Dinamika Konflik dan Perdamaian: Kerangka Teori dan Ilustrasi Kasus Aceh
Dalam presentasi ini dijelaskan kerangka teoritis mengenai peran sentral faktor sumberdaya alam (SDA) dalam dinamika konflik dan perdamaian.
Dari satu sisi, kondisi kelangkaan (scarcity) atau kelimpahan (abundance) dari SDA yang terdapat di lokasi tertentu dapat menjadi faktor risiko bagi meletupnya konflik dengan kekerasan.
Pada tahap berikutnya, ketika konflik sudah meledak dan berkembang luas, maka dinamika kekerasan yang terjadi dapat menciptakan berbagai dampak negatif terhadap kondisi SDA dan lingkungan setempat.
Meski demikian, dari sisi lain, upaya menghentikan konflik dan mewujudkan perdamaian (peacemaking) juga dapat dicapai secara lebih berkelanjutan ketika isu ketidakadilan terkait SDA dapat diangkat dan diselesaikan dalam proses perundingan perdamaian dan selanjutnya menjadi panduan bagi proses peacebuilding dan pembangunan pasca-konflik.
Sebaliknya, jika yang terakhir ini tidak berhasil diwujudkan, misalnya saja kesepakatan damai yang menyangkut isu SDA tidak dipenuhi, maka faktor SDA kembali akan menjadi faktor risiko bagi perulangan konflik di masa depan.
Bagian kedua presentasi ini lebih lanjut akan menerapkan kerangka tersebut pada kasus di Aceh. Untuk itu, secara ringkas akan diuraikan bagaimana faktor SDA berperan di dalam memicu konflik bersenjata di Aceh, apa dampak konflik terhadap perubahan lingkungan dan persoalan tenurial di Aceh, dan bagaimana faktor SDA di-address selama proses perdamaian di Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Selanjutnya juga diuraikan secara ringkas dinamika kekerasan di Aceh seiring dengan pelaksanaan peacebuilding dan pembangunan pasca-konflik di mana faktor SDA juga memegang peranan penting.