Pada kegiatan ini, saya melakukan sebuah refleksi diri sejauh mana saya mengenal dan memahami Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD). Sejauh ini Anda sudah sering mendengar kata kata seperti budi pekerti, ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani yang menjadi jiwa dari pendidikan nasional. Oleh sebab itu, pada tahap awal ini, saya berdialog dengan diri sendiri untuk menemukan pemikiran mendasar Ki Hadjar Dewantara dan relevansinya dengan peran Anda sebagai pendidik.
1. Reflektif Kritis
Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran tersampaikan dalam Trilogi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yaitu:
1) Ing Ngarso Sung Tuladha, yang memiliki arti Di depan guru harus memberikan teladan seluruh aspek kehidupannya. Hal ini, mencerminkan bahwa menjadi seorang guru harus bisa memberikan sebuah keteladanan dan menjadi teladan.
2) Ing Madya Mangun Karsa, Seorang guru harus bisa membangun semangat, motivasi, dan gairah hidup untuk menuju masa depan yang lebih baik. Hal ini menjelaskan bahwa menjadi seorang guru harus mampu memberikan dorongan serta motivasi bagi peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan dan potensi dirinya.
3) Tut Wuri Handayani, seorang harus dapat mengikuti dengan baik terhadap para siswanya yang telah menunjukkan sikap perilaku yang benar/ baik.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia tidak memakai syarat paksaan. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur yang memperhatikan nilai nilai moral, sopan dalam tutur kata dan tindakan. Dalam praksis penyemaian nilai-nilai itu, guru sebagai seorang pendidik menempatkan peserta didik sebagai subyek, bukan obyek pendidikan. Dalam hal ini, pembelajaran yang diharapkan berpusat dan berpihak pada siswa.
2. Pemikiran KHD masih relevan dengan konteks Pendidikan Indonesia, ditinjau dari:
1. Penerapan Kurikulum Merdeka:
Di Sekolah saya menerapkan Kurikulum Merdeka yang mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal.
2. Penguatan Pendidikan Karakter:
Di Sekolah saya juga fokus pada penguatan pendidikan karakter, seperti disiplin, nilai-nilai Pancasila, gotong royong, dan toleransi. Pemikiran KHD masih relevan dengan kondisi Pendidikan Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan suasana masyarakat yang berbeda. Di sekolah tempat saya mengajar, memiliki kondisi yang beragam baik suku maupun agama. Dalam hal ini, tolerasi dilingkungan sekolah merupakan Pendidikan yang sudah menjadi pembiasaan karakter baik dan sejalan dengan pemikiran KHD tentang pendidikan yang lebih luas dan tidak hanya fokus pada pengembangan intelektualitas, tetapi juga pengembangan karakter, moral, dan spiritualitas. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini yang membutuhkan generasi muda yang berkarakter dan bermoral.
3. Penggunaan Bahasa Daerah
Penggunaan bahasa daerah terkadang juga dipakai sebagai selingan atau pengantar merupakan salah satu metode yang efektif dan menarik untuk membantu siswa dalam memahami instruksi, pembelajaran dan meningkatkan motivasi belajar siswa.
Saya merasa sudah melaksanakan pemikiran KHD dan memiliki kemerdekaan dalam menjalankan aktivitas sebagai guru dan akan terus berusaha menjadikan pemikiran KHD sebagai acuan dalam menjalankan aktivitas sebagai guru yaitu ing ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani bagi siswa-siswi saya.
2. Harapan dan Ekspektasi
Harapan setelah saya mempelajari modul ini, saya dapat mengimplementasikan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengajaran dan pembelajaran.
Yang saya ingin lihat pada murid-murid saya setelah saya mempelajari modul ini dan menerapkan pemikiran KHD siswa saya lebih aktif, kreatif, bersemangat dalam belajar dan mengambangkan potensinya. Dan tidak kalah pentingnya, memiliki karakter/ budi pekerti yang baik.
Kegiatan yang saya harapkan adalah kolaborasi dan sharing ilmu yang ke depannya memberi pengalaman dan pembelajaran berharga bagi saya. Untuk materi yang saya harapkan dalam modul ini adalah materi-materi yang sistematis dan mudah dipahami untuk membuat pembelajaran lebih bermakna. dan manfaat yang saya harapkan setelah mempelajari modul ini adalah dapat memahami pemikiran-pemikiran KHD dan dapat menerapkannya dalam pembelajaran secara nyata.
Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak
Pada kegiatan ini, saya diminta mengidentifikasi nilai-nilai diri sendiri, yang selama ini melekat dalam pribadi dan menjelaskan peran diri sebagai seorang Guru di dalam lingkungan sekolah. Kegiatan 1 adalah membuat Trapesium usia, kemudian menuliskan Refleksi dan Nilai dan peran guru penggerak.
Dalam Pembelajaran 1 ini saya menggali pemahaman visi pribadi mengenai murid dan sekolah yang menumbuhkembangkan Profil Pelajar. Penggambaran visi yang jelas tentang keadaan di masa depan dapat membantu saya untuk merencanakan dan menyelaraskan upaya-upaya mewujudkannya.
Dalam Pembelajaran 1.4 ini saya diharapkan mampu mengaktifkan pengetahuan awal apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan budaya positif di sekolah. Selain itu juga harus mampu melihat bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Sebagai pendidik seperti hal nya sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur dan akan memastikan bahwa tanah tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,
“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)
Dari uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.
Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif.
Untuk itulah menciptakan lingkungan positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu proses perjalanan pendidikan yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar, membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran. Perlu diingat, selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi. Dan salah satu tanggung jawab kita sebagai pendidik adalah menghilangkan atau ‘mencabut’ gangguan-gangguan yang menghalangi proses pengembangan potensi murid.
Untuk menciptakan lingkungan positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu proses perjalanan pendidikan yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan murid kesempatan. Dilingkungan sekolah tempat saya mengajar, interaksi antara warga sekolah menerapkan budaya 5S yaitu senyum salam sapa sopan satun ketika saling bertemu. Suasana atau budaya yang berkembang di sekolah kami saat ini, secara tidak langsung menjadi cermin dari tujuan mulia atau nilai-nilai yang sekolah yakini selama ini