MODEL COMPLETE SENTENCE
By angjo.info.
Pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa belajar melengkapi paragraph yang belum sempurna dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia.
Langkah-langkah:
1. Guru memyampaikan informasi kompetensi yang ingin dicapai siswa.
2. Guru menyampaikan meteri secukupnya atau siswa disuruh membaca buku atau modul dengan waktu secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraph yang kalimatnya belum lengkap.
5. Siswa berdikusi untuk melengkapi kalimat dengan jawaban yang terseedia.
6. Siswa berdikusi secara kelompok.
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki.
8. Tiap peserta membaca sampai mengerti atau hafal.
9. Kesimpulan.
Prinsip Ciri-ciri Complete Sentence
1. Soal yang disampaiakan berupa kalimat yang belum lengkap sehingga makna atau arti kalimat tersebut belum dapat dimengerti.
2. Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam satu paragraph dan belum sempurna serta belum dimengerti maknanya.
3. Kalimat yang dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang disediakan.
4. Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misalnya istilah keilmuan kata asing.
5. Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah disediakan.
Kelebihan
· Mudah dibuat oleg guru, hanya dengan menghilankan satu kata dalam kalimat.
· Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadukan rumpang/tidak jawabannya.
· Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai materi.
Kekurangan:
· Guru kurang kreatif dan inovatif dalam membuat soal.
· Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena hanya cukup menebak kata karena biasanya hanya kata hubung.
· Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL ACTIVE DEBATE
By kangjo.info
Model pembelajaran active debate merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa.
Model pembelajaran debat merupakan kegiatan adu pendapat atau argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Debat aktif bisa menjadi sebuah model pembelajaran berharga yang dapat mendorong pemikiran dan perenungan terutama kalua peserta didik bisa aktif mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan keyakinan masing-masing. Hal ini merupakan strategi yang secara aktif melibatkan setiap siswa di dalam kelas.
Dalam model pemebelajaran active debate, siswa juga dilatih mengutarakan pendapat atau pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapat atau pemikirannya dan bagaiamana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggung jawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan.
Langkah-langkah:
a. Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lain kontra dengan berhadapan antar kelompok.
b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok di atas.
c. Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara. Kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagaian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
d. Ide-ide dari setiap pendapat atau pembicaraan ditulis di papan pendapat sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
e. Guru menambahkan konsep atau ide yang belum terungkapkan.
f. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
g. Prses penilaian dalam model pembelajaran ini adalah berdasarkan pengamatan guru pada aktivitas siswa.
Kelebihan:
· Memacu siswa aktif dalam pembelajaran.
· Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara baik.
· Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat disertai alasannya.
· Mengajarkan siswa cara menghargai pendapat orang lain.
· Tidak membutuhkan banyak media.
Kekurangan:
· Tidak bisa digunakan untuk semua mata pelajaran.
· Pembelajaran kuran menarik (monoton) karena hanya adu pendapat dan tidak menggunakan media.
· Membutuhkan waktu yang cukup lama karena siswa hanya memahami materi terlebih dahulu sebelum melakukan debat.
· Siswa menjadi takut dan tertekan karena harus bisa berkomunikasi secara langsung untuk mengungkapkan pendapatnya.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
METODE CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING
By kanfjo.info.
Model pembelajaran Metode Connecting, Organizing, Reflecting, Extending atau lebih sering disingkat CORE. Keempat aspek tersebut sebagai berikut;
1. Connecting merupakan kegiatan mengoneksikan informasi lama dan informasi baru dan antar konsep.
2. Organizing merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi.
3. Reflecting merupakan kegiatan memikirkan Kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat.
4. Extending merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.
Langkah-langkah:
1. Mengawali pembelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa. Cara yang dilakukan bisa menyanyikan lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru oleh guru kepada siswa atau Connecting (C).
3. Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru atau Organizing (O).
4. Pembagian kelompok secara heterogen (campuran antara yang pandai, sedang dan kurang) yang terdiri dari 4-5 orang.
5. Memikirkan Kembali, mendalami dan menggali informasi yang sudah didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa atau Refleting (R).
6. Pengembangan, memperluas, menggunakan dan menemukan melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas atau Extending (E).
Kelebihan:
· Mengembangan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
· Mengembangkan dan melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep dalam materi pembelajaran.
· Mengembangkan daya berpikir kritis sekaligus mengembangkan keterampilan pemecahan suatu masalah.
· Memberikan pengalaman belajar kepada siswa karena mereka banyak berperan aktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Kekurangan:
· Membutuhkan persiapan yang matang dari guru untuk menggunakan model ini.
· Jika siswa tidak kritis, proses pembelajaran tidak bisa berjalan dengan lancer.
· Memerlukan banyak waktu.
· Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan metode CORE.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL JIGSAW
By kangjo.info
Pembelajaran kooperatif model jigsaw menitik beratkan kepada kerja kelompok dalam bentuk kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif model jigsaw merupakan model belajar dengan cara siswa belajar dalam kelompok yang terdiri atas 4-6 orang secara heterogen. Siswa bekerjasama saling ketergantungan positif dan bertanggungjawaba secara mandiri. Dalam Pembelajaran kooperatif model jigsaw, siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Anggota kelompok bertanggungjawab atas keberhasilan kelompok dan ketuntusan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Rusman, 2008:203).
Langah-langkah Pembelajaran kooperatif model jigsaw.
· Langkah pertama
Guru merencanakan pembelajaran yang akan menghubungkan beberapa konsep dalam satu rentang waktu secara bersamaan. Misalnya, pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SMP. Siswa akan mempelajari Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin. Konsep yang akan dipelajari: (1) macam-macam Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin, (2) cara membaca Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin, (3) penerapan bacaan Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin.
· Langkah Kedua
Guru menyiapkan kuis sebanyak tiga jenis sesuai materi yang akan siswa pelajari.
· Langkah Ketiga
Siapkan handout materi pelajaran untuk masing-masing konsep sehingga memiliki tiga jenis handout tentang (1) macam-macam Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin, (2) cara membaca Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin, (3) penerapan bacaan Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin.
· Langkah Keempat
Kelas dibagi menjadi tiga kelompok. Guru menyampaikan pengantar diskusi kelompok dengan menjelaskan secara singkat: (1) topik yang akan dipelajari masing-masing kelompok, (2) tujuan dan indicator belajar yang diharapkan, (3) bentuk tagihan tiap kelompok, (4) prosedur kegiatan, (5) sumber belajar yang dapat digunakan. Diskusi dimulai, siswa aktif mempelajari materi, guru menjadi pemantau dan fasilitator. Masing-masing kelompok bersiap untuk mempelajari tiga konsep yang telah ditentukan. Tiap kelompok terbagi menjadi sub kelompok masing-masing mempelajari satu handout. Pada saat diskusi setiap sub kelompok mendalami satu konsep dan masing-masing sub kelompok bisa saling bertanya untuk memperoleh pemahaman. Pada akhir sesi ini setiap kelompok mendalami satu konsep agar dapat menyampaikan materi kepada sub kelompok lain. Setelah memenuhi target waktu dan berdasarkan pemantauan guru, siswa telah cukup memahami materi, diskusi ditutup untuk sementara.
· Langkah Kelima
Setiap sub kelompok mendalami materi pada handout yang menjadi pegangannya. Mendalami fakta, konsep, prosedur penerapan konsep agar ilmu yang mereka pelajari disampaikan Kembali kepada temen-temenya, pada fase ini tidak ada interaksi antar sub kelompok. Kegiatan refleksi ini merupakan proses peningkatan penguasaan materi untuk menghadapi babak diskusi tim ahli.
· Langkah Keenam
Setiap sub kelompok yang ahli mengenai konsep ke-1 bergabung dengan ahli konsep ke-1 dari kelompok lain. Begitu juga dengan sub kelompok ke-2 dan ke-3 sehingga membetuk struktur kelompok ahli. Pada Langkah ahli siswa Kembali berdikusi. Tiap kelompok membahas satu handout materi yang menjadi bidang keahliannya. Disini terdapat masa kritis yang perlu guru pantau pada tiap kelompok, memastikan bahwa konsep yang siswa kembangkan sesuai dengan yang seharusnya atau tidak mengandung kekeliruan.
· Langkah Ketujuh
Selesai mendalami materi melalui diskusi kelompok ahli, siswa Kembali ke kelompok awal atau kelompok belajar. Hasil dari diskusi pada kelompok ahli dibahas Kembali dalam kelompok awal. Pada akhir kegiatan belajar, setiap kelompok menyampaikan hasil diskusi pada kelompok ahli. Dengan cara ini seluruh siswa mengulang telaah seluruh materi yang harus dikuasainya. Setiap anggota kelompok memiliki catatan hasil diskusi pada tahap satu, tahap dua diskusi tim ahli, dan Kembali ke kelompok awal.
· Langkah Kedelapan
Guru mengukur hasil belajar siswa dengan tes atau kuis. Guru dapat menilai ketuntasan belajar dengan cara membandingkan hasil yang siswa capai dengan target yang ditetapkan dalam RPP.
Kelebihan
· Memungkinkan siswa dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.
· Hubungan antara guru dan siswa berjalan secara seimbang dan memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga memungkinkan harmonis.
· Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif.
· Mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan kelas, kelompok dan induvial.
Kekurangan
· Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing, dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi.
· Jika anggota kelompoknya kurang akan menimbulkan masalah.
· Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu untuk mengubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
METODE Project Based Learning (PjBL)
By kangjo.info
Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, inter pretasi, sisntesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. (Daryanto, 2014: 23).
Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL)
- Peserta didik membuat keputusan tentangsebuah kerangka kerja;
- Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada Peserta didik
- Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atau permasalahan atau tantangan yang diberikan;
- Peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
- Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
- Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktifitas yang sudah dijalankan
- Produk akhir aktiitas belajar dievalusi secara kualitatif; dan
- Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Hambatan Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL)
- Memerlukan banyak waktu yang harus tersedia untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek;
- Banyak orang tua Peserta didik yang merasa dirugikan karena karena menambah biaya untuk memasuki system baru;
- Suatu transisi yang sulit bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi;
- Banyak peralatan yang harus disediakan.
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL)
- Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan pekerjaan penting dan peserta didik perlu dihargai;
- Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah;
- Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang komplek;
- Meningkatkan kolaborasi;
- Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempratekan keterampilan komunikasi;
- Meningktakan ketrampilan peserta didik dalam mengelola sumber belajar dan praktik dalam mengorganisasi proyek,, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas;
- Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara komplek dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata;
- Melibatkan peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukan pengetahuan yang dimiliki, kemudian mengimplementasikan denga dunia nyata;
- Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL)
- Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah;
- Membutuhkan biaya yang cukup banyak;
- Banyak peralatan yang perlu disediakan;
- Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan pengumpulan data informasi akan mengalami kesulitan;
- Kemungkinan peserta didik kurang aktif dalam kerja kelompok;
- Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL)
- Penentuan pertanyaan mendasar (Start With the essential question).
- Mendesaian perencanaan proyek (Design a plan for the Project).
- Menyusun jadwal (Create a schedule).
- Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Student and the progress of the project).
- Menguji hasil (Assess the outcome)
- Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience)
Daftar Pustaka:
Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2003. Yogyakarta: Gava Media
6. MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELECTUALY,REPETITION (AIR)
MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELECTUALY,REPETITION (AIR)
By kangjo.info.
Model pembelajaran AIR merupakan singkatan dari auditory, Intelectualy dan Repetition. Belajar model auditory, yaitu belajar mengutamakan berbicara dan mendengarkan. Belajar auditory sangat dianjurkan terutama oleh bangsa Yunani kuno karena filsafat mereka adalah jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicaralah tanpa henti. Sementara menurut Erman Suherman (2008) auditory bermakna bahwa belajar haruslah melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi.
Menurur Dave Meier (2003: 99) intelectulay menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pemikiran sustu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Pengulangan dapat diberikan secara teratur, pada waktu-waktu tertentu atau setelah tiap unit diberikan, maupun Ketika dianggap perlu pengulangan. Intellectulay juga bermakna belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (mind-on), haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya memalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, enemukan, mencipta, mengontruksi, memecahkanmasalah dan menerapkan.
Menurut Erman Suherman (2008) repetition merupakan pengulangan, dengann tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas, diharapkan siswa lebih terlatih dalam menggunakan pengetahuan yang didapat dalam menyelesaikan soal dan mengingatkan apa yang telah diterima. Sementara pemberian kuis dimaksudkan agar siswa siap menghadapi ujian atau tes yang akan dilaksanakan sewaktu-waktu serta melatih daya ingat.
Langkah-langkah:
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5 anggota.
Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru.
Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan menuliskan hasil diskusi tersebut dan selanjutya untuk dipresentasikan di depan kelas (auditory).
Saat diskusi berlangsung, siswa mendapatkan soal atau permasalahan yang berkaitan dengan materi.
Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah (intellectualy).
Setelah selesai berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi dengan cara mendapatkan tugas atau kuis untuk tiap individu (repetition).
Kelebihan:
Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
Siswa memilii kesempatan lebiih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara koprehensif.
Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
Siswa secara intrinsiktermotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kekurangan:
Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan yang mudah. Upaya untuk memperkecilnya guru harus mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga dapatmenemukan masalah tersebut.
Mengemukakan masalah yang langsung dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban siswa lain yang kurang paham.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
7. MODEL BAMBOO DANCING
MODEL BAMBOO DANCING
By kangjo.info.
Model pembelajaran bamboo dancing bertujuan agar siswa saling berbagi informasi bersama-sama dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur. Strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pengalaman, pikiran dan informasi antar siswa.
Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau mengadakan tanya jawab tentang apa yang siswa ketahui tentang materi tersebut. Kegiatan saling bertukar pikiran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan srtuktur kognitif yang dimiliki peserta didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.
Selanjutnya, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok besar (atau disesuaikan dengan jumlah siswa). Jika dalam kelas ada 40 orang, tiap kelompok besar terdiri dari 20 orang. Aturlah sedemikian rupa pada tiap-tiap kelompok besar yaitu 10 orang berdiri berjajar saling berhadapan dengan 10 orang lainnya yang juga dalam posisi berdiri sejajar. Dengan demikian, di dalam setiap kelompok besar saling berpasang-pasangan. Pasangan ini disebut pasangan awal. Kemudian, bagi tugas pada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas. Pada kesempatan itu, berikan waktu yang cukup kepada siswa untk mendiskusikan tugas yang diterima.
Usai diskusi, 20 orang siswa dari tiap-tiap kelompok besar itu bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini setiap siswa akan mendapatkan pasangan baru untuk berbagi informasi, demikian seterusnya. Pergeseransearah jarum jam baru berhenti Ketika tiap-tiap siswa Kembali ke pasangan awal.
Model pembelajaran bamboo dancing bertujuan agar siswa saling berbagi informasi saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur. Strategi ini cocok untuk meteri yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa. Meskipun bernama bamboo dancing, tidak menggunakan bamboo. Siswa yang berjajarlah yang diibaratkan sebagai bamboo.
Langkah-langkah:
1. Separuh jumlah siswa di kelas atau seperempatnya jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar. Jika cukup ruang, siswa bisa belajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan kelompok karena diperlukan waktu relative singkat.
2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama.
3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat pasangan baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai kebutuhan.
Kelebihan:
· Siswa dapat bertukar pengalaman dan pengetahuan dengan seesamanya dalam proses pembelajaran.
· Meningkatkan keerdasan social dalam hal kerja sama diantara siswa.
· Meningkatkan toleransi antara sesame siswa.
Kekurangan:
· Kelopok belajarnya terlalu gemuk sehingga menyulitkan proses belajar mengajar.
· Siswa lebih banyak bermain daripada belajar.
· Memerlukan periode waktu yang cukup Panjang.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
8. MODEL CIRCUIT LEARNING
MODEL CIRCUIT LEARNING
By kangjo.info.
Model pembelajaran circuit learning adalah memaksimalkan dan mengupayakan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang.
Langka-langkah:
Langkah-langkahnya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, tanya jawab, dan refleksi seperti jabaran lebih rinci di bawah ini.
a. Pendahuluan
- Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa dan absensi.
- Melakukan apersepsi.
- Memberitaukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa dalam pelajaran.
- Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan.
b. Kegiatan inti
- Melakukan tanya jawab tentang materi pembelajaran.
- Bersama dengan siswa menempelkan gambar.
- Memberikan pertanyaan kepada siswa tentang gambar yang ditempel di papan tulis.
- Menempelkan peta konsep yang telah dibuat.
- Menjelaskan tentang peta konsep yang telah ditempel.
- Membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
- Memberikan lembar kerja kepada setiap kelompok.
- Menjelaskan kepada setiap kelompok untuk mengisi lembar kerja siswa dan mengisi bagian dari peta konsep sesuai dengan Bahasa mereka sendiri.
- Menjelaskan bahwa bagian peta konsep yang mereka kerjakan akan dipresentasikan.
- Mempresentasikan bagian peta konsep yang telah dikerjakan.
- Memberikan penguatan berupa pujian atau hadiah atas hasil prestasi yang bagus serta memberikan semangat kepada yang belum mendapatkan pujian atau hadiah untuk berusaha lebih giat.
- Menjelaskan Kembali hasil diskusi siswa tersebut agar wawasan siswa lebih luas.
c. Penutup
- Memancing siswa untuk membuat rangkuman.
- Melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa.
- Memberikan pekerjaan rumah bagi siswa.
- Memberitaukan materi selanjutnya akan dipelajari pertemuan yang akan dating.
- Doa, motivasi atau nasehat dan salam.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
9. MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI
MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI
By kangjo.info.
Artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bisa berperan sebagai “penerima pesan” sekaligus sebagai “penyampai pesan”. Pembelajaran yang telah diberikan guru, wajib diteruskan oleh siswa dan menjelaskanya kepada siswa lain di dalam pasangan kelompoknya.
Model pembelajaran artikulasi sebgai suatu model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa untuk pandai berbicara atau menggunakan kata-kata dengan jelas, pengetahuan dan cara berpikir dalam menyampaikan Kembali materi yang telah disampaikan oleh guru. Model pembelajaran ini menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman sangat diperlukan dalam pembelajaran ini.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Guru menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengarkan sambal membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lain.
5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya sampai Sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi/menjelaskan Kembali materi yang sekiranya belum dipahami.
7. Kesimpulan / penutup
Kelebihan:
· Semua siswa terlibat (mendapat peran).
· Melatih kesiapan siswa.
· Melatih daya serap pemahaman dari orang lain.
· Cocok untuk tugas sederhana.
· Interaksi lebih mudah.
· Lebih mudah dan cepat membentuknya.
· Meningkatkan partisipasi anak.
Kekurangan:
· Hanya bisa diterapkan untuk mata pelajaran tertentu.
· Waktu yang diutuhkan banyak.
· Materi yang didapat sedikit.
· Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
· Lebih sedikit ide yang muncul.
SUMBER :
Shoimin, Aris. 2014. 69 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hal 27-28.
10. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
By kangjo.info
Pembelajaran Berbasi Masalah sebagai rangkaian aktifitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari Pembelajaran Berbasis masalah. Pertama , Pembelajaran berbasis Masalah merupakan rangkaian aktifitas pembelajaran artinya da;am implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Pembelajaran Berbasis Masalah tidakmengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, muencatat, kemudian menghapal materi pembelajaran, akan tetapi melalui Pembelajaran Berbasis Masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktifitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinta tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan pendekatan ilmiah adalah proses berpikir induktif dan deduktif. Peoses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu;sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran konvensional yang jarang menggunakan masalah nyata atau menggunakan masalah nyata hanya di tahap akhir pembelajaran sebagai penerapan dari pengetahuan yang telah dipelajari. Pemilihan masalah nyata tersebut dilakukan atas pertimbangan kesesuaiannya dengan pencapaian kompetensi dasar.
§ Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan
§ (2) Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
§ (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Ada lima strategi dalam memenggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
1. Permasalahan sebagai kajian
2. Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman .
3. Permasalahan sebagai contoh.
4. Permasalah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5. Permasalah sebagai stimulus aktifitas autentik.
Peran guru, peserta didik, dan masalah dalam pembelajaran berbasi masalah dapatdigambarkan sebagai berikut.
Guru sebagai pelatih
Perserta didik sebagai problem solver
Maslah sebagai awal tantangan dan motovasi
Bertanya tentang pemikiran
Memenitor pembelajaran
Menantang peserta didik untuk berpikir
Menjaga agar peserta didik terlibat
Mengatur dinamika kelompok
Menjaga berlangsungnya proses.
Peserta yang aktif
Terlibat langsung dalam pembelajaran
Membangun pembelajaran.
Menarik untuk dipecahkan
Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari
b. Tujuan dan hasil dari model PBL ini adalah :
1. Ketrampilan berpikir dan ketrampilan memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi.
2. Pemodelan peranan orang dewasa.
Pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal deengan aktifitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah.
Berikut ini aktifitas-aktifitas mental di luar sekolah yang dapatdikembangkan,
- Pembelajaran berbasis masalah mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas.
- Pembelajaran berbasis masalah memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap daoat memahami peran yang diamati tersebut.
-Pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memu ngkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tenta ng fenomena itu.
3. Belajar Pengarahan Sendiri ( self directed learning).
Pembelajaran Berbasis Masalah berousat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.
Pendekatan PBL ini mengacu pada hal-hal sebagai berikut:
1. Kurikulum : PBL Memerlukan suatu strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat.
2. Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya.
3. Realisme : Kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini me ngintergrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional.
4. Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan perserta untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembekajaran yang mandiri.
5. Umpan Balik : diskusi, presentasi dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong ke arah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
6. Ketrampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada ketrampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, self-management.
7. Driving Questins : PBL difokuskan pada pertanyaan atau pada permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahn dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
8. Constructive Investigations : sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta diidk.
9. Autonomy : proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.
Langkah – Langkah operasional dalam proses pembelajaran
1. Konsep Dasar (Basic Concept)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran
2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat
Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
5. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
Contoh Penerapan
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Masalah di dasarkan pada kemampuan siswa mengkonfrontasi pada isu-isu dan problem nyata yang terjadi disekitar mereka. Sehingga mereka dapat menemukan makna dari penentuan bagaimana mereka mengatasi isu-isu/problem dan melakukan kerja sama untuk mengembangkan solusi /pemecahan permasalahan.
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
SUMBER:
§ Dahlan,M.D.1990. Model-Model Mengajar.Bandung:Diponegoro.
§ Das Salirawati.2009. Penerapan Poblem Based Learning sebagai upaya meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah,Makalah.
§ Ibrahim, M dan Nur.2001.Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya :university Press
§ Rachmadiarti,Fida.2001. Pembelajaran Kooperatif.Jakarta:Depdiknas
§ Sudjana,D.1982. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah.Bandung:Lembaga Penelitian Ikip Bandung
§ Sanjaya,Wina.2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pengajaran.Jakarta : Kencana
§ Trianto, 2007. Model Pembelajaran terpadu dalam teori dan paktek.Surabaya:Prestasi Pustaka
§ Warsita, bambang.2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya.Jakarta:Rineka Cipta
§ Yamin, Martinis.2011. Paradigma Baru Pembelajaran.Jambi:Gaung PersadaPress
11. MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK
MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK
By kangjo.info
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mengumpulkan data/informasi dengan berbagai teknik, mengolah/menganalisis data/informasi dan menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan dan mungkin juga temuan lain yang di luar rumusan masalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses itu, bantuan guru diperlukan, tetapi bantuan itu harus semakin berkurang ketika peserta didik semakin bertambah dewasa atau semakin tinggi kelasnya.
Pendekatan saintifik/pendekatan berbasis proses keilmuan dilaksanakan menggunakan modus pembelajaran langsung atau tidak langsung sebagai landasan dalam menerapkan berbagai strategi dan model pembelajaran sesuai dengan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Permendikbud no. 81 A tahun 2013 lampiran IV menunjukkan bahwa proses pembelajaran terdiri atas lima tahapan pengalaman belajar pokok yaitu:
1. Mengamati;
2. Menanya;
3. Mengumpulkan informasi;
4. Mengasosiasi; dan
5. Mengkomunikasikan.
Kelima tahapan pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar, sebagai berikut:
1. Mengamati
Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.
Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran. Keunggulannya, antara lain: menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya, serta dapat menuhi rasa keingin-tahuan peserta didik dan mereka akan dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang disajikan oleh guru. Sedangkan kekurangannya, anta lain: memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Prosedur kegiatan mengamati dalam pembelajaran, sebagai berikut:
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
c. Menentukan secara jelas data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancer
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti kamera, tape recorder, video perekam, dan menggunakan catatanberupa daftar cek (checklist), skala rentang, catatan anekdot, catatan berkala, dan alat mekanikal. Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdot berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
2. Menanya
Kegiatan belajar menanya dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang informasi yang
tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
Kegiatan ‘menanya’ tidak selalu menggunakan ‘kalimat tanya’, melainkan dapat dalam bentuk ‘pernyataan’, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: apakah ciri-ciri kalimat yang efektif?; sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
a. Kriteria pertanyaan yang baik
1) Singkat dan jelas
Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkoba dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkoba dan obat-obatan terlarang?Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
2) Menginspirasi jawaban
Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama?Dua kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban peserta didik menjawab pertanyaan.
3) Memiliki fokus
Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan?Untuk pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban. Pertanyaan yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan?Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya kepada peserta didik secara perorangan.
4) Bersifat probing atau divergen
Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh peserta didik dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.
5) Bersifat validatif atau penguatan
Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu dimaksudkan untuk memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan.
Contoh:
o Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
o Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
o Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, dan orang yang malas tidak produktif”
o Guru : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang
Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang cukup guna memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata.Karena itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.
Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah dengan baik, sangat dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa faktor picu utama Belanda menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan pertama guru belum memperoleh jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah pertanyaan seperti pertanyaan kedua.
7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif
Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.
8) Merangsang proses interaksi
Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan pada diri peserta didik.Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan jawabannya.Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut.Pola bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana pemantul.
b. Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula.Untuk itu pertanyaan hendaknya menggambarkan tingkatan kognitif mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut ini.
3. Mengumpulkan informasi/Eksperimen (Mencoba)
Mengumpulkan informasi/eksperimen, kegiatan pembelajarannya antara lain:
a. Melakukan eksperimen;
b. Membaca sumber lain selain buku teks;
c. Mengamati objek/ kejadian/aktivitas; dan
d. Wawancara dengan narasumber.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/eksperimen adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata/autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk isi materi yang sesuai. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan peserta didik, (2) Guru bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu, (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik, (5) Guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen, (6) Peserta didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (7) Guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
4. Mengasosiasi/mengolah informasi
Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengasosiasi /mengolah informasi adalah:.
a. Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatanmengumpulkan informasi, eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati
b. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda atau yang bertentangan.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi/mengolah inofrmasi adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Dalam kegiatan mengasosiasi/mengolah informasi terdapat kegiatan menalar, yaitu proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan peserta didik harus lebih aktif daripada guru.
Menalar atau penalaran yang dimaksudkan adalah penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Dan menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif.Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.
Aktivitas menalar pembelajaran dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut:
a. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru
adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
c. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
d. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
e. Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
f. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
g. Evaluasi atau penilaian didasarkan atas perilaku yang nyata atau otentik.
h. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
5. Mengkomunikasikan
Kegiatan belajar mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Dalam kegiatan mengkomunikasikan dapat dilakukan pembelajaran kolaboratif.Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas/ sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik untuk memudahkan usaha kolektif dalam mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif fungsi kewenangan guru lebih bersifat direktif atau manajer
belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu filsafat pribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama, jika mereka berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing- masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik
menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.
SUMBER:
Dahlan,M.D.1990. Model-Model Mengajar.Bandung:Diponegoro.
Das Salirawati.2009. Penerapan Poblem Based Learning sebagai upaya meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah,Makalah.
Ibrahim, M dan Nur.2001.Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya :university Press
Rachmadiarti,Fida.2001. Pembelajaran Kooperatif.Jakarta:Depdiknas
Sudjana,D.1982. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah.Bandung:Lembaga Penelitian Ikip Bandung
Sanjaya,Wina.2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pengajaran.Jakarta : Kencana
Trianto, 2007. Model Pembelajaran terpadu dalam teori dan paktek.Surabaya:Prestasi Pustaka
Warsita, bambang.2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya.Jakarta:Rineka Cipta
Yamin, Martinis.2011. Paradigma Baru Pembelajaran.Jambi:Gaung PersadaPress
12. MODEL COOPERATIVE SCRIPTS
MODEL COOPERATIVE SCRIPTS
By kangjo.info.
Cooperative Scripts merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan daya ingat siswa (Slavin, 1994: 175). Hal tersebut sangat membantu siswa dalam mengembangkan serta mengaitkan fakta-fakta dan konsep yang pernah didapatkan dalam pemecahan masalah.
Pembelajaran Cooperative Scripts merupakan salah satu bentuk atau model pembelajaran kooperatif. Model Cooperative Scripts dalam perkembangannya mengalami banyak adaptasi sehingga melahirkan beberapa pengertian dan bentuk yang sedikit berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Pengertian model pembelajaran Cooperative Scripts menurut Dansereau (dalam Slavin, 1994) adalah scenario pembelajaran kooperatif, artinya setiap siswa mempunyai peran dalam saat diskusi berlangsung.
Menurut Schank dan Abelson (dalam Hadi, 2007: 18), model pembelajaran Cooperative Scripts adalah pembelajaran yang menggambarkan interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan social siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat dan masyarakat yang lebih luas. Sementara menurut Brousseau (dalam Hadi, 2007: 18) menyatakan bahwa model pemebelajaran Cooperative Scripts adalah secara tidak langsung terdapat kontrak belajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang diungkapkan di atas antara satu dengan yanglainnya memiliki maksud yang sama, yaitu terjadi suatu kesepakatan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa.
Pada pembelajaran Cooperative Scripts terjadi kesepakatkan antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi, yaitu siswa satu dengan yang lainnya sepakat untuk menjalankan peran masing-masing. Siswa yang berperan menjadi pembicara membacakan hasil pemecahan yang diperoleh beserta prosedurnya dan siswa yang menjadi pendengar, menyimak dan mendengarkan penjelasan dari pembicara serta mengingatkan pembicara jika ada kesalahan. Masalah dipecahkan Bersama untuk kemudian disimpulkan Bersama.
Sementara kesepakatan antara guru dan siswa, yaitu peran sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu, guru mengontrol selama pembelajaran berlangsung dan guru mengarahkan siswa jika merasa kesulitan. Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, dan membuat kesimpulan Bersama. Interaksi Bersama yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran Cooperative Scripts benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilannya. Jadi, sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana/ materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Sesuai kesepakatan, siswa yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau prosedur pemecahaan masalah selengkap mungkin dengan mmasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan dan pemecahan masalahnya. Sementara pendengar (a) menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkannmateri sebelumnya atau materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya serta lakukan seperti di atas.
6. Guru Bersama siswa membantu membuat kesimpulan.
Kelebihan:
· Melatih pendengaran, ketelitian dan kecermatan.
· Setiap siswa mendapat peran.
· Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain.
Kekurangan:
· Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu.
· Hanya dialkukan oleh dua orang siswa.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
13. MODEL COOPERATIVE INTEGRATED, READING AND COMPOSITION (CIRC)
MODEL COOPERATIVE INTEGRATED, READING AND COMPOSITION (CIRC)
By kangjo.info.
Terjemahan bebas dari Cooperative Integrated, Reading And Composition (CIRC) adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara berkelompok. Model Cooperative Integrated, Reading And Composition (CIRC) merupakan model pembelajaran khusus mata pelajaran Bahasa dalam rangka membaca menemukan ide pokok, pokok pikiran atau tema sebuah wacana.
Pembelajaran Cooperative Integrated, Reading And Composition (CIRC) dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated, Reading And Composition (CIRC) dari segi aspek Bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. Cara untuk menentukan anggota kelompok sebagai berikut:
1. Menentukan peringkat siswa
Dengan cara mencari informasi tentang skor rata-rata nilai siswa pada tes sebelumnya atau nilai raport. Kemudian, diurutkan dengan cara Menyusun peringkat dari yang berkemampuan akademik tinggi sampai rendah.
2. Menentukan jumlah kelompok
Jumlah kelompok ditentukan dengan memperhatikan banyak anggota setiap kelompok dan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.
3. Penyusunan anggota kelompok
Pengelompokkan ditentukan atas dasar susunan peringkat siswa yang telah dibuat. Setiap kelompok diusahakan beranggotakan siswa-siswa yang mempunyai kemampuan beragam sehingga mempunyai kemampuan rata-rata yang seimbang.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/materi/kliping sesuai dengan topik pelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan Bersama.
6. Penutup.
Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Integrated, Reading And Composition (CIRC) dibagi menjadi beberapa fase. Fase tersebut bisa diperhatikan dengan jelas sebagai berikut:
· Fase pertama, yaitu orientasi. Pada fase ini guru melakukan apersepsi dan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu, juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.
· Fase kedua, yaitu organisasi. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu, menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pemebelajaran berlangsung.
· Fase ketiga, yaitu pengenalan konsep. Dengan cara mengenalkan tentang sustu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kliping, poster atau media lainnya.
· Fase keempat, yaitu fase publikasi. Siswa mengomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan, memeragakan tentang materi yang dibahas, baik dalam kelompok maupun di depan kelas.
· Fase kelima, yaitu fase penguatan dan refleksi. Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan denganmateri yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, siswa pun diberi kesempatan untuk merefleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.
Kelebihan:
· Cooperative Integrated, Reading And Composition (CIRC)sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
· Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.
· Siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok.
· Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya.
· Membantu siswa yang lemah.
· Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah.
Kekurangan:
· Model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan Bahasa sehingga tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran, seperti matematika, fisika, kimia dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL COURSE REVIEW HORAY
By kangjo.info.
Pembelajaran Course Review Horay merupakan salah satu pembelajaran kooperatif, yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran ini merupakan suatu pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak Horay atau yel-yel lainnya. Melalui pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan/ menyajikan materi.
3. Memberikan kesempatan siswa untuk tanya jawab.
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9 / 16 /25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa.
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan oleh guru dan langsung didiskusikan. Kalua benar diisi tanda benar (√) dan salah diisi tanda silang (x).
6. Siswa yang sudah mendapatkan tanda (√) vertical atau horizontal atau diagonal harus berteriak horay atau yel-yel lainnya.
7. Niali siswa dihitung dari jawaban benar horay yang diperoleh.
8. Penutup
Kelebihan:
· Menarik sehingga mendorong siswa terlibat di dalamnya.
· Tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan.
· Siswa lebih semangat belajar.
· Melatih kerja sama.
Kekurangan:
· Adanya peluang untuk curang.
· Siswa aktif dan pasif nilainya sama
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL CICLE LEARNING (PEMBELAJARAN BERSIKLUS)
By kangjo.info.
Model pembelajaran Cicle Learning (pembelajaran bersiklus) yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Model Cicle Learning dikedepankan karena sesuai dengan teori belajar Piaget (dalam Renner, 1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu dalam memecahkan masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sementara fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995).
Ciri khas pembelajaran Cicle Learning adalah setiap siswa secara individu belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan guru. Kemudian, hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan oleh anggota kelompok dan semua anggota kelompok bertanggung jawab secara Bersama-sama atas keseluruhan jawaban.
Langkah-langkah:
Menurut Piaget (1989) model pembelajaran Cicle Learning pada dasarnya memiliki lima fase yang disebut lima E (5 E) sebagai berikut:
1. Engagement (Undangan)
Bertujuan untuk mempersiapkan pembelajar agar terkondisikan dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengekplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase Engagement, minat dan keingintahuan (curiosity) pembelajar tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pembelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.
2. Expkloration ( eksplorasi)
Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide, melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikummdan telaah literatur.
3. Explanation (Penjelasan)
Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pembelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari.
4. Elaboration (Pengembangan)
Siswa mengembangkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan (problem solving).
5. Evaluation (Evaluasi)
Pengajar menilai apakah pembelajaran sudah berlangsung baik dengan jalan memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah menerima materi pelajaran.
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam model pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru, tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, LC dapat diimplementasikan dalam pemebelajaran bidang-bidang sains maupun social.
Implementasikan Cicle Learning dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis, yaitu:
· Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.
· Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi yang baru dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.
· Orientasi pembelajaran adalah investigai dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah (Hudojo, 2001). Dengan demikian, proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa seperti dalam filsafat behaviorisme, melainkan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktig dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pembelajar menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh pembelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan Tinggi dan Sekolah menegah tentang implementasi Cicle Learning dalam pembelajaran sains menunjukkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.
Kelebihan:
· Meningkatkan motivasi belajar karena pembelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
· Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti oleh orang lain.
· Siswa mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil dan berguna, kreatif, bertanggung jawab, mengaktualisasikan dan mengoptimalkan dirinya terhadap perubahan yang terjadi.
· Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Kekurangan:
· Efektivitas pemebelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan Langkah-langkah pembelajaran.
· Menurut kesunguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
· Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
· Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam Menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL DEMONSTRATION
By kangjo.info.
Model pembelajaran Demonstrasi adalah model mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan sesuatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah, 2000).
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan.
3. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan.
4. Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai scenario yang telah disiapkan.
5. Seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisisnya.
6. Tiap siswa mengemukakan hasil analisis dan mendemonstrasikan pengalaman.
7. Guru dan siswa membuat kesimpulan.
8. Penutup
Kelebihan:
· Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda.
· Memudahkan berbagai jenis penjelasan.
· Kesalahan-kesalahan yang terjadi hasil dari ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret dengan menghadirkan objek sebenarnya (Djamarah, 2000).
Kekurangan:
· Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang diperuntukkan kepadanya.
· Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.
· Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang dimenguasai apa yang didemonstrasikan (Djamarah, 2000).
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL STUDENTS TEAM – ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD)
By kangjo.info.
Menurut Robert E. Slavin, “The main idea behind Students Team – Achievment Divisions is to motivate students to encourage and help each other master skills presented by the teacher ”. “Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi peserta didik supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan guru”.
Students Team – Achievment Divisions (STAD) dikembangkan oleh Robert E. Slavin dari Johns Hopkins University Berinduk pada kajian beberapa metode yang ia namakan Students Team Learning (STL) tahun 1980-an. STAD tersusun dari lima komponen utama: 1) presentasi kelas (class presentation), 2) belajar dalam grup (teams), 3) pengerjaan kuis (quizzes), 4) perhitungan peningkatan skore individu (individual improvement scores), 5) penghargaan tim (team recognition).
Penjelasan dari kelima komponen STAD tersebut, sebagai berikut.
1) Presentasi kelas (class presentation)
Bentuk presentasi kelas dapat berupa pengajaran langsung (dirrect instruction), kelas diskusi (a lecture-discussion) yang dikondisikan langsung oleh guru dan juga presentasi audio-visual. Presentai kelas di STAD berbeda dari pengajaran biasanya. Peserta didik harus memberikan perhatian penuh selama presentasi kelas,
sebab akan membantu mereka untuk menjawab kuis dengan baik nantinya, dan skor kuisnya akan menentukan skor timnya.
2) Grup atau tim (teams)
Grup adalah hal yang amat penting dalam STAD. Dalam banyak hal, penekanan diberikan pada setiap anggota grup (team members) untuk melakukan sesuatu yang terbaik buat grupnya. Sebaliknya, pentingnya peranan sebuah grup adalah melakukan hal yang terbaik dalam membantu meningkatkan kemampuan setiap anggotanya. Grup memberikan bantuan dari teman sebaya (peer support) untuk meningkatkan pemahaman atau kemampuan akademik (academic performance).
3) Kuis (quizzes)
Setelah satu atau dua periode pengajaran (teacher presentation) dan satu atau dua periode grup melakukan praktek (atau diskusi memecahkan permasalahan), murid mengambil kuis pribadi (individual quizzes). Peserta didik “tidak diijinkan” untuk saling membantu selama mengerjakan kuis pribadi ini, hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar setiap peserta didik memiliki tanggung jawab untuk benar-benar memahami materi pelajaran.
4) Peningkatan skore individual (individual improvement scores)
Gagasan yang berada dibalik ide tentang “peningkatan skor individual” adalah memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mencapai tingkat kemampuan (performance goal) yang lebih tinggi dari yang telah dicapai sebelumnya. Beberapa peserta didik dapat menyumbangkan point maksimum (maximum point) pada grupnya dalam sistem penskoran STAD apabila mereka menunjukkan peningkatan yang berarti dibanding kemampuannya yang lalu. Setiap peserta didik diberikan “skor dasar” (base score) berdasarkan rata-rata skor kuis sebelumnya. Points yang bisa disumbangkan untuk grupnya didasarkan pada berapa besar sekor kuisnya melampaui atau berada di bawah “skor dasar”-nya.
5) Penghargaan grup (team recognition)
Grup akan menerima penghargaan jika rata-rata skor mereka memenuhi atau melampaui kriteria tertentu.
B. Persiapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Hal-hal yang perlu disiapkan guru sebelum memulai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, menurut Amin Suyitno sebagai berikut.
1. Menyusun data nilai harian peserta didik yang digunakan sebagai pedoman untuk membentuk kelompok peserta didik yang heterogen dengan menghitung skor rata-rata suatu kelompok;
2. Guru membentuk kelompok peserta didik yang heterogen terdiri 4 sampai 5 peserta didik dengan latar belakang yang berbeda tanpa membedakan kecerdasan, suku, bangsa maupun agama;
3. Guru mempersiapkan LKS untuk belajar peserta didik dan bukan sekedar diisi dan dikumpulkan;
4. Guru juga menyiapkan kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan peserta didik (dicek oleh peserta didik sendiri);
5. Kuis, berupa tes singkat untuk seluruh peserta didik dengan waktu 10-15 menit; dan
6. Membuat tes/ulangan untuk melihat ketercapaian hasi belajar yang diharapkan;
C. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran di sekolah adalah sebagai berikut.
1. Guru meminta peserta didik untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang segera akan dibahas, di rumah masing-masing;
2. Di kelas, guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dan mengatur tempat duduk peserta didik agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka;
3. Guru dapat mengawali dengan presentasi materi terlebih dahulu, sebelum peserta didik berdiskusi;
4. Guru membagi LKS pada tiap kelompok, masing-masing kelompok diberi 2 set;
5. Guru menganjurkan setiap peserta didik dalam kelompok untuk mengerjakan LKS secara berpasangan dua-dua atau tiga-tiga. Kemudian saling mengecek pekerjaannya di antara teman dalam pasangan tersebut;
6. Berikan kunci LKS agar peserta didik dapat mengecek pekerjaannya sendiri;
7. Bila ada pertanyaan dari peserta didik, guru meminta peserta didik untuk pertanyaan itu kepada teman satu kelompok sebelum mengajukan kepada guru;
8. Guru berkeliling untuk mengawali kinerja kelompok;
9. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan dan hambatan kelompoknya kepada guru dalam mengisi LKS, sehingga guru dapat memberi bantuan kepada kelompok yang membutuhkan secara proporsional;
10. Ketua kelompok harus dapat memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah memahami dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru;
11. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan;
12. Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada seluruh peserta didik;
13. Berikan penghargaan kepada peserta didik yang menjawab dengan benar, dan kelompok yang memperoleh skor tertinggi, kemudian berilah pengakuan/pujian kepada presentasi tim;
14. Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para peserta didik tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari;
15. Guru membubarkan kelompok yang dibentuk dan para peserta didik kembali ke tempat duduk masing-masing; dan
16. Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK (kompetensi yang ditentukan).
D. Keuntungan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Keuntungan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Linda Lundgren dan Nur dalam Ibrahim adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kerja sama, kebaikan budi, kepekaan dan toleransi yang tinggi antar sesama anggota kelompok;
2. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas;
3. Meningkatkan harga diri dan dapat memperbaiki sikap ilmiah terhadap matematika;
4. Memperbaiki kehadiran peserta didik;
5. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar;
6. Konflik pribadi menjadi berkurang;
7. Meningkatkan pemahaman pada materi pelajaran;
8. Apabila mendapat penghargaan, motivasi belajar peserta didik akan menjadi lebih besar; dan
9. Hasil belajar lebih tinggi.
E. Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Ibrahim, kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.
1. Apabila tidak ada kerja sama dalam satu kelompok dan belum bisa menyesuaikan diri dengan anggota kelompok yang lain maka tugas tidak bisa selesai pada waktu yang sudah ditentukan;
2. Apabila salah satu anggota berperilaku menyimpang akan mempengaruhi dan mengganggu anggota kelompok lainnya;
3. Bila situasi kelas gaduh waktu pelaksanaan diskusi maka akan mengganggu kelas lain;
4. Ketidakhadiran salah satu anggota dalam kelompok akan mempengaruhi kinerja dalam kelompok tersebut;
5. Apabila peserta didik tidak menggunakan waktu dalam diskusi dengan baik maka kelompok tersebut tidak bisa menyelesaikan tugas tepat pada waktunya;
6. Peserta didik yang mencapai kinerja yang tinggi keberatan bila skor disamakan dengan peserta didik yang kinerjanya rendah karena menggunakan sistem skor perbaikan individual;
7. Beban kerja guru menjadi lebih banyak;
8. Jika aktivitas peserta didik dalam kelompok monoton maka motivasi belajar peserta didik akan turun;
9. Apabila pemahaman materi dalam diskusi belum sempurna maka hasil belajar akan menurun.
http://tembaloy.blogspot.com/2017/02/10-macam-model-pembelajaran-yang-mudah.html (diakses tanggal 3 Mei 2020)
DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING (DLPS)
By kangjo.info.
Double Loop Problem Solving (DLPS) adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama dari timbulnya masalah. Jadi, berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa.
Pendekatan Double Loop Problem Solving (DLPS), yang disarankan disini mengakomodasi adanya perbedaan atas dari penyebab suatu masalah. Oleh karena itu, siswa perlu bekerja pada dua loop pemecahan berbeda tetapi saling terkait.
Loop solusi 1 ditujukan untuk mendeteksi penyebab masalah yang paling langsung, kemudian merancang dan menetapkan solusi sementara.
Loop solusi 2 berusaha untuk menemukan penyebab yang arasnya lebih tinggi, kemudian merancang dan mengimplementasikan solusi dari akar masalah.
Banyak dari masalah tersebut yang tidak dapat menunggun sampai dengan ditemukannya solusi atas akar masalah sehingga perlu solusi sementara yang segera. Kadang-kadang solusi sementara sudah cukup memadai. Khususnya jika solusi tersebut tidak mahal untuk diimplementasikan atau tidak menguras sumber daya penting lainnya. Selain itu, ada banyak kasus yang menunjukkan bahwa solusi sementara dapat efektif sehingga akhirnya menjadi solusi permanen dari masalah yang ada. Dalam hal yang terakhir ini, berarti tidak ada penyebab masalah tingkat tinggi yang perlu dicarikan solusinya. Oleh karena itu, pendekatan Double Loop Problem Solving (DLPS) meliputi:
1. Mengidentifikasi masalah, tidak hanya gejalanya (identifying the problem, not just the symptoms).
2. Mendeteksi secara langsung dan secara cepat menerapkan solusi sementara (detecting direct causes, and rapidly applying temporary solutions).
3. Mengevaluasi keberhasilan dari solusi sementara (evaluating the success of the temporary solutions).
4. Memutuskan apakah analisis akar masalah diperlukan, jika ya (deciding if root cause analysis is needed; and if so).
5. Mendeteksi penyebab masalah yang arasnya lebih tinggi (detecting higher level causes).
6. Merancang solusi akar masalah (designing root cause solutions).
Masalah dapat dievaluasi atas dasar tingkat kepentingannya dan kemungkinan dari tingkat kompleksitas solusinya. Penting-tidaknya suatu masalah ditentukan oleh biaya (finansial ataupun non finansial) yang akan muncul jika masalah tetap tidak dipecahkan. Kompleksitas tergantung pada jumlah variable yang saling berkaitan dan ketertarikan pada solusi yang kemungkinan akan diterapkan.
Kelompok perlu terlibat dalam pemecahan masalah manakala masalah memang cukup penting dan jika jelas diketahui bahwa satu orang seorang diri tidak akan dapat mengembangkan atau mengimplementasikan suatu solusi yang memuaskan. Sebaliknya masalah yang tidak penting tidak perlu investasi dalam bentuk aktivitas pemecahan masalah secara kelompok.
Dengan demikian, siswa yang mengikuti pelatihan ini mampu memiliki keterampilan untuk mengelola pemikirannya sehingga mampu melakukan proses pemecahan masalah maupun pengambilan keputusan. Hal ini sangat penting karena pada awal masa pembelajaran siswa dihadapkan pada berbagai macam pilihan dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling rumit. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu keterampilan untuk menentukan prioritas aktivitas sekaligus pemecahan berbagai macam permasalahan yang dihadapinya.
Langkah-langkah:
1. Identifikasi.
2. Deteksi kausal.
3. Solusi tentative.
4. Pertimbangan solusi.
5. Analisis kausal.
6. Deteksi kausal lain dan rencana yang terpilih.
Langkah penyelesaian masalah
1. Menyatakan pernyataan masalah awal.
2. Mengelompokkan gejala.
3. Menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi.
4. Mengidentifikasi kausal.
5. Implementasi solusi.
6. Identifikasi kausal utama.
7. Menemukan pilihan solusi utama.
8. Implementasi solusi utama
Kelebihan:
· Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
· Berpikir dan bertindak kreatif.
· Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
· Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
· Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
· Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
· Dapat membuat Pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kekurangan:
· Memerlukan alokasi waktu yang lebih Panjang dibandingkan dengan metode pemebelajaran yang lain.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
DRAMATIC LEARNING
By kangjo.info.
Model Dramatic Learning mengambil konsep dari Ferdinand Brunetiere dan Balthazar (1996: 2). Menurutnya drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan action perilaku. Kemudian definisi dihubungkan dengan dimensi lakonnya saja.
Proses pembelajaran model ini diharapkan melibatkan anak sebagai pelakon sehingga memberikan pemahaman, pengertian dan pengetahuan (materi yang diajarkan) melalui laokn. Kita tahu bahwa pada materi ajar terkandung nilai-nilai kebenaran dan keseriusan dalam kehidupan dan bukan sekedar “permainan” angka dan kata-kata. Dengan terlibat drama, siswa akan langsung berperan sehingga dapat memahami karakter tokoh dan memahami pembelajaran.
Implementasi dalam pembelajaran
Mula-mula guru mempersiapkan materi pembelajaran kemudian dikaitkan dengan kehitupan sehari-hari. Materi yang diajarkan berguna langsung atau teraplikasi dalam kehidupan secara langsung. Sebagai contoh, pelajaran matematika dengan trigonometri. Trigonometri adalah ilmu ukur mengenai sudut sempadan segitiga. Lalu guru menghubungkan ilmu trigonometri ke dalam kehidupan nyata. Didapati bahwa ilmu trigonometri dalam penerapan di kehidupan digunakan oleh pemborong bangunan atau insinyur Teknik membangun Gedung bertingkat. Kemudian guru membagi anak ke dalam beberapa kelompok yang disesuaikan dengan jumlah siswa, membuat kelompok dengan nama kelompok “pemborong dengan peran sebagai insinyur” tujuannya agar dapat memenangkan tender pembangunan Gedung. Guru harus mampu menciptakan suasana kelas menjadi sebuah latar presentasi tender di sebuah perusahaan.
Guru juga bisa berimajimasi tentang hal-hal dalam dunia nyata (penerapan dalam kehidupan) yang berhubungan dengan trigonometri. Siswa harus berlakon seperti layaknya insinyur. Mereka bertanya, merancang, dan menghitung sudut dan sempadan segitiga bukan sebagai siswa, tetapi sesuai dengan perannya. Situasi kelas harus dibawa ke dunia “lain” dimana siswa tahu bahwa mereka akan memahami kegunaan ilmu yang mereka dapat, baik positif dan negative dalam kehidupan di masa depan.
Begitupun dengan kelompok mata pelajaran seperti Bahasa, IPA, IPS Agama, Sejarah dan Seni bisa dilakukan dengan model pembelajaran Dramatic Learning agar pemebalajaran lebih berarti dan bermakna. Model pembelajaran ini konsep berimajinasi, yakni perannya. Latar juga bisa diubah karena setting tidak selamanya berada di kelas. Semua materi diterapkan dalam kehidupan nyata (dihubungkan langsung dalam kehidupan).
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL PEMBELAJARAN KUMON
By kangjo.info.
Model pembelajaran Kumon adalah model pembelajaran perseorangan. Level awal untuk setiap siswa kumon ditentukan secara perseorangan. Siswa mulai belajar dari level yang dapat dikerjakannya sendiri dengan mudah tanpa kesalahan. Lembar kerjanya telah didesain sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahami sendiri bagaimana menyelesaikan soalnya. Jika siswa terus menerus belajar dengan kemampuannya sendiri, ia akan mengejar bahan pelajaran setara dengan tingkatan kelasnya dan bahkan maju melampauinya. System pembelajaran dengan model kumon adalah siswa diberi tugas. Setelah selesai mengerjakan, tugas tersbut langsung diperiksa dan dinilai. Jika keliru dalam mengerjakan dikembalikan untuk diperbaiki kemudian diperiksa lagi. Apabila siswa 5 kali salah guru membimbingnya sampai dapat mengerjakannya dengan benar.
Langkah-langkah:
1. Mula-mula guru menyajikan konsep dan siswa memperhatikan penyajian tersebut.
2. Kemudian siswa mengambil buku saku yang telah disediakan, menyerahkan lembar kerja PR yang sudah dikerjakan di rumah, dan mengambil lembar kerja yang telah dipersiapkan guru untuk dikerjakan siswa pada hari tersebut.
3. Siswa duduk dan mulai mengerjakan lembar kerjanya, karena pelajaran diprogramkan sesuai dengan kemampuan masing-masing, biasanya siswa dapat mengerjakan lembar kerja tersebut dengan lancer.
4. Setelah selesai mengerjakan, lembar kerja diserahkan kepada guru untuk diperiksa dan diberi nilai. Sementara lembar kerjanya dinilai, siswa berlatih dengan alat bantu belajar.
5. Setelah lembar kerja selesai diperiksa dan diberi nilai, guru mencatat hasil belajar hari itu pada “daftar nilai”.Hasil ini nantinya akan dianalisis untuk penyusunan program belajar berikut.
6. Bila ada bagian yang masih salah, siswa diminta untuk membetulkan bagian tersebut hingga semua lembar kerjanya memperoleh nilai 100. Tujuannya agar siswa menguasai pelajaran dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
7. Jika sampai mengulang 5 kali, guru melakukan pendekatan kepada siswa dan menanyakan tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
8. Setelah selesai, siswa mengikuti Latihan secara lisan. Sebelum pulang, guru memberikan evaluasi terhadap pekerjaan siswa hari itu dan memberitahu materi yang akan dikerjakan pada hari berikutnya.
Kelebihan:
· Sesuai dengan kemampuan karena sebelum anak belajar ada tes penempatan sehingga karena sebelum anak tidak merasa terbebani.
· Bahan pelajaran tersusun atas Langkah-langkah kecil sehingga anak bisa memperoleh kemampuan dasar yang kuat.
· Anak mengerjakan soal secara mandiri dari tingkat yang mudah sampai tingkat yang lebih sulit. Bila mengalami kesulitan bisa melihat buku penyelesaian sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
· Kumon mengajak anak untuk disiplin.
Kekurangan:
· Tidak semua siswa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama.
· Anak belajar secara perorangan sehingga dimungkinkan tumbuh rasa individualism.
· Kedisiplinan kumon kadang membuat anak-anak tidak kreatif.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN)
By kangjo.info.
Model pembelajaran Make a Match merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Loma Curran. Ciri utama model Make a Match adalah siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau pertanyaan materi tertentu dalam pembelajaran. Salah satu keunggulannya Teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambal belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia (Isjoni, 2010:78).
Karakteristik model pembelajaran Make a Match adalah memiliki hubungan yang erat dengan karakteristik siswa yang gemar bermain. Pelaksanaan model pembelajaran Make a Match harus didukung dengan keaktifan siswa untuk berak mencari pasangan dengan kartu yang sesuai jawaban atau pertanyaan dalam kartu tersebut. Siswa yang pembelajarannya dengan model Make a Match aktif dalam mengikuti pemebelajaran sehingga dapat mempunyai pengalaman belajar yang bermakna.
Langkah-langkah:
1. Ebaliknya Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Setelah kartu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya.
7. Kesimpulan/penutup.
Kelebihan:
· Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
· Kerja sama antar-sesama siswa terwujud dengan dinamis.
· Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa.
Kekurangan:
· Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan pembelajaran.
· Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas lain.
· Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
LOGAN ADVENUE PROBLEM SOLVING (LAPS-HEURISTIK)
By kangjo.info.
Model pembelajaran Logan Advenue Problem Solving adalah rangkaian pertanyaan yang bersifat tuntunan dalam solusi masalah. LAPS (Logan Advenue Problem Solving) biasanya menggunakan kata tanya seperti apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya.
Nurdin (2006: 25) menjelaskan bahwa heuristic adalah penuntun berupa pertanyaan yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah. Heuristic berfungsi mengarahkan pemecahan masalah siswa untuk menemukan solusi dari masalah yang diberikan.
Langkah-langkah:
Dalam model pembelajaran Logan Advenue Problem Solving terdapat empat Langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1. Memahami masalah
2. Merencankan pemecahannya
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Langkah kedua
4. Memeriksa Kembali hasil yang diperoleh (looking back)
Kelebihan:
· Dapat menimbulkan keingintahuan dan motivasi untuk bersikap kreatif.
· Di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan, disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pertanyaan yang benar.
· Menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas dan beraneka ragam serta dapat menambah pengetahuan baru.
· Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya.
· Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya.
· Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan dirinya, bukan hanya satu bidang studi tapi (bila diperlukan) banyak bidang studi.
Kekurangan:
· Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
· Keberhasilan strategi pembelajaran membutuhkan cukup waktu persiapan.
· Tanpa pemahaman mengapa berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL MIND MAPPING (PETA PIKIRAN)
By kangjo.info.
Model pembelajaran Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan cara kreatif bagi tiap pembelajar untuk menghasilkan gagasan, mencatat apa yang dipelajari atau merencanakan tugas baru (Silberman, 1996). Pemetaan pikiran merupakan cara yang sangat baik untuk menghasilkan dan menata gagasan sebelum mulai menulis (Hernowo, 2003). Meminta pembelajar untuk membuat peta pikiran memungkinkan mereka mengidentifikasikan dengan jelas dan kreatif apa yang telah mereka pelajari atau apa yang tengah mereka rencanakan.
Pemetaan pikiran adalah Teknik pemanfaatan seluruh otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Otak sering kali mengingat informasi dalam bentuk gambar, symbol, suara, bentuk-bentuk dan perasaan. Peta pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik ini dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan yang mudah. Ini jauh lebih mudah daripada metode pencatatan tradisional karena ia mengaktifkan kedua belahan otak. Cara ini juga menenangkan dan kreatif.
Pemetaan pikiran membantu pembelajar mengatasi kesulitan, mengetahui apa yang hendak ditulis, serta bagaimana mengorganisasi gagasan, sebab Teknik ini mampu membantu pembelajar menemukan gagasan, mengetahui apa yang akan ditulis pembelajar, serta bagaimana memulainya. Peta pikiran sangat baik untuk merencanakan dan mengatur pelbagai hal. Untuk membuat peta pikiran, ada beberapa kiat atau Langkah yang perlu ditempuh. De Porter (2005) mengemukakan beberapa kiat dalam membuat peta pikiran. Kiat-kiat tersebut adalah:
· Tulis gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan lingkupilah dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain.
· Tambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan bervariasi, tergantung dari jumlah gagasan atau segmen. Gunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang.
· Tuliskan kata kunci atau frasa pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk detail. Kata-kata kunci adalah kata-kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan dan memicu ingatan pembelajar.
· Tambahkan symbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Seluruh siswa secara bergiliran/diacak menyapaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya, sampaikan Sebagian siswa sudah menyapaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi/menjelaskan Kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/penutup.
Kelebihan:
· Cara ini cepat.
· Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dalam pemikiran.
· Proses menggambar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
· Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
Kekurangan:
· Hanya siswa yang aktif yang terlibat.
· Tidak seluruh murid belajar.
· Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)
By kangjo.info.
Numbered Head Together (NHT) merupakan salah satu dari strategi pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Spenser Kagan (1993) dalam Nurhadi dan Agus (2003: 66). Model NHT mengacu pada belajar kelompok siswa, masing-masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan) dengan nomor yang berbeda-beda. Misalkan, dalam pembelajaran reproduksi yang mempelajari proses perkembangbiakan tumbuhan dan hewan lebih mengacu pada interaksi social sehingga pembelajari Numbered Head Together dapat meningkatkan hubungan social antarsiswa.
Setiap siswa mendapatkan kesempatan sama untuk menunjang timnya guna memperolrh nilai yang maksiml sehingga termotivasi untuk belajar. Dengan demikian setiap individu merasa mendapatkan tugas dan tanggung jawab sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Numbered Head Together merupakan suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggungjawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya dengan baik.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil keluar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil kerja sama mereka.
5. Tanggapan dengan teman yang lain, kemudian guru menunjukkan nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
· Setiap murid menjadi siap.
· Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
· Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai.
· Terjadi interaksi secara intens antarsiswa dalam menjawab soal.
· Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang membatasi.
Kekurangan:
· Tidak terlalu cocok diterapkan dalam jumlah siswa banyak karena membutuhkan waktu yang lama.
· Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan waktu yang terbatas.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED PROBLEMS (PROBLEM TERBUKA)
By kangjo.info.
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pemeblajaran ini melatih dan menumbuhkan orisionalitas ide, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut berimprovisasi mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban. Selanjutnya, siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian, model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola piker keterbukaan, dan ragam berpikir.
Problem open ended merupakan problem yang diformulasikan memiliki banyak jawaban yang benar. Problem ini disebut juga problem tak lengkap atau problem terbuka. Selain itu, masalah open ended juga mengarahkan siswa untuk menggunakan keragaman cara atau metode penyelesaian sehingga sampai pada suatu jawaban yang diinginkan.
Pembelajaran matematika misalnya, melalui pendekatan open ended adalah pemebelajaran yang menggunakan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban yang benar sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Dalam menyelesaikan masalah, guru berusaha agar siswa mengombinasikan pengetahuan, keterampilan, dan cara beripkir matematika yang telah dimiliki sebelumnya (Swadana dalam Muqsudah, 2003: 17).
Ciri penting dari masalah open ended adalah terjadinya keleluasaan siswa untuk memakai sejumlah metode dan segala kemungkinan yang dianggap paling sesuai untuk menyelesaikan masalah. Artinya, pertanyaan open ended diarahkan untuk menggiring tumbuhnya pemahaman atas masalah yang diajukan guru. Bentuk-bentuk soal yang dapat diberikan melalui pendekatan open ended terdiri dari tiga bentuk, yaitu: (1) Soal untuk mencari hubungan, (2) Soal mengklasifikasikan, dan (3) Soal mengukur (Swadana dalam Muqsudah, 2003: 18-21).
Pendekatan open ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasikan berbgai strategi dan cara yang diyakini sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya agar berpikir melalui kegiatan kreatif, siswa dapat berkembang secara maksimal.
Langkah-langkah:
1. Persiapan
Sebelum memulai proses belajar mengajar, guru harus membuat rencana pelaksanaan pelajaran (RPP), membuat pertanyaan Problem open ended.
2. Pelaksanaan, terdiri:
Pendahuluan, yaitu siswa menyimak motivasi yang diberikan oleh guru bahwa yang akan dipelajari berkaitan atau bernmanfaat bagi kehidupan sehari-hari sehingga mereka semangat dalam belajar. Kemudian siswa menaggapi apersepsi yang dilakukan oleh guru agar diketahui pengetahuan awal mereka terhadap konsep-konsep yang akan dipelajari.
Kegiatan inti, yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan Langkah-langkah sebagai berikut:
· Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang.
· Siswa mendapatkan pertanyaan open ended problem.
· Siswa berdikusi Bersama kelompok mereka masing-masing mengenai penyelesaian dari pertanyaan open ended problem yang telah diberikan oleh guru.
· Setiap kelompok siswa melalui perwakilannya, mengemukakan pendapat atau solusi yang ditawarkan kelompoknya secara bergantian.
· Siswa atau kelompok kemudian menganalisis jawaban-jawaban yang telah dikemukakan, mana yang benar dan mana yang lebih efektif.
Kegiatan akhir, yaitu siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari. Kemudian kesimpulan tersebut disempurnakan oleh guru.
3. Evaluasi
Setelah berakhirnya KBM, siswa mendapatkan tugas perorangan atau ulangan harian yang berisi pertanyaan open ended problem yang merupakan evaluasi yang diberikan oleh guru.
Kelebihan:
· Siswa berpartisipasi lebih efektif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
· Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif.
· Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
· Siswa secara intrinstik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
· Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kekurangan:
· Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bukanlah permasalahan yang mudah.
· Mengemukakan yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit, sehingga banyak mengalami kesulitan bagaiamana merespon permasalahan yang diberikan.
· Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHECKS (PASANGAN MENGECEK)
By kangjo.info.
Model pair checks (pasangan mengecek) merupakan model pembelajaran di mana siswa saling berpasangan dan menyelesaikan persoalan yang diberikan (Herdian, 2009). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe pair checks, guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Model pembelajaran ini juga untuk melatih rasa social siswa, kerja sama, dan kemampuan memberi penilaian. Model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menuangkan ide, pikiran, pengalaman, dan pendapatnya dengan benar. Dengan strategi pair checks memungkinkan bagi siswa untuk saling bertukar pendapat dan saling memberikan saran.
Langkah-langkah:
1. Bagilah siswa di kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang.
2. Bagi lagi kelompok-kelompok siswa tersebut menjadi berpasang-pasangan. Jadi, aka nada partner A dan Partner B pada kedua pasangan.
3. Berikan setiap pasangan sebuah sebuah LKS untuk dikerjakan. LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan (jumlahnya genap).
4. Berikutnya, berikan kesempatan kepada partner A untuk mengerjakan soal nomor 1, sementara partner B mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 1.
5. Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor, dan partner A mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner B selama soal nomor 2.
6. Setelah 2 soal diselesaikan, pasangan tersebut mengecek hasil pekerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang kelompok dengan mereka.
7. Setiap kelompok yang memperoleh kesepatan (kesamaan pendapat/cara memecahkan masalah/menyelesaikan soal) merayakan keberhasilan mereka, atau guru memberikan (reward). Guru dapat memberikan pembimbingan bila kedua pasangan dalam kelompok tidak menemukan kesepakatan.
8. Langkah nomor 4, 5, dan 6 diulang lagi untuk menyelenggarakan soal nomor 3 dan 4, demikian seterusnya sampai semua soal pada LKS selesai dikerjakan setiap kelompok.
Tips untuk Melakasakan Strategi Pair Check
Jangan membagi siswa secara asal, missal sebangku. Tetapi bagilah siswa berdasarkan tingkat kemampuan belajarnya. Jadi terlebih dahulu sebelum membentuk pasangan, bagilah siswa di kelas menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah berdasarkan kemampuan belajarnya. Setiap pasangan harus terdiri dari siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah.
· Siapkan soal berjumlah genap, missal 6 soal sampai 10 (dengan memperhatikan alokasi waktu yang tersedia). Soal 1 dan 2 harus memiliki tingkat kesulitan dan bentuk yang sama, begitu seterusnya dengan soal nomor 3 dan 4, 5 dan 6 dan seterusnya.
· Pada LKS, sebaiknya peranan setiap pasangan dan anggota pasangan (partner) harus jelas, terutama saat strategi ini baru dikenalkan kepada siswa agar tidak terjadi kebingungan dalam berbagi tugas.
· Modelkan atau bombing semua kelompok secara klasikal untuk menerapkan Langkah-langkah strategi pair checks ini dalam pembelajaran pertama ubtuk soal 1 dan 2 (dua pertanyaan pertama).
· Contohkan bagaimana cara mengamati, membimbing dan memotivasi partner saat mereka berpasangan.
· Modelkan perbedaan memberi bimbingan dengan memberikan jawaban atau membantu mengerjakan secara langsung saat mereka berpasangan mengerjakan soal.
· Gunakan hanya 1 LKS dan 1 pensil untuk setiap pasangan. Jadi di atas meja mereka hanya ada 1 LKS yang harus dikerjakan, dan 1 pensil untuk menulis. Ini dilakukan untuk mengefektifkan prases pembelajaran saat berpasangan.
Kelebihan:
· Meltaih siswa untuk bersabar, yaitu dengan memberikan waktu bagi pasangannya untuk berpikir dan tidak langsung memberikan jawaban (menjawabnya) soal yang bukan tugasnya.
· Melatih siswa memberikan dan menerima motivasi dari pasangannya secar tepat dan efektif.
· Melatih siswa untuk bersikap terbuka terhadap kritik atau saran yang membangun dari pasangannya atau dari pasangan lainnya dalam kelompoknya. Yaitu, saat mereka saling mengecek hasil pekerjaan pasangan lain di kelompoknya.
· Memberikan kesempatan pada siswa untuk membimbing orang lain (pasangannya).
· Melatih siswa untuk bertanya atau menerima bantuan kepaqda orang lain (pasangannya) dengan cara yang baik (bukan langsung meminta jawaban, tapi lebih kepada cara-cara mengerjakan soal/menyelesaikan masalah).
· Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menawarkan bantuan atau bimbingan pada orang lain dengan cara yang baik.
· Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menjaga ketertiban kelas (menghindari keributan yang mengganggu suasana belajar).
· Belajar menjadi pelatih dengan pasangannya.
· Menciptakan saling kerja sama di antara siswa.
· Melatih dalam berkomunikasi.
Kekurangan:
· Membutuhkan waktu yang lebih lama.
· Membutuhkan keterampilan siswa untuk menjadi pembimbing pasangannya, dan kenyataannya setiap partner pasangan bukanlah siswa dengan kemampuan belajar yang lebih baik. Jadi, kadang-kadang fungsi pembimbing tidak berfungsi dengan baik.
SUMBER:
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.