diputuskan “setuju berdamai”. Maka diadakanlah “perdamaian” yang lebih dikenal dengan sebutan “Majlis Tahkim”, yang dilaksanakan di desa Daumatul Jandal. Sementara kelompok tentara Ali yang tidak setuju berdamai, lalu memisahkan diri dan keluar dari barisan Ali untuk menjadi kelompok “oposisi” yang nantinya menjadi musuh pihak sayyidina Ali dan pihak Mu’awiyah. Kelompok oposisi ini lebih dikenal dengan sebutan “Kaum Khawarij”.
Dalam perundingan “Majlis Tahkim” ini, pihak sayyidina Ali diwakili Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Mu’awiyah diwakili oleh ‘Amr bin Ash. Berkat kelihaian ari ‘Amr bin Ash ini, maka perundingan Majlis Tahkim berakhir dengan kegagalan.
c. Timbulnya golongan umat Islam.
Ada tiga golongan umat Islam yang timbul pada masa pemerintahan sayyidina Ali, yaitu :
(1) Golongan sayyidina Ali;
(2) Golongan Mu’awiyah;
(3) Golongan Khawarij.
Dengan timbulnya 3 golongan ini, maka kebenaran prediksi Nabi Muhammad saw tentang akan munculnya golongan-golongan didalam tubuh umat Islam mulai terwujud, sebagaimana sabdanya:
سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَبٍ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً, النَّاجِيَةُ فِيْهَا وَاحِدٌ وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى. قَالَ: وَمَنْ النَّاجِيَةُ؟ قَالَ النَّبِيُّ : أَهْلُ السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ. قَالَ: وَمَنْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ. قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِيْ.
Artinya: “Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Yang selamat (masuk surga) hanya satu golongan, sedangkan sisanya (yakni 72 golongan) akan binasa (masuk neraka)”. Para sahabat bertanya: “Siapa satu golongan yang selamat itu?”. Jawaban Nabi : “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Sahabat bertanya lagi : “Siapa Ahlussunnah wal Jama’ah itu?”. Djawab oleh Nabi : ”Yaitu golongan yang sesuai dengan apa yang aku pegangi dan para sahabat”
Wafat. Umat Islam sudah terlanjur terpecah belah menjadi 3 golongan, dan kaum Khawarij secara sepihak berangan-angan ingin mempersatukan umat Islam. Mereka berkeyakinan bahwa yang menjadi “dalang” perpecahan umat Islam adaalh 3 orang, yaitu : (1) sayyidina Ali, (2) Mu’awiyah, (3) ‘Amr bin ‘Ash, maka ketiga orang tersebut harus dibunuh. Kemudian mereka mengirim 3 orang “algojo” untuk membunuh ketiga orang tersebut secara serempak pada waktu dan tanggal yang sama, yaitu waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/660 M. Ke-3 orang “algojo” tersebut bernama :
1) Abdurrahman bin Muljam, dikirim ke Kufah, bertugas membunuh sayyidina Ali, yang berhasil dibunuhnya pada saat beliau sedang memanggil (adzan) orang-orang shalat Subuh. Setelah beliau memerintah selama 4 tahun (antara tahun 35 – 40 H / 656 - 660 M)
2) Barak bin Abdullah, dikirim ke Syam, bertugas membunuh Mu’awiyah. Mu’awiyah berhasil ditikam ketika ia sedang mengimami Subuh, namun tidak sampai mati, karena tikaman pedang mengenai pinggulnya.
3) Amin bin Bakir, dikirim ke Mesir, bertugas membunuh ’Amr bin ‘Ash. Pada saat itu, ‘Amr bin ‘Ash tidak berangkat ke masjid mengimami shalat Subuh karena sedang sakit perut, sedangkan yang menjadi pengganti imam adalah Kharijah, sehingga Kharija-lah yang menjadi korban pembunuhan, sedanmgkan ‘Amr bin ‘Ash selamat dan masih hidup.
Dengan wafatnya sayyidina Ali, maka berakhirlah era pemerintahan Khulafau ar-Rasyidun yang demokratis, kemudian diganti dengan era pemerintahan Dinasti Bani Umaiyah yang bersifat monarkhi (kerajaan), karena sistim pemilihan khalifah tidak berdasarkan “musyawarah”, tetapi didasarkan pada penetapan putra mahkota dari kalangan saudara dan anak keturunannya.