KLHS dan rencana tata ruang menjadi acuan penyelenggaraan Amdal yang menyediakan analisis yang lebih detail dalam skala proyek. Dalam UU Cipta Kerja, Amdal wajib untuk kegiatan berusaha yang beresiko tinggi, termasuk instalasi nuklir. Dalam penyusunan Amdal untuk pembangunan instalasi nuklir telah ada ketentuan yang diterbitkan dalam Peraturan Kepala BAPETEN No. 3 Tahun 2014. Berdasarkan peraturan Amdal terkini dan peraturan lain yang terkait, maka dilakukan telaah Perka tersebut untuk tujuan pengembangan peraturan.
Laporan ini memberikan rekomendasi untuk KLH dan BAPETEN tentang panduan tata cara pelaksanaan penyusunan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis instalasi nuklir sehingga selaras dengan tujuan keselamatan, rekomendasi terhadap perubahan Peraturan BAPETEN Nomor 3 Tahun 2014, dan mengidentifikasi TSO (Technical Support Organization) dalam penyusunan KLHS. Selain itu juga sebagai masukan untuk perizinan instalasi nuklir dalam menyusun Instruksi Kerja penilaian permohonan izin tapak PLTN. Identifikasi batasan parameter daya dukung Lingkungan Tapak PLTN beririsan dengan batasan perizinan tapak PLTN, seperti parameter geologi, geomorfologi, bahan galian, air tanah, daya dukung batuan maupun parameter bencana seperti banjir, longsor, amblesan, gempa bumi, likuifaksi, letusan gunung api. Data Batasan parameter daya dukung dapat menjadi data awal evaluasi tapak dalam proses perizinan tapak.
Download
KLHS dan rencana tata ruang menjadi acuan penyelenggaraan Amdal yang menyediakan analisis yang lebih detail dalam skala proyek. Dalam UU Cipta Kerja, Amdal wajib untuk kegiatan berusaha yang beresiko tinggi, termasuk instalasi nuklir. Dalam penyusunan Amdal untuk pembangunan instalasi nuklir telah ada ketentuan yang diterbitkan dalam Peraturan Kepala BAPETEN No. 3 Tahun 2014. Berdasarkan peraturan Amdal terkini dan peraturan lain yang terkait, maka dilakukan telaah Perka tersebut untuk tujuan pengembangan peraturan.
Laporan ini memberikan rekomendasi untuk KLH dan BAPETEN tentang panduan tata cara pelaksanaan penyusunan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis instalasi nuklir sehingga selaras dengan tujuan keselamatan, rekomendasi terhadap perubahan Peraturan BAPETEN Nomor 3 Tahun 2014, dan mengidentifikasi TSO (Technical Support Organization) dalam penyusunan KLHS. Selain itu juga sebagai masukan untuk perizinan instalasi nuklir dalam menyusun Instruksi Kerja penilaian permohonan izin tapak PLTN. Identifikasi batasan parameter daya dukung Lingkungan Tapak PLTN beririsan dengan batasan perizinan tapak PLTN, seperti parameter geologi, geomorfologi, bahan galian, air tanah, daya dukung batuan maupun parameter bencana seperti banjir, longsor, amblesan, gempa bumi, likuifaksi, letusan gunung api. Data Batasan parameter daya dukung dapat menjadi data awal evaluasi tapak dalam proses perizinan tapak.
Download
Dalam beberapa tahun belakangan rencana industri membangun dan mengoperasikan reaktor daya di Indonesia khususnya reaktor jenis garam lebur (Molten Salt Reactor - MSR) telah meningkat. BAPETEN memandang perlu dilakukan studi penyusunan rekomendasi teknis untuk mengidentifikasi persyaratan desain pendingin MSR dan sistem terkait. Teknologi MSR yang dipilih adalah kelas MSR berbahan bakar cair, spektrum termal, dan bermoderator grafit. Kelas ini dipilih dengan justifikasi memiliki tingkat kesiapan teknologi yang paling tinggi dibanding kelas MSR lainnya karena kesuksesan operasi Molten Salt Reactor Experiment di masa lalu.
Pertimbangan khusus dalam desain sistem pendingin reaktor meliputi tata letak, batas desain, desain struktural, pengendalian fungsi pendinginan, perlindungan tekanan dan proteksi sistem primer, isolasi komponen sistem primer, klasifikasi SSK, kualifikasi lingkungan, uji tekanan hidrostatik, dan aspek desain khusus.
Sistem terkait MSR juga harus diberikan pertimbangan khusus agar tetap dapat berfungsi memenuhi fungsi keselamatan dasar reaktor nuklir. Pertimbangan khusus ini meliputi pertimbangan terhadap sistem kendali reaktivitas dan kendali inventori pada kondisi operasi, sistem kendali reaktivitas kondisi kecelakaan, sistem pembuangan kalor kondisi operasi, sistem pendingin reaktor kondisi kecelakaan, sistem pembuangan panas sisa kondisi kecelakaan, dan sistem manajemen keluaran gas (off gas system).
Download
Perkembangan teknologi reaktor pada PLTN mulai mengerucut pada kategori PLTN dengan reaktor kecil, menengah, dan modular (SMR) dengan desain reaktor multi modul. Desain multi modul mengintegrasikan beberapa modul reaktor yang berada pada satu lokasi berdekatan atau bagian-bagian reaktor ke dalam satu unit dengan konfigurasi kompak dengan adanya struktur, sistem, dan komponen yang digunakan bersama oleh beberapa modul. Desain multi modul yang memiliki fitur modularitas yang mana sebagian besar komponen PLTN difabrikasi di pabrik lalu dikirim ke tapak untuk kemudian disusun hingga terbangun unit PLTN secara utuh. Penerapan konstruksi modular merupakan salah satu tantangan dalam evaluasi dan perizinan dari PLTN SMR multi modul. Sehingga perlu dilakukan penyusunan rekomendasi teknis terkait keselamatan desain dalam implementasi konstruksi modular pada PLTN SMR Multi Modul.
Penyusunan rekomendasi teknis ini ditujukan untuk mengidentifikasi lingkup ketentuan keselamatan desain dalam penerapan konstruksi modular untuk PLTN SMR multi modul serta memberikan pedoman dan ketentuan teknis terkait keselamatan desain yang mempengaruhi konstruksi modular untuk PLTN SMR multi modul.
Pada beberapa tahun terakhir, Indonesia juga menunjukkan upaya-upaya yang serius untuk membangun dan mengoperasikan PLTN, terutama dikaitkan dengan komitmen Indonesia terhadap target net-zero emission pada tahun 2060. Salah satu vendor PLTN bahkan telah memulai beberapa kegiatan pengembangan PLTN di Indonesia secara cukup intensif. Dengan perkembangan ini, masyarakat internasional menilai Indonesia sebagai negara yang akan membangun PLTN (nuclear embarking country). Oleh karena itu, segenap infrastruktur pembangunan dan pengoperasian PLTN harus disiapkan termasuk regulasi yang mengatur hal-hal yang terkait dengan kegiatan dekomisiong PLTN.
Dekomisioning merupakan proses yang panjang, bergantung dari lingkup kegiatan yang dilakukan dan tingkat kerumitan instalasi nuklir itu sendiri. Dalam hal terjadi kecelakaan nuklir, seperti yang terjadi di PLTN Three Miles Island tahun 1979, Chernobyl tahun 1986, dan Fukushima tahun 2011, maka dekomisioning akan menjadi pekerjaan yang tidak mudah dan memerlukan biaya sangat tinggi. Ketersediaan dana untuk pelaksanaan dekomisioning merupakan isu strategis yang harus diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional di bidang ketenaganukliran. Sejalan dengan amanat PP 2/2014, BAPETEN (Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir) berencana untuk melakukan kegiatan penyusunan Perba yang mengatur tentang jaminan finansial pelaksanaan dekomisioning tersebut pada tahun 2025 sebagaimana telah tertuang dalam Peraturan BAPETEN Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Strategis BAPETEN 2020-2024. Sesuai dengan proses bisnis yang ada di BAPETEN, maka pada tahun 2024 P2STPIBN diminta untuk melakukan kajian yang dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan terkait pengaturan jaminan finansial pelaksanaan dekomisioning. Rekomendasi kebijakan tersebut akan menjadi dasar muatan teknis bagi penyusunan rancangan Perba tersebut.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan jaminan keselamatan radiasi dari MIR yang dihasilkan di pertambangan dan industri terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup sebagai salah satu tujuan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Hal ini dapat membantu pertambangan dan industri penghasil MIR dalam melakukan analisis keselamatan untuk mengetahui tingkat proteksi radiasi serta tingkat pengawasan yang diperlukan.
Kegiatan kajian rekomendasi teknis MIR ini akan menghasilkan laporan hasil kajian rekomendasi teknis MIR dari kegiatan sektor pertambangan dan industri. Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah para pekerja di sektor pertambangan dan industri sehingga mereka dapat bekerja mengelola MIR yang timbul dengan aman dan selamat. Selain itu hasil kajian juga dapat dimanfaatkan oleh unit kerja lain dalam menjalankan fungsi pengaturan, perizinan dan inspeksi, sehingga dapat menjamin keselamatan radiasi bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan, serta mendukung rencana strategis BAPETEN tahun 2020-2024.
Seminar Keselamatan Nuklir 2024 bertema "Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Teknologi Nuklir untuk Mendukung Energi Rendah Karbon serta Memajukan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat" telah memberikan gambaran tantangan dalam pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dengan disampaikannya teknologi baru dan permasalahannya dalam pemanfaatan tenaga nuklir. Demikian juga proses perizinannya melalui OSS juga memberikan tantangan tersendiri yang memerlukan koordinasi antar K/L terkait.
Beberapa rekomendasi yang dapat diperoleh dari kegiatan ini antara lain:
Transisi Energi Terbarukan;
Penguatan Kompetensi SDM di Bidang 3S (Safety, Security, and Safeguards / Keselamatan, Keamanan, dan Garda Aman);
Pembentukan NEPIO (Nuclear Energy Programme Implementing Organization / NEPIO);
Koordinasi Pengawasan Radiofarmaka;
Pengembangan Regulasi Keamanan Siber di Instalasi Nuklir;
Implementasi Cyber-Informed Engineering (CIE);
Panduan dan Pelatihan Keamanan Siber;
Pemetaan Sosial untuk Percepatan PLTN;
Peningkatan Regulasi dan Prosedur Inspeksi Vendor;
Optimalisasi Dosis Radiasi Medik;
Kajian dan Regulasi Penggunaan Radiasi Pengion Portabel;
Pengembangan Threat Assessment dan Design Basis Threat;
Pemantauan Kontaminasi Produk Pangan Pascakejadian Fukushima;
Pengembangan Basis Data Dekomisioning; dan
Peningkatan Budaya Keselamatan Nuklir melalui Budaya Lokal.
Rekomendasi ini perlu ditindak lanjuti oleh kita semua untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang sumber radiasi maupun instalasi dan bahan nuklir.
Dekomisioning merupakan tahapan paling akhir dari siklus hidup suatu reaktor, seringkali personil yang melakukan proses dekomisioning adalah generasi yang terpisah jauh dari personil yang melaksanakan proses desain dan konstruksi, padahal personil yang melaksanakan tahapan desain dan konstruksi adalah personil yang paling tahu mengenai SKK reaktor. Demikian juga dengan personil yang melaksanakan operasi reaktor, mereka paling tahu mengenai hal-hal yang telah terjadi selama operasi reaktor, misalnya, penggantian komponen ataupun modifikasi reaktor.
Oleh karena itu diperlukan pekerjaan karakterisasi fasilitas yang dilakukan sejak tahap awal perencanaan dekomisioning untuk mengumpulkan informasi yang cukup guna memprediksi konsentrasi radioaktif dalam komponen dan struktur reaktor. Hasil dari kegiatan ini akan digunakan sebagai dasar untuk perencanaan kegiatan dekomisioning seperti dekontaminasi, pembongkaran dan pengelolaan limbah radioaktif. Karakterisasi fasilitas ini meliputi survei data yang ada, perhitungan, pengukuran in situ dan/atau pengambilan sampel dan analisis.
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir (Pasal 37 dan 39) serta Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 2 Tahun 2015 tentang Verifikasi dan Penilaian Keselamatan Reaktor Nondaya (Pasal 4 dan 6) menyatakan bahwa Pemegang izin wajib melaksanakan verifikasi dan penilaian keselamatan secara berkala selama tahap konstruksi, komisioning, dan operasi instalasi nuklir. Salah satu butir penilaian keselamatan adalah penilaian terhadap kinerja keselamatan. Penilaian kinerja keselamatan suatu instalasi nuklir, terutama reaktor, sangat penting dilakukan karena keselamatan adalah tujuan utama dari pengoperasian reaktor. Penilaian keselamatan dapat dilakukan melalui pengukuran sejumlah atribut dan indikator keselamatan yang perlu dimiliki agar reaktor beroperasi secara selamat. Penilaian keselamatan dengan menggunakan indikator keselamatan memiliki beberapa tantangan, yaitu dalam hal:
penentuan serangkaian indikator kinerja keselamatan atau Safety Performance Indicator (SPI) yang memadai/komprehensif dan dapat memantau semua aspek kinerja keselamatan operasional; serta
cara melakukan pengukuran indikator keselamatan.
Selain memberikan informasi mengenai nilai kinerja keselamatan suatu fasilitas reaktor, data SPI selama jangka waktu tertentu juga dapat menunjukkan tren kinerja keselamatan fasilitas melalui pengamatan terhadap perubahan nilai setiap indikator secara periodik. Hasil analisis tren SPI dapat memberikan peringatan dini akan penurunan kinerja keselamatan yang berpotensi menimbulkan insiden atau kecelakaan nuklir.
Dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan (PUU) disebutkan bahwa BAPETEN diberi amanah untuk melakukan pembinaan dan penilaian Budaya Keselamatan (BK) di instalasi nuklir. PUU tersebut adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2023 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Zat Radioaktif, Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Keselamatan Nuklir dan Radiasi, dan Peraturan BAPETEN No. 6 Tahun 2023 tentang Sistem Manajemen Kegiatan dan Fasilitas Pemanfaatan Tenaga Nuklir. BAPETEN terakhir kali melakukan pembinaan dan penilaian BK di BATAN (sekarang BRIN) pada TA 2005-2012. Saat itu, Laporan Hasil Kajian yang dibuat oleh P2STPIBN berfokus pada hasil survei kuesioner yang sederhana.
Laporan ini mencakup beberapa pokok kajian, yaitu: uraian metode survei kuesioner, analisis dokumen, observasi lapangan, dan wawancara; evaluasi menyeluruh atas hasil yang diperoleh; pengumpulan pembelajaran dari pelaksanaan penilaian BK untuk pengembangan metode, borang-borang, dan tata-cara pelaksanaan penilaian BK; serta, penyusunan rekomendasi teknis dan penilaian implementasi BK. Sebagai pembatasan, Laporan ini tidak mencakup masalah Keamanan Nuklir dan Budaya Keamanan Nuklir, maupun Budaya Pengawasan. LRT juga tidak membahas mengenai budaya-budaya yang harus diterapkan di BAPETEN.
Kegiatan kajian rekomendasi kebijakan Infrastruktur Deteksi Keamanan Nuklir ini merupakan kegiatan untuk meningkatkan keamanan nuklir nasional melalui usaha pencegahan penyelundupan material mengandung radiasi yang masuk dan keluar ke dan dari wilayah Indonesia. Untuk tahun anggaran 2024 ini, kegiatan fokus pada penambahan data parameter analisis penilaian ancaman pelabuhan/bandara, kemudian pembaharuan data analisis kebutuhan perangkat deteksi serta update regulasi dan kebijakan terkait.
Laporan rekomendasi kebijakan ini dapat membantu pengambilan keputusan dalam penetapan prioritasi penyediaan dan pengadaan serta pemasangan perangkat deteksi (RPM). Kegiatan ini akan dilanjutkan di tahun depan yang difokuskan pada kegiatan uji sertifikasi RPM produk dalam negeri, sebagai tindak lanjut persiapan kegiatan komersialisasi RPM produk dalam negeri.
Kejadian kecelakaan di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Three Mile Island, Chernobyl dan Fukushima telah memberikan pembelajaran tentang peranan desain sistem pengungkung bagi reaktor nuklir. Pengungkung reaktor nuklir menjadi sistem keselamatan penting dengan fungsi penghalang utama untuk mencegah lepasan produk fisi radioaktif ke lingkungan jika terjadi kecelakaan parah. Telah dilakukan studi terhadap sistem dan struktur pengungkung meliputi ketentuan dasar desain, desain sistem dan struktur pengungkung, dan inspeksi dan pengujian, menggunakan referensi nasional, IAEA, dan beberapa negara pengoperasi PLTN. Tujuan studi adalah mengidentifikasi muatan teknis terkait ketiga hal tersebut yang selanjutnya akan diusulkan sebagai isi rekomendasi teknis desain sistem pengungkung reaktor daya serta usulan peraturan badan, dan kriteria teknis desain. Studi dilakukan pada PLTN yang dibangun di darat dengan jenis PWR, BWR, HTGR, dan MSR.Â
Studi menyimpulkan bahwa ke-11 aspek dasar desain sistem dan struktur pengungkung pada IAEA SSG 53 dapat diterapkan dengan pendekatan bertingkat. Ke-11 aspek tersebut meliputi: kejadian awal terpostulasi, bahaya internal, bahaya eksternal, kondisi kecelakaan, batas desain, keandalan, pertahanan berlapis, eliminasi kondisi yang dapat menyebabkan lepasan radioaktif awal dan lepasan radioaktif besar, klasifikasi keselamatan, code dan standar, dan penggunaan analisis keselamatan probabilistik.Â
Seluruh aspek pada desain sistem dan struktur pengungkung dari IAEA SSG 53 dapat diterapkan. Penggunaan gedung sekunder pada HTGR dan MSR bersifat opsional namun seluruh persyaratan sistem dan struktur pengungkung harus didesain untuk menjamin terpenuhinya persyaratan pengungkungan zat radioaktif pada semua kondisi instalasi, perlindungan terhadap kejadian alam dan kejadian akibat ulah manusia, pengambilan panas melalui dinding pengungkung, jalur keluar-masuk personil dan material, kemudahan pelaksanaan uji tekanan dan kebocoran; dan/atau perisai radiasi pada semua kondisi instalasi.Â
Kebolehjadian munculnya fenomena ledakan hidrogen pada desain MSR relatif rendah dibandingkan HTGR dan LWR. Studi juga menyimpulkan bahwa strategi mitigasi hidrogen PLTN dan SMR desain PWR dan BWR memiliki keragaman antara satu negara dengan negara lain dan sangat bergantung pada spesifik desain pengungkung. Sistem pemantauan gas pada pengungkung mutlak diperlukan, dan terdapat peningkatan fitur keselamatan khususnya pada desain reaktor BWR Mark I dan Mark II. Selain itu, pada desain SMR terkini umumnya telah mengakomodasi mitigasi bahaya hidrogen dalam desain reaktor.Â
Inspeksi dan pengujian sistem dan struktur pengungkung harus dilakukan pada tahap konstruksi, komisioning, dan operasi reaktor.
Minat pelaku usaha dari lembaga riset, badan usaha, dan industri yang berasal dari dalam dan luar negeri untuk membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia kian meningkat. Beberapa desain dan teknologi yang ditawarkan pelaku usaha adalah reaktor berdaya rendah dan modular (small modular reactor-SMR) dan reaktor mikro dengan tingkat kematangan teknologi berbeda-beda.
Di sisi lain terdapat upaya dan kebijakan nasional untuk mempercepat lama waktu evaluasi perizinan PLTN namun tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan teknis desain dan teknologi terkini sesuai fungsi BAPETEN pada aspek keselamatan, keamanan, dan garda aman nuklir.Â
Mengakomodasi hal tersebut maka P2STPIBN sesuai fungsi dan kewenangan melakukan kegiatan penyusunan rekomendasi kebijakan pra perizinan PLTN di Indonesia. Skema pra perizinan adalah melakukan reviu desain secara lebih dini sebelum proses formal perizinan dimulai. Pengalaman negara lain di Kanada menunjukkan bahwa skema pra perizinan memiliki manfaat tidak hanya bagi pelaku usaha tetapi juga pada badan pengawas, antara lain dapat menyelaraskan pemenuhan persyaratan teknis desain dan teknologi reaktor terkini dengan peraturan yang berlaku, mengidentifikasi hambatan dan kendala yang akan ditemui ketika proses perizinan formal dilakukan, dan sedini mungkin memperkenalkan desain dan teknologi pada badan pengawas.Â
Desain dan teknologi PLTN yang akan dilakukan reviu oleh BAPETEN untuk keperluan pra perizinan ini berada pada tahap desain dasar (basic design) dengan pertimbangan desain dasar merupakan pengembangan dari desain konseptual sebelum dicapainya tingkat desain rinci, bersifat generik dan tidak memperhitungkan faktor lokasi tapak.
Kebijakan pra perizinan diberlakukan untuk desain dan teknologi: 1) pendingin reaktor berbasis air ringan dan telah memperoleh sertifikat desain; 2) pendingin reaktor berbasis air ringan dan belum memperoleh sertifikat desain; 3) pendingin reaktor berbasis bukan air ringan, misalnya menggunakan bahan bakar garam cair atau pendingin gas, serta sudah memperoleh sertifikat desain, dan 4) pendingin reaktor berbasis bukan air ringan, misalnya menggunakan bahan bakar garam cair atau pendingin gas, serta belum memperoleh sertifikat desain.Â
Dapat disimpulkan bahwa proses pra perizinan dapat terlaksana secara efektif dan efisien jika tersedia sumber daya manusia memadai, infrastruktur pengawasan termasuk tata laksana dan regulasi/pedoman, serta melakukan upaya amandemen peraturan perundang-undangan agar proses pra perizinan PLTN memiliki dasar hukum pelaksanaan.
Rekomendasi Teknis Indikator Kinerja Keselamatan pada Instalasi Siklus Bahan Bakar Nuklir ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta kualitas pelaksanaan pengoperasian instalasi siklus bahan bakar nuklir terkait keselamatan oleh pemegang izin. Tujuan pengembangan format indikator kinerja keselamatan ini adalah untuk memastikan bahwa pemegang izin telah mengoperasikan instalasi siklus bahan bakar buklir dengan selamat sesuai dengan ketentuan. Indikator kinerja keselamatan dilaporkan setiap tahun oleh pemegang izin kepada badan pengawas tenaga nuklir (BAPETEN) melalui kegiatan FINAS kemudian BAPETEN memastikan kebenaran kinerja keselamatan melalui verifikasi data berupa laporan instalasi siklus bahan bakar nuklir yang diserahkan oleh pemegang izin kepada Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir dan Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir.Â
Rekomendasi teknis ini dilakukan untuk memberikan masukan dalam penyusunan rancangan peraturan BAPETEN (RAPERBA) tentang keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, dikarenakan perlu ada perlindungan dari negara kepada pekerja, masyarakat, dan lingkungan dalam pengusahaan mineral radioaktif dan mineral ikutan radioaktif sebagai amanah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara bersifat khusus dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir karena risiko bahaya bahan galian nuklir terhadap keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan, sehingga harus diatur di bawah rezim pengaturan khusus yakni hukum ketenaganukliran. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka sebelum dilakukan penyusunan RAPERBA, perlu dilakukan kajian tentang aspek mana saja yang dipandang perlu untuk diatur dalam RAPERBA.
Â
Download
Rekomendasi Teknis Program Pengalaman Operasi dan Pelaporan Umpan Balik Pengalaman Operasi Instalasi Nuklir di Indonesia ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta kualitas pelaksanaan pengoperasian instalasi nuklir dan fasilitas terkait daur bahan nuklir terhadap keselamatan oleh pemegang izin. Pada kegiatan Rekomendasi Teknis Rekomendasi Teknis Program Pengalaman Operasi dan Pelaporan Umpan Balik Pengalaman Operasi Instalasi Nuklir di Indonesia dilakukan melalui studi literatur dari standar IAEA, peraturan negara lain dan peraturan perundang-undangan. Tujuan umpan balik pengalaman operasi adalah mengumpulkan informasi tentang kejadian abnormal yang terjadi di instalasi nuklir dan fasilitas terkait daur bahan nuklir selama operasi dan tentang semua penyimpangan dari kinerja normal dan personel yang dapat menjadi prekursor kecelakaan. Telah dilakukan studi terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan analisis pengalaman operasi instalasi nuklir yaitu: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2008 Tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 11 Tahun 2007 tentang Ketentuan Keselamatan Instalasi Nuklir Non Reaktor dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 2 Tahun 2015 tentang Verifikasi dan Penilaian Keselamatan Reaktor Nondaya yang harus disampaikan oleh pemegang izin. Oleh karena ketidakrincian dalam analisis pengalaman operasi yang harus dilakukan oleh pemegang izin dan juga berdasarkan standar keselamatan IAEA tentang analisis pengalaman operasi sebagai umpan balik untuk meningkatkan keselamtan reaktor yang harus dilakukan oleh pemegang izin maka dipandnang perlu adanya pedoman terkait format dan isi dalam penyusunan program pengalaman operasi. Hasil studi ini memberikan pedoman terhadap format dan isi untuk penyusunan program pengalaman operasi instalasi nuklir, sehingga diharapkan dapat memudahkan dalam pembuatan program pengalaman operasi sebaiknya ditindaklanjuti dengan memformalkannya dalam peraturan BAPETEN.
Download
Studi keamanan siber instalasi nuklir ini dilakukan untuk memberikan masukan pada Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir. Studi ini dilakukan dengan melakukan studi literatur terkait keamanan siber. Isu keamanan siber instalasi nuklir yang dilakukan studi dikarenakan komputer memainkan peran penting dalam semua aspek pengelolaan dan pengoperasian fasilitas nuklir yang aman dan terjamin. Penggunaan sistem berbasis komputer di fasilitas nuklir dan radiologi terus meningkat, termasuk penggunaan banyak sistem teknologi informasi yang tidak standar. Sangat penting bahwa semua sistem tersebut diamankan dengan baik dari tindakan berbahaya berbasis komputer. Pada saat yang sama, jaringan komputer dan sistem berbasis komputer telah menjadi target yang lebih besar untuk tindakan jahat, sistem berbasis komputer dapat menyebabkan hilangnya informasi keamanan nuklir, dan pencurian bahan nuklir atau radioaktif sehingga diperlukan pengembangan komputer yang kuat dan program keamanan informasi menjadi komponen penting dari rencana keamanan nuklir secara keseluruhan. Pada studi ini dibahas mengenai keamanan komputer dan keamanan siber, standar keamanan komputer/siber, ketentuan keamanan komputer/siber pada instalasi nuklir dan ancaman keamanan komputer/siber dan upaya penangannya.Â
Pada tahun 2005 BAPETEN memulai serangkaian kegiatan pembinaan Budaya Keselamatan (BK) di BATAN (sekarang BRIN). Sejak saat itu, berbagai dokumen yang menjadi acuan dalam survei BK pada periode 2005-2012 telah mengalami banyak pengembangan. Penilaian BK yang telah dilakukan baik oleh BAPETEN maupun BATAN bertitik tumpu hanya kepada kuesioner survei. Observasi lapangan, wawancara, dan sarasehan (focused group) belum digunakan secara optimal sebagai instrumen penilaian, sehingga proses dan hasil penilaian belum dapat dianggap sebagai menyeluruh dan merepresentasikan tingkat kematangan BK yang sesungguhnya. Pengalaman penilaian BK yang dilakukan BAPETEN juga masih sangat sedikit. Pembelajaran dari penerapan BK di industri dengan resiko tinggi belum digunakan. Jadi, persoalan utama yang dihadapi dalam kegiatan ini adalah belum memadainya metode penilaian BK di instalasi nuklir. Dengan demikian, kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan hasil tinjauan berbagai dokumentasi internasional mengenai pengembangan BK dan rekomendasi teknik serta borang-borang yang diperlukan untuk melakukan penilaian implementasi BK di instalasi nuklir yang ada di Indonesia. Kegiatan ini sangat urgen untuk dilakukan untuk persiapan penilaian BK di fasilitas BRIN mulai tahun 2024. Sebagaimana diketahui, sejak 2012 BAPETEN belum melakukan penilaian BK di instalasi nuklir.
Kegiatan penyusunan LRT ini dilakukan dengan metode yang bersifat deskriptif, kualitatif dan analitik, menggunakan data primer maupun data sekunder melalui studi literatur, presentasi dan diskusi mengenai pelaksanaan BK di BATAN, lokakarya Penilaian BK, serta kunjungan ilmiah ke industri dengan risiko tinggi, yaitu di PT. Pertamina EP Cepu. Dalam studi literatur ditinjau berbagai standar dan dokumen teknis IAEA dan NEA, serta regulasi dan pedoman dari berbagai negara maju pengoperasi PLTN yang telah berpengalaman dalam penerapan BK. Untuk sesi presentasi dan diskusi, diundang narasumber yang berpengalaman, purnabhakti BAPETEN dan BATAN, yaitu Ibu Yusri Heni NA, Bapak Johnny Situmorang, dan Bapak W. Prasuad. Kemudian, Lokakarya Penilaian BK mengeksplorasi tiga perangkat penilaian BK, yaitu kuesioner survei, pemeriksaan dokumen dan observasi lapangan, serta wawancara.
Hasil dari kegiatan ini adalah: tinjauan dari berbagai dokumen IAEA dan negara-negara yang telah matang dalam menerapkan BK dengan memperhatikan keterkaitan antar dokumen tersebut; pembelajaran dari penerapan dan pengawasan BK di BATAN maupun dari industri minyak; serta uraian dari berbagai instrumen penilaian BK yaitu kuesioner survei, pemeriksaan dokumen dan observasi lapangan, wawancara, dan sarasehan, serta dilengkapi dengan borang-borang yang sesuai.
Kegiatan ini menyimpulkan bahwa: IAEA telah menerbitkan banyak standar dan dokumen teknis mengenai BK yang sangat bermanfaat, termasuk draft pengganti GS-G-3.1, yang akan berjudul “Kepemimpinan, Manajemen, dan Budaya untuk Keselamatan”; Jika GS-G-3.1 mendefinisikan BK dengan lima karakteristik, maka dokumen penggantinya akan menggunakan 10 traits, serupa dengan yang diterapkan di Amerika Serikat; Negara-negara maju di bawah OECD melakukan pengembangan ke arah BK spesifik untuk setiap negara, artinya BK yang memepertimbangkan budaya lokal masing-masing; Keempat perangkat penilaian mandiri BK, yaitu kuesioner survei, penilaian dokumen dan observasi lapangan, wawancara, dan sarasehan yang diadopsi dari berbagai dokumen IAEA dan negara-negara maju dapat diterapkan untuk penilaian BK di instalasi nuklir di Indonesia; Pembelajaran dari penerapan BK di sektor industri beresiko tinggi menunjukkan adanya integrasi (dokumen maupun pelaksanaan) yang baik antara kegiatan K3 dan keamanan dengan BK, dan praktik seperti ini dapat juga dilakukan di instalasi nuklir. Sehingga, secara umum dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini telah memenuhi tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
LRT ini kemudian menyarankan agar: BAPETEN, yaitu P2STPIBN bersama dengan DIIBN, segera melakukan penilaian mandiri BK di semua fasilitas nuklir yang ada dan organisasi induknya dengan menggunakan perangkat penilaian dan borang-borang yang dikembangkan dalam Laporan ini; BAPETEN agar segera mengadopsi BK untuk diterapkan di BAPETEN, dan dalam hal ini agar P2STPIBN dapat membantu BOU dan unit kerja terkait dalam mewujudkannya; BAPETEN agar mengambil inisiatif untuk mengembangkan BK nuklir nasional yang spesifik Indonesia, sehingga BK akan menjadi lebih realistik dalam penerapannya, dan sekaligus dapat mengangkat budaya nasional Indonesia ke tingkat dunia; BAPETEN agar mengembangkan juga pengkajian, regulasi dan pedoman konsep budaya lain yang disarankan IAEA, seperti Budaya Keamanan; Pembelajaran BK dari penerapan di industri dengan resiko tinggi agar dijadikan bahan dalam penyusunan pedoman pelaksanaan maupun penilaian BK.
Download
Rekomendasi Teknis Kejadian Instalasi Siklus Bahan Nuklir dalam Rangka Pelaporan FINAS diperlukan untuk pelaporan kejadian pada INNR dan fasilitas radiasi terkait daur bahan nuklir yang akan disampaikan ke IAEA. Kegiatan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah yang menyatakan bahwa penilaian keselamatan wajib dilakukan oleh pemegang izin secara berkala yang meliputi di antaranya penilaian terhadap kinerja keselamatan dan umpan balik pengalaman operasi; pemegang izin wajib menyerahkan laporan penilaian keselamatan berkala yang memuat di antaranya kinerja keselamatan dan umpan balik pengalaman operasi; dan pemegang izin berkewajiban untuk menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala BAPETEN jika terjadi kegagalan fungsi peralatan yang mengarah pada insiden, dan/atau kecelakaan radiasi. Kegiatan ini juga mengacu pada Peraturan Kepala BAPETEN yang mengatur tentang organisasi dalam melaksanakan review keselamatan berkala harus mempertimbangkan di antaranya informasi mengenai insiden dan kecelakaan pada instalasi lain dengan jenis yang sama; dan bahwa organisasi pengoperasi harus membuat pengaturan mengenai penyusunan dan pengendalian rekaman dan laporan yang memiliki bobot keselamatan selama tahap operasi dan dekomisioning, di antaranya data kejadian dan insiden. Umpan balik pengalaman operasi dapat berupa pengalaman dalam mengatasi dan mencegah kejadian/insiden yang terkait dengan keselamatan.
FINAS merupakan sistem diseminasi internasional dalam hal pembelajaran dari umpan balik pengalaman operasi dapat berupa pengalaman dalam mengatasi dan mencegah kejadian/insiden yang terkait dengan keselamatan dari negara anggota IAEA. Laporan Rekomendasi Teknis Kejadian Instalasi Siklus Bahan Nuklir dalam Rangka Pelaporan FINAS disusun dari pengumpulan informasi kejadian/insiden pada INNR dan fasilitas radiasi terkait daur bahan nuklir yang beroperasi di Indonesia yang disampaikan oleh koordinator lokal dan merupakan hasil pembahasan bersama yang dilakukan oleh Koordinator Nasional, Koordinator Lokal, dan tim pengkaji. Laporan kejadian ini yang telah disepakati oleh Koordinator Nasional dan Koordinator Lokal untuk disampaikan kepada IAEA dibuat secara terpisah dan di upload ke website FINAS agar dapat diambil pembelajarannya oleh negara anggota FINAS lain. Pada laporan rekomendasi teknis ini juga membahas tentang pembelajaran dari kejadian INNR di luar negeri seperti kejadian lepasan bubur/lumpur/slurry UF4 (Kanada) dari Katup Diafragma, Transportasi lr-192 (Amerika), dan lepasan Selenium 75 dari fasilitas SCK-CEN, di Mol (Belgia).
Rekomendasi Teknis Penilaian Safety Performance Indicator (SPI) Instalasi Daur Bahan Bakar Nuklir di Indonesia ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta tingkat keselamatan dalam pengoperasian Instalasi Daur Bahan Bakar Nuklir. Pada kegiatan Rekomendasi Teknis Penilaian Safety Performance Indicator Instalasi Daur Bahan Bakar Nuklir di Indonesia menggunakan data dengan rentang waktu 6 tahun. Tujuan indikator kinerja keselamatan adalah untuk memastikan bahwa pemegang izin telah mengoperasikan instalasi daur bahan bakar nuklir dengan selamat sesuai dengan ketentuan. Pada kegiatan ini juga dilakukan studi mengenai proses pengembangan indikator kinerja keselamatan, melalui proses pengembangan ini dapat mempermudah dalam penetapan indikator kinerja, juga dilakukan pengembangan laporan SPI berbasis web yang dapat diisi oleh koordinator lokal. BAPETEN akan mengevaluasi laporan SPI yang disampaikan oleh koordinator lolal dan memastikan kebenaran kinerja keselamatan melalui verifikasi data yang dilaporkan oleh pemegang izin kepada Direktorat Perizinan dan Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir. Koordinator lokal instalasi daur bahan bakar nuklir yang berada di Serpong, Bandung dan Yogyakarta sudah melakukan input SPI dari masing-masing fasilitas ke dalam sistem web.
Safety performance indikator (SPI) dari reaktor non-daya (RND) memberikan informasi mengenai nilai kinerja keselamatan suatu fasilitas reaktor, data SPI selama jangka waktu tertentu juga dapat menunjukkan tren kinerja keselamatan fasilitas melalui pengamatan terhadap perubahan nilai setiap indikator secara periodik. Hasil analisis trend SPI dapat memberikan peringatan dini akan penurunan kinerja keselamatan yang berpotensi menimbulkan insiden atau kecelakaan nuklir.
Permasalahan yang ada saat ini bahwa penilaian kinerja keselamatan yang dilakukan oleh pemegang izin reaktor non daya (RND) di Indonesia dan didokumentasikan dalam Laporan Penilaian Keselamatan Berkala (PKB) belum mencakup seluruh aspek kinerja keselamatan. Pemegang izin belum melakukan penilaian kinerja keselamatan berdasarkan seperangkat SPI yang memadai. Pemegang izin perlu mengembangkan sendiri SPI yang lengkap dan sesuai dengan karakteristik fasilitasnya, serta melakukan penilaian kinerja keselamatan berdasarkan hasil pengukuran SPI tersebut. Di sisi lain, BAPETEN juga memerlukan sarana (tool) dalam menilai kinerja keselamatan RND di Indonesia. P2STPIBN-BAPETEN selama ini telah melakukan kajian SPI RND untuk memberikan data dukung bagi pelaksanaan tiga pilar pengawasan, yaitu inspeksi, perizinan, dan peraturan. Pemanfaatan data SPI perlu lebih ditingkatkan, yaitu tidak hanya untuk mengetahui dan menganalisis tren setiap indikator keselamatan, namun juga untuk mengukur tingkat keselamatan fasilitas RND secara kuantitatif. Pengukuran kinerja keselamatan yang kuantitatif dapat dilakukan dengan memberikan nilai (skoring) pada hasil/capaian setiap indikator kinerja keselamatan. Selain itu, daftar SPI yang digunakan P2STPIBN perlu dimutakhirkan dan dikembangkan agar dapat mencakup seluruh aspek kinerja keselamatan RND.Â
Formula penilaian SPI yang disusun P2STPIBN masih sangat sederhana dan belum melibatkan pemeringkatan penilaian untuk setiap indikator kinerja keselamatan secara lebih detail. Namun demikian, dari hasil simulasi penilaian SPI pada Reaktor Kartini dan Reaktor TRIGA 2000, diketahui bahwa formula penilaian SPI yang dirumuskan oleh P2STPIBN dapat merepresentasikan kondisi kinerja keselamatan dari kedua RND tersebut.
Sebagai salah satu upaya untuk pemenuhan tugas dan wewenang BAPETEN, Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir (P2STPIBN) melaksanakan rangkaian kegiatan pengembangan Arsitektur Deteksi Keamanan Nuklir (ADKN) sebagai bagian dari kebijakan dan strategi nasional (Jaktranas). Salah satu bagian dari proses penyusunan ADKN tersebut juga mencakup penilaian risiko dan dikhususkan pada penilaian ancaman sebagai salah satu dasar penilaian risiko. Tujuan dari kegiatan ini akan digunakan untuk proses pemetaan lokasi perlunya dipasang portal monitor radiasi/radiation portal monitoring(PMR) untuk kontainer dan juga PMR untuk pedestrian. Dengan pemetaan yang disediakan dalam proses kajian ini akan bisa dihasilkan analisis kebutuhan PMR dari tiap jenis untuk pemasangan di titik rawan yang ditentukan berdasar penilaian ancaman yang ada.
Arsitektur Deteksi Keamanan Nuklir (ADKN) dibangun berdasarkan penilaian ancaman (threat assessment) dan penilaian kebutuhan (need assessment) deteksi keamanan nuklir pada tingkat nasional. Rekomendasi teknis pengembangan arsitektur deteksi keamanan nuklir yang juga dilaksanakan pada tahun lalu ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi teknis terkait peningkatan keamanan nuklir nasional dalam rangka mencegah keluar dan masuk material yang mengandung radiasi untuk masuk ke dan keluar dari wilayah Indonesia. Rekomendasi teknis ini terdiri dalam beberapa bagian termasuk penilaian ancaman untuk melihat adanya potensi ancaman pada setiap pelabuhan laut dan bandar udara yang menjadi titik perhatian. Selain itu, juga juga melaksanakan rekomendasi teknis terkait need assessment deteksi keamanan nuklir seperti yang telah dijabarkan dalam kegiatan tahun sebelumnya.
Untuk tahun anggaran 2023 ini kegiatan masih fokus melanjutkan kegiatan tahun sebelumnya terkait melakukan update data lapangan tentang implementasi ADKN di pelabuhan laut dan bandar udara. Hal ini bertujuan untuk melihat langsung kondisi di lapangan tentang permasalahan yang dihadapi. Selain itu, pembahasan tentang progres kegiatan pengujian portal monitor radiasi (PMR) berdasarkan SNI IEC 62244:2016 termasuk rencana komersialisasi.Metode pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan melakukan kajian literatur, diskusi dengan narasumber, kunjungan kerja ke instalasi, proses kajian, pembahasan dan penyusunan Laporan Rekomendasi Teknis.
Dokumen ini membahas tentang pengaruh teknologi informasi terhadap efisiensi operasional dalam sektor bisnis. Di era digital saat ini, teknologi informasi telah menjadi pilar utama yang mendorong inovasi dan meningkatkan produktivitas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis studi kasus pada beberapa perusahaan yang telah menerapkan sistem informasi modern.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi teknologi informasi dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas operasional dan meningkatkan akurasi data. Sebagai contoh, perusahaan X yang menggunakan sistem manajemen inventaris berbasis cloud mengalami penurunan biaya operasional sebesar 20% dalam satu tahun. Selain itu, komunikasi internal yang lebih baik berkontribusi pada pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat.
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah adanya tantangan dalam adopsi teknologi. Beberapa perusahaan mengalami kesulitan dalam melatih karyawan untuk menggunakan sistem baru, yang pada akhirnya menghambat proses transisi. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pelatihan yang memadai dan mendukung karyawan selama proses perubahan.
Dokumen ini juga mengidentifikasi beberapa tren masa depan dalam teknologi informasi, seperti penggunaan kecerdasan buatan dan analisis data besar. Dengan memanfaatkan alat-alat ini, perusahaan tidak hanya dapat meningkatkan efisiensi tetapi juga dapat mengantisipasi kebutuhan pasar dan meresponsnya dengan lebih baik.
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa teknologi informasi adalah faktor kunci dalam mencapai keunggulan kompetitif di pasar yang semakin kompetitif. Perusahaan yang berhasil mengintegrasikan sistem informasi yang efektif akan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan dan memenuhi tuntutan konsumen yang terus berkembang.
Dokumen ini diharapkan dapat memberikan wawasan berharga bagi pengambil keputusan di berbagai perusahaan, serta menjadi referensi bagi penelitian lebih lanjut di bidang teknologi informasi dan manajemen bisnis. Dengan memahami pentingnya teknologi informasi, diharapkan perusahaan dapat merencanakan strategi yang lebih baik dalam memanfaatkan sumber daya mereka untuk mencapai tujuan bisnis yang lebih besar.
Keamanan nuklir merupakan aspek strategis dalam perlindungan terhadap penggunaan bahan nuklir dan radioaktif, baik dalam kendali pengawasan maupun di luar kendali pengawasan (Material Out of Regulatory Control/MORC). Studi ini bertujuan untuk menganalisis kelengkapan dan efektivitas payung hukum yang mengatur keamanan nuklir di Indonesia. Metode yang digunakan meliputi identifikasi dan evaluasi terhadap undang-undang, peraturan pemerintah, serta peraturan teknis yang berkaitan dengan keamanan nuklir, dengan mengacu pada standar internasional dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), khususnya Nuclear Security Series (NSS).
Hasil kajian menunjukkan bahwa regulasi nasional yang ada, seperti Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan berbagai peraturan turunan lainnya, masih lebih berfokus pada aspek keselamatan dibandingkan dengan keamanan nuklir. Beberapa celah dalam regulasi yang diidentifikasi antara lain kurangnya ketentuan spesifik mengenai koordinasi antar-lembaga, penegakan hukum terkait keamanan nuklir, serta mekanisme deteksi dan respons terhadap ancaman terhadap bahan radioaktif yang tidak berada dalam pengawasan.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menyarankan revisi terhadap peraturan yang ada guna memperkuat aspek keamanan nuklir, termasuk peningkatan ketentuan mengenai koordinasi antar-lembaga, penerapan sanksi yang lebih jelas bagi pelanggar regulasi, serta integrasi strategi nasional dalam menghadapi ancaman terhadap keamanan nuklir.
Kata kunci: Keamanan Nuklir, Payung Hukum, Regulasi, IAEA, BAPETEN, Material Out of Regulatory Control (MORC)
Download
Keselamatan operasi Instalasi Nuklir Nonreaktor (INNR) merupakan aspek krusial dalam pengawasan ketenaganukliran di Indonesia. Laporan ini menyajikan hasil kajian teknis terhadap keselamatan operasi INNR yang mencakup evaluasi standar keselamatan, pengalaman pengoperasian instalasi, serta potensi pengembangan teknologi INNR baru. Kajian ini bertujuan memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat menjadi dasar penyusunan peraturan keselamatan operasi INNR yang sesuai dengan standar internasional dan kondisi di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam kajian ini meliputi studi literatur terhadap standar internasional dari International Atomic Energy Agency (IAEA), analisis regulasi nasional yang berlaku, serta diskusi dengan pemangku kepentingan terkait. Evaluasi dilakukan terhadap empat standar IAEA, yaitu SSR-4, SSG-6, SSG-15 Rev 1, dan SSG-43, yang membahas berbagai aspek keselamatan fasilitas siklus bahan bakar nuklir. Selain itu, kajian ini meninjau pengalaman operasional INNR di Indonesia, termasuk aspek keamanan dan kesiapan regulasi.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pengoperasian INNR di Indonesia memerlukan pembaruan regulasi agar selaras dengan standar internasional dan perkembangan teknologi. Saat ini, belum terdapat peraturan nasional yang secara spesifik mengacu pada keempat dokumen IAEA tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian regulasi yang mempertimbangkan karakteristik INNR di Indonesia, termasuk aspek keselamatan kritis, proteksi radiasi, pengelolaan limbah, dan pengawasan operasi.
Selain itu, kajian ini juga menyoroti perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengoperasian INNR, termasuk pelatihan dan sertifikasi personil. Penguatan sistem manajemen keselamatan serta penerapan program pemeliharaan dan inspeksi berkala juga menjadi rekomendasi utama untuk meningkatkan keselamatan operasi INNR.
Dengan adanya kajian ini, diharapkan hasilnya dapat menjadi acuan bagi BAPETEN dalam menyusun peraturan keselamatan operasi INNR yang lebih komprehensif dan implementatif. Rekomendasi yang diberikan juga bertujuan untuk memastikan bahwa pengoperasian INNR di Indonesia dapat berjalan dengan aman, andal, dan sesuai dengan praktik terbaik internasional.
Kata kunci: Instalasi Nuklir Nonreaktor, Keselamatan Operasi, Regulasi, IAEA, BAPETEN.
Keselamatan dalam manufaktur komponen reaktor nuklir non-daya merupakan aspek kritis dalam memastikan keandalan dan keamanan operasional reaktor. Kajian ini disusun oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dengan tujuan mengevaluasi aspek keselamatan dalam pembuatan dan penggantian komponen reaktor non-daya di Indonesia. Kajian ini bertujuan untuk memberikan data dukung bagi penyusunan regulasi yang lebih komprehensif dalam pengawasan manufaktur komponen reaktor.
Studi ini mencakup beberapa aspek utama, yaitu standardisasi manufaktur komponen reaktor nuklir, praktik kendali mutu di industri, mekanisme penggantian komponen di reaktor non-daya, serta sistem pengawasan manufaktur di beberapa negara seperti Korea Selatan, Turki, dan Amerika Serikat. Penggunaan standar internasional, seperti ASME BPVC, dan penerapannya dalam regulasi nasional menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan kualitas manufaktur komponen reaktor.
Hasil kajian menunjukkan bahwa sistem pengawasan manufaktur komponen reaktor di Indonesia masih memerlukan penguatan dalam beberapa aspek, termasuk regulasi, kompetensi inspektur, serta mekanisme sertifikasi dan inspeksi. Beberapa tantangan utama yang diidentifikasi meliputi kurangnya keterlibatan tenaga ahli dalam pengadaan komponen, keterbatasan dokumentasi desain awal, serta potensi penggunaan komponen yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, kajian ini merekomendasikan peningkatan pengawasan terhadap rantai pasok komponen reaktor, peningkatan kompetensi tenaga ahli dan inspektur, serta harmonisasi regulasi nasional dengan standar internasional. Dengan demikian, diharapkan sistem pengawasan manufaktur komponen reaktor di Indonesia dapat lebih efektif dalam menjamin keselamatan reaktor non-daya serta mendukung kesiapan industri nasional dalam pembangunan reaktor daya di masa mendatang.
Kata kunci: Keselamatan nuklir, manufaktur komponen, reaktor non-daya, kendali mutu, pengawasan regulasi, ASME BPVC, sertifikasi industri, rantai pasok.
Download
Kajian Safety Performance Indicator (SPI) bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan keselamatan operasi Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR) serta fasilitas radiasi terkait dengan daur bahan nuklir di Indonesia. BAPETEN sebagai badan pengawas memerlukan indikator kinerja keselamatan yang efektif untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan peningkatan budaya keselamatan. Kajian ini mengembangkan dan menerapkan SPI dengan pendekatan indikator lagging (reaktif) dan leading (proaktif) guna memberikan gambaran menyeluruh terhadap tingkat keselamatan fasilitas.
Metode kajian mencakup studi pustaka, diskusi dengan narasumber, serta pembobotan indikator keselamatan berdasarkan Peraturan BAPETEN No. 1 Tahun 2017. Hasil kajian menunjukkan bahwa SPI dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek keselamatan, seperti keselamatan operasi, keselamatan radiasi bagi pekerja dan lingkungan, jaminan mutu, serta kesiapsiagaan nuklir. SPI yang dikembangkan juga diimplementasikan dalam sistem berbasis web untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan.
Analisis terhadap beberapa fasilitas INNR menunjukkan variasi dalam pencapaian indikator keselamatan, dengan tren peningkatan dalam aspek mitigasi risiko dan kesiapsiagaan. Namun, tantangan tetap ada dalam hal peningkatan keandalan sistem mitigasi dan kesiapan sumber daya manusia. Dengan adanya SPI, organisasi pengoperasi dapat secara proaktif mengidentifikasi potensi risiko serta mengambil tindakan korektif sebelum terjadi insiden.
Kajian ini merekomendasikan penguatan regulasi terkait implementasi SPI, peningkatan kapasitas personel, serta optimalisasi sistem pemantauan berbasis data untuk memastikan efektivitas pengendalian risiko di seluruh fasilitas nuklir non-reaktor di Indonesia.
Kata Kunci: Keselamatan Nuklir, Indikator Kinerja Keselamatan, Safety Performance Indicator (SPI), Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR), Pengawasan Nuklir, BAPETEN.
Kajian Safety Performance Indicator (SPI) bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan keselamatan operasi Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR) serta fasilitas radiasi terkait dengan daur bahan nuklir di Indonesia. BAPETEN sebagai badan pengawas memerlukan indikator kinerja keselamatan yang efektif untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan peningkatan budaya keselamatan. Kajian ini mengembangkan dan menerapkan SPI dengan pendekatan indikator lagging (reaktif) dan leading (proaktif) guna memberikan gambaran menyeluruh terhadap tingkat keselamatan fasilitas.
Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi tantangan signifikan dalam mencegah penyelundupan zat radioaktif dan bahan nuklir. Untuk meningkatkan sistem keamanan nuklir nasional, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) telah mengembangkan Rancangan Arsitektur Deteksi Keamanan Nuklir. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhan dan strategi implementasi sistem deteksi radiasi guna memperkuat pengawasan di pelabuhan, bandar udara, dan titik masuk lainnya. Analisis ancaman dilakukan dengan mempertimbangkan data intelijen, kebijakan nasional, serta standar internasional. Salah satu komponen utama dalam rancangan ini adalah pemasangan Radiation Portal Monitor (RPM) di berbagai lokasi strategis, didukung oleh perangkat deteksi radiasi portabel dan sistem pengenalan material radioaktif. Kajian ini juga mencakup roadmap pengembangan teknologi deteksi dalam negeri, dengan target sertifikasi RPM pada tahun 2024. Hasil studi menunjukkan bahwa meskipun probabilitas penyalahgunaan zat radioaktif relatif rendah, dampak potensialnya sangat besar, sehingga diperlukan penguatan infrastruktur deteksi. Rekomendasi teknis yang disusun mencakup aspek regulasi, kebutuhan peralatan, serta strategi implementasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk kementerian dan lembaga terkait. Dengan adanya sistem deteksi yang terintegrasi, diharapkan keamanan nuklir nasional dapat terjaga secara optimal.
Kata Kunci: Keamanan Nuklir, Deteksi Radiasi, Radiation Portal Monitor (RPM), Penyalahgunaan Zat Radioaktif, Infrastruktur Keamanan.
Kajian ini bertujuan untuk melakukan Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) guna menilai tingkat bahaya seismik pada calon tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalimantan Barat. Studi ini dilakukan untuk mendukung kesiapan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dalam mengevaluasi aspek kegempaan tapak instalasi nuklir, dengan mengacu pada peraturan nasional serta standar internasional International Atomic Energy Agency (IAEA) SSG-9 Rev.1 Tahun 2022.
Metodologi yang diterapkan meliputi pengumpulan data seismik historis dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta United States Geological Survey (USGS), analisis parameter seismik (a, b, dan Mc), serta pemodelan bahaya seismik menggunakan perangkat lunak berbasis probabilistik. Hasil kajian menunjukkan bahwa wilayah Kalimantan Barat memiliki karakteristik kegempaan yang relatif rendah, dengan nilai b sebesar 0,66, a sebesar 5,863, dan Mc sebesar 4,8.
Identifikasi sesar aktif mengungkapkan kemungkinan keberadaan Sesar Adang yang melewati tapak Pantai Gosong, yang berpotensi menjadi faktor penolakan tapak. Selain itu, evaluasi terhadap kesiapan Technical Support Organization (TSO) dilakukan untuk menilai kapabilitas dalam analisis kegempaan, kegunungapian, geoteknik, meteorologi, hidrologi, dan aspek keselamatan lainnya.
Kajian ini juga meninjau Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2013 terkait evaluasi tapak instalasi nuklir untuk aspek kegempaan. Beberapa rekomendasi perbaikan diajukan, termasuk penerapan pendekatan berperingkat dalam evaluasi kegempaan, serta penyempurnaan metode analisis bahaya seismik agar lebih sesuai dengan standar IAEA.
Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar teknis dalam proses perizinan tapak PLTN di Indonesia, serta meningkatkan kapasitas teknis BAPETEN dalam menilai bahaya seismik untuk instalasi nuklir.
Kata Kunci
PSHA, PLTN, kegempaan, Kalimantan Barat, sesar aktif, BAPETEN, evaluasi tapak, probabilistik, IAEA SSG-9, bahaya seismik
Kajian Kejadian Fasilitas Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR) dalam rangka pelaporan Fuel Incident Notification and Analysis System (FINAS) merupakan bagian dari upaya pengawasan keselamatan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mendokumentasikan kejadian atau insiden di fasilitas INNR dan fasilitas radiasi terkait daur bahan nuklir di Indonesia. Pelaporan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan nasional dan internasional, khususnya yang ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA).
Kajian ini mencakup metode pengumpulan data melalui inspeksi, laporan operasi, serta koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi pengoperasi fasilitas nuklir dan institusi penelitian. Laporan FINAS yang dihasilkan bertujuan untuk memberikan umpan balik keselamatan, mencegah insiden berulang, serta meningkatkan standar operasional fasilitas terkait. Analisis terhadap kejadian-kejadian yang dilaporkan mencakup berbagai aspek, termasuk penyebab utama insiden, dampak yang ditimbulkan, dan tindakan korektif yang diambil.
Selain itu, kajian ini juga membahas pembelajaran dari kejadian serupa di luar negeri, seperti insiden kebakaran di fasilitas bituminisasi, kontaminasi bahan bakar nuklir bekas di Eropa, serta insiden di fasilitas konversi uranium di Kanada. Dengan adanya kajian ini, diharapkan dapat diperoleh rekomendasi untuk perbaikan sistem keselamatan, peningkatan budaya keselamatan di lingkungan kerja, serta optimalisasi regulasi dan kebijakan pengawasan INNR.
Sebagai bagian dari komitmen terhadap transparansi dan perbaikan berkelanjutan, hasil kajian ini disusun dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk BAPETEN, BRIN, dan PT INUKI. Kajian ini diharapkan dapat menjadi referensi utama dalam pengelolaan risiko dan peningkatan keselamatan fasilitas INNR di Indonesia, serta berkontribusi dalam memperkaya basis data FINAS yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas internasional.
Kata kunci: Instalasi Nuklir Non Reaktor, FINAS, BAPETEN, keselamatan nuklir, pelaporan insiden, umpan balik keselamatan, analisis kejadian.
Kajian Kejadian Banjir pada Tambang Uranium dilakukan untuk mengevaluasi studi kelayakan pertambangan uranium serta mineral ikutan radioaktif. Kajian ini membahas berbagai kejadian banjir di tambang uranium, termasuk tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan pelindian in-situ, dengan merujuk pada insiden yang terjadi di Australia, Jerman, dan Amerika Serikat. Faktor-faktor penyebab banjir diidentifikasi untuk meningkatkan keselamatan pertambangan dan memperbaiki regulasi yang relevan.
Analisis regulasi dalam kajian ini mencakup peraturan perundang-undangan Indonesia yang berkaitan dengan pengelolaan teknis pertambangan serta standar keselamatan dalam perizinan berbasis risiko. Metode yang digunakan dalam kajian ini meliputi studi literatur, pengumpulan data dari berbagai kejadian banjir tambang uranium, serta diskusi dan pembahasan oleh tim ahli.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kejadian banjir pada tambang uranium dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor geoteknik, hidrologi, kegagalan sistem drainase, hingga penghentian operasi tambang tanpa pengelolaan pasca-tambang yang memadai. Implikasi dari banjir tambang uranium meliputi dampak terhadap lingkungan, kontaminasi air tanah, serta potensi bahaya radiasi akibat pencucian bahan radioaktif.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya sistem pemantauan air tambang, penerapan teknologi mitigasi banjir, serta perencanaan reklamasi tambang yang berkelanjutan. Regulasi dan standar keselamatan harus diperbarui untuk memastikan bahwa tambang uranium di Indonesia dapat beroperasi dengan risiko minimal terhadap pekerja dan lingkungan.
Kata Kunci: Banjir tambang uranium, keselamatan pertambangan, mitigasi risiko, regulasi pertambangan, uranium, dampak lingkungan, tambang bawah tanah, pelindian in-situ.
Kajian Keamanan Reaktor Daya Terapung ini dilakukan untuk mengevaluasi aspek keamanan dalam pengoperasian reaktor daya yang ditempatkan pada platform terapung. Kajian ini bertujuan memberikan masukan kepada Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir (DI2BN) terkait proteksi fisik, keamanan transportasi, keamanan laut, serta legalitas pengoperasian reaktor daya terapung di perairan Indonesia.
Metodologi kajian meliputi studi literatur, analisis regulasi nasional dan internasional, serta evaluasi sistem keamanan berbasis standar International Atomic Energy Agency (IAEA) dan Organisasi Maritim Internasional (IMO). Kajian ini menelaah berbagai skenario ancaman terhadap reaktor daya terapung, termasuk potensi serangan fisik, pencurian bahan nuklir, sabotase, dan risiko tabrakan di laut.
Hasil kajian menunjukkan bahwa reaktor daya terapung memiliki tantangan keamanan yang unik dibandingkan dengan reaktor daya berbasis darat. Pengangkutan reaktor melalui jalur laut membutuhkan strategi keamanan ketat untuk mengantisipasi ancaman dari pihak eksternal. Selain itu, status hukum reaktor daya terapung masih menjadi perdebatan dalam hukum maritim internasional, dengan perbedaan interpretasi apakah reaktor ini diklasifikasikan sebagai kapal atau fasilitas nuklir terapung.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan perlunya regulasi spesifik untuk reaktor daya terapung, peningkatan sistem proteksi fisik berbasis deteksi dini, serta koordinasi yang lebih kuat antara otoritas nasional dan internasional dalam pengawasan keamanan. Implementasi teknologi pengawasan, seperti sistem radar dan pengamanan bawah air, juga disarankan untuk mengurangi risiko ancaman.
Dengan pertimbangan keamanan yang matang, reaktor daya terapung dapat menjadi solusi penyedia energi listrik bagi daerah terpencil dan kepulauan di Indonesia, dengan tetap memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan dan keamanan nuklir global.
Kata Kunci: Keamanan nuklir, reaktor daya terapung, proteksi fisik, pengangkutan nuklir, regulasi maritim, IAEA, IMO, keselamatan energi.
Perkembangan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menunjukkan tren ke arah desain Small Modular Reactor (SMR) dengan konfigurasi multi modul. Desain ini menawarkan efisiensi dalam konstruksi, fleksibilitas daya, dan peningkatan keselamatan. Namun, penerapan desain multi modul dalam PLTN SMR membawa implikasi terhadap regulasi keselamatan dan perizinan reaktor daya. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis dampak desain multi modul terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia serta memberikan rekomendasi bagi pembaruan regulasi.
Kajian ini dilakukan melalui studi literatur, analisis regulasi nasional dan internasional, serta pembelajaran dari praktik terbaik desain multi modul yang telah mendapatkan sertifikasi, seperti NuScale Power Module di Amerika Serikat. Hasil kajian menunjukkan bahwa desain multi modul memiliki tantangan khusus dalam aspek keselamatan, termasuk pengelolaan sistem bersama (shared systems), interaksi antar modul, dan potensi kegagalan bersama (common-cause failure). Selain itu, standar keselamatan yang berlaku saat ini belum sepenuhnya mengakomodasi kompleksitas desain multi modul, terutama dalam aspek analisis keselamatan probabilistik, skema perizinan, dan manajemen kedaruratan multi-unit.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan perlunya harmonisasi regulasi nasional dengan standar internasional seperti IAEA SSR-2/1 dan TECDOC 1936, serta mempertimbangkan adaptasi regulasi yang diterapkan oleh badan pengawas nuklir di negara lain. Diperlukan juga pembaruan dalam peraturan perizinan, termasuk metode evaluasi keselamatan yang lebih komprehensif untuk desain multi modul. Dengan pembaruan regulasi yang tepat, implementasi PLTN SMR multi modul di Indonesia dapat dilakukan secara aman dan sesuai dengan standar keselamatan global.
Kata Kunci: PLTN SMR, desain multi modul, regulasi keselamatan, analisis keselamatan probabilistik, sistem bersama, perizinan nuklir, manajemen kedaruratan.
Pedoman pelaporan kejadian pada Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR) disusun sebagai panduan bagi organisasi pengoperasi dalam melaporkan insiden yang terjadi selama operasi dan dekomisioning. Penyusunan pedoman ini didasarkan pada ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 11 Tahun 2007, yang mewajibkan pemegang izin untuk menyusun dan mengendalikan rekaman serta laporan kejadian yang memiliki dampak terhadap keselamatan.
Kajian ini mengacu pada sistem pelaporan insiden internasional, termasuk Fuel Incident Notification and Analysis System (FINAS) yang dikelola oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan Nuclear Energy Agency – Organisation for Economic Co-operation and Development (NEA-OECD). Pedoman ini mencakup mekanisme pelaporan, kategori insiden, format pelaporan, serta prosedur pengkodean laporan sesuai standar FINAS.
Hasil kajian menunjukkan bahwa implementasi sistem pelaporan kejadian yang efektif di INNR dapat meningkatkan evaluasi keselamatan serta mencegah terulangnya insiden yang serupa di masa depan. Sistem ini juga memungkinkan organisasi pengoperasi untuk berbagi pembelajaran dengan komunitas internasional guna memperbaiki aspek keselamatan operasional.
Sebagai rekomendasi, pedoman ini mengusulkan pembaruan regulasi nasional agar selaras dengan standar internasional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam analisis insiden, serta optimalisasi sistem pengawasan berbasis data insiden. Implementasi pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan kejadian di sektor nuklir, serta memperkuat kerangka keselamatan operasional bagi INNR di Indonesia.
Kata Kunci: Instalasi Nuklir Non Reaktor, pelaporan kejadian, keselamatan nuklir, FINAS, regulasi BAPETEN, analisis insiden.
Laporan ini menyajikan rincian output publikasi ilmiah dalam bidang Instalasi dan Bahan Nuklir yang dihasilkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) selama tahun anggaran 2022. Publikasi ilmiah merupakan salah satu indikator penting dalam pengembangan kapasitas pengawasan ketenaganukliran, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Kajian ini dilakukan dengan menganalisis jumlah dan jenis publikasi ilmiah yang diterbitkan, kerja sama dengan perguruan tinggi, serta kendala yang dihadapi dalam proses publikasi. Data dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk makalah seminar, jurnal nasional dan internasional, serta kolaborasi akademik.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pada tahun 2022, BAPETEN berhasil menerbitkan 37 publikasi ilmiah dalam bidang instalasi dan bahan nuklir, dengan rincian 7 publikasi internasional dan 30 publikasi nasional. Selain itu, terdapat 8 presentasi dalam pertemuan ilmiah internasional serta kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dalam bentuk bimbingan tugas akhir dan penelitian bersama. Kendala utama yang diidentifikasi meliputi keterbatasan akses terhadap seminar internasional, proses publikasi yang memakan waktu lama, serta keterbatasan anggaran untuk publikasi ilmiah berkualitas tinggi.
Sebagai rekomendasi, laporan ini menekankan pentingnya penguatan kerja sama dengan institusi akademik dan lembaga internasional guna meningkatkan kualitas dan jumlah publikasi ilmiah. Selain itu, diperlukan strategi pengelolaan publikasi yang lebih efektif, termasuk digitalisasi prosiding seminar nasional agar terindeks dalam sistem publikasi ilmiah nasional dan internasional. Dengan pendekatan ini, diharapkan publikasi ilmiah dalam bidang ketenaganukliran di Indonesia dapat semakin berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam peningkatan keselamatan dan keamanan nuklir.
Kata Kunci: Publikasi ilmiah, instalasi nuklir, bahan nuklir, pengawasan ketenaganukliran, kerja sama akademik, seminar keselamatan nuklir, regulasi nuklir.
Buku ajar ini disusun untuk memberikan pemahaman mendalam tentang keselamatan radiasi lingkungan, mencakup konsep dasar radiasi, jenis radiasi, radioaktivitas alami dan buatan, serta prinsip proteksi radiasi. Buku ini juga membahas dampak radiasi terhadap tubuh manusia, metode pemantauan radiasi lingkungan, perhitungan dosis radiasi, serta regulasi yang mengatur keselamatan radiasi di Indonesia.
Metodologi penyusunan buku ini mengacu pada standar keselamatan radiasi yang diterbitkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) serta regulasi nasional terkait proteksi radiasi. Materi yang disajikan mencakup teori dasar hingga aplikasi praktis dalam pemantauan dan pengelolaan keselamatan radiasi di berbagai sektor, seperti industri, kesehatan, dan lingkungan.
Hasil kajian dalam buku ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap sumber radiasi, mekanisme interaksi radiasi dengan materi, serta penerapan metode proteksi yang tepat sangat penting dalam upaya mitigasi risiko paparan radiasi. Penggunaan perangkat pemantauan radiasi dan sistem perhitungan dosis berbasis perangkat lunak juga ditekankan sebagai alat pendukung dalam menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.
Sebagai rekomendasi, buku ini menekankan perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang keselamatan radiasi, penguatan sistem pengawasan terhadap pemanfaatan sumber radioaktif, serta pengembangan kebijakan berbasis risiko untuk pengelolaan keselamatan radiasi lingkungan. Buku ajar ini diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi akademisi, praktisi, dan regulator dalam memahami dan menerapkan aspek keselamatan radiasi di Indonesia.
Kata Kunci: Keselamatan radiasi, radioaktivitas, proteksi radiasi, pemantauan lingkungan, regulasi nuklir, dosis radiasi, dampak radiasi.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi keselamatan reaktor non daya (RND) di Indonesia dalam kerangka Incident Reporting System for Research Reactors (IRSRR), sebuah sistem pertukaran informasi insiden reaktor penelitian yang dikelola oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). IRSRR memungkinkan negara anggota untuk berbagi pengalaman operasional guna meningkatkan keselamatan reaktor penelitian di tingkat global.
Metodologi yang digunakan dalam kajian ini meliputi pengumpulan dan analisis laporan insiden dari tiga reaktor non daya di Indonesia, yaitu Reaktor TRIGA 2000 Bandung, Reaktor Kartini Yogyakarta, dan RSG-GAS Serpong. Diskusi dengan operator reaktor, analisis data insiden, serta koordinasi dengan IAEA dilakukan untuk mengidentifikasi akar penyebab insiden dan tindakan korektif yang diambil.
Hasil kajian menunjukkan bahwa beberapa insiden telah terjadi dalam operasi RND, termasuk penurunan kinerja sistem ventilasi di Reaktor TRIGA 2000 dan hilangnya sampel emas dalam sistem pencacahan pneumatik di Reaktor Kartini. Analisis terhadap insiden-insiden ini memberikan pembelajaran penting terkait peningkatan prosedur operasional, perawatan sistem, serta penguatan regulasi pelaporan insiden.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya peningkatan sistem pemantauan dan pemeliharaan reaktor, penerapan prosedur keselamatan yang lebih ketat, serta optimalisasi sistem pelaporan IRSRR untuk memastikan transparansi dan efektivitas pengawasan keselamatan RND. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi regulator dan operator reaktor dalam meningkatkan keselamatan reaktor penelitian di Indonesia serta memperkuat keterlibatan dalam skema IRSRR global.
Kata Kunci: Keselamatan reaktor non daya, IRSRR, pelaporan insiden, IAEA, pengawasan nuklir, mitigasi risiko, regulasi keselamatan.
Kajian Safety Performance Indicator (SPI) pada reaktor penelitian di Indonesia dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas pengoperasian dan keselamatan oleh pemegang izin. Kajian ini berfokus pada tiga reaktor penelitian utama, yaitu Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS), Reaktor TRIGA 2000 Bandung, dan Reaktor Kartini Yogyakarta, dengan menganalisis data SPI selama periode 2012–2020.
Metode kajian melibatkan pengumpulan dan analisis data SPI, diskusi dengan operator reaktor, serta verifikasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) melalui skema Incident Reporting System for Research Reactors (IRSRR) yang dikelola oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Indikator keselamatan yang dikaji mencakup aspek pengawasan, operasi, perawatan, proteksi radiasi, kesiapsiagaan nuklir, serta manajemen bahan bakar bekas.
Hasil kajian menunjukkan bahwa SPI pada ketiga reaktor penelitian mengalami variasi tren dalam sembilan tahun terakhir. Beberapa indikator menunjukkan peningkatan keselamatan operasional, seperti perbaikan dalam sistem pengawasan dan manajemen operasi. Namun, terdapat juga tantangan dalam aspek pemeliharaan peralatan, kesiapan tenaga kerja, dan pemenuhan regulasi keselamatan. Kajian ini juga menemukan bahwa jumlah kejadian yang dilaporkan mengalami fluktuasi, dengan beberapa insiden terkait faktor teknis dan kesalahan manusia.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya peningkatan pengawasan berbasis data SPI, optimalisasi sistem pelaporan IRSRR, serta penguatan regulasi keselamatan reaktor penelitian di Indonesia agar lebih sesuai dengan standar internasional. Dengan implementasi SPI yang lebih efektif, keselamatan reaktor penelitian dapat terus ditingkatkan, sehingga mendukung operasional reaktor yang lebih andal dan sesuai dengan prinsip keselamatan nuklir global.
Kata Kunci: Safety Performance Indicator, reaktor penelitian, IRSRR, keselamatan nuklir, proteksi radiasi, pengawasan reaktor, BAPETEN.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan manajemen penuaan pada reaktor non daya (RND) di Indonesia guna memastikan keselamatan, keandalan, serta kelangsungan operasional reaktor dalam jangka panjang. Manajemen penuaan menjadi aspek krusial dalam pengoperasian reaktor karena degradasi struktur, sistem, dan komponen (SSK) dapat berdampak terhadap keselamatan dan performa operasional.
Metodologi kajian ini meliputi tinjauan regulasi nasional dan internasional, termasuk standar dari International Atomic Energy Agency (IAEA) seperti SSG-10 dan SSG-48, serta analisis implementasi manajemen penuaan di tiga reaktor non daya di Indonesia: RSG-GAS Serpong, Reaktor TRIGA 2000 Bandung, dan Reaktor Kartini Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, inspeksi lapangan, serta diskusi dengan operator reaktor.
Hasil kajian menunjukkan bahwa program manajemen penuaan yang diterapkan masih memiliki beberapa tantangan, terutama dalam aspek pemantauan degradasi material, dokumentasi historis kinerja SSK, serta strategi mitigasi penuaan. Beberapa mekanisme degradasi utama yang ditemukan mencakup kerusakan akibat radiasi, kelelahan material, korosi, serta retak akibat tegangan lingkungan. Kajian juga menyoroti perlunya peningkatan metode inspeksi, penggunaan teknologi pemantauan berbasis data, serta harmonisasi regulasi nasional dengan praktik terbaik internasional.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menyarankan pembaruan regulasi keselamatan penuaan reaktor non daya, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam prediksi dan mitigasi degradasi SSK, serta penerapan program inspeksi berbasis risiko untuk mendukung keberlanjutan operasional reaktor. Dengan langkah-langkah tersebut, keselamatan dan keandalan reaktor non daya di Indonesia dapat terus terjaga sesuai standar internasional.
Kata Kunci: Manajemen penuaan, reaktor non daya, degradasi material, keselamatan nuklir, inspeksi berbasis risiko, regulasi nuklir, IAEA SSG-10.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengawasan keamanan nuklir terhadap bahan nuklir atau bahan radioaktif lain di luar kendali pengawasan (Materials Out of Regulatory Control/MORC) di Indonesia. Keamanan nuklir MORC menjadi isu strategis global yang memerlukan perhatian khusus, mengingat potensi ancaman penyelundupan bahan radioaktif, penggunaan ilegal, serta kemungkinan penyalahgunaan untuk tindakan kriminal dan terorisme.
Metodologi kajian mencakup analisis regulasi nasional dan internasional, studi literatur, serta diskusi dengan pemangku kepentingan terkait, termasuk Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), institusi akademik, dan lembaga keamanan nasional. Evaluasi dilakukan terhadap kerangka legislasi dan regulasi, infrastruktur deteksi radiasi, mekanisme koordinasi nasional, serta analisis ancaman keamanan nuklir.
Hasil kajian menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki berbagai regulasi terkait keamanan nuklir, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, namun belum sepenuhnya mengakomodasi aspek keamanan bahan radioaktif di luar kendali pengawasan. Infrastruktur deteksi radiasi masih terbatas, dengan jumlah Radiation Portal Monitor (RPM) yang belum mencukupi di pelabuhan dan bandara utama. Selain itu, koordinasi antar lembaga terkait masih perlu diperkuat guna meningkatkan efektivitas pengawasan dan respons terhadap potensi ancaman MORC.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan perlunya penyempurnaan regulasi nasional agar selaras dengan standar International Atomic Energy Agency (IAEA), peningkatan infrastruktur deteksi radiasi di jalur transportasi dan objek vital, serta penguatan koordinasi antar kementerian dan lembaga dalam penanganan MORC. Dengan pendekatan yang lebih sistematis dan berbasis risiko, sistem pengawasan keamanan nuklir MORC di Indonesia dapat lebih efektif dalam mencegah serta menanggulangi ancaman terhadap keselamatan dan keamanan nasional.
Kata Kunci: Keamanan nuklir, MORC, pengawasan bahan radioaktif, deteksi radiasi, regulasi nuklir, proteksi fisik, IAEA.
Kajian ini bertujuan untuk merumuskan kebutuhan dan kualifikasi sumber daya manusia (SDM) dalam pengoperasian serta perawatan Radiation Portal Monitor (RPM) sebagai bagian dari sistem pemantauan radiasi untuk keselamatan dan keamanan nuklir di Indonesia. RPM berperan penting dalam mendeteksi pergerakan bahan nuklir atau bahan radioaktif di luar kendali pengawasan (Materials Out of Regulatory Control/MORC), terutama di pelabuhan, bandara, dan perbatasan negara.
Metode kajian ini meliputi studi pustaka terhadap standar internasional, termasuk dokumen IAEA NSS-15 dan ANSI N42.37-2016, diskusi dengan pemangku kepentingan, serta tinjauan langsung terhadap kondisi personil RPM di lapangan. Kajian ini juga menelaah kompetensi teknis yang dibutuhkan untuk operator dan teknisi RPM, mencakup aspek deteksi radiasi, analisis data, serta perawatan sistem RPM.
Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun RPM telah diimplementasikan di beberapa lokasi strategis di Indonesia, masih terdapat keterbatasan dalam hal jumlah perangkat, keterampilan operator, serta sistem pelatihan yang tersedia. Tantangan utama yang dihadapi adalah minimnya pelatihan berkelanjutan, kurangnya standar nasional yang spesifik untuk kualifikasi SDM RPM, serta keterbatasan dalam pemeliharaan peralatan.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya penyusunan standar kompetensi nasional bagi personil RPM, penguatan program pelatihan berbasis standar internasional, serta optimalisasi infrastruktur pendukung untuk meningkatkan efektivitas deteksi bahan radioaktif yang tidak terkendali. Implementasi strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas nasional dalam pengawasan keamanan nuklir dan memastikan kesiapan SDM dalam mendukung sistem pemantauan radiasi di Indonesia.
Kata Kunci: Radiation Portal Monitor (RPM), deteksi radiasi, keamanan nuklir, MORC, pelatihan personil, proteksi fisik, IAEA NSS-15, ANSI N42.37-2016.
Download
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek keselamatan termohidrolik pada reaktor non daya guna mendukung efektivitas pengawasan ketenaganukliran di Indonesia. Analisis termohidrolik menjadi elemen krusial dalam memastikan reaktor penelitian dioperasikan secara aman sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kajian ini dilakukan dengan menganalisis data operasional reaktor TRIGA 2000 Bandung, yang merupakan salah satu reaktor non daya di Indonesia. Metode perhitungan numerik menggunakan perangkat lunak ATHLET dan COOLOD-N2 digunakan untuk memodelkan sistem pendinginan primer serta menganalisis distribusi suhu, tekanan, dan perpindahan panas di dalam teras reaktor.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pendinginan alami pada reaktor TRIGA 2000 masih berada dalam batas keselamatan yang diperbolehkan, dengan nilai Departure from Nucleate Boiling Ratio (DNBR) tetap di atas batas aman. Namun, analisis juga mengungkap potensi peningkatan faktor puncak daya akibat variasi konfigurasi bahan bakar dalam teras, yang dapat mempengaruhi karakteristik perpindahan panas. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi berkala sangat diperlukan untuk memastikan stabilitas termohidrolik reaktor.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya peningkatan metode pemantauan suhu dan aliran pendingin, serta optimalisasi konfigurasi bahan bakar untuk meningkatkan efisiensi pendinginan. Selain itu, diperlukan penguatan regulasi terkait keselamatan termohidrolik agar pengawasan terhadap reaktor non daya dapat lebih efektif dan sesuai dengan standar internasional.
Kata Kunci: Keselamatan termohidrolik, reaktor non daya, TRIGA 2000, perpindahan panas, ATHLET, COOLOD-N2, DNBR, pengawasan nuklir.
Pada tahun pertama 2021 ini, kajian difokuskan pada aspek teknis untuk secara umum menggambarkan penerapan pendekatan berperingkat persyaratan keselamatan untuk SMR. Sasaran yang ingin dicapai adalah untuk memberi penjelasan teknis atas berbagai persyaratan dan istilah yang digunakan sehingga lebih mudah dipahami; mengidentifikasi berbagai masalah teknis dan memberikan arahan umum dalam penerapan pendekatan berperingkat persyaratan keselamatan untuk SMR, dengan memberikan contoh pada LWR maupun non-LWR; serta, memberikan rujukan tambahan untuk penelusuran lebih lanjut.
Cakupan kajian ini adalah menganai telaah pengertian dasar pendekatan berperingkat dan keberadaannya dalam sistem regulasi nasional di bidang keselamatan nuklir; pengertian dan proses umum teknologi-inklusif, berinformasi-risiko, dan berbasis kinerja; penggunaan pendekatan berperingkat dalam seleksi kejadian-kejadian yang akan diajukan dalam proses perizinan, klasifikasi struktur, sistem dan komponen (SSK), dan penilaian kecukupan sistem pertahanan berlapis di PLTN; serta kajian awal penerapan pendekatan berperingkat pada teknologi tertentu. Kajian ini tidak membahas penerapan pendekatan berperingkat untuk bidang keamanan nuklir, proteksi fisik PLTN maupun garda aman (safeguards).
Kajian ini menerapkan metode yang bersifat deskriptif, kualitatif dan analitik dengan data sekunder yang handal, seperti PUU nasional, standar internasional dan terbitan internasional lain yang relevan. Presentasi dari pakar juga digunakan dalam memahami berbagai konsep terkait dan dalam upaya menerapkan pendekatan ini untuk teknologi SMR, terutama untuk yang bersifat MSR. Dalam memilih rujukan utama digunakan analisis yang semi kuantitatif dengan mengevaluasi bobot kelengkapan cakupan dan kerincian instruksi yang disediakan oleh masing-masing dokumen.
Secara umum disimpulkan bahwa kajian ini telah memenuhi tujuan dan sasarannya untuk menggambarkan penerapan pendekatan berperingkat persyaratan keselamatan untuk SMR. LHK ini menyarankan agar PUU nasional untuk keselamatan nuklir ditinjau kembali dengan memberikan persyaratan dan uraian mengenai penerapan pendekatan berperingkat, terutama untuk mengantisipasi masuknya teknologi SMR maju yang non-LWR. Di samping itu, Dokumen NEI 18-04 dapat diadopsi untuk dijadikan pedoman dalam penerapan pendekatan berperingkat, khususnya untuk PLTN non-LWR maju dan dalam pengembangan persyaratan perizinan yang relevan terkait penentuan LBE, klasifikasi SSK, dan evaluasi kecukupan DiD. Akhirnya, disarankan juga agar kajian teknis ini agar dilanjutkan dengan kajian mengenai penerapan pendekatan berperingkat dalam sistem regulasi nasional.
Kata Kunci: pendekatan berperingkat, reaktor kecil dan moduler, reaktor air ringan, keselamatan nuklir, regulasi.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengembangan Radiation Portal Monitoring (RPM) sebagai sistem pemantauan radiasi yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan bahan nuklir atau bahan radioaktif di titik-titik strategis seperti pelabuhan, bandara, dan perbatasan negara. RPM merupakan bagian dari sistem keamanan nuklir yang penting dalam mencegah penyelundupan bahan radioaktif dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi keamanan nuklir nasional serta internasional.
Metode kajian ini mencakup studi pustaka, analisis teknis perangkat RPM, serta uji coba lapangan terhadap prototipe RPM yang dikembangkan oleh konsorsium yang melibatkan BATAN, PT. LEN Industri, dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kajian ini juga membandingkan spesifikasi teknis RPM lokal dengan standar internasional seperti ANSI N42.35-2006 dan IAEA-TECDOC-1312.
Hasil kajian menunjukkan bahwa RPM buatan dalam negeri memiliki potensi untuk menggantikan RPM impor, dengan keunggulan dalam fleksibilitas desain, kemandirian teknologi, dan efisiensi biaya. Namun, beberapa tantangan masih perlu diselesaikan, seperti optimasi sistem komunikasi data, peningkatan akurasi deteksi, serta pengujian dan sertifikasi sesuai standar keselamatan internasional. Selain itu, dukungan regulasi dan kebijakan nasional diperlukan agar RPM dapat diimplementasikan secara luas di Indonesia.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan perlunya pengujian lebih lanjut untuk sertifikasi nasional, peningkatan integrasi sistem keamanan data RPM, serta penyusunan manual operasional dan prosedur perawatan RPM. Dengan adanya pengembangan RPM dalam negeri, diharapkan sistem keamanan nuklir nasional dapat semakin mandiri dan lebih efisien dalam mendeteksi serta mencegah pergerakan bahan radioaktif yang tidak sah.
Kata Kunci: Radiation Portal Monitoring (RPM), deteksi radiasi, keamanan nuklir, proteksi fisik, BATAN, PT. LEN Industri, IAEA-TECDOC-1312.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi budaya pengawasan di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dalam rangka meningkatkan efektivitas regulasi dan pengawasan ketenaganukliran di Indonesia. Budaya pengawasan merupakan elemen penting dalam memastikan bahwa nilai-nilai pengawasan nuklir diterapkan secara konsisten oleh seluruh insan BAPETEN.
Metodologi kajian ini meliputi pengukuran indeks budaya pengawasan melalui survei terhadap pegawai BAPETEN dan pemangku kepentingan eksternal, analisis data historis, serta diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD) dengan akademisi dan pakar. Kajian ini mengacu pada standar budaya keselamatan dan pengawasan dari International Atomic Energy Agency (IAEA) serta praktik terbaik dalam pengelolaan organisasi pengawasan nuklir.
Hasil kajian menunjukkan bahwa indeks budaya pengawasan BAPETEN mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, dengan nilai tertinggi pada aspek amanah, mandiri, peduli, unggul, dan harmoni (AMPUH). Namun, masih terdapat tantangan dalam konsistensi penerapan nilai-nilai pengawasan, khususnya dalam menyelaraskan peran otoritas, pakar, dan masyarakat dalam pengawasan ketenaganukliran. Kajian juga menemukan bahwa penguatan kapasitas SDM dan internalisasi nilai budaya pengawasan masih perlu dioptimalkan.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya penguatan internalisasi nilai budaya pengawasan, peningkatan peran pakar dalam mendukung regulasi yang berbasis ilmu pengetahuan, serta optimalisasi metode pengukuran budaya pengawasan untuk memastikan keberlanjutan peningkatan kinerja BAPETEN. Dengan strategi yang tepat, budaya pengawasan yang kuat dapat menjadi fondasi dalam mencapai visi BAPETEN sebagai badan pengawas tenaga nuklir kelas dunia.
Kata Kunci: Budaya pengawasan, BAPETEN, indeks AMPUH, keselamatan nuklir, regulasi nuklir, pengawasan ketenaganukliran, IAEA.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik neutronik dari desain Thorium Molten Salt Reactor 500 (TMSR-500) yang dirancang oleh PT ThorCon Indonesia. Evaluasi dilakukan untuk memahami aspek keselamatan reaktor, terutama terkait umpan balik reaktivitas, spektrum energi neutron, serta distribusi fluks dan daya neutron.
Metode yang digunakan dalam kajian ini mencakup perhitungan berbasis Monte Carlo menggunakan perangkat lunak MCNP6 serta pemanfaatan data nuklir ENDF/B-VII.1. Model reaktor yang dianalisis mencakup geometri penuh teras, interaksi bahan bakar cair dengan moderator grafit, serta parameter keselamatan utama seperti reaktivitas bahan bakar, moderator, reflektor, dan dampak voiding.
Hasil kajian menunjukkan bahwa reaktor memiliki umpan balik reaktivitas negatif pada bahan bakar dan moderator, yang mengindikasikan stabilitas inheren sistem. Namun, reflektor menunjukkan umpan balik reaktivitas positif, yang memerlukan perhatian dalam desain keselamatan. Selain itu, kemunculan void dalam bahan bakar dapat menyebabkan reaktivitas positif sebesar +0.115 (%dk/k)/(%void), tetapi terdapat margin keselamatan yang cukup antara suhu operasi dan titik didih bahan bakar.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya evaluasi lebih lanjut terhadap efek pergerakan bahan bakar cair, optimasi sistem kendali reaktor, serta pemantauan lebih ketat terhadap kemungkinan akumulasi void dalam teras. Temuan dari kajian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan regulasi keselamatan untuk desain reaktor garam cair di Indonesia.
Kata Kunci: TMSR-500, neutronik reaktor, umpan balik reaktivitas, void reactivity, MCNP6, keselamatan nuklir, ThorCon.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi filter charcoal yang digunakan dalam Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka (IPRR) di PT. INUKI, sebagai bagian dari upaya pengawasan keselamatan nuklir oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Filter charcoal berfungsi sebagai sistem penyaring radionuklida, khususnya iodine-131, sebelum dilepaskan ke lingkungan. Oleh karena itu, penilaian terhadap efektivitasnya menjadi sangat penting guna memastikan bahwa pelepasan radionuklida tetap berada dalam batas yang diizinkan.
Metode kajian ini mencakup analisis terhadap prosedur pengujian efisiensi filter charcoal yang dilakukan oleh IPRR, studi pustaka mengenai standar internasional seperti ASTM D3803-1989 dan ISO 18417:2017, serta perbandingan dengan hasil kajian terdahulu. Evaluasi dilakukan dengan meninjau validitas metode uji, parameter operasional, dan keakuratan perhitungan efisiensi daya serap filter charcoal.
Hasil kajian menunjukkan bahwa metode pengujian yang digunakan oleh IPRR masih memiliki kekurangan dalam parameter pengukuran, seperti suhu, tekanan, kelembaban, dan laju alir udara, yang berpengaruh terhadap efisiensi penyaringan. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian dalam prosedur uji dan perhitungan efisiensi, yang mengakibatkan potensi kesalahan dalam menentukan kelayakan filter charcoal. Analisis terhadap data menunjukkan bahwa efisiensi filter yang diuji berada dalam rentang 0% - 35%, yang mengindikasikan penurunan kinerja dan perlunya penggantian atau optimasi sistem penyaringan.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya perbaikan metode pengujian dengan mengacu pada standar internasional, penerapan sistem pemantauan berkala, serta peningkatan regulasi terkait penggunaan dan pengujian filter charcoal di instalasi nuklir. Dengan langkah-langkah ini, efektivitas sistem penyaringan dapat ditingkatkan, sehingga pelepasan radioisotop ke lingkungan tetap dalam batas keselamatan yang telah ditetapkan.
Kata Kunci: Filter charcoal, efisiensi penyaringan, keselamatan nuklir, ASTM D3803-1989, ISO 18417:2017, IPRR, PT. INUKI, pengawasan BAPETEN.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan Safety Performance Indicator (SPI) pada Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR) di Indonesia sebagai bagian dari upaya pengawasan keselamatan ketenaganukliran. SPI digunakan sebagai alat untuk memantau, mengevaluasi, dan meningkatkan kinerja keselamatan operasional di berbagai fasilitas nuklir non reaktor.
Metode kajian mencakup analisis data SPI dari berbagai INNR di Indonesia, studi terhadap best practice internasional, serta uji coba pembobotan indikator keselamatan berdasarkan Peraturan Badan No. 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Inspeksi dalam Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Evaluasi dilakukan terhadap keselamatan operasional, proteksi radiasi, kesiapsiagaan nuklir, serta aspek manajemen mutu dan proteksi fisik.
Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian besar INNR di Indonesia telah memiliki SPI yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi keselamatan, meskipun masih terdapat beberapa fasilitas yang memerlukan penyempurnaan dalam penerapan indikator. Kajian juga menemukan bahwa SPI dapat memberikan peringatan dini terhadap potensi permasalahan keselamatan, sehingga memungkinkan pengelola fasilitas untuk mengambil langkah mitigasi lebih awal.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan pentingnya penyempurnaan sistem SPI di seluruh INNR, penguatan mekanisme pengawasan berbasis data, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan dan analisis SPI. Dengan implementasi SPI yang lebih optimal, keselamatan fasilitas nuklir non reaktor di Indonesia dapat terus ditingkatkan sesuai dengan standar internasional.
Kata Kunci: Safety Performance Indicator (SPI), Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR), pengawasan keselamatan, proteksi radiasi, kesiapsiagaan nuklir, FINAS, regulasi nuklir.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi persamaan prediksi gerakan tanah (Ground Motion Prediction Equation/GMPE) dan respons tapak dalam rangka penilaian bahaya seismik untuk tapak instalasi nuklir di Indonesia. Evaluasi ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman teknis bagi regulator dan evaluator dalam menentukan parameter seismik yang relevan dalam analisis keselamatan tapak nuklir.
Metode yang digunakan dalam kajian ini mencakup analisis GMPE terkini, evaluasi faktor atenuasi, serta simulasi propagasi gelombang seismik berdasarkan standar internasional seperti IAEA TECDOC-1796 dan regulasi nasional, yaitu Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2013 tentang Evaluasi Tapak Instalasi Nuklir untuk Aspek Kegempaan. Studi ini juga meninjau data empiris serta pendekatan deterministik dan probabilistik dalam menilai bahaya seismik.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pemilihan GMPE yang tepat sangat bergantung pada karakteristik tektonik wilayah dan jenis sumber gempa yang mendominasi. Selain itu, evaluasi respons tapak menunjukkan bahwa amplifikasi gerakan tanah di lokasi dengan tanah lunak dapat meningkatkan percepatan tanah puncak (PGA), yang berimplikasi terhadap desain keselamatan instalasi nuklir. Kajian juga menyoroti pentingnya penggunaan lebih dari satu GMPE untuk memperhitungkan ketidakpastian epistemik dalam analisis seismik.
Sebagai rekomendasi, kajian ini menekankan perlunya harmonisasi regulasi nasional dengan standar internasional, peningkatan metode evaluasi bahaya seismik berbasis Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) dan Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA), serta integrasi data lokal untuk kalibrasi GMPE. Dengan pendekatan ini, diharapkan penilaian keselamatan tapak instalasi nuklir di Indonesia dapat dilakukan secara lebih akurat dan sesuai dengan standar keselamatan global.
Kata Kunci: GMPE, respons tapak, bahaya seismik, tapak instalasi nuklir, PGA, PSHA, DSHA, IAEA TECDOC-1796, BAPETEN.
Dukungan teknis dan ilmiah berperan penting dalam memastikan keselamatan dan efisiensi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Organisasi Pendukung Teknis (Technical Support Organization/TSO) berfungsi sebagai penyedia informasi dan analisis teknis yang mendukung pengambilan keputusan dalam desain, konstruksi, pengoperasian, pemeliharaan, serta dekomisioning PLTN. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran dan kebutuhan TSO dalam konteks pengembangan PLTN di Indonesia.
Kajian ini menyoroti pentingnya dukungan teknis yang kredibel dan independen, terutama bagi negara yang baru mengembangkan program nuklir. TSO berperan dalam memastikan bahwa keputusan teknis dibuat berdasarkan data yang valid, diverifikasi, serta sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku. Selain itu, TSO juga membantu dalam penyusunan regulasi, evaluasi keselamatan, dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia yang kompeten dalam industri nuklir.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa terdapat dua jenis TSO yang dapat diterapkan, yaitu TSO internal dan eksternal. TSO internal berada dalam struktur organisasi yang bertanggung jawab terhadap pengawasan nuklir, sementara TSO eksternal dapat berupa lembaga independen, universitas, atau perusahaan konsultan yang menyediakan jasa teknis untuk mendukung pengawasan dan pengembangan PLTN.
Dalam pengoperasian PLTN, TSO berperan dalam menilai desain, melakukan inspeksi keselamatan, memberikan rekomendasi teknis, serta mendukung transfer teknologi. Keberadaan TSO yang kuat dan terorganisir dengan baik akan mendukung keselamatan dan keberlanjutan program nuklir nasional. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan strategis untuk memperkuat kapasitas TSO melalui peningkatan sumber daya manusia, kerja sama dengan lembaga internasional, serta penerapan mekanisme akreditasi guna memastikan kompetensi dan kredibilitas TSO di tingkat nasional maupun global.
Kata kunci: Organisasi Pendukung Teknis, PLTN, keselamatan nuklir, regulasi, akreditasi, pengawasan teknologi.
Incident Reporting System for Research Reactors (IRSRR) merupakan sistem yang dikembangkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk meningkatkan keselamatan operasi reaktor riset melalui pertukaran informasi mengenai kejadian tidak biasa (unusual events). Kajian ini dilakukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dalam rangka mengidentifikasi, menganalisis, dan melaporkan insiden yang terjadi di tiga reaktor riset di Indonesia, yaitu RSG-GAS di Serpong, Reaktor TRIGA 2000 di Bandung, dan Reaktor Kartini di Yogyakarta.
Kajian ini mengidentifikasi berbagai insiden yang terjadi pada reaktor riset di Indonesia, termasuk gangguan operasional, kegagalan peralatan, serta masalah teknis yang berdampak pada keselamatan. Analisis dilakukan dengan mengkaji penyebab utama insiden, evaluasi dampaknya, serta langkah-langkah korektif yang diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Kajian ini juga memberikan pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasi reaktor riset.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kejadian tidak biasa yang terjadi umumnya terkait dengan faktor teknis seperti gangguan sistem instrumentasi dan kendali, kebocoran pada sistem pendingin, serta gangguan pada sistem pneumatik fasilitas iradiasi. Pembelajaran dari kejadian ini digunakan untuk meningkatkan protokol keselamatan, memperbaiki prosedur operasi, dan memperkuat sistem pemeliharaan reaktor. Selain itu, kajian ini menekankan pentingnya kerja sama antara operator reaktor, regulator, dan komunitas ilmiah untuk memastikan bahwa setiap insiden dapat ditangani dengan baik serta menjadi bahan pembelajaran bagi pengembangan reaktor riset di Indonesia.
Kajian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan sistem pelaporan insiden, memperkuat kapasitas nasional dalam mengelola keselamatan reaktor riset, serta mendukung peran Indonesia dalam sistem IRSRR global yang dikelola oleh IAEA.
Kata kunci: IRSRR, keselamatan reaktor riset, insiden operasional, evaluasi keselamatan, mitigasi risiko.
Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO) merupakan organisasi yang berperan dalam perencanaan dan implementasi program energi nuklir suatu negara. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) berpartisipasi dalam proses NEPIO guna memastikan bahwa aspek keselamatan, keamanan, dan pengawasan ketenaganukliran di Indonesia berjalan sesuai standar internasional. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran pengawasan BAPETEN dalam mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) serta meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pemanfaatan energi nuklir.
Kajian ini menyoroti berbagai tantangan dalam pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, termasuk persepsi publik, kepercayaan masyarakat terhadap pengawasan nuklir, serta koordinasi dengan pemangku kepentingan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Melalui serangkaian diskusi dan workshop, kajian ini mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi penerimaan masyarakat, termasuk komunikasi risiko, transparansi informasi, dan keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan terkait PLTN.
Hasil kajian menunjukkan bahwa penerimaan masyarakat terhadap program nuklir masih menghadapi hambatan, terutama terkait kekhawatiran akan keselamatan, dampak lingkungan, serta pengelolaan limbah radioaktif. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang efektif, peningkatan literasi nuklir, serta keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan menjadi faktor kunci dalam membangun dukungan publik terhadap energi nuklir.
Partisipasi BAPETEN dalam NEPIO diharapkan dapat memperkuat koordinasi antara pemerintah, regulator, dan masyarakat guna memastikan bahwa pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan secara ketat, transparan, dan sesuai dengan standar keselamatan internasional. Kajian ini memberikan rekomendasi untuk memperkuat kebijakan nasional dalam mendukung pembangunan PLTN yang aman, andal, dan diterima oleh masyarakat.
Kata kunci: NEPIO, PLTN, keselamatan nuklir, pengawasan, penerimaan masyarakat, kebijakan energi.
Analisis keselamatan deterministik merupakan metode utama dalam evaluasi dan perizinan desain Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi parameter fisika reaktor Small Modular Reactor (SMR) Non-LWR serta menganalisis penerapan pedoman keselamatan deterministik sesuai dengan standar International Atomic Energy Agency (IAEA). Dalam kajian ini, berbagai parameter fisika reaktor, seperti karakteristik neutronika, termohidraulika, serta dinamika reaktor, dianalisis guna menilai tingkat keselamatan dan keandalan desain reaktor.
Hasil kajian menunjukkan bahwa SMR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan reaktor konvensional, termasuk desain modular, peningkatan keselamatan pasif, serta fleksibilitas dalam pengoperasian. Namun, terdapat tantangan dalam penerapan analisis keselamatan deterministik, terutama dalam aspek verifikasi model simulasi, validasi kode komputasi, serta penyesuaian kriteria keselamatan yang umumnya berbasis desain Light Water Reactor (LWR). Oleh karena itu, diperlukan pendekatan khusus dalam mengevaluasi kondisi operasional normal, kondisi kecelakaan dasar desain (DBA), serta kondisi perluasan desain (DEC) guna memastikan tingkat keselamatan yang optimal.
Kajian ini juga menekankan pentingnya penerapan pedoman keselamatan IAEA SSR-2/1 (Rev.1) dan GSR Part 4 (Rev.1) sebagai acuan utama dalam penyusunan regulasi nasional. Dengan adanya pendekatan berbasis keselamatan deterministik yang sistematis dan terverifikasi, diharapkan pengembangan SMR di Indonesia dapat memenuhi standar internasional serta mendukung program energi nuklir nasional yang berkelanjutan dan aman.
Kata kunci: Analisis keselamatan deterministik, Small Modular Reactor, PLTN, parameter fisika reaktor, keselamatan nuklir, desain reaktor.
Kajian ini berfokus pada evaluasi desain reaktor Small Modular Reactor (SMR) tipe ThorCon (TMSR500) yang menggunakan teknologi Molten Salt Reactor (MSR). Evaluasi dilakukan untuk menilai aspek keselamatan, keandalan, serta kesesuaian desain dengan regulasi nasional dan standar internasional yang berlaku. Kajian ini menggunakan pendekatan pre-licensing review yang mengacu pada pedoman CNSC Kanada, serta mempertimbangkan aspek-aspek kritis dalam desain, seperti sistem pendinginan pasif, kontrol reaktivitas, dan pengelolaan bahan bakar.
Hasil kajian menunjukkan bahwa desain TMSR500 memiliki keunggulan dalam hal efisiensi termal, sistem keselamatan pasif, serta modularitas yang memungkinkan fleksibilitas dalam implementasi. Sistem pendinginan pasifnya dirancang untuk mengatasi kondisi darurat tanpa intervensi operator, meningkatkan keselamatan operasional. Selain itu, teknologi bahan bakar berbasis garam cair memungkinkan pengelolaan bahan bakar yang lebih efisien dibandingkan dengan reaktor konvensional berbasis air ringan (LWR).
Meskipun demikian, terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam evaluasi desain ini, termasuk kebutuhan verifikasi model simulasi, adaptasi terhadap regulasi perizinan nasional, serta kesiapan infrastruktur teknis di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara regulator, pengembang teknologi, dan institusi penelitian untuk memastikan bahwa implementasi teknologi ini memenuhi standar keselamatan dan keandalan yang tinggi.
Dengan adanya kajian ini, diharapkan dapat memberikan masukan bagi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dalam menyiapkan regulasi dan proses perizinan untuk teknologi SMR berbasis molten salt, serta mendukung langkah-langkah strategis dalam pengembangan energi nuklir di Indonesia.
Kata kunci: Small Modular Reactor, ThorCon, Molten Salt Reactor, keselamatan nuklir, pre-licensing review, desain reaktor.
Sistem Instrumentasi dan Kendali (SIK) memainkan peran krusial dalam keselamatan dan keandalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketentuan keselamatan desain SIK reaktor daya berdasarkan standar nasional dan internasional, serta memberikan masukan bagi pengembangan regulasi di Indonesia.
Kajian ini menyoroti berbagai aspek penting dalam desain SIK, termasuk arsitektur sistem, klasifikasi keselamatan, serta faktor keamanan siber dan rekayasa faktor manusia. Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada pedoman International Atomic Energy Agency (IAEA) dan regulasi BAPETEN, guna memastikan bahwa desain SIK memenuhi prinsip pertahanan berlapis (defense-in-depth) serta mampu mendukung operasi reaktor dalam kondisi normal maupun darurat.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pengembangan SIK modern, khususnya yang berbasis digital, memerlukan pendekatan yang lebih ketat dalam hal verifikasi dan validasi. Sistem digital memiliki karakteristik unik yang rentan terhadap kesalahan perangkat lunak, sehingga diperlukan standar yang lebih spesifik untuk mitigasi risiko. Selain itu, integrasi antara sistem kendali dan keamanan siber menjadi perhatian utama dalam memastikan keandalan operasional reaktor daya.
Kajian ini juga menekankan pentingnya koordinasi antara regulator, operator, dan industri dalam mengembangkan kebijakan terkait SIK. Implementasi sistem berbasis digital harus disertai dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia serta penguatan sistem manajemen keselamatan. Dengan adanya kajian ini, diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi yang komprehensif untuk mendukung penyusunan regulasi nasional terkait desain dan implementasi SIK pada PLTN di Indonesia.
Kata kunci: Sistem Instrumentasi dan Kendali, keselamatan nuklir, PLTN, keamanan siber, rekayasa faktor manusia, regulasi nuklir.