KERAJAAN TARUMANAGARA

Peta Konsep

Latar Belakang 

Asal Mula Kerajaan Tarumanegara

Tarumanegara menjadi kerajaan kedua di nusantara yang memiliki corak Hindu setelah kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanegara berada di dekat Sungai Citarum yang berlokasi di Jawa Barat, berdiri abad ke-4 m atau sekitar tahun 358 m.  Meski berdiri di tanah Indonesia, yang saat itu belum dikenal dengan nama negara, pendiri kerajaan ini bukan orang asli nusantara.

Maharesi Jayasingawarman atau juga dikenal dengan nama Rajadirajaguru Jayasingawarman merupakan seorang pendatang dari India. Sosoknya menjadi raja dari kerajaan ini setelah sebelumnya menjadi seorang pertapa, dan setelah kembali ke profesi sebelumnya takhta raja pun diberikan kepada anaknya, Raja Dharmayawarman.

Jayasingawarman berasal dari Salankayana, India yang kemudian pergi ke nusantara tepatnya di Kerajaan Salakanagara. Kehadirannya pun disambut Raja Dewawarman VIII, hingga kemudian dinikahkan dengan salah satu putri raja tersebut. Setelah itu Jayasingawarman membuka wilayah yang diperkirakan kerajaan Tarumanegara terletak di Bekasi.

Setelah itu Jayasingawarman mendirikan kerajaan yang dinamai Taruma sekitar 358 masehi dan seiring berjalannya waktu dikenal dengan Tarumanegara atau juga disebut Tarumanagara. Selama 24 tahun Jayasingawarman berkuasa meski belum bisa dikatakan bahwa kerajaan yang dipimpinnya memasuki era kejayaan.

Letak Geografis

Letak Geografis Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara terletak di Jawa Barat (tanah Sunda), di antara sungai Citarum dan Cisadane. Para ahli membuat perkiraan tersebut berdasarkan prasasti-prasasti peninggalan Tarumanegara yang ditemukan di sekitar sana. 

Saptika (2011, hlm. 5) mengungkapkan bahwa kerajaan Tarumanegara atau kerajaan Taruma adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke 4 hingga abad ke 7 masehi.

Dari namanya, Tarumanegara diambil dari kata taruna yang diperkirakan berkaitan dengan kata tarung yang artinya nila. Kata tarung digunakan sebagai nama sungai di Jawa Barat, yaitu sungai Citarum. Berdasarkan itu pula, kebanyakan para ahli memperkirakan pusat kerajaan Tarumanegara berada di dekat kota Bogor sekarang.

Sumber Kerajaan Tarumanegara (Prasasti)

Sumber Kerajaan Tarumanegara (Prasasti)

Sejarah Kerajaan Tarumanegara bersumber dari sejumlah prasasti yang berasal dari abad ke-5 Masehi. Prasasti tersebut diberi nama berdasarkan lokasi penemuannya, yaitu prasasti Ciaruteun, prasasti Pasir Koleangkak, prasasti Kebonkopi, prasasti Tugu, prasasti Pasir Awi, prasasti Muara Cianten, dan prasasti Cidanghiang. Prasasti menyebutkan nama raja yang berkuasa adalah Purnawarman. 

Sumber - Sumber Sejarahnya

Berita Asing

Sumber berita lain yang membuktikan berdirinya Kerajaan Tarumanagara berasal dari berita Cina, berupa catatan perjalanan Fa-Hien (penjelajah dari Cina) dalam bentuk buku dengan judul "Fa-Kuo-Chi" menyebutkan bahwa pada awal abad ke-5 M, di Ye-Po-Ti banyak orang Brahmana dan animisme.

Pada tahun 414 M Fa-Hien datang ke tanah Jawa untuk membuat catatan sejarah kerajaan To-lo-mo (Kerajaan Tarumanagara), dan singgah di Ye-Po-Ti selama 5 bulan. Selain itu, berita Dinasti Sui menuliskan bahwa pada tahun 528 dan 535, utusan To-lo-mo telah datang dari sebelah selatan. Berita Dinasti Tang menuliskan bahwa pada tahun 666 dan 669 utusan To-lo-mo telah datang. Dari berita tersebut dapat diketahui bahwa Kerajaan Tarumanagara berkembang antara tahun 400600 M, yang pada saat itu masa kepemimpinan Raja Purnawarman dengan wilayah kekuasaan hampir seluruh Jawa Barat

Naskah Wangsakerta

Naskah Wangsakerta menjadi polemik di kalangan sejarawan, sebab naskah-naskah ini diragukan keasliannya sehingga sulit untuk dijadikan patokan sejarah. Sebelumnya, pada tahun 1980-an polemik di majalah, surat kabar, kalangan arkeolog terjadi bahkan sampai diangkat ke percaturan nasional. Penulisan Naskah Wangsakerta diklaim berlangsung selama 21 tahun dibawah pimpinan Pangeran Wangsakerta menggunakan kertas daluang dan tinta hitam dan bertahan selama 100 tahun sehingga dapat dikatakan bahwa naskah yang ada di Museum Sri Baduga merupakan naskah salinan.

Isi dari naskah ini mendeskripsikan mengenai sejarah pulau-pulau di Nusantara. Bahkan uraian sejarah tertulis lengkap dan terperinci mulai dari kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara hingga daftar raja-raja yang memerintah lengkap beserta angka tahun pemerintahannya tertulis secara rinci. Naskah Wangsakerta terdiri atas 5 karangan dengan judul Carita Parahyangan, Nagarakrebhumi, Pustaka Dwipantaraparwa, Pustaka Pararatwan, Pustaka i Bhumi Jawadwipa dan Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara. Polemik muncul sebab naskah-naskah ini mirip tulisan buku sejarah modern dan begitu lengkap.

Macam - Macam Prasastinya

https://th.bing.com/th/id/R.84e7b6d683f930bc928d56284ed2a2ed?rik=Q0Y%2fk6tbxSMgcQ&riu=http%3a%2f%2fwww.donisetyawan.com%2fwp-content%2fuploads%2f2016%2f05%2fprasasti-kebon-kopi.jpg&ehk=ADRddA8OBrpdQyasUMlGa0CEMy%2fHtWdM1XJ0RgzREHc%3d&risl=&pid=ImgRaw&r=0

Prasasti Kebon Kopi (Prasasti Tapak Gajah)

Lokasi prasasti ini di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Prasasti ini ditemukan pada awal abad XIX oleh N.W. Hoepermans, tertulis pada bongkahan andesit rata dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dinamakan prasasti Tapak Gajah karena diapit oleh sepasang gambar kaki telapak gajah. Pahatan pada prasasti ini tidak terlalu dalam sehingga seiring dengan bertambahnya waktu

https://th.bing.com/th/id/OIP.8ZGkAhWDBq7ajcZtS9SAXgAAAA?pid=ImgDet&rs=1

Prasasti Tugu

Lokasi saat ini Prasasti Tugu di Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara. Prasasti ini keluar pada masa pemerintahan Punawarman ditemukan pada abad ke-X Masehi tertulis dalam bahasa Sanskerta, aksara Pallawa dalam bentuk sloka dengan metrum anustubh. Dari sekian prasasti yang ditemukan saat pemerintahan raja Purnawarman, prasasti Tugu adalah yang terlengkap walaupun tidak menuliskan angka tahun.

Prasasti Tugu menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

https://3.bp.blogspot.com/-M78g6nN-Q8w/WLAMzh6rkgI/AAAAAAAACbI/0R3sQXkqpr4aJJs717c_MglAVDGWQkBLwCLcB/s1600/prasasti%2Bcidanghiyang.jpg

Prasasti Cidanghiang (Prasasti Munjul)

Lokasi prasasti ini di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kapubaten Pandeglang. Lokasinya masih insitu, ditemukan di tepi Ci Danghiang. Pada prasasti ini tertulis dalam bahasa Sanskerta, dengan aksara Pallawa dan metrum anustubh, tampak keausan dan permukaan yang ditutupi lumut pada permukaan prasasti ini namun tulisan masih dapat dibaca. Isi dari prasasti ini merupakan pujian dan pengagungan terhadap raja Purnawarman. Prasasti ini pertama kali ditemukan pada tahun 1947 oleh Toebagus Roesjan dan diteliti pada tahun 1947.

https://th.bing.com/th/id/OIP.PG8WqwtR-tGnm4wj5vNFpQAAAA?pid=ImgDet&rs=1

Prasasti Ciaruteun

Lokasi Prasasti Ciaruteun di Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor ditemukan di aliran Ci Aruteun, Bogor pada tahun 1863, prasasti ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Prasasti Ciaruteun A yang tertulis dengan bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa terdiri atas 4 baris puisi India (irama anustubh), dan Prasasti Ciaruteun B berisikan goresan telapak kaki dan motif laba-laba yang belum diketahui maknanya, menurut juru kunci Prasasti Ciaruteun, simbol yang terdapat pada prasasti tersebut menandakan Raja Purnawarman yang gagah perkasa dan berkuasa. Prasasti ini memiliki ukuran 2 meter dengan tinggi 1,5 meter, berbobot 8 ton.

https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/04/30/75027-prasasti-muara-cianten-peninggalan-kerajaan-tarumanegara.jpg

Prasasti Muara Cianten

Lokasi Prasasti Muara Cianten di Kampung Muara, Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1864 oleh N.W. Hoepermans dan beberapa tokoh lainnya, ukuran Prasasti Muara Cianten sekitar 2,7 x 1,4 x 1,4 meter dengan jenis batu andesit, hingga saat ini isi prasasti ini belum dapat dibawa sebab menggunakan huruf sangkha atau ikal seperti huruf pada Prasasti Pasir Awi dan Ciaruteun B.

https://3.bp.blogspot.com/-uu03K41vTpc/W7S8Fv6BRwI/AAAAAAAAEQM/dMZrvyQD6Mszv0fCPVT5zCV0L_fOf5aOQCLcBGAs/s1600/Prasasti%2BJambu.jpg

Prasasti Jambu (Pasir Koleangkak)

Prasasti Jambu terletak di sebuah bukit (pasir) Koleangkak, desa Parakan Muncang, Nanggung, Bogor. Inskripsi prasasti ditulis dalam dua baris tulisan dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta.

Isi dari Prasasti Jambu adalah “Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan yang baju zirahnya yang terkenal tiada daoat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuh-musuhnya

https://images.saymedia-content.com/.image/t_share/MTc2Mjk2NTEyMDUyMTQzMjc3/tarumanegara-kingdom.jpg

Prasasti Pasir Awi

Inskripsi Prasasti Pasir Awi terdapat di sebuah bukit yang bernama Pasir Awi di kawasan perbukitan desa Sukamakmur, Jonggol, Bogor. Inskripsinya tidak dapat dibaca karena inskripsi tersebut lebih berupa gambar (piktograf) daripada tulisan. Di bagian atas inskripsi terdapat sepasang telapak kaki.

Masa kejayaan

Masa Kejayaan Kerajaan Tarumanegara

Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya pada 395-434 masehi ketika dibawah pimpinan Purnawarman. Pada masa kepemrintahan Purnawarman, kekuasaan Tarumanegara diperluas dengan menaklukan berbagai kerajaan-kerajaan yang berada di sekitarnya.

Luas Kekuasaan Tarumanegara hampir sama dengan luas daerah Jawa Barat sekarang. Selain itu Purnawarman juga menyusun undang-undang kerajaan, peraturan angkatan perang, strategi dan siasat perang serta pustaka-pustaka lainnya.

Purnawarman juga dikenal sebagai raja yang memperhatikan rakyatnya. Lagi-lagi salah satu kebijakannya yang paling berpengaruh besar adalah pemindahan ibu kota ke daerah tepi pantai (lokasi yang lebih strategis) dan penggalian sungai untuk irigasi, akses maritim dan penghalau banjir.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Tarumanagara

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Tarumanegara

Kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Tarumanegara mengandalkan pertanian dan perdagangan. Hal ini dibuktikan dari isi Prasasti Tugu mengenai penggalian sungai Candrabaga dan Gomati. Penggalian kedua sungai ini merupakan bukti bahwasanya selain untuk menghindari banjir, tujuannya juga digunakan untuk kegiatan irigasi-irigasi pertanian. Maka dapat kita analisis bahwa kehidupan ekonomi kerajaan Tarumanegara mengandalkan pertanian.


Gambaran bagaimana kehidupan ekonomi di kerajaan Tarumanegara dapat diketahui juga dari catatan Fa-Hien (pedagang Tiongkok). Dalam catatannya disebutkan bahwa masyarakat di kerajaan Tarumanegara memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, pemburu binatang dan pedagang. Beberapa komoditas perdagangan di kerajaan ini seperti perak, kulit penyu, dan cula badak.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Tarumanagara

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Tarumanegara

Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Masuknya pengaruh India di dalam kehidupan masyarakat kerajaan Tarumanegara tentu merubah kehidupan sosial yang kemudian mengenal kebudayaan Hindu. Beberapa contoh pengaruhnya seperti mengenal bahasa, sastra, sistem dewa dewi, upacara keagamaan dan mitologi.


Bukti kehidupan sosial kerajaan Tarumanegara telah terpengaruh oleh kebudayaan India yaitu dapat dilihat pada Prasasti Kebon Kopi yang memuat dua kaki Gajah Airwata (dalam mitologi Hindu, gajah ini merupakan tunggangan Batara Indra).

Kehidupan Politik Kerajaan Tarumanagara

Kehidupan Politik Kerajaan Tarumanegara

Sebelum kita bahas kehidupan politik kerajaan Tarumanegara, sedikit pendahuluan mengenai asal usul penamaan kerajaan ini. Tarumanegara berasal dari dua kata, yaitu "Tarum" dan Nagara. Tarum merupakan nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni Citarum. Sementara "Negara" berarti sebuah kerajaan. Keberadaan kerajaan Tarumanegara dibuktikan dari penemuan kompleks percandian Batujaya dan Cibuaya di muara Sungai Citarum.


Salah satu sumber sejarah yang mengungkap bagaimana kehidupan politik di kerajaan Tarumanegara adalah Naskah Wangsakerta. Di dalam naskah ini memuat nama raja-raja Tarumanegara yang jumlahnya dari berdiri hingga runtuh mencapai 12 raja. Memang belum ada bukti yang menyebutkan siapa pendiri kerajaan Tarumanegara, namun pada naskah Wangsakerta disebutkan bahwa raja pertama Tarumanegara bernama Jayasingawarman, namun banyak para pakar meragukan isi naskah tersebut.


Menurut naskah Wangsakerta, kerajaan Tarumanegara didirikan pada tahun 258 masehi oleh Jayasingawarman. Raja pertama ini kemudian digantikan oleh puteranya bernama Dharmayawarman. Ia memerintah dari tahun 382 hingga 395 masehi. Makam Jayasingawarman dipusarkan di tepi kali Gomati, sementara Dharmayawarman di tepi kali Candrabaga.


Raja ke 3 sekaligus raja terkenal kerajaan Tarumanegara bernama Purnawarman. Berdasarkan isi prasasti Tugu, pada masa pemerintahan raja Purnawarman sering terjadi bencana alam berupa banjir. Maka dari itu belau memerintahkan untuk menggali Sungai Candrabaga dan Gomati sepanjang 12 km (6112 tombak). 


Penggalian kedua sungai ini dilakukan setelah 22 tahun masa pemerintahan Purnawarman. Selain menghindari banjir, tujuan penggalian 2 sungai yaitu untuk mengatasi kekeringan saat musim kemarau

Masa Keruntuhan 

Masa Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara

Masa keruntuhan kerajaan Tarumanegara dialami setelah kerajaan ini dipimpin oleh raja generasi ke 13, Raja Tarusbawa namanya. Keruntuhan kerajaan Hindu pertama  di Pulau Jawa ini dilatarbelakangi oleh kekosongan kepemimpinan karena Raja Tarusbawa lebih menginginkan untuk memimpin kerajaan kecilnya di hilir sungai Gomati. Selain itu, gempuran beberapa kerajaan lain di nusantara pada masa itu, terutama kerajaan Majapahit juga memegang andil penting dalam keruntuhan Kerajaan Tarumanegara itu.

Daftar Pustaka

Galery

Tentang Kami