Dalam kondisi gencarnya digitalisasi sekolah yang digulirkan pemerintah Indonesia saat ini terutama saat pandemi walaupun terlihat kondisi pendidikan maju pesat sehingga diharapkan pendidikan di Indonesia tidak ketinggalan dengan negara lain, namun di sisi lain hal ini membuat peserta didik menjadi kurang bergerak dan kurang mengenal lingkungannya karena harus terus berada di depan layar sehingga mereka dibuat asyik berselancar di dunia maya. Selaras dengan itu pemerintahan daerah Purwakarta tahun 2015 lalu telah membuat kebijakan pendidikan berbasis semesta untuk menumbuhkan kesadaran ekologis melalui Tatanan di Bale Atikan (TdBA) yang bisa mengimbangi kondisi pendidikan saat ini.
Program Tatanen di Bale Atikan diinisiasi sebagai upaya untuk menjadikan sekolah sebagai laboratorium pembelajaran yang memberi pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik berbasis model pembelajaran pancaniti. Program Tatanen di Bale Atikan bukan hanya sekedar program bercocok tanam di sekolah, namun juga sebagai program penguatan pendidikan karakter yang sejalan dengan kompetensi pembelajaran abad 21, sehingga memiliki karakter yang sesuai dengan kodrat dirinya, kodrat alamnya dan kodrat jamannya. Bahkan program Tatanen di Bale Atikan (TdBA) bisa dijadikan sebagai pendidikan berbasis penelitian.
Tatanén di Balé Atikan (TdBA)sebagai bagian dari pendidikan karakter berpijak pada landasan filosofis mengenai konektivitas manusia dengan dirinya, diri dengan lingkungan dan sesamanya, dan diri dengan Tuhannya. Bisa dikatakan bahwa tema sentral dari filsafat pendidikan adalah pemahaman hubungan antara Tuhan (T), Manusia (M), dan Alam (A). Asal dari segala sesuatu adalah Tuhan dan berakhir pula untuk atau pada Tuhan. Manusia merupakan aktor penerima dan pengelola ciptaan Tuhan yang dalam Bahasa lain disebut sebagai khalifah. Sedangkan alam semesta adalah sarana manusia berbuat untuk menuju kembali pada Tuhan. Ketiganya memuat hubungan yang sinergis, masing-masing ketiga faktor tersebut memiliki peran yang saling berkaitan antara yang menguntungkan atau merugikan. Hubungan/konektifitas antara konektivitas manusia dengan dirinya, diri dengan lingkungan dikemukakan oleh E.F. Schumacher dalam bagian akhir bukunya A Guide for the Perplexed (1977) menyebut dua pasang masalah: Saya dan Dunia (lingkungan, ekologi): “Penampilan lahiriah” dan “Penghayatan batiniah” yang menyebabkan adanya empat bidang pengetahuan manusia, yaitu: (1) Saya - batin. (2) Dunia (engkau, lingkungan, ekologi) - batin. (3) Saya -lahiriah. (4) Dunia (engkau, lingkungan, ekologi) - lahiriah. Selain itu, pendidikan karakter harus berpijak pada landasan filosofis tentang hakikat pendidikan dan manusia. Landasan filosofis ini menelaah pendidikan dan manusia secara radikal, menyeluruh, dan konseptual bersumber dari faktor religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan dan bersumber pada ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran
atanén di Balé Atikan sebagai bagian dari pendidikan karakter berpijak pada landasan filosofis mengenai konektivitas manusia dengan dirinya, diri dengan lingkungan dan sesamanya, dan diri dengan Tuhannya. Bisa dikatakan bahwa tema sentral dari filsafat pendidikan adalah pemahaman hubungan antara Tuhan (T), Manusia (M), dan Alam (A). Asal dari segala sesuatu adalah Tuhan dan berakhir pula untuk atau pada Tuhan. Manusia merupakan aktor penerima dan pengelola ciptaan Tuhan yang dalam Bahasa lain disebut sebagai khalifah. Sedangkan alam semesta adalah sarana manusia berbuat untuk menuju kembali pada Tuhan. Ketiganya memuat hubungan yang sinergis, masing-masing ketiga faktor tersebut memiliki peran yang saling berkaitan antara yang menguntungkan atau merugikan. Hubungan/konektifitas antara konektivitas manusia dengan dirinya, diri dengan lingkungan dikemukakan oleh E.F. Schumacher dalam bagian akhir bukunya A Guide for the Perplexed (1977) menyebut dua pasang masalah: Saya dan Dunia (lingkungan, ekologi): “Penampilan lahiriah” dan “Penghayatan batiniah” yang menyebabkan adanya empat bidang pengetahuan manusia, yaitu: (1) Saya - batin. (2) Dunia (engkau, lingkungan, ekologi) - batin. (3) Saya -lahiriah. (4) Dunia (engkau, lingkungan, ekologi) - lahiriah.