GELOMBANG BUNYI
Gelombang bunyi merupakan salah satu contoh dari gelombang mekanik, yaitu gelombang merambat memerlukan zat perantara (medium perantara). Gelombang bunyi adalah gelombang mekanik yang berbentuk gelombang longitudinal, yaitu gelombang yang arah rambatannya sejajar dengan arah getarannya. Gelombang bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar, benda yang bergetar disebut sumber bunyi. Karena bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar, maka kuat kerasnya bunyi tergantung pada amplitudo getarannya. Makin besar amplitudo getarannya, makin keras bunyi terdengar dan sebaliknya makin kecil amplitudonya, makin lemah bunyi yang terdengar. Di samping itu, keras lemahnya bunyi juga tergantung pada jarak terhadap sumber bunyi, makin dekat dengan sumber bunyi, bunyi terdengar makin keras dan sebaliknya makin jauh dari sumber bunyi, makin lemah bunyi yang kita dengar.
Batas Dengar Manusia Terhadap Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi berdasarkan daya pendengaran manusia dibedakan menjadi menjadi tiga, yaitu audio/bunyi, infrasonik dan ultrasonik. Audio yaitu daerah gelombang bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia yang memiliki frekuensi berkisar antara 20 hingga 20.000 Hz. Infrasonik yaitu gelombang bunyi yang memiliki frekuensi di bawah 20 Hz. Sedangkan ultrasonik yaitu gelombang bunyi yang memiliki frekuensi di atas 20.000 Hz. Baik gelombang infrasonik maupun ultrasonik tidak dapat didengar oleh telinga manusia.
Sifat Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal, yaitu gelombang yang terdiri atas partikel-partikel yang berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut, membentuk daerah bertekanan tinggi dan rendah (rapatan dan renggangan). Partikel yang saling berdesakan akan menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan molekul yang meregang akan menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua jenis gelombang ini menyebar dari sumber bunyi dan bergerak secara bergantian pada medium.
Gambar 1. Representasi Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi dapat bergerak melalui zat padat, zat cair, dan gas, tetapi tidak bisa melalui vakum, karena di tempat vakum tidak ada partikel zat yang akan mentransmisikan getaran. Kemampuan gelombang bunyi untuk menempuh jarak tertentu dalam satu waktu disebut kecepatan bunyi. Kecepatan bunyi di udara bervariasi, tergantung temperatur udara dan kerapatannya. Apabila temperatur udara meningkat, maka kecepatan bunyi akan bertambah. Semakin tinggi kerapatan udara, maka bunyi semakin cepat merambat. Kecepatan bunyi dalam zat cair lebih besar daripada cepat rambat bunyi di udara. Sementara itu, kecepatan bunyi pada zat padat lebih besar daripada cepat rambat bunyi dalam zat cair dan udara.
Gambar 2. Laju bunyi pada berbagai materi
pada 20o C dan 1 atm
Pada umumnya, bunyi memiliki tiga sifat, yaitu tinggi rendah bunyi, kuat lemah bunyi, dan warna bunyi. Tinggi rendah bunyi adalah kondisi gelombang bunyi yang diterima oleh telinga manusia berdasarkan frekuensi (jumlah getaran per detik). Tinggi suara ( pitch) menunjukkan sifat bunyi yang mencirikan ketinggian atau kerendahannya terhadap seorang pengamat. Sifat ini berhubungan dengan frekuensi, namun tidak sama. Kekerasan bunyi juga memengaruhi titi nada. Hingga 1.000 Hz, meningkatnya kekerasan mengakibatkan turunnya titi nada.
Gelombang bunyi dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang dapat merangsang telinga dan otak manusia kepada sensasi pendengaran. Jangkauan ini adalah 20 Hz sampai 20.000 Hz, di mana telinga manusia normal mampu mendengar suatu bunyi. Jangkauan frekuensi ini disebut audiosonik. Sebuah gelombang bunyi yang memiliki frekuensi di bawah 20 Hz dinamakan sebuah gelombang infrasonik. Sementara itu, bunyi yang memiliki frekuensi di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik.
Gambar 3. Tinggi rendah bunyi dipengaruhi frekuensi bunyi
Banyak hewan yang dapat mendengar bunyi yang frekuensinya di atas 20.000 Hz. Misalnya, kelelawar dapat mendeteksi bunyi yang frekuensinya sampai 100.000 Hz, dan anjing dapat mendengar bunyi setinggi 50.000 Hz. Kelelawar menggunakan ultrasonik sebagai alat penyuara gema untuk terbang dan berburu. Kelelawar mengeluarkan decitan yang sangat tinggi dan menggunakan telinganya yang besar untuk menangkap mangsanya. Gema itu memberitahu kelelawar mengenai lokasi mangsanya atau rintangan di depannya (misalnya pohon atau dinding gua).
Gambar 4. Kuat lemah bunyi dipengaruhi
oleh amplitudo gelombang bunyi
Kuat lemah atau intensitas bunyi adalah kondisi gelombang bunyi yang diterima oleh telinga manusia berdasarkan amplitudo dari gelombang tersebut. Amplitudo adalah simpangan maksimum, yaitu simpangan terjauh gelombang dari titik setimbangnya. Intensitas menunjukkan sejauh mana bunyi dapat terdengar. Jika intensitasnya kecil, bunyi akan melemah dan tidak dapat terdengar. Namun, apabila intensitasnya besar, bunyi menjadi semakin kuat, sehingga berbahaya bagi alat pendengaran.
Untuk mengetahui hubungan antara amplitudo dan kuat nada, dapat diketahui dengan melakukan percobaan menggunakan garputala. Garputala dipukulkan ke meja dengan dua pukulan yang berbeda, akan dihasilkan yaitu pukulan yang keras menghasilkan bunyi yang lebih kuat. Hal ini menunjukkan bahwa amplitudo getaran yang terjadi lebih besar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kuat lemahnya nada atau bunyi bergantung pada besar kecilnya amplitudo. Semakin besar amplitudo getaran, maka semakin kuat pula bunyi yang dihasilkan.
Warna bunyi adalah bunyi yang diterima oleh alat pendengaran berdasarkan sumber getarannya. Sumber getaran yang berbeda akan menghasilkan bentuk gelombang bunyi yang berbeda pula. Hal ini menyebabkan nada yang sama dari dua sumber getaran yang berbeda pada telinga manusia terhadap gelombang bunyi.
SUMBER BUNYI
Sumber bunyi adalah sesuatu yang bergetar. Untuk meyakinkan hal ini tempelkan jari pada tenggorokan selama kita berbicara, maka terasalah suatu getaran. Bunyi termasuk gelombang longitudinal. Alat-alat musik seperti gitar, biola, harmonika, seruling termasuk sumber bunyi. Pada dasarnya sumber getaran semua alat-alat musik itu adalah dawai dan kolom udara. Pada bab ini kita akan mempelajari nada-nada yang dihasilkan oleh sumber bunyi tersebut.
Gambar 1. Garputala
Garputala bergetar, menimbulkan pemampatan dan perenggangan berganti-ganti yang konsentris sebagai sumber bunyi
Sumber Bunyi Dawai
Sebuah gitar merupakan suatu alat musik yang menggunakan dawai/senar sebagai sumber bunyinya. Gitar dapat menghasilkan nada-nada yang berbeda dengan jalan menekan bagian tertentu pada senar itu, saat dipetik. Getaran pada senar gitar yang dipetik itu akan menghasilkan gelombang stasioner pada ujung terikat. Satu senar pada gitar akan menghasilkan berbagai frekuensi resonansi dari pola gelombang paling sederhana sampai majemuk. Nada yang dihasilkan dengan pola paling sederhana disebut nada dasar, kemudian secara berturut-turut pola gelombang yang terbentuk menghasilkan nada atas ke-1, nada atas ke-2, nada atas ke-3 … dan seterusnya.
Gambar 2. Pola gelombang nada-nada
yang dihasilkan petikan dawai
Gambar di samping menggambarkan pola-pola yang terjadi pada sebuah dawai yang kedua ujungnya terikat jika dipetik akan bergetar menghasilkan nada-nada sebagai berikut :
1) Nada Dasar
Jika sepanjang dawai terbentuk ½ gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada dasar. L atau λ0 = 2L bila frekuensi nada dasar dilambangkan f0 maka besarnya :
fo = v / λo = v / 2.L
2) Nada Atas 1
Jika sepanjang dawai terbentuk 1 gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 1. L = λ1 atau λ1 = L bila frekuensi nada atas 1 dilambangkan f1 maka besarnya :
f1 = v / λ1 = v / L = 2 (v / 2L)
3) Nada Atas 2
Jika sepanjang dawai terbentuk 1,5 gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 2.L = 3/2.λ atau λ2 = 2/3.L bila frekuensi nada atas 2 dilambangkan f2 maka besarnya :
f2 = v / λ2 = v / (2/3).L = 3 (v / 2L)
4) Nada Atas 3
Jika sepanjang dawai terbentuk 2 gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 3.L = 2.λ3 atau λ3 = ½.L bila frekuensi nada atas 3 dilambangkan f3 maka besarnya :
f3 = v / λ3 = v / (1/2).L = 2 (v / 2L)
dan seterusnya.
Berdasarkan data tersebut dapat kita simpulkan bahwa perbandingan frekuensi nada-nada yang dihasilkan oleh sumber bunyi berupa dawai dengan frekuensi nada dasarnya merupakan perbandingan bilangan bulat.
Sumber Bunyi Kolom Udara
Seruling dan terompet merupakan contoh sumber bunyi berupa kolom udara. Sumber bunyi yang menggunakan kolom udara sebagai sumber getarnya disebut juga pipa organa. Pipa organa dibedakan menjadi dua, yaitu pipa organa terbuka dan pipa organa tertutup.
1) Pipa Organa Terbuka
Gambar 3. Salah satu alat musik tiup
Gelombang naik turun udara bergetar melalui lubang seruling menghasilkan suara yang merdu.
Sebuah pipa organa jika ditiup juga akan menghasilkan frekuensi nada dengan pola-pola gelombang yang dapat dilihat pada gambar diatas
a. Nada dasar
Jika sepanjang pipa organa terbentuk ½ gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada dasar. L = ½.λ0 atau λ0 = 2.L bila frekuensi nada dasar dilambangkan f0 maka besarnya :
fo = v / λo = v / 2L
b. Nada atas 1
Jika sepanjang pipa organa terbentuk 1 gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 1. L = λ1 atau λ1 = L bila frekuensi nada atas 1 dilambangkan f1 maka besarnya :
f1 = v / λ1 = 2 (v / 2L)
c. Nada atas 2
Jika sepanjang pipa organa terbentuk gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 2.L = (3/2).L2 atau L2 = (2/3).L bila frekuensi nada atas 2 dilambangkan f2 maka besarnya :
f2 = v / λ2 = v / (2/3).L = 3 (v / 2L)
d. Nada atas 3
Jika sepanjang dawai terbentuk 2 gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 3.L = 2.λ3 atau λ3 = ½.L bila frekuensi nada atas 3 dilambangkan f3 maka besarnya :
f3 = v / λ3 = v / (1/2).L = 4 (v / 2L)
dan seterusnya.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa perbandingan frekuensi nada-nada yang dihasilkan oleh pipa organa terbuka dengan frekuensi nada dasarnya merupakan perbandingan bilangan bulat.
2) Pipa Organa Tertutup
Sebuah pipa organa tertutup jika ditiup juga akan menghasilkan frekuensi nada dengan pola-pola gelombang yang dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4. Pola gelombang nada-nada pada pipa organa tertutup
a. Nada dasar
Jika sepanjang pipa organa terbentuk ¼ gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada dasar. L = ¼.λ0 atau λ0 = 4.L bila frekuensi nada dasar dilambangkan f0 maka besarnya :
fo = v / λo = v / 4.L
b. Nada atas 1
Jika sepanjang pipa organa terbentuk ¾ gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 1. L = ¾.λ1 atau λ1 = 4/3.L bila frekuensi nada dasar dilambangkan f1 maka besarnya :
f1 = v / λ1 = v / (4/3).L = 3 (v / 4.L)
c. Nada atas 2
Jika sepanjang pipa organa terbentuk 5/4 gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 2. L = 5/4.λ2 atau λ2 = 4/5.L bila frekuensi nada dasar dilambangkan f2 maka besarnya :
f2 = v / λ2 = v / (4/5).L = 5 (v / 4.L)
d. Nada atas 3
Jika sepanjang pipa organa terbentuk 7/4 gelombang, maka nada yang dihasilkan disebut nada atas 3. L = 7/4.λ3 atau λ3 = 4/7.L bila frekuensi nada atas 3 dilambangkan f3 maka besarnya :
f3 = v / λ3 = v / (4/7).L = 7 (v / 4.L)
dan seterusnya.
Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa perbandingan frekuensi nada-nada yang dihasilkan oleh pipa organa tertutup dengan frekuensi nada dasarnya merupakan perbandingan bilangan ganjil.
fo : f1 : f2 : f3 : … = v/4L : 3v/4L : 5v/4L : 7v/4L : … = 1 : 3 : 5 : 7
INTENSITAS BUNYI
Intensitas bunyi adalah Energi gelombang bunyi yang menembus permukaan bidang tiap satu satuan luas tiap detiknya. Pada dasarnya gelombang bunyi adalah rambatan energi yang berasal dari sumber bunyi yang merambat ke segala arah, sehingga muka gelombangnya berbentuk bola.
Apabila suatu sumber bunyi mempunyai daya sebesar P watt, maka besarnya intensitas bunyi di suatu tempat yang berjarak r dari sumber bunyi dapat dinyatakan :
I = P / A = P / 4π
dengan :
I = intensitas bunyi (watt/m2)
P = daya sumber bunyi (watt, joule/s)
A = luas permukaan yang ditembus gelombang bunyi (m2)
r = jarak tempat dari sumber bunyi (m)
Berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa intensitas bunyi di suatu tempat berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, makin jauh dari sumber bunyi, maka intensitasnya semakin kecil. Jika titik A berjarak r1 dan titik B berjarak r2 dari sumber bunyi, maka perbandingan intensitas bunyi antara titik A dan B dapat dinyatakan dalam persamaan :
TI2 = TI1 – 10 log (r2/r1)2
Dikarenakan pendengaran telinga manusia mempunyai keterbatasan, maka para ahli menggunakan istilah dalam intensitas bunyi dengan menggunakan ambang pendengaran dan ambang perasaan. Intensitas ambang pendengaran (Io) yaitu intensitas bunyi terkecil yang masih mampu didengar oleh telinga, sedangkan intensitas ambang perasaan yaitu intensitas bunyi yang terbesar yang masih dapat didengar telinga tanpa menimbulkan rasa sakit. Besarnya ambang pendengaran berkisar pada 10-12 watt/m2 dan besarnya ambang perasaan berkisar pada 1 watt/m2.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli ternyata bahwa daya pendengaran telinga manusia terhadap gelombang bunyi bersifat logaritmis, sehingga para ilmuwan menyatakan mengukur intensitas bunyi tidak dalam watt/m2 melainkan dalam satuan dB (desi bell) yang menyatakan Taraf Intensitas bunyi (TI). Taraf intensitas didefinisikan sebagai sepuluh kali logaritma perbandingan intensitas dengan intensitas ambang pendengaran. Taraf intensitas bunyi merupakan perbandingan nilai logaritma antara intensitas bunyi yang diukur dengan intensitas ambang pendengaran (Io) yang dituliskan dalam persamaan :
TI = 10 log ( I / Io )
dengan :
TI = taraf intensitas bunyi (dB = desi bell)
I = intesitas bunyi (watt.m-2)
Io = intensitas ambang pendengaran (Io = 10-12 watt.m-2)
Gambar 1. Taraf Intensitas bunyti dari berbagai sumber bunyi
LAYANGAN BUNYI
Layangan bunyi atau pelayangan bunyi adalah terjadinya pengerasan bunyi dan pelemahan bunyi tersebut adalah efek dari interferensi gelombang bunyi. Bunyi termasuk sebagai gelombang dan sebagai salah satu sifat gelombang yaitu dapat berinterferensi, demikian juga pada bunyi juga mengalami interferensi. Peristiwa interferensi dapat terjadi bila dua buah gelombang bunyi memiliki frekuensi yang sama atau berbeda sedikit dan berada dalam satu ruang dengan arah yang berlawanan. Interferensi semacam ini sering disebut interferensi ruang. Interferensi dapat juga terjadi jika dua gelombang bunyi yang mempunyai frekuensi sama atau berbeda sedikit yang merambat dalam arah yang sama, interferensi yang terjadi disebut interferensi waktu.
Layangan Bunyi Atau Pelayangan Bunyi
Pelayangan adalah peristiwa perubahan frekuensi bunyi yang berubah ubah dengan tajam karena ada dua sumber bunyi dengan perbedaan frekuensi yang kecil. Berarti pelayangan terjadi jika perbedaan frekuensi kedua sumbernya kecil.
Pelayangan (beats) merupakan fenomena yang menerapkan prinsip interferensi gelombang. Pelayangan akan terjadi jika dua sumber bunyi menghasilkan frekuensi gelombang yang mempunyai beda frekuensi yang kecil. Kedua gelombang bunyi akan saling berinterferensi dan tingkat suara pada posisi tertentu naik dan turun secara bergantian. Peristiwa menurun atau meningkatnya kenyaringan secara berkala yang terdengar ketika dua nada dengan frekuensi yang sedikit berbeda dibunyikan pada saat yang bersamaan disebut pelayangan. Gelombang akan saling memperkuat dan memperlemah satu sama lain bergerak di dalam atau di luar dari fasenya.
Bentuk Gelombang Layangan Bunyi Atau Pelayangan Bunyi
Gambar 1. Fenomena pelayangan terjadi
sebagai akibat superposisi dua gelombang bunyi
dengan beda frekuensi yang kecil
Gambar (a) menunjukkan pergeseran yang dihasilkan sebuah titik di dalam ruang di mana rambatan gelombang terjadi, dengan dua gelombang secara terpisah sebagai sebuah fungsi dari waktu. Kita anggap kedua gelombang tersebut mempunyai amplitudo sama. Pada gambar (b) menunjukkan resultan getaran di titik tersebut sebagai fungsi dari waktu.
Dalam peristiwa interferensi gelombang bunyi yang berasal dari dua sumber bunyi yang memiliki frekuensi yang berbeda sedikit, misalnya frekuensinya f1 dan f2, maka akibat dari interferensi gelombang bunyi tersebut akan kita dengar bunyi keras dan lemah yang berulang secara periodik.
Terjadinya pengerasan bunyi dan pelemahan bunyi tersebut adalah efek dari interferensi gelombang bunyi yang disebut dengan istilah layangan bunyi atau pelayangan bunyi. Kuat dan lemahnya bunyi yang terdengar tergantung pada besar kecil amplitudo gelombang bunyi. Demikian juga kuat dan lemahnya pelayangan bunyi bergantung pada amplitudo gelombang bunyi yang berinterferensi.
Banyaknya pelemahan dan penguatan bunyi yang terjadi dalam satu detik disebut frekuensi layangan bunyi yang besarnya sama dengan selisih antara dua gelombang bunyi yang berinterferensi tersebut. Besarnya frekuensi layangan bunyi dapat dinyatakan dalam persamaan :
fn = N = | f1 – f2 |
dengan :
N = banyaknya layangan bunyi tiap detiknya
f1 dan f2 = frekuensi gelombang bunyi yang berinterferensi
EFEK DOPPLER
Efek Doppler adalah perubahan frekuensi yang diterima pendengar dibanding dengan frekuensi sumbernya akibat gerak relatif pendengar dan sumber. Gejala perubahan frekuensi inilah yang dikenal sebagai efek Doppler. Istilah ini diambil dari nama seorang fisikawan Austria, Christian Johanm Doppler (1803-1855).
Peristiwa Efek Doppler
Gejala ini dapat digambarkan seperti pada gambar dibawah pada bagian (a) sumber mampu menerima A dan B diam atau relatif diam maka frekuensi bunyi yang diterima A dan B akan sama dengan yang dipancarkan oleh sumber. Bagaimana dengan bagian (b), sumber bunyi bergerak ke arah B dengan kecepatan vs. Saat sumber dan penerima relatif bergerak ke arah B maka penerima akan mendapat frekuensi bunyi lebih besar dari sumber, sedangkan penerima A lebih kecil.
Gambar 1
Menurut Doppler, perubahan frekuensi bunyi itu memenuhi hubungan :
kecepatan relatifnya sebanding dengan frekuensi
f ~ ∆v
fp / fs = ∆vo / ∆vs
Δvp adalah kecepatan relatif bunyi terhadap pandangan. Nilainya dapat dituliskan juga Δvp = v ± vp. Berarti berlaku juga Δvs = v ± vs. Dengan substitusi nilai Δvp dan Δvs dapat diperoleh persamaan Efek Doppler seperti berikut :
fp = [( v ± vp ) / ( v ± vs )] . fs
dengan :
fp = frekuensi bunyi yang diterima pendengar (Hz)
fs = frekuensi bunyi sumber (Hz)
v = cepat rambat bunyi di udara (m/s)
vs = kecepatan sumber bunyi (m/s)
vp = kecepatan pendengar (m/s)
(±) = operasi kecepatan relatif, (+) untuk kecepatan berlawanan arah dan (−) untuk kecepatan searah
Contoh Efek Doppler Dalam Kehidupan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai bunyi yang kita dengar akan terdengar berbeda apabila antara sumber bunyi dan pendengar terjadi gerakan relatif. Misalnya pada saat kita menaiki sepeda motor di jalan raya berpapasan dengan mobil ambulan atau mobil patroli yang membunyikan sirine. Bunyi sirine yang terdengar akan makin keras saat kita bergerak saling mendekati dan akan semakin lemah pada saat kita bergerak saling menjauhinya. Peristiwa ini disebut efek Doppler yaitu peristiwa terjadinya perubahan frekuensi bunyi yang diterima oleh pendengar akan berubah jika terjadi gerakan relatif antara sumber bunyi dan pendengar.
Sebagai contoh sumber bunyi mengeluarkan bunyi dengan frekuensi fs dan bergerak dengan kecepatan vs dan pendengar bergerak dengan kecepatan vp dan kecepatan rambat gelombang bunyi adalah v maka frekuensi bunyi yang diterima oleh pendengar apabila terjadi gerakan relatif antara sumber bunyi dengan pendengar dapat dirumuskan :
fp = [( v ± vp ) / ( v ± vs )]
dengan :
fp = frekuensi bunyi yang diterima pendengar (Hz)
fs = frekuensi sumber bunyi (Hz)
v = cepat rambat bunyi di udara (ms1)
vp = kecepatan pendengar (ms1)
vs = kecepatan sumber bunyi (ms1)
Gambar 2. Contoh Efek Doppler dalam keseharian
CEPAT RAMBAT BUNYI
Cepat rambat bunyi dapat diukur dengan metode resonansi. Mengukur cepat rambat gelombang bunyi dapat dilakukan dengan metode resonansi pada tabung resonator (kolom udara). Pengukuran menggunakan peralatan yang terdiri atas tabung kaca yang panjangnya 1 meter, sebuah slang karet/plastik, jerigen (tempat air) dan garputala.
Mengukur Cepat Rambat Bunyi
Gambar 1. Percobaan resonansi untuk mengukur cepat rambat bunyi
Resonansi I jika :
L1 = ¼.λ atau λ = 4.L1
Resonansi II jika :
L2 = ¾.λ atau λ = 4/3.L2
Resonansi ke III jika :
L3 = 5/4.λ atau λ = 4/5.L3
Atau λ dapat dicari dengan
λ= 2 (L2 – L1) = (L3 – L1)
Bagaimana prinsip kerja alat ini? Mula-mula diatur sedemikian, permukaan air tepat memenuhi pipa dengan jalan menurunkan jerigen. Sebuah garputala digetarkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul dari karet dan diletakkan di atas bibir tabung kaca, tetapi tidak menyentuh bibir tabung dan secara perlahan-lahan tempat air kita turunkan. Lama-kelamaan akan terdengar bunyi yang makin lama makin keras dan akhirnya terdengar paling keras yang pertama. Jika jerigen terus kita turunkan perlahan-lahan (dengan garputala masih bergetar dengan jalan setiap berhenti dipukul lagi), maka bunyi akan melemah dan tak terdengar, tetapi semakin lama akan terdengar makin keras kembali. Apa yang menyebabkan terdengar bunyi keras tersebut?
Gelombang yang dihasilkan garputala tersebut merambat pada kolom udara dalam tabung dan mengenai permukaan air dalam tabung, kemudian dipantulkan kembali ke atas. Kedua gelombang ini akan saling berinterferensi. Apabila kedua gelombang bertemu pada fase yang sama akan terjadi interferensi yang saling memperkuat, sehingga pada saat itu pada kolom udara timbul gelombang stasioner dan frekuensi getaran udara sama dengan frekuensi garputala. Peristiwa inilah yang disebut resonansi. Sebagai akibat resonansi inilah terdengar bunyi yang keras. Resonansi pertama terjadi jika panjang kolom udara sebesar ¼.λ, peristiwa resonansi kedua terjadi jika panjang kolom udara ¾.λ, ketiga jika 5/4.λ dan seterusnya. Dengan mengukur panjang kolom udara saat terjadi resonansi, maka panjang gelombang bunyi dapat dihitung.
Persamaan Matematis Cepat Rambat Bunyi
Oleh karena itu, cepat rambat gelombang bunyi dapat dicari dengan persamaan :
v = f × λ
dengan :
λ = panjang gelombang bunyi (m)
f = frekuensi garputala (Hz)
v = cepat rambat gelombang bunyi (m/s)
PENERAPAN GELOMBANG BUNYI DALAM TEKNOLOGI
Penerapan gelombang bunyi dalam teknologi dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan penelitian. Di bidang kelautan misalnya untuk mengukur kedalaman laut, di bidang industri misalnya untuk mengetahui cacat yang terjadi pada benda-benda hasil produksinya, di bidang pertanian untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian, dan di bidang kedokteran dapat digunakan untuk terapi adanya penyakit dalam organ tubuh.
Penerapan Gelombang Bunyi Dalam Teknologi Kelautan
Untuk keperluan tersebut digunakan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip pemantulan gelombang bunyi yang disebut SONAR (Sound Navigation Ranging).
Gambar 1. Sonar digunakan untuk mengukur kedalaman laut
Prinsip kerja SONAR berdasarkan prinsip pemantulan gelombang ultrasonik. Alat ini diperkenalkan pertama kali oleh Paul Langenvin, seorang ilmuwan dari Prancis pada tahun 1914. Pada saat itu Paul dan pembantunya membuat alat yang dapat mengirim pancaran kuat gelombang bunyi berfrekuensi tinggi (ultrasonik) melalui air. Pada dasarnya SONAR memiliki dua bagian alat yang memancarkan gelombang ultrasonik yang disebut transmiter (emiter) dan alat yang dapat mendeteksi datangnya gelombang pantul (gema) yang disebut sensor (reciver).
Gelombang ultrasonik dipancarkan oleh transmiter (pemancar) yang diarahkan ke sasaran, kemudian akan dipantulkan kembali dan ditangkap oleh pesawat penerima (reciver). Dengan mengukur waktu yang diperlukan dari gelombang dipancarkan sampai gelombang diterima lagi, maka dapat diketahui jarak yang ditentukan. Untuk mengukur kedalaman laut, SONAR diletakkan di bawah kapal.
Dengan pancaran ultrasonik diarahkan lurus ke dasar laut, dalamnya air dapat dihitung dari panjang waktu antara pancaran yang turun dan naik setelah digemakan. Apabila cepat rambat gelombang bunyi di udara v, selang waktu antara gelombang dipancarkan dengan gelombang pantul datang adalah Δt, indeks bias air n, dan kedalaman laut adalah d maka kedalaman laut tersebut dapat dicari dengan persamaan :
d = v.∆t / 2n
dengan :
d = jarak yang diukur (m)
Δt = waktu yang diperlukan gelombang dari dipancarkan sampai diterima kembali (s)
v = kecepatan rambat gelombang ultrasonik (m/s)
n = indeks bias medium
Penerapan Gelombang Bunyi Dalam Teknologi Kedokteran
Dalam bidang kedokteran, getaran gelombang ultrasonik yang berenergi rendah dapat digunakan untuk mendeteksi/menemukan penyakit yang berbahaya di dalam organ tubuh, misalnya di jantung, payudara, hati, otak, ginjal, dan beberapa organ lain. Pengamatan ultrasonik pada wanita hamil untuk melihat perkembangan janin dalam uterus dengan menggunakan ultrasonografi. Dengan menggunakan ultrasonik yang berenergi tinggi dapat digunakan sebagai pisau bedah, yang pada umumnya untuk melakukan pembedahan dalam neurologi dan otologi.
Penerapan Gelombang Bunyi Dalam Kehidupan
Di bidang pertanian, ultrasonik berenergi rendah digunakan untuk meningkatkan hasil pertanian, misalnya penyinaran biji atau benih dengan menggunakan ultrasonik dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dari biasanya, tanaman kentang yang dirawat dengan radiasi ultrasonik dapat meningkat produksi panennya.
Selanjutnya dalam perkembangannya, penggunaan gelombang ultrasonik dalam pelayaran digunakan sebagai navigator. Pada mesin cuci, getaran utrasonik yang kuat dapat menggugurkan ikatan antarpartikel kotoran dan menggetarkan debu yang melekat pada pakaian sehingga lepas. Di sekitar lapangan udara (bkitara), getaran gelombang ultrasonik yang kuat dapat membuyarkan kabut dengan teknologi gelombang bunyi.
SUDUT DEVIASI PEMBIASAN CAHAYA PADA PRISMA
Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai pada bidang pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca. Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjahui garis normal, sebab sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu dari kaca ke udara. Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan arah dari arah semula. Marilah kita mempelajari fenomena yang terjadi jika seberkas cahaya melewati sebuah prisma seperti halnya terjadinya sudut deviasi dan dispersi cahaya.
Sudut Deviasi Pembiasan Cahaya Pada Prisma
Gambar 1. Pembiasan cahaya pada prisma
Gambar diatas menggambarkan seberkas cahaya yang melewati sebuah prisma. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa berkas sinar tersebut dalam prisma mengalami dua kali pembiasan sehingga antara berkas sinar masuk ke prisma dan berkas sinar keluar dari prisma tidak lagi sejajar. Sudut yang dibentuk antara arah sinar datang dengan arah sinar yang meninggalkan prisma disebut sudut deviasi diberi lambang D. Besarnya sudut deviasi tergantung pada sudut datangnya sinar.
Untuk segiempat AFBE, maka : β + ∠AFB = 180o
Pada segitiga AFB, r1 + i2 + ∠AFB = 180o, sehingga diperoleh :
β + ∠AFB = r1 + i2 + ∠ AFB
β = r1 + i2
Pada segitiga ABC, terdapat hubungan ∠ABC + ∠BCA +∠CAB = 180o,
di mana ∠ABC = r2 – i2 dan ∠CAB = i1 – r1,
sehingga ∠BCA + (r2 – i2) + (i1 – r1) = 180o
∠BCA = 180o + (r1 + i2) – (i1 + r2)
Besarnya sudut deviasi dapat dicari sebagai berikut.
D = 180o – ∠BCA
D = 180o – {(180o + (r1 + i2) – (i1 + r2)}
D = (i1 + r2) – (i2 + r1)
D = i1 + r2 – β
Keterangan :
D = sudut deviasi
i1 = sudut datang pada prisma
r2 = sudut bias sinar meninggalkan prisma
β = sudut pembias prisma
Besarnya sudut deviasi sinar bergantung pada sudut datangnya cahaya ke prisma. Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun akan semakin kecil. Sudut deviasi akan mencapai minimum (Dm) jika sudut datang cahaya ke prisma sama dengan sudut bias cahaya meninggalkan prisma atau pada saat itu berkas cahaya yang masuk ke prisma akan memotong prisma itu menjadi segitiga sama kaki,
Sehingga berlaku i1 = r2 = i (dengan i = sudut datang cahaya ke prisma) dan i2 = r1 = r (dengan r = sudut bias cahaya memasuki prisma).
Karena β = i2 + r1 = 2r atau r = ½.β, dengan demikian besarnya sudut deviasi minimum dapat dinyatakan:
D = i1 + r2 – β = 2i – β atau i = (Dm + β)
Menurut hukum Snellius tentang pembiasan berlaku :
n1.sin ½ (Dm + β) = n2.sin ½.β
dengan :
n1 = indeks bias medium di sekitar prisma
n2 = indeks bias prisma
β = sudut pembias prisma
Dm = sudut deviasi minimum prisma
Untuk sudut pembias prisma kecil (β ≤ 15o), maka berlaku :
sin (½.β + Dm) = (½.β + Dm) dan sin ½.β = ½.β
Sehingga besarnya sudut deviasi minimumnya dapat dinyatakan :
Dm = (n2.β – n1.β) / n1 = [(n2/n1) – 1).β
Apabila medium di sekitar prisma berupa udara maka n1 = 1 dan indeks bias prisma dinyatakan dengan n, maka berlaku :
Dm = (n – 1) β
INTERFERENSI CAHAYA
Interferensi cahaya adalah perpaduan antara dua gelombang cahaya. Agar interferensi cahaya dapat teramati dengan jelas, maka kedua gelombang cahaya itu harus bersifat koheren. Dua gelombang cahaya dikatakan koheren apabila kedua gelombang cahaya tersebut mempunyai amplitudo, frekuensi yang sama dan pada fasenya tetap. Ada dua hasil interferensi cahaya yang dapat teramati dengan jelas jika kedua gelombang tersebut berinterferensi. Apabila kedua gelombang cahaya berinteferensi saling memperkuat (bersifat konstruktif), maka akan menghasilkan garis terang yang teramati pada layar. Apabila kedua gelombang cahaya berinterferensi saling memperlemah (bersifat destruktif), maka akan menghasilkan garis gelap yang teramati pada layar. Marilah sekarang kita mempelajari peristiwa interferensi cahaya yang telah dilakukan percobaan/eksperimen oleh para ilmuwan terdahulu, seperti halnya Thomas Young dan Fresnell.
Interferensi Cahaya pada Celah Ganda
Percobaan yang dilakukan oleh Thomas Young dan Fresnel pada dasarnya adalah sama, yang membedakan adalah dalam hal mendapatkan dua gelombang cahaya yang koheren. Thomas Young mendapatkan dua gelombang cahaya yang koheren dengan menjatuhkan cahaya dari sumber cahaya pada dua buah celah sempit yang saling berdekatan, sehingga sinar cahaya yang keluar dari celah tersebut merupakan cahaya yang koheren. Sebaliknya Fresnel mendapatkan dua gelombang cahaya yang koheren dengan memantulkan cahaya dari suatu sumber ke arah dua buah cermin datar yang disusun hampir membentuk sudut 180o, sehingga akan diperoleh dua bayangan sumber cahaya. Sinar yang dipantulkan oleh cermin I dan II dapat dianggap sebagai dua gelombang cahaya yang koheren.
Skema percobaan Young
Gambar 1. Interferensi celah ganda percobaan Young
Untuk menunjukkan hasil interferensi cahaya, di depan celah tersebut diletakkan layar pada jarak L maka akan terlihat pada layar berupa garis gelap dan terang. Garis terang merupakan hasil interferensi yang saling memperkuat dan garis gelap adalah hasil interferensi yang saling memperlemah. Hasil interferensi bergantung pada selisih jarak tempuh/lintasan cahaya dari celah ke layar. Akan terjadi garis terang jika selisih lintasan merupakan kelipatan bilangan genap kali ½.λ atau kelipatan bilangan bulat kali λ atau (nλ). Sebaliknya akan terjadi garis gelap jika selisih lintasan merupakan kelipatan bilangan ganjil kali ½.λ.
Misalkan jarak antara dua celah d, jarak layar ke celah L, di titik O pada layar akan terjadi garis terang yang disebut garis terang pusat, karena jarak S1O dan S2O adalah sama sehingga gelombang cahaya sampai di O akan terjadi interferensi maksimum. Di titik P yang berjarak p dari terang pusat akan terjadi interferensi maksimum atau minimum tergantung pada selisih lintasan S2P – S1P.
Gambar 2. Interferensi celah ganda
Di P terjadi interferensi maksimum jika :
S2P – S1P = d sin θ = n λ
Perhatikan segitiga S1QS2 dan segitiga POR, untuk nilai θ < berlaku sin θ = tan θ = p/L, sehingga :
d.p / L = n.λ atau p = n.λ.L / d
dengan :
d = jarak antara dua celah (m)
p = jarak garis terang ke terang pusat (m)
L = jarak celah ke layar
λ = panjang gelombang cahaya
n = orde interferensi ( n = 0, 1, 2, 3, …)
Di P akan terjadi interferensi minimum/garis gelap jika :
d.p / L = (2n – 1) ½.λ
dengan :
d = jarak antara dua celah (m)
p = jarak garis gelap ke terang pusat (m)
L = jarak celah ke layar (m)
λ = panjang gelombang cahaya (m)
n = orde interferensi (n = 1, 2, 3, …)
Interferensi Cahaya Pada Selaput Tipis
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita melihat adanya warna-warna pelangi yang terjadi pada gelembung air sabun atau adanya lapisan minyak di permukaan air jika terkena cahaya matahari. Hal ini menunjukkan adanya interferensi cahaya matahari pada selaput tipis air sabun atau selaput tipis minyak di atas permukaan air. Interferensi cahaya terjadi dari cahaya yang dipantulkan oleh lapisan permukaan atas dan bawah dari selaput tipis tersebut.
Gambar 3. Interferensi pada selaput tipis
Gambar tersebut melukiskan seberkas sinar monokromatik jatuh pada selaput tipis setebal d, pada lapisan atas selaput cahaya dipantulkan (menempuh lintasan AE) dan sebagian dibiaskan yang kemudian dipantulkan lagi oleh lapisan bawah menempuh lintasan ABC. Antara sinar yang menempuh lintasan AE dan ABC akan saling berinterferensi di titik P tergantung pada selisih jarak lintasan optik.
Di titik P akan terjadi interferensi maksimum atau garis terang apabila :
2.n.d cos r = (2m + 1) ½.λ
dan terjadi garis gelap atau interferensi minimum jika :
2.n.d cos r = (2m) ½.λ
dengan :
n = indeks bias lapisan tipis
d = tebal lapisan
r = sudut bias sinar
λ = panjang gelombang sinar
m = orde interferensi
Cincin Newton
Cincin Newton merupakan pola interferensi pada selaput tipis udara yang berupa lingkaran-lingkaran garis gelap dan terang yang sepusat. Cincin Newton terletak antara permukaan optik. Cincin Newton dapat terjadi pada selaput tipis udara antara kaca plan paralel dan lensa plan-konveks yang disinari cahaya sejajar monokromatik secara tegak lurus dari atas kaca plan-paralel. Cincin Newton ini terjadi karena interferensi cahaya yang dipantulkan oleh permukaan cembung lensa dengan sinar yang telah menembus lapisan udara, yang kemudian dipantulkan oleh permukaan bagian atas kaca plan-paralel.
Gambar 4. Cincin Newton
Perhatikan gambar di diatas, apabila r menyatakan jari-jari orde lingkaran, R jari-jari kelengkungan permukaan lensa, n merupakan orde lingkaran, dan λ menyatakan panjang gelombang cahaya yang digunakan, maka hubungan antara jari-jari orde interferensi dengan panjang gelombang cahaya yang digunakan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
r2n = (2n + 1) ½.λ
DIFRAKSI CAHAYA
Difraksi cahaya dapat didefinisikan sebagai pelenturan cahaya yaitu saat suatu cahaya melalui celah maka cahaya dapat terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan memiliki sifat seperti cahaya baru. Sifat-sifat difraksi pada cahaya ini dapat dibuktikan dengan melihat pola interferensi yang terjadi pada layar saat dipasang dibelakang celah. Ada beberapa peristiwa difraksi yang dapat kita pelajari.
Difraksi Cahaya Pada Celah Tunggal
Difraksi/lenturan cahaya pada celah tunggal akan menghasilkan garis terang/interferensi maksimum pada layar yang berjarak L dari celah apabila selisih lintasan antara cahaya yang datang dari A dan B adalah (2n+1) ½ λ, kemudian akan terjadi garis gelap atau interferensi minimum jika selisih lintasannya adalah (2n). ½ λ.
Gambar 1. Difraksi Cahaya Pada Celah Tunggal
Gambar diatas, menggambarkan sebuah celah sempit yang mempunyai lebar d, disinari dengan cahaya sejajar monokromatik secara tegak lurus pada celah. Apabila di belakang celah ditaruh layar pada jarak L dari celah maka akan tampak pada layar berupa garis terang dan gelap yang berada di sekitar terang pusat. Celah sempit tersebut kita bagi menjadi 2 bagian yang masing-masing lebarnya ½ d. Kelompok cahaya dari bagian atas dan bawah akan berinterferensi di titik P yang terletak pada layar tergantung pada selisih lintasannya. Di titik O yang berada pada layar yang juga merupakan titik tengah-tengah celah, maka semua cahaya yang berasal dari celah bagian atas dan bagian bawah sampai ke titik O mempunyai jarak lintasan yang sama, sehingga di titik O terjadi interferensi maksimum atau sering juga disebut dengan terang pusat. Sedangkan hasil interferensi di titik P tergantung pada selisih lintasan yang ditempuh oleh cahaya tersebut.
Apabila celah kita bagi dua maka cahaya dari tepi celah cahaya 1 dan 5 akan berinterferensi di titik P akan menghasilkan garis gelap jika selisih lintasannya ½ λ. Persamaannya dapat dituliskan :
½ .d sin θ = ½ .λ atau d sin θ = ½ .λ
Apabila celah dibagi empat, maka garis gelap akan terjadi bila ¼.d sin θ = ½ λ atau d sin θ = 2λ.
Apabila celah dibagi 6, maka garis gelap akan terjadi bila ½.d sin θ = ½.λ atau d sin θ = 3λ.
Jadi untuk garis gelap ke-n pada layar akan terbentuk jika d sin θ = n λ; n = 1, 2, 3, … dan seterusnya.
Untuk sudut θ kecil berlaku bahwa sin θ, maka :
d.p / L = n.λ
dengan :
d = lebar celah (m)
p = jarak garis gelap ke terang pusat (m)
L = jarak layar ke celah (m)
λ = panjang gelombang cahaya yang digunakan (m)
n = orde interferensi/ menyatakan garis gelap dari terang pusat
Dengan cara yang sama di titik P akan terjadi garis terang jika :
d.p / L = (2n+1).½.λ
Difraksi Cahaya pada Kisi
Kisi adalah celah sangat sempit yang dibuat dengan menggores sebuah lempengan kaca dengan intan. Sebuah kisi dapat dibuat 300 sampai 700 celah setiap 1 mm. Pada kisi, setiap goresan merupakan celah. Sebuah kisi memiliki konstanta yang menyatakan banyaknya goresan tiap satu satuan panjang, yang dilambangkan dengan d, yang juga sering dikatakan menjadi lebar celah. Dalam sebuah kisi, lebar celah dengan jarak antara dua celah sama apabila banyaknya goresan tiap satuan panjang dinyatakan dengan N, maka d = 1/N. Misalnya sebuah kisi memiliki 500 garis/mm maka lebar celah kisi tersebut adalah :
d = 1/500 mm = 1/500.000 m = 2
Pada sebuah kisi yang disinari cahaya yang sejajar dan tegak lurus kisi, dan di belakang kisi ditempatkan sebuah layar, maka pada layar tersebut akan terdapat garis terang dan gelap, jika cahaya yang dipakai adalah monokromatik. Kemudian akan terbentuk deretan spektrum warna, jika cahaya yang digunakan sinar putih (polikromatik). Garis gelap dan terang atau pembentukan spektrum akan lebih jelas dan tajam jika celabar celahnya semakin sempit atau konstanta kisinya semakin banyak/besar. Garis gelap dan terang dan spektrum tersebut merupakan hasil interferensi dari cahaya yang berasal dari kisi tersebut yang jatuh pada layar titik/tempat tertentu.
Gambar 2. Difraksi pada kisi
Gambar diatas menggambarkan cahaya monokromatik sejajar yang datang tegak lurus bidang kisi, cahaya yang melalui kisi dilenturkan dan memiliki fase yang sama. Semua cahaya yang melalui celah kisi akan dikumpulkan menjadi satu oleh lensa positif dan diproyeksikan pada layar menjadi garis terang dan gelap.
Misalkan semua cahaya yang melalui celah kisi dilenturkan/didifraksikan dengan sudut θ dan dikumpulkan pada satu titik P yang berjarak p dari terang pusat (O) pada layar yang berjarak L dari kisi. Hasil interferensi cahaya di titik P tergantung pada selisih lintasan yang ditempuh cahaya dari celah yang berdekatan yaitu d sin θ. Di titik P akan terjadi garis terang jika d sin θ sama dengan kelipatan bilangan bulat kali panjang gelombang atau kelipatan bilangan genap kali setengah gelombang. Sebaliknya akan terjadi garis gelap jika d sin θ sama dengan kelipatan bilangan ganjil kali setengah panjang gelombang. Secara matematik dapat dinyatakan :
Di P terjadi garis terang jika :
d sin θ = n.λ atau p = n.λ.L / d
Di P akan terjadi garis gelap jika :
d sin θ = (2n+1).½.λ atau p = (2n+1) λ.L / d
dengan :
d = lebar celah kisi (m)
θ = sudut difraksi (derajat)
λ = panjang gelombang cahaya (m)
n = orde difraksi
p = jarak garis gelap/terang ke terang pusat (m)
L = jarak layar ke kisi (m)
POLARISASI CAHAYA
Polarisasi cahaya dapat didefinisikan sebagai pengurangan intensitas karena berkurangnya komponen-komponen gelombangnya. Cahaya termasuk gelombang transversal yang memiliki komponen-komponen yang saling tegak lurus. Komponen-komponen inilah yang dapat hilang saat terjadi polarisasi. Polarisasi cahaya ini dapat disebabkan oleh beberapa macam diantaranya seperti penjelasan berikut :
Penyebab Terjadinya Polarisasi Cahaya
1. Polarisasi Cahaya Karena Pemantulan
Gambar 1
Perhatikan gambar diatas menggambarkan peristiwa polarisasi yang terjadi pada cahaya yang disebabkan oleh peristiwa pemantulan. Cahaya yang datang ke cermin dengan sudut datang sebesar 57o, maka sinar yang terpantul akan merupakan cahaya yang terpolarisasi. Cahaya yang berasal dari cermin I adalah cahaya terpolarisasi akan dipantulkan ke cermin. Apabila cermin II diputar sehingga arah bidang getar antara cermin I dan cermin II saling tegak lurus, maka tidak akan ada cahaya yang dipantulkan oleh cermin II. Peristiwa ini menunjukkan terjadinya peristiwa polarisasi. Cermin I disebut polarisator, sedangkan cermin II disebut analisator. Polarisator akan menyebabkan sinar yang tak terpolarisasi menjadi sinar yang terpolarisasi, sedangkan analisator akan menganalisis sinar tersebut merupakan sinar terpolarisasi atau tidak.
2. Polarisasi Cahaya Karena Pemantulan Dan Pembiasan
Cahaya datang dan mengenai batas medium akan mengalami pemantulan dan pembiasan seperti gambar (a). Perubahan sudut datang akan merubah sudut pantul ip dan sudut bias r. Pada suatu saat sinar pantul dan sinar bias akan saling tegak lurus. Saat terjadi keadaan seperti inilah akan terjadi pembagian intensitas pada kedua sinar itu, I untuk sinar bias dan I untuk sinar pantul sehingga sinarnya mengalami polarisasi, lihat gambar (b).
Gambar 2
Pada polarisasi linier ini akan berlaku hubungan-hubungan seperti di bawah.
ip + r = 90o
tan ip = n2 / n1
Persamaan inilah yang dikenal sebagai hukum Brewster sesuai nama ilmuwan yang pertama kali mempelajarinya, Daved Brewter (1781-1868).
3. Polarisasi Cahaya Karena Bias Kembar (Pembiasan Ganda)
Polarisasi karena bias kembar dapat terjadi apabila cahaya melewati suatu bahan yang mempunyai indeks bias ganda atau lebih dari satu, misalnya pada kristal kalsit.
Gambar 3
Perhatikan gambar diatas, seberkas cahaya yang jatuh tegak lurus pada permukaan kristal kalsit, maka cahaya yang keluar akan terurai menjadi dua berkas cahaya, yaitu satu berkas cahaya yang tetap lurus dan berkas cahaya yang dibelokkan. Cahaya yang lurus disebut cahaya biasa, yang memenuhi hukum Snellius dan cahaya ini tidak terpolarisasi. Sedangkan cahaya yang dibelokkan disebut cahaya istimewa karena tidak memenuhi hukum Snellius dan cahaya ini adalah cahaya yang terpolarisasi.
4. Polarisasi Cahaya Karena Hamburan
Gambar 4
Polarisasi cahaya karena peristiwa hamburan dapat terjadi pada peristiwa terhamburnya cahaya matahari oleh partikel-partikel debu di atmosfer yang menyelubungi Bumi. Cahaya matahari yang terhambur oleh partikel debu dapat terpolarisasi. Itulah sebabnya pada hari yang cerah langit kelihatan berwarna biru. Hal itu disebabkan oleh warna cahaya biru dihamburkan paling efektif dibandingkan dengan cahaya-cahaya warna yang lainnya.
5. Polarisasi Cahaya Karena Pemutaran Bidang Polarisasi
Gambar 5
Perhatikan gambar diatas, seberkas cahaya tak terpolarisasi melewati sebuah polarisator sehingga cahaya yang diteruskan terpolarisasi. Cahaya terpolarisasi melewati zat optik aktif, misalnya larutan gula pasir, maka arah polarisasinya dapat berputar. Besarnya sudut perubahan arah polarisasi cahaya θ tergantung pada konsentrasi larutan c, panjang larutan l dan sudut putar larutan β. Hubungan ini dapat ditulis secara matematik sebagai :
θ = c.β. l
6. Polarisasi Cahaya Karena Absorbsi Selektif
Absorbsi selektif adalah penyerapan intensitas cahaya karena penyerapan yang terseleksi yaitu penyerapan komponen-komponen cahaya tertentu. Bahan yang dapat menyerap secara selektif ini dinamakan polarisator.
Gambar 6
Cahaya yang terpolarisasi intensitasnya menjadi I = ½. I0. Bagaimana jika cahaya terpolarisasi tersebut dilewatkan pada bahan polarisator lain dengan membentuk sudut α terhadap polarisator pertama? Secara eksperimen dapat diperoleh hubungan seperti persamaan berikut :
I’ = I cos2 α atau I’ = ½. I0 cos2 α
dengan :
I0 = Intensitas cahaya awal
I = Intensitas cahaya terpolarisasi
I’ = Intensitas cahaya setelah melalui dua bahan polarisator
α = sudut antara kedua polarisator
Persamaan inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum Mallus dalam polarisasi cahaya.
TEORI MAXWELL
Teori maxwell dikemukakan pada 1864, oleh fisikawan Inggris, James Clerk Maxwell, yaitu teori yang menyebutkan bahwa cahaya adalah rambatan gelombang yang dihasilkan oleh kombinasi medan listrik dan medan magnetik. Gelombang yang dihasilkan oleh medan listrik dan medan magnetik ini disebut gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal yang dapat merambat dalam ruang hampa. Hal inilah yang menyebabkan radiasi cahaya matahari dapat mencapai permukaan bumi.
Teori Maxwell
Percobaan yang dilakukan oleh Hans Christian Oersted (1777 – 1851), menunjukkan bahwa arus listrik dapat membuat jarum kompas berubah arah. Hal ini membuktikan bahwa di sekitar arus listrik terdapat medan magnet. Kemudian, ilmuwan Prancis Andre Marie Ampere (1775 – 1836), menemukan bahwa dua kawat yang bermuatan arus listrik dapat dibuat tarik-menarik atau tolak-menolak, persis seperti magnet. Pada tahun 1865, ilmuwan Skotlandia, James Clerk Maxwell (1831 – 1879), menyatakan bahwa medan listrik dan medan magnet berhubungan erat. Maxwell menyadari bahwa jika suatu arus listrik dialirkan maju-mundur, arus itu dapat menimbulkan gelombang elektromagnetik yang berubah-ubah yang memancar keluar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perhitungan-perhitungannya menunjukkan bahwa gelombang elektromagnetik itu memancar pada kecepatan cahaya. Berdasarkan hal ini, Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya itu sendiri adalah bentuk gelombang elektromagnetik.
Medan listrik dan medan magnetik selalu saling tegak lurus, dan keduanya tegak lurus terhadap arah perambatan gelombang. Jadi, gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal. Cepat rambat gelombang elektromagnetik tergantung pada permeabilitas vakum ( μ0 ) dan permitivitas vakum ( ε0 ) sesuai dengan hubungan :
Persamaan Teori Maxwell
c = 1 / √ μ0. ε0
Permeabilitas vakum diketahui sebesar 4π × 10-7 Wb/A.m dan permitivitas vakum adalah 8,85 × 10-12 C/Nm2, sehingga diperoleh nilai c = 3 × 108 m/s.
Gambar 1
Medan listrik tegak lurus dengan medan magnetik dan tegak lurus terhadap arah gelombang, penyataan tersebut merupakan inti dari teori maxwell tentang cahaya adalah gelombang elektromagnetik.
=> Materi berisi video pembelajaran berikut ini adalah sebagai materi tambahan di atas.
PETUNJUK :
1. Setelah kalian membaca dan mempelajari materi diatas tentang GELOMBANG BUNYI DAN CAHAYA, silahkan kalian langsung mengerjakan uji kompetensi berikut!
2. Nilai hasil uji kompetensi langsung tampil, jika nilai hasil uji kompetensi masih dibawah KKM, maka silahkan dikerjakan ulang.