Talang Anau Nagari Talempong Batu
PAGI itu cuaca gerimis dengan kabut yang tebal. Udara terasa dingin menusuk dan matahari masih bersembunyi di balik punggung bukit seolah enggan menampak diri. Namun, di pagi buta itu masyarakat Nagari Talang Anau Kecamatan Gunuang Omeh sudah bertebaran. Ada yang membawa cangkul sembari menghela ternak sapi menuju sawah dan ladang, serta tidak sedikit pula yang terlihat menyandang tabung bambu (buluah). "Mereka membawa buluah untuk digunakan buat menampung air nira dari pohon Enau (Anau) yang mereka tetek setiap pagi dan sore hari," ungkap Pj Wali Nagari Talang Anau Yarman Dt. Asa menyapa.
Menurut Yarman, profesi tukang tetek ini banyak ditekuni warganya, tak heran di nagari yang berada di kawasan perbukitan itu banyak ditumbuhi pohon Enau. Bahkan konon kabarnya, nama nagari Talang Anau cukup berhubungan dengan pohon Enau tersebut. Karena cukup dikenal sebagai nagari penghasil gulo anau (gula enau), tak heran kalau bicara Nagari Talang Anau orang akan langsung membayangkan gulo anau atau Talempong Batu yang hanya ada di nagari ini. Dari cerita turun temurun, sejarah Talang Anau memiliki dua versi. Ada yang menyebut Talang Anau berasal dari kata Toalangno. Ceritanya berawal dari tempat bermukimnya nenek moyang pertama di Baliak Tompat yang kemudian didantangi oleh rombongan dari Koto Loweh di bawah pimpinan Datuak Kondo.
Ketika penduduk semakin berkembang, beberapa tahun kemudian niniak mamak bermaksud mendirikan nagari sementara pasukuan yang ada baru Sudut Sembilan dan Pasukuan Sudut Nan Limo. Karena pasukuan belum lengkap, kemudian diliriklah sebuah koto (tempat) yang dinamakan Luak Begak yang memiliki Sudut Nan Empat dibawah pimpinan Dt. Biso Dirajo. Karena belum juga bisa membentuk nagari, maka disebutlah Toalangno (bahasa Sangsekerta). Untuk bisa membentuk nagari, kemudian dijemputlah salah seorang dunsanak (saudara) Dari sudut Nan Enam ke Kabupaten Agam yang bergelar Dt. Perpatih nan Sabatang. Setelah lengkap empat suku, maka didirikanlah Nagari Talang Anau. Sedangkan versi kedua menyebutkan, kata Talang Anau berasal dari ditemukannya pohon aneh berupa pohon Anau yang diatasnya ditumbuhi Talang (bambu).
Tak hanya dikenal karena gula arena atau soka anaunya, Talang Anau juga populer karena Talempong Batunya. Jika biasanya kita kenal alat musik tradisional talempong terbuat dari bahan logam kuningan berbentuk seperti gong, sementara talempong batu Talang Anau terbuat dari batu alam berbentuk memanjang tidak beraturan. Bunyi yang dihasilkan talempong batu ini tak kalah dari talempong berbahan kuningan. Menurut cerita turun menurun yang diterima masyarakat, Talempong ini ditemukan pertama kali oleh seorang ulama bernama Syeikh Syamsudin sekitar sekitar abad XII masehi. Batu itu ia temukan melalui mimpi bertemu dengan seseorang berjubah putih dan berjanggut panjang. Menariknya, batu ini diyakini memiliki magic, sehingga sebelum dimainkan biasanya diasapi dengan kemenyan agar menimbulkan bunyi yang bagus.
Nagari yang bertofografi berbukit ini memiliki luas sekitar 1.854 hektare dengan sebelah utara berbatasan Nagari Sungai Naniang, sebelah selatan dengan Nagari Pandam Gadang, arah barat dengan Nagari Koto Tinggi dan arah timur dengan Nagari Tanjung Bungo. Talang Anau terdiri dari tiga jorong yang antara lain Jorong Talang Anau, Simpang Padang dan Luak Begak dengan penduduk sebanyak 1.952 jiwa dengan 535 kepala keluarga (KK). Dari 535 KK tersebut, sebanyak 26% diantaranya berstatus KK miskin, 31% kategori sedang, hanya 5% yang tergolong kaya, berikutnya 14% kategori sejahtera dan 24% pra sejahtera. Tak hanya memiliki banyak kk miskin, tingkat pendidikan di nagari penghasil gula aren itu juga lebih didominasi tamatan Sekolah Dasar yang mencapai 48% dan tidak tamat SD sebanyak 28,7%. Sedangkan yang mengecap perguruan tinggi dan menjadi sarjana hanya 1,1%. Dari sisi usaha ekonomi, masyarakat Talang Anau mayoritas atau sekitar 85% bermata pencaharian petani, disusul pedagang sebanyak 1,5%, tukang 1,3% dan PNS 1,2% serta lainnya.