Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: Rasulullah saw. bersabda: Allah Swt. mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata: “Wahai Tuhan! Ia masih berupa air mani.” Setelah beberapa waktu Malaikat berkata lagi: “Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal darah.” Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari Malaikat berkata lagi: “Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging.” Apabila Allah Swt. membuat keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat berkata: “Wahai Tuhan! Orang ini akan diciptakan lelaki atau perempuan? Sengsara atau bahagia? Bagaimana rezekinya? Serta bagaimana pula ajalnya?” Segala-galanya dicatat ketika masih di dalam kandungan ibunya. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menjelaskan bahwa jenis kelamin, sengsara atau bahagia, rezeki, ajal telah ditentukan Allah Swt. sejak manusia berada dalam kandungan ibunya. Ketika seorang manusia terlahir ke dunia ini dan mengalami peristiwa-peristiwa tertentu, berarti ia telah ditakdirkan Allah Swt. seperti peristiwa yang ia alami tersebut. Untuk memperjelas pengertian qada dan qadar, perhatikan contoh berikut ini:
Seseorang bernama Elya saat ini belajar di Pondok Pesantren Modern Gontor. Sebelum Elya lahir ke dunia, bahkan sejak zaman azali Allah Swt. telah menetapkan bahwa seorang anak bernama Elya kelak akan belajar di Pondok Pesantren Modern Gontor. Ketetapan Allah Swt. sejak zaman azali itulah yang disebut qada, kemudian kenyataan yang terjadi saat ini disebut qadar
Berdasarkan contoh di atas dapat diketahui bahwa antara qada dan qadar terdapat hubungan erat dan merupakan satu kesatuan. Qada merupakan ketentuan, kehendak dan kemauan Allah Swt. Sedangkan qadar merupakan perwujudan dari kehendak Allah Swt. Qada dan Qadar biasa dikenal dengan istilah takdir. Beriman kepada qada dan qadar merupakan rukun iman yang keenam. Iman kepada qada dan qadar dalam ungkapan sehari-hari lebih dikenal dengan sebutan iman kepada takdir. Iman kepada takdir berarti percaya bahwa segala apa yang terjadi di alam semesta ini, seperti adanya sehat dan sakit, hidup dan mati, rezeki dan jodoh seseorang merupakan kehendak dan ketentuan Allah Swt. Perhatikan firman Allah dalam Q.S ar-Ra’du/13 ayat 8 berikut ini:
وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهٗ بِمِقْدَارٍ
Artinya: “Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya” (Q.S ar-Ra’du/13:8)
Ayat tersebut menegaskan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini telah ditentukan ukurannya oleh Allah Swt. Segala sesuatu yang akan terjadi telah diketahui dan direncanakan oleh Allah Swt. Tak satupun makhluk-Nya yang mengetahui ketentuan Allah ini. Baik itu dari golongan malaikat, jin maupun manusia, semuanya tak ada yang mengetahui.
Takdir baru dapat diketahui oleh manusia setelah terjadinya sebuah kenyataan atau peristiwa. Contohnya:
a) Seorang anak bernama Ena dilahirkan dari keluarga kaya. Orangtuanya adalah pengusaha minyak sawit yang sukses. Kekayaannya melimpah, semua orang mengenal keluarga tersebut. Hampir semua orang memperkirakan, kelak Ena juga akan kaya seperti kedua orangtuanya. Namun setelah terjadi gempa bumi yang menghancurkan perusahaan orangtuanya, keluarga Ena tak lagi disebut keluarga kaya. Ditambah lagi orangtuanya ditipu oleh mitra bisnis hingga menanggung hutang ratusan juta. Sisa aset perusahaan dijual seluruhnya untuk membayar hutang. Sekarang Ena dan keluarganya hidup sederhana. Semua orang tidak menyangka kehidupan keluarga Ena berubah begitu cepat, yang semula kaya berubah menjadi miskin.
b) Anik bercita-cita ingin menjadi pegawai bank. Setelah lulus SMA ia kuliah di jurusan ekonomi supaya mendapat gelar sarjana ekonomi. Semua ini ia lakukan untuk menunjang tercapainya cita-cita tersebut. Setelah lulus kuliah, ternyata ia lebih memilih menjadi pedagang alatalat elektronik, bukan bekerja di bank.
Contoh-contoh tersebut merupakan contoh kecil dari sekian banyak contoh perwujudan takdir Allah Swt. Dari contoh-contoh tersebut kita bisa mengetahui bahwa semua makhluk tidak bisa mengelak dari takdir Allah Swt.
2. Takdir Muallaq dan Takdir Mubram
Qada dan qadar atau takdir dibagi dua, yaitu takdir muallaq dan takdir mubram. Berikut adalah penjelasannya.
a) Takdir Muallaq
Muallaq secara bahasa artinya sesuatu yang digantungkan. Takdir muallaq yaitu ketentuan Allah Swt. yang mengikut sertakan peran manusia melalui usaha atau ikhtiarnya. Manusia diberi peran untuk berusaha, hasil akhirnya akan ditentukan oleh Allah Swt. Perhatikan Q.S. ar-Ra'du/13:11 berikut ini:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
Artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri …” (Q.S. arRa’du/13:11)
Berikut ini adalah contoh-contoh takdir mullak:
1) Kepandaian
Seseorang yang ingin pandai maka harus berusaha meraihnya. Usaha-usaha tersebut antara lain dengan cara rajin belajar dan disiplin membagi waktu.
2) Kesehatan
Seseorang yang ingin sehat maka harus berusaha dengan cara berolah raga teratur, menjaga kebersihan, menjaga gizi dan pola makan. Jika melakukan usaha-usaha tersebut maka tubuh akan sehat.
3) Kemakmuran
Kemakmuran bisa diraih dengan giat bekerja, kreatif, pantang menyerah, rajin menabung, dan hemat. Agar seseorang menjadi pandai, sehat, dan hidup makmur maka harus berusaha meraihnya, bukannya pasrah menunggu nasib. Tidak mungkin seseorang menjadi pandai kalau malas belajar, tidak mungkin seseorang menjadi sehat kalau tidak pernah olah raga, dan tidak mungkin seseorang menjadi kaya kalau malas bekerja. Jadi meskipun Allah Swt. telah menentukan segalanya, manusia tetap harus berusaha mengubah nasibnya.
Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Di antaranya ia pantang berpangku tangan, justru sebaliknya ia akan giat berusaha dan bekerja guna meraih cita-cita. Allah Swt. telah mengkaruniakan beragam potensi kepada manusia untuk digunakan sebagai bekal hidup. Setiap manusia dikaruniai akal untuk ber!kir, dan organ-organ tubuh untuk bergerak. Allah Swt. juga menciptakan manusia sebagai makhluk paling mulia di antara makhluk-makhluk-Nya. Oleh karena itu, semua potensi ini harus digunakan untuk berusaha dan ikhtiar meraih cita-cita.
b) Takdir Mubram
Mubram secara bahasa artinya sesuatu yang tidak dapat dielakkan atau sudah pasti. Jadi, takdir mubram adalah ketentuan mutlak dari Allah Swt. yang pasti berlaku dan manusia tidak diberi peran untuk mewujudkannya. Contoh takdir mubram di antaranya jenis kelamin manusia, ajal, panjang/pendek usia, api memiliki sifat panas, bumi berbentuk bulat, gaya gravitasi, kejadian kiamat dan sebagainya. Untuk memperjelas pemahaman takdir mubram.
Kapan ajal menjemput, dan di mana tempatnya semua sudah ditentukan oleh Allah Swt. Jika sudah tiba saat ajal menjemput semua orang tidak bisa mengelak, tidak bisa lari, tidak bisa diundur atau dimajukan. Inilah salah satu contoh ketentuan Allah Swt. yang disebut takdir mubram. Perhatikan !rman Allah Swt. dalam QS al-A’raf/7:34 berikut ini:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
Artinya: “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun” (QS al-A’raf/7:34 )
3. Dahsyatnya Manfaat Beriman Kepada Qada dan Qadar
Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar akan memperoleh banyak manfaat. Di antaranya sebagai berikut.
a) Menenangkan jiwa
Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar akan mendapatkan ketenangan jiwa. Hal ini dikarenakan ia merasa senang dan menerima dengan ikhlas atas semua ketentuan Allah Swt. Tidak ada kekhawatiran dalam jiwa, karena ia meyakini bahwa Allah Swt. senantiasa menghendaki kebaikan pada diri hamba-Nya.
b) Senantiasa bersikap sabar dan syukur
Apabila mendapat nikmat maka ia akan bersyukur kepada Allah Swt. Ciri orang yang bersyukur yaitu di dalam hatinya merasa cukup atas pemberian Allah Swt. Kemudian rasa syukur tersebut diwujudkan secara lisan dan perbuatan. Syukur secara lisan yaitu dengan mengucapkan “alhamdulillah”, memperbanyak ibadah, sedekah, serta menggunakan nikmat-nikmat tersebut sesuai kehendak Allah Swt. Orang yang beriman kepada qada dan qadar juga akan sabar, pasrah, dan tawakal apabila mengalami kesulitan, kesusahan, terkena musibah, ataupun cobaan. Bentuk musibah atau cobaan bisa berupa bencana alam, kebakaran, fisik yang lemah, penyakit, kekurangan bahan makanan, dan lain sebagainya. Semua musibah dan cobaan pada hakikatnya bertujuan untuk menguji keimanan seorang hamba.
Oleh karena itu sikap terbaik dalam menghadapi musibah dan cobaan adalah dengan bersabar.
c) Menumbuhkan sifat optimis Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar akan memiliki sifat optimis. Kegagalan meraih cita-cita tidak membuatnya berputus asa, justru sebaliknya semakin bersemangat berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya. Ia meyakini setiap kegagalan pasti ada pelajaran berharga. Ia akan segera introspeksi diri mencari kelemahan dan kekurangannya. Setelah mengetahui kelemahan dan kekurangan tersebut, maka ia akan belajar dan berlatih dengan tekun. Di hatinya ada keyakinan bahwa suatu saat cita-cita tersebut pasti tercapai.
d) Menjauhkan diri dari sifat sombong Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar apabila memperoleh keberhasilan ia menganggap semua itu adalah karunia Allah Swt. Ia tidak pernah mengatakan semua itu merupakan hasil usahanya sendiri. Ia tetap merasa rendah hati kepada siapa pun.
Damaikan Negeri dengan Toleransi
Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tasamuh. Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antarsesama manusia. Allah Swt. menciptakan manusia berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa menjadi kekuatan jika dipandang secara positif. Sebaliknya, perbedaan bisa memicu konik jika dipandang secara negatif.
Jika kita memperhatikan salah satu unsur bangunan, misalnya tembok, maka tembok itu terdiri dari beberapa bagian: batu bata, besi, semen, dan pasir. Jika masing-masing bagian itu berdiri sendiri tanpa ada persatuan dan keterkaitan maka tidak akan mempunyai kekuatan. Setelah bagianbagian itu dipersatukan, dicampur dengan air, dan disusun rapi, maka ia menjadi satu bangunan yang kokoh. Ini semua menggambarkan bahwa perbedaan merupakan sumber kekuatan apabila bersatu dan bekerja sama. Oleh karena itu Islam mengajarkan untuk menghargai dan menghormati perbedaan.
Apabila umat Islam tidak bersatu, maka kekuatan Islam akan lemah dan mudah goyah. Hal ini akan semakin parah jika umat Islam bersikap intoleransi, saling bermusuhan, dan saling bertengkar. Toleransi dalam Islam mencakup dua hal yaitu toleransi antarsesama muslim dan toleransi kepada nonmuslim. Toleransi antarsesama muslim berarti menghargai dan menghormati perbedaan pendapat yang ada dalam ajaran agama Islam. Misalnya, perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat salat tarawih. Sebagian umat Islam melaksanakan salat tarawih delapan rakaat ditambah tiga rakaat salat witir, sebagian yang lain melaksanakan dua puluh rakaat ditambah tiga rakaat salat witir. Kedua pendapat ini harus dihargai dan dihormati karena masing-masing memiliki dasar masingmasing.
Perbedaan-perbedaan dalam tubuh agama Islam masih bisa ditoleransi apabila terjadi dalam masalah furu’iyah (cabang), seperti jumlah rakaat tarawih, doa qunut, dan lain-lain. Namun, kita tidak boleh toleransi dalam masalah ushul (pokok) dalam Islam, misalnya kitab suci al-Qur’ān, kiblat, dan Nabi. Ada orang mengaku Islam tetapi kiblat salatnya bukan di Ka’bah, kitab sucinya bukan al-Quran, nabinya bukan Muhammad saw. Maka kita harus menolak keras pendapat seperti ini, namun tidak boleh berbuat anarkis atau menghakimi sendiri dengan tindakan kekerasan.
Adapun yang dimaksud toleransi kepada nonmuslim yaitu menghargai dan menghormati pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing. Rasulullah saw. telah mencontohkan toleransi antarumat beragama, baik ketika beliau di Mekah maupun di Madinah. Suatu ketika orang-orang ka!r Mekah menawarkan toleransi kepada Rasulullah saw. Simaklah kisah berikut ini.
Beberapa tokoh kaum kafir di Mekah seperti Aswad bin Abdul Muttalib, Umayyah bin Khalaf, dan Al-Walid bin Al-Mughirah datang menemui Rasulullah saw. menawarkan kompromi dalam hal ibadah. Mereka mengusulkan agar Nabi saw. dan umat Islam mengikuti agama mereka dan mereka pun akan mengikuti agama Islam. Mereka berkata:”Wahai Muhammad, bagaimana jika kami menyembah Tuhanmu selama setahun dan kamu juga menyembah Tuhan kami selama setahun. Jika agamamu benar kami mendapat keuntungan, dan jika agama kami yang benar, kamu juga tentu memperoleh keuntungan.” Rasulullah saw. dengan tegas menjawab:”Aku berlindung kepada Allah agar tidak tergolong orang-orang yang bersikap dan berperilaku syirik atau menyekutukan Allah.”
Untuk mempertegas penolakan Rasulullah saw. tersebut, Allah Swt. menurunkan surat Al-Kafirun. Setelah Rasulullah saw. menerima wahyu surat Al-Kafirun, beliau mendatangi tokoh-tokoh kafir Mekah. Di tengahtengah kerumunan orang-orang ka!r yang sedang berkumpul di Masjidil Haram, Rasulullah saw. membacakan Q.S. Al-Kafirun ayat 1-6 dengan mantap dan lantang.
Terjemah Q.S. Al-Kafirun adalah sebagai berikut:
(1) Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!
(2) aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
(3) dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,
(4) dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
(5) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
(6) Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
2. Sikap Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari
Toleransi merupakan salah satu akhlak mulia (akhlakul karimah) yang harus dimiliki setiap muslim. Dengan menjunjung tinggi sikap menghargai perbedaan ini maka kehidupan masyarakat akan damai dan sejahtera. Oleh karena itu kita harus menerapkan toleransi dalam kehidupan seharihari baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari toleransi dapat diwujudkan dengan sikap-sikap sebagai berikut.
a) Bergaul dengan semua teman tanpa membedakan agamanya.
b) Menghargai dan menghormati perayaan hari besar keagamaan umat lain.
c) Tidak menghina dan menjelek-jelekkan ajaran agama lain.
d) Memberikan kesempatan kepada teman nonmuslim untuk berdoa sesuai agamanya masing-masing.
e) Memberikan kesempatan untuk melaksana-kan ibadah bagi nonmuslim.
f) Memberikan rasa aman kepada umat lain yang sedang beribadah.
g) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
h) Mengadakan silaturahmi dengan tetangga yang berbeda agama.
i) Menolong tetangga beda agama yang sedang kesusahan.
Lebih dari itu sikap toleransi kepada sesama muslim harus lebih diperkokoh. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah saw. dan umat Islam ketika berada di Madinah. Hubungan persaudaraan antara Muhajirin (kaum muslimin dari Mekah) dan Ansar (kaum muslimin Madinah) terjalin sangat erat. Kehidupan kedua golongan itu setiap hari diliputi oleh suasana saling pengertian, saling membantu dan saling bekerja sama. Apabila seorang dari Ansar memiliki rumah, maka rumah itu digunakan bersama dengan Muhajirin. Jika Muhajirin memiliki makanan dan minuman, maka makanan dan minuman itu dibagi dengan Ansar. Dengan persaudaraan dan toleransi yang tinggi seperti ini maka umat Islam waktu itu mempunyai ikatan yang kokoh. Rasulullah saw. mengibaratkan umat Islam sebagai satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang sakit maka anggota tubuh lain juga ikut merasakan sakit. Demikian pula dengan umat Islam, jika ada salah seorang anggota masyarakat muslim mengalami kesulitan maka warga yang lain hendaklah membantunya.
Kepada umat agama lain, Islam juga mengajarkan untuk toleransi. Dalam Islam tidak ada ajaran supaya membenci atau memusuhi umat agama lain. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup berdampingan dalam suasana damai, rukun, dan saling. Rasulullah saw. dan umat Islam sudah mencontohkan toleransi antarumat beragama pada waktu berada di Madinah. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi diberi kebebasan dan dijamin hak-haknya untuk melaksanakan ibadahnya masing-masing.
Namun perlu diingat bahwa toleransi kepada golongan nonmuslim hanya terbatas pada masalah-masalah duniawi, seperti kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial budaya, politik dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan keduniaan. Adapun yang berkaitan dengan masalah aqidah dan ibadah harus sesuai dengan agamanya masing-masing.
3. Toleransi dan Kedamaian Negeri
Toleransi antarumat beragama di Indonesia sudah berjalan baik dan perlu terus dijaga. Penduduk Indonesia sudah terbiasa dengan perbedaan agama dan keyakinan diantara mereka. Meski harus diakui masih ada kasus-kasus kecil akibat salah paham diantara warga negara. Namun kehidupan beragama di Indonesia sudah mencerminkan toleransi yang tinggi.
Semua agama mengajarkan kedamaian dan hidup rukun dengan sesama warga negara. Tidak ada agama yang menganjurkan pemeluknya untuk saling bermusuhan dan saling menghina umat agama lain. Demikian pula dengan Islam, ajaran Islam penuh dengan pesan-pesan damai dan saling menghargai perbedaan. Kita diajarkan untuk menghormati dan menghargai perbedaan agama dan keyakinan di antara sesama warga negara.
Apabila ada kekerasan yang mengatasnamakan agama, maka kita harus menolaknya. Islam tidak pernah mengajarkan untuk berbuat aniaya dan berbuat kerusakan. Dakwah Islam tidak boleh dilaksanakan dengan kekerasan atau paksaan, tetapi harus dilaksanakan dengan santun, menarik, dan bijaksana. Dakwah seperti inilah yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Kunci keberhasilan dakwah beliau adalah berakhlak mulia kepada semua orang.
Dakwah kepada orang yang bukan Islam juga harus dengan cara damai. Diceritakan dalam sebuah kisah bahwa salah seorang sahabat Ansar mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani. Sahabat tersebut datang kepada Nabi Muhammad saw. menanyakan apakah boleh memaksa kedua anaknya untuk masuk Islam? Rasulullah saw. menjawab dengan mengutip ayat Al-Quran bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, telah nyata perbedaan antara yang haq dan batil.