PERSIAPAN AJANG FLS3N DONGENG TINGKAT KABUPATEN JOMBANG 2025

Jurnal Skejomega, - SDN Kedungrejo kembali menorehkan prestasi di bidang seni dan sastra. Kali ini, Erlyta Arsyifa Salsabila, siswi kelas 4, terpilih mewakili Kecamatan Megaluh dalam ajang Festival Lomba Seni dan Sastra Siswa Nasional (FLS3N) 2025 tingkat Sekolah Dasar se-Kabupaten Jombang untuk cabang lomba mendongeng.

FLS3N merupakan ajang kompetisi berskala nasional yang diselenggarakan secara bertingkat, mulai dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Tahun ini, FLS3N 2025 mengusung tema umum "Ekspresi Seni, Inspirasi Negeri", yang bertujuan mendorong ekspresi seni dan sastra siswa, mempererat persaudaraan antar pelajar, serta menjaring bibit unggul di bidang seni menuju tingkat nasional.

Erlyta saat ini sedang menjalani latihan intensif di sekolah bersama guru pembimbing. Ia tampil semangat dan ekspresif, mengenakan kostum unik yang mendukung peran dalam cerita yang dibawakannya. Latihan tersebut dilakukan untuk mempersiapkan penampilan terbaik dalam kompetisi mendatang.

Prestasi Erlyta bukanlah hal baru. Pada tahun 2024, ia berhasil meraih Juara Harapan 3 dalam lomba mendongeng tingkat Kabupaten Jombang. Penampilannya yang memukau saat itu juga mendapatkan sorotan dari media cetak lokal, Radar Jombang, yang menampilkan Erlyta dalam liputan khusus Grand Final Lomba Dongeng.

Ibunda Erlyta, Arum, menyampaikan harapannya dengan penuh haru: "Saya sangat bangga dengan perjuangan Erlyta. Harapan saya, semoga dia bisa terus percaya diri, mencintai dunia sastra, dan menginspirasi teman-temannya. Menang itu bonus, yang penting dia berani tampil dan berkembang."

Keluarga besar SDN Kedungrejo memberikan dukungan penuh kepada Erlyta. Semoga langkahnya di ajang FLS3N 2025 membawa hasil terbaik dan menjadi inspirasi bagi siswa-siswi lainnya untuk terus mengembangkan bakat di bidang seni dan sastra. (DNG)

Jejak Langkah "Ki Ageng Banasura" Kedungrejo.

Jurnal Skejomega, - Terkisahkan siklus sejarah menunjukkan pengulangan. Dulu Nararya Sanggramawijaya atau Raden Wijaya melalui dukungan Arya Wiraraja seorang Bupati di Songenep (Sumenep, Madura sekarang) mengajukan pembukaan kawasan rawa tak berpenghuni di delta sungai Brantas kepada penguasa Gelang-gelang bernama Jayakatyeng atau Jayakatong alias Jayakatwang. Ketika izin dikeluarkan dengan harapan bahwa Raden Wijaya akan membangun sisi terdepan wilayah Gelang-gelang untuk menghadapi ancaman serbuan asing. Disitulah strategi mulai dimainkan, karena desa Majapahit terus-menerus menyiagakan diri jika suatu saat dapat menuntut balas atas Gelang-gelang yang telah menumpas Singhasari. Sebagai pengingat akibat dari serangan Gelang-gelang Raja Sri Kertanegara yang juga mertua Raden Wijaya gugur.

Cakra Manggilingan (dunia berputar). Kedatangan Ki Ageng Banasura ke kotaraja Majapahit pun berlatar tergesernya pengaruh Banten Girang pasca serangan pasukan Syarif Hidayatullah dengan bantuan Demak. Dipilihnya Majapahit sebagai tujuan berpindah, karena Ki Ageng Banasura ingin menapak jejak Sang Bujangga Manik seorang Kesatria Sunda yang memilih menjadi Resi dan melakukan lawatan ke Brang Wetan. Juga menyusul kakaknya yang lebih dulu hijrah bernama Ki Ageng Medelek.

Kepergian Ki Ageng Banasura alias Mbah Bana ke Brang Wetan diikuti putri semata wayang bernama Wandan Manguri dan sang adik bernama Ki Ageng Suruh. Tiga bersaudara Ki Ageng Medelek, Ki Ageng Banasura, dan Ki Ageng Suruh akhirnya dipertemukan kembali di Bhumi Wilwatikta Majapahit. Tetapi dari tiga bersaudara tersebut, Ki Ageng Banasura mendapatkan amanat langsung dari Baginda Bre Kertabhumi (Brawijaya V) untuk melacak keberadaan tiga pusaka Sang Prabhu, yaitu berupa mustika Wijayakusuma, topeng waja, dan kutut blawong (perkutut putih) yang murca atau hilang dari tempatnya.

Usai mendapatkan tugas, Ki Ageng Medelek menyarankan kepada Ki Ageng Banasura agar Wandan Manguri dititipkan kepada sang adik Ki Ageng Banasura bernama Ki Ageng Suruh. Sedangkan Ki Ageng Banasura harus berguru kembali kepada Resi Pandhita Majapahit. Muncullah nama Ki Ageng Sumayana alias Ki Ageng Sapayana di Dempok (Padepokan) Pancuran Cukir sebagai seorang brahmana resi Majapahit yang sangat terkenal pada masanya. Hal itu dimaksudkan agar keilmuan Ki Ageng Banasura setara dengan beban tugas yang diemban dari Gusti Prabu Brawijaya V. Ki Ageng Medelek sendiri pulang ke rumahnya dan lebih memilih mengembangkan ilmu kasepuhan.

Selama menuntut ilmu di Dempok (padepokan) Pancuran Cukir, Ki Ageng Banasura yang kemudian lebih dikenal sebagai Ki Ageng Buwana memiliki saudara seperguruan bernama Ki Ageng Pranggang. Kedekatan antara Ki Ageng Banasura alias Ki Ageng Buwana dengan Ki Ageng Pranggang ini layaknya saudara kandung. Karena Ki Ageng Buwana lebih tua secara usia, maka Ki Ageng Pranggang menyebut beliau sebagai Kakang Buwana, sebaliknya Ki Ageng Buwana memanggil adik seperguruannya dengan sebutan Adi Pranggang.

Masa menuntut ilmu pun berakhir, Ki Ageng Sumayana alias Ki Ageng Sapayana pun memerintahkan kedua murid beliau; Ki Ageng Banasura alias Ki Ageng Buwana dan Ki Ageng Pranggang untuk mendirikan padepokan baru. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan atas amanat dari Gusti Prabu Brawijaya V untuk mencari pusaka andalan berupa mustika Wijaya kusuma, topeng waja, dan kutut blawong, mantablah hati Ki Ageng Banasura untuk mendirikan Padepokan Kedungbungkil. Yang diambil dari tempat dimana padepokan didirikan berupa daerah Kedung (bagian terdalam sungai yang mengalir tenang). Sedangkan nama Bungkil merupakan kata sandi ketiga pusaka Majapahit. Bung diambil dari bahasa Melayu Kuna yaitu Rabung (dalam bahasa Jawa disebut rebung atau bung), kata “Kil” bermakna kilalaan (warga asing). Karena Ki Ageng Banasura masih asing terkait daerah baru tersebut. Daerah Kedungbungkil masa silam merupakan piggiran sungai Brantas yang banyak ditumbuhi rumpun bambu. Sedangkan Ki Ageng Pranggang memantabkan hati membangun Padepokan Karang Kejambon. (DNG)

*) Diadaptasi dari karya Dian Sukarno, salah satu pegiat budaya dan penelusur sejarah Jombang.

PEMBELAJARAN NUMERASI KELAS 6  MEMAHAMI KALENDER MASEHI DAN HIJRIYAH

Jurnal Skejomega, – Siswa kelas 6 SDN Kedungrejo mengikuti pembelajaran numerasi yang menarik dan penuh antusias. Di bawah bimbingan Bapak Danang Sulistiono, S.Pd., para siswa diajak memahami lebih dalam tentang penggunaan kalender Masehi dan Hijriyah dalam kehidupan sehari-hari.

Materi yang diajarkan kali ini berkaitan erat dengan kehidupan nyata, terutama dalam menentukan tanggal penting baik yang berdasarkan penanggalan Masehi (seperti Hari Kemerdekaan RI atau Tahun Baru) maupun Hijriyah (seperti 1 Muharram atau Idul Fitri). Melalui pendekatan kontekstual, siswa belajar membandingkan kedua sistem kalender, menghitung selisih hari antar tanggal, dan memahami perbedaan jumlah hari dalam bulan-bulan Hijriyah dan Masehi.

Dalam pembelajaran ini, Pak Danang tidak hanya menyampaikan materi secara teoritis, tetapi juga melibatkan siswa dalam diskusi aktif. Dengan menggunakan kalender cetak dan digital, para siswa diminta mencari tanggal lahir mereka dalam versi kalender Hijriyah. Mereka juga diajak menghitung selisih hari antara dua peristiwa penting dalam dua sistem penanggalan.

“Awalnya saya bingung karena jumlah harinya berbeda, tapi ternyata itu karena sistem penanggalannya memang berbeda,” ujar Vania, salah satu siswa kelas 6, sambil tersenyum puas setelah berhasil menyelesaikan soal konversi tanggal.

Pak Danang menekankan bahwa pembelajaran numerasi tidak terbatas pada berhitung saja, tetapi juga mencakup pemahaman terhadap konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. “Melalui topik kalender ini, siswa belajar logika matematika, memperkuat pemahaman bilangan, sekaligus meningkatkan literasi budaya,” jelas beliau.

Pembelajaran hari itu ditutup dengan permainan kuis interaktif tentang tanggal-tanggal penting dalam kalender Hijriyah dan Masehi. Suasana kelas pun penuh semangat dan tawa. Pembelajaran numerasi yang menyenangkan ini menjadi salah satu bentuk komitmen SDN Kedungrejo dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan yang kontekstual, menyenangkan, dan bermakna. (Red)