MENGUATKAN KERUKUNAN MELALUI TOLERANSI
MENGUATKAN KERUKUNAN MELALUI TOLERANSI
Pertemuan ke- 1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi artinya sifat toleran; batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Sifat toleran di sini maksudnya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut dengan kata tolerance yang berarti toleransi, kesabaran, dan kelapangan dada.
Sedangkan toleransi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah tasamuh. Kata tasamuh yang secara bahasa berarti lembut dan mudah.
Dari pengertian tersebut kata kunci dari toleransi adalah menghargai orang lain yang berbeda baik pendapat, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya dengan pendirian sendiri. Orang yang toleran adalah orang yang memiliki kesabaran, kelapangan dada, dan daya tahan.
Contoh-Contoh Sikap Toleransi
Untuk memantabkan pemahaman bahwa Islam mengajarkan tentang toleransi, silahkan kalian perhatikan contoh sikap toleransi yang dilakukan
Nabi Muhammad Saw. dan ulama’ di Indonesia. Secara umum, dalam contoh ini dibagi menjadi dua, yaitu toleransi internal (sesama umat Islam) dan eksternal (antarumat beragama) yang dijelaskan sebagai berikut.
a) Toleransi internal umat Islam
Contoh sikap toleransi dalam poin ini adalah yang dilakukan ulama Indonesia KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdullah Faqih Maskumambang. KH. Hasyim Asy’ari menggunakan bedug di masjid Pesantren Tebuireng. Hal ini bertentangan dengan pendapat KH. Abdullah Faqih Maskumambang Gresik yang tidak menggunakan bedug di masjid pondoknya, namun menggunakan kentongan. Saat Kiai Hasyim berkunjung ke Kiai Maskumambang, Kiai Faqih yang berbeda pendapat dengan Kiai Hasyim justru memerintahkan kepada pengurus mushalla dan masjid di sekitar Maskumambang untuk sementara mengganti kentongan yang ada dengan bedug. Begitu pula dengan sebaliknya saat kiai tersebut berkunjung ke Tebuireng.
b) Toleransi antarumat beragama
Adapun tuntunan agama tentang toleransi antarumat beragama dapat ditemukan Q.S. al-Mumtahanah ayat 8 berikut ini:
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8).
Dalam ayat tersebut, Allah Swt. menegaskan tidak melarang berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang berbeda agama yang tidak memerangi dan tidak mengusir dari tempat tinggal. Melalui ayat ini, Allah Swt. ingin menghilangkan keraguan umat muslim dalam kaitannya hubungan mereka dengan orang kafir yang tidak memerangi dalam hal agama dan mengusir umat muslim dari tempat tinggal mereka.
Dengan demikian, dalam hubungan sosial seorang muslim juga dapat menjalin hubungan baik dengan orang nonmuslim. Dalam ayat ini mengajarkan agar umat muslim dapat berbuat baik dan memberikan keadilan kepada mereka. Inilah tuntunan yang diajarkan al-Qur’an dalam kaitannya membangun toleransi, saling menghargai antarumat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Kemudian untuk contoh toleransi dengan agama lain, kalian bisa belajar dari Sunan Kudus. Himbauan Sunan Kudus untuk tidak menyembelih sapi
sebagai lauk di kedai-kedai makanan. Hal ini sebagai bentuk toleransi terhadap pemeluk agama lain. Himbauan tersebut sama sekali tidak mengorbankan keyakinan agama Islam, tetapi bentuk penghargaan sosial terhadap pemeluk agama lain.
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa toleransi dengan umat agama lain diperbolehkan selama berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan, sedangkan toleransi dalam hal akidah atau ibadah tidak boleh dilakukan. Hal ini didasarkan pada (Q.S. al-Kāfirūn/109: 1-6) “Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah; dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah; dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah; Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”