Kelas 6 SDN 2 Pasirmunjul ( https://s.id/uptdsdn2pasirmunjul ) ini dipenuhi oleh siswa-siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa dan rasa ingin tahu yang besar. Mereka tidak hanya cerdas dalam memahami pelajaran, tetapi juga cepat tanggap dalam menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru selalu dijawab dengan penuh keyakinan dan seringkali diiringi dengan penjelasan yang mendalam, seolah-olah mereka sudah mempelajarinya jauh sebelum materi tersebut diajarkan.
Selain itu, suasana kelas menjadi sangat dinamis berkat kemampuan berpikir kritis para siswa. Mereka sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, tidak hanya untuk memperjelas materi pelajaran, tetapi juga untuk menggali lebih dalam tentang topik-topik yang mereka minati. Mereka dengan mudah menyambungkan konsep-konsep yang diajarkan dengan ide-ide kreatif yang mereka miliki, menciptakan solusi inovatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Guru-guru pun tak jarang merasa terkesan dengan dedikasi dan semangat belajar yang tinggi dari siswa-siswa kelas 6 ini. Mereka bekerja sama dalam kelompok dengan sangat baik, saling berbagi pengetahuan, serta mengajarkan satu sama lain untuk terus berkembang. Keberagaman ide dan cara berpikir yang dimiliki tiap siswa membuat kelas ini terasa penuh dengan energi positif dan penuh tantangan, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan membangkitkan semangat untuk terus berprestasi. 11/08/2025.
Tugas Kelompok "bimbingan konseling" setelah diskusi.
Pada sesi tanya jawab tentang materi bimbingan dan konseling di sekolah dasar, kegiatan diskusi dimulai dengan pemaparan singkat mengenai peran penting bimbingan dan konseling dalam mendukung perkembangan siswa. Materi yang dibahas meliputi teknik-teknik dasar yang digunakan oleh guru bimbingan dan konseling (BK), serta pentingnya pendekatan yang sensitif terhadap kebutuhan emosional dan sosial siswa. Para peserta, yang terdiri dari guru dan staf pendidikan, kemudian diajak untuk berbagi pandangan dan pengalaman mengenai tantangan yang sering dihadapi dalam implementasi program bimbingan dan konseling di sekolah dasar.
Dalam diskusi ini, banyak pertanyaan yang muncul terkait bagaimana cara mengenali masalah yang dialami siswa di luar aspek akademik, seperti kesulitan dalam pergaulan atau masalah keluarga. Beberapa peserta juga menanyakan tentang strategi yang efektif untuk membangun hubungan kepercayaan antara siswa dengan guru BK, agar mereka merasa nyaman untuk berbicara tentang permasalahan pribadi. Diskusi ini memperkaya wawasan peserta tentang pentingnya komunikasi yang baik dan pengertian dalam menjalankan program bimbingan di sekolah dasar.
Di akhir sesi tanya jawab, beberapa solusi dan rekomendasi pun disampaikan. Salah satunya adalah pentingnya melibatkan orang tua dalam proses bimbingan dan konseling, serta membangun kerjasama antara sekolah dan pihak luar yang dapat membantu menangani masalah lebih lanjut. Sesi diskusi ini tidak hanya memberikan pemahaman lebih dalam mengenai teori bimbingan dan konseling, tetapi juga memberi kesempatan bagi para peserta untuk menemukan solusi nyata yang dapat diterapkan dalam lingkungan sekolah dasar. ( Senin, 11 Agustus 2025 ).
Karakteristik peserta didik
Hasil diskusi kelompok 3 menyimpulkan bahwa peserta didik sekolah dasar memiliki ciri khas perkembangan yang sangat penting untuk dipahami oleh pendidik. Secara fisik dan motorik, anak-anak usia SD sedang berada pada tahap aktif dan energik. Mereka senang bergerak, bermain, dan mencoba hal-hal baru. Oleh karena itu, pembelajaran sebaiknya disertai aktivitas fisik atau permainan edukatif yang melibatkan gerakan agar mereka tidak cepat bosan dan dapat lebih fokus.
Dari sisi kognitif, peserta didik SD berada pada tahap operasional konkret, di mana mereka mulai mampu berpikir logis tetapi masih terbatas pada hal-hal yang nyata dan langsung terlihat. Dalam diskusi, kelompok kami menekankan pentingnya guru menggunakan media pembelajaran yang konkret, seperti gambar, benda nyata, dan demonstrasi langsung. Selain itu, secara sosial dan emosional, anak-anak mulai membentuk hubungan sosial, belajar bekerja sama, tetapi juga masih mudah tersinggung atau merasa kecewa jika tidak dihargai. Guru perlu memberikan dukungan emosional dan membangun suasana kelas yang positif.
Kelompok kami juga membahas perkembangan moral dan religius anak usia SD. Mereka mulai mengenal aturan, norma, serta nilai-nilai agama yang sederhana. Pembentukan karakter sangat penting di tahap ini karena anak cenderung meniru perilaku orang dewasa di sekitarnya. Oleh karena itu, guru harus menjadi teladan dalam bersikap dan bertutur kata. Kesimpulannya, pemahaman terhadap karakteristik peserta didik sangat penting agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan perkembangan mereka. ( Rabu, 13 Agustus 2025 )
Keterampilan komunikasi efektif
Keterampilan komunikasi efektif merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk mendukung proses pembelajaran yang optimal. Guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi, tetapi juga membangun hubungan yang positif dengan siswa, orang tua, dan rekan kerja. Untuk itu, guru perlu memiliki kemampuan menyampaikan informasi dengan jelas, terstruktur, dan sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Selain itu, penggunaan bahasa tubuh yang mendukung, intonasi suara yang tepat, serta pemilihan kata yang mudah dipahami akan sangat membantu siswa dalam menangkap pesan pembelajaran secara utuh.
Kemampuan mendengarkan secara aktif juga menjadi aspek penting dalam komunikasi guru. Dengan mendengarkan secara empatik dan tanpa menghakimi, guru dapat memahami kebutuhan, pendapat, dan perasaan siswa dengan lebih baik. Hal ini tidak hanya mempererat hubungan antara guru dan siswa, tetapi juga membantu menciptakan suasana kelas yang inklusif dan saling menghargai. Guru juga perlu mampu memberikan umpan balik yang membangun, yaitu kritik yang disampaikan secara positif dan memotivasi siswa untuk terus berkembang tanpa merasa tertekan atau takut gagal.
Selain itu, guru juga harus mampu menyesuaikan gaya komunikasi dengan latar belakang, karakteristik, dan kebutuhan individu siswa. Tidak semua siswa merespons dengan cara yang sama, sehingga fleksibilitas dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Kemampuan mengelola komunikasi dalam situasi sulit, seperti ketika terjadi konflik atau miskomunikasi, juga diperlukan agar guru tetap dapat bersikap profesional dan solutif. Dengan menguasai berbagai aspek komunikasi ini, guru tidak hanya menjadi pengajar yang efektif, tetapi juga pembimbing yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung perkembangan siswa secara menyeluruh. (14 Agustus 2025 )
Keterampilan komunikasi efektif
Dalam menghadapi murid yang bermasalah di sekolah, guru harus memiliki kemampuan komunikasi yang empatik dan terbuka. Kepada murid, guru perlu menciptakan suasana dialog yang aman dan tidak menghakimi agar siswa merasa nyaman untuk berbicara jujur tentang perilakunya. Guru harus mendengarkan secara aktif, menunjukkan bahwa ia peduli, serta mampu memahami latar belakang masalah dari sudut pandang siswa. Melalui pendekatan ini, guru dapat membantu siswa merefleksikan tindakan mereka dan mendorong perubahan sikap tanpa tekanan atau rasa takut.
Ketika berkomunikasi dengan orang tua, guru harus bersikap profesional, objektif, dan menyampaikan permasalahan secara jelas tanpa menyudutkan anak. Guru perlu menyampaikan fakta dengan bahasa yang sopan, menyertakan contoh konkret, dan menjelaskan dampaknya terhadap lingkungan sekolah. Di saat yang sama, penting bagi guru untuk menunjukkan niat bekerja sama dalam mencari solusi, bukan sekadar melaporkan kesalahan anak. Komunikasi yang membangun dengan orang tua akan menciptakan hubungan kemitraan dalam mendukung perbaikan perilaku siswa.
Selain itu, guru perlu memiliki kemampuan mengelola emosi dan menjaga netralitas saat berhadapan dengan reaksi emosional baik dari siswa maupun orang tua. Tidak jarang, situasi menjadi sensitif dan penuh tekanan, sehingga guru harus tetap tenang, sabar, dan fokus pada penyelesaian masalah. Keterampilan komunikasi yang mengedepankan empati, kejelasan, dan kolaborasi akan membantu menciptakan solusi yang positif, serta memperkuat kepercayaan antara pihak sekolah, siswa, dan keluarga. Dengan demikian, masalah siswa dapat diselesaikan dengan cara yang mendidik dan membangun karakter. (14 Agustus 2025 )
Gaya Belajar ( Visual, Auditori, dan Kinestetik ) melalui akupintar.id
Gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik merupakan tiga tipe gaya belajar yang umum digunakan untuk memahami bagaimana seseorang menyerap dan mengolah informasi. Gaya belajar visual lebih mengandalkan indera penglihatan. Individu dengan gaya belajar ini cenderung lebih mudah memahami informasi yang disajikan dalam bentuk gambar, diagram, grafik, warna, dan video. Mereka biasanya suka mencatat dengan rapi, menggunakan warna-warni penanda, dan lebih mudah mengingat informasi yang dilihat dibandingkan yang didengar.
Sementara itu, gaya belajar auditori lebih mengandalkan pendengaran. Seseorang dengan tipe ini akan lebih cepat memahami pelajaran melalui penjelasan lisan, diskusi, atau rekaman suara. Mereka senang mendengarkan penjelasan guru, belajar sambil berbicara keras, atau berdiskusi dengan teman. Berbeda lagi dengan gaya belajar kinestetik, yang melibatkan gerakan tubuh dan pengalaman langsung. Pelajar kinestetik lebih mudah memahami pelajaran jika terlibat langsung dalam praktik atau simulasi. Mereka lebih suka belajar dengan menyentuh, bergerak, dan mencoba sendiri dibandingkan hanya membaca atau mendengarkan.
Contoh kasus dan solusinya: Seorang siswa bernama Budi mengalami kesulitan memahami pelajaran matematika karena guru hanya menjelaskan secara verbal dan menulis di papan tulis. Setelah dianalisis, Budi ternyata memiliki gaya belajar kinestetik. Solusinya, guru dapat memberikan alat peraga seperti balok angka atau aktivitas menghitung menggunakan benda nyata agar Budi bisa terlibat langsung. Sementara itu, siswa seperti Dina yang bergaya belajar auditori bisa dibantu dengan memberikan rekaman materi atau mengizinkan belajar kelompok. Untuk siswa visual seperti Andi, solusi terbaik adalah menyediakan materi dalam bentuk mind map, diagram, dan video animasi agar lebih mudah dipahami. Dengan memahami gaya belajar masing-masing siswa, proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan. ( 15 Agustus 2025 )
Asesmen awal (diagnostik) adalah proses mengidentifikasi kondisi dan kebutuhan belajar siswa di awal pembelajaran. Tujuannya bukan untuk menilai atau memberi nilai, melainkan untuk memahami:
Pengetahuan awal: Apa yang sudah diketahui siswa tentang suatu topik.
Keterampilan awal: Kemampuan apa yang sudah dimiliki siswa.
Gaya belajar: Bagaimana siswa paling efektif menyerap informasi (visual, auditori, atau kinestetik).
Kesiapan emosional dan sosial: Bagaimana kondisi psikologis siswa saat itu.
Hasil dari asesmen ini menjadi landasan bagi guru untuk merancang pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa, sehingga proses belajar menjadi lebih efektif dan bermakna.
Mari kita simulasikan proses ini dengan contoh sederhana untuk asesmen gaya belajar.
1. Pengumpulan Data
Tujuan: Mengetahui gaya belajar siswa kelas 4 untuk topik "Siklus Air".
Instrumen Asesmen: Kuesioner sederhana dengan 5-10 pertanyaan.
Contoh Pertanyaan:
"Ketika belajar, saya paling mudah mengingat jika..."
(V) ...ada gambar, video, atau poster.
(A) ...ada penjelasan dari guru atau teman.
(K) ...saya melakukan praktik langsung.
"Saya lebih suka membaca buku cerita yang..."
(V) ...memiliki banyak ilustrasi.
(A) ...memiliki banyak dialog.
(K) ...mengajak saya melakukan sesuatu (misalnya, membuat kerajinan).
Proses:
Bagikan kuesioner kepada siswa.
Minta mereka memilih salah satu opsi (V, A, atau K) yang paling sesuai.
Kumpulkan hasil kuesioner.
2. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, saatnya mengolahnya. Anda bisa menggunakan tabel sederhana seperti ini:
Nama Siswa : EKO ARDIANTO
Gaya Belajar Dominan : TERLIHAT VISUAL KINESTETIK
Visual (V)
Auditori (A)
Kinestetik (K)
Langkah-langkah Pengolahan:
a. Hitung pilihan siswa: Hitung berapa kali setiap siswa memilih V, A, dan K.
b. Tentukan gaya belajar dominan: Gaya belajar dengan jumlah pilihan terbanyak adalah gaya belajar dominan siswa tersebut.
c. Visualisasikan data: Buat diagram batang atau lingkaran untuk melihat komposisi gaya belajar di kelas secara keseluruhan. Misalnya, 60% visual, 25% auditori, dan 15% kinestetik.
3. Pemanfaatan Data
Data yang sudah diolah sangat berguna untuk:
Perencanaan Materi: Karena mayoritas siswa visual, Anda bisa memulai pelajaran dengan menampilkan video, infografis, atau mind map tentang siklus air.
Strategi Pembelajaran:
Untuk siswa visual, siapkan poster atau gambar siklus air.
Untuk siswa auditori, adakan sesi diskusi kelompok tentang setiap tahapan siklus air.
Untuk siswa kinestetik, ajak mereka membuat maket sederhana siklus air atau melakukan percobaan penguapan air.
Dengan asesmen awal, Guru dapat memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berhasil dalam pembelajaran. ( 19 Agustus 2025 )
1) Pengertian Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)
Pembelajaran mendalam adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan dirancang untuk mendorong siswa:
Memahami konsep secara mendalam (bukan sekadar menghafal)
Mampu mengaitkan pengetahuan dengan konteks nyata
Menumbuhkan keterampilan berpikir kritis, reflektif, dan kreatif
Menerapkan nilai-nilai dan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah nyata
Tujuan utamanya adalah agar pembelajaran tidak hanya berhenti pada aspek kognitif (pengetahuan), tetapi juga mengembangkan sikap, nilai, dan keterampilan hidup secara menyeluruh.
2) 8 Dimensi Profil Pelajar Pancasila
Profil Pelajar Pancasila adalah gambaran ideal lulusan pendidikan Indonesia. Terdiri dari 6 dimensi utama, namun sering kali dikembangkan menjadi 8 sub-dimensi untuk memperdalam makna. Berikut rinciannya:
Enam Dimensi Utama:
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
2. Berkebinekaan global
3. Bergotong royong
4. Mandiri
5. Bernalar kritis
6. Kreatif
Pengembangan menjadi 8 Sub-dimensi (Penajaman):
1. Spiritualitas & Etika (iman dan akhlak)
2. Nilai-nilai kebinekaan
3. Kolaborasi dan kepedulian
4. Kemandirian dalam belajar dan bertindak
5. Keterampilan berpikir kritis dan analitis
6. Kreativitas dan inovasi
7. Komunikasi efektif
8. Tanggung jawab sosial dan lingkungan
Dimensi ini menjadi kompas arah pembelajaran mendalam dan pengembangan karakter peserta didik.
3) Tiga Prinsip Pembelajaran Mendalam
Pembelajaran mendalam dibangun atas tiga prinsip utama:
1. Berpusat pada Peserta Didik
Menyesuaikan pembelajaran dengan minat, kebutuhan, dan gaya belajar siswa. Serta mendorong peran aktif siswa dalam proses belajar.
2. Kontekstual dan Relevan
Mengaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata siswa. Serta memungkinkan siswa memahami makna dan tujuan dari apa yang dipelajari.
3. Berorientasi pada Pengembangan Kompetensi dan Karakter
Tidak hanya fokus pada penguasaan konten, tetapi juga pada pengembangan sikap dan keterampilan abad 21 (kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, kreativitas).
4) Tiga Jenis Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam
Dalam proses pembelajaran mendalam, siswa diajak untuk mengalami 3 jenis pengalaman belajar utama :
1. Eksplorasi
Siswa menggali pengetahuan, mengajukan pertanyaan, mencari informasi dari berbagai sumber.Serta terjadi proses curiosity dan investigasi.
2. Elaborasi
Siswa mengolah informasi, menganalisis, mengaitkan ide, dan menyusun gagasan. Serta terjadi proses pemahaman mendalam dan berpikir kritis.
3. Demonstrasi
Siswa menunjukkan hasil belajarnya dalam bentuk produk, presentasi, atau aksi nyata. Serta memberikan ruang untuk kreativitas dan penerapan.
5) Empat Kerangka Pembelajaran Mendalam
Kerangka pembelajaran mendalam memberi struktur bagi guru dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran yang bermakna. Terdiri dari:
1. Keterkaitan Konsep
Siswa belajar mengaitkan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran atau topik. Serta mendorong pemahaman lintas disiplin (interdisipliner).
2. Transfer Pengetahuan
Siswa dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari di sekolah untuk menyelesaikan masalah dalam konteks kehidupan nyata.
3. Refleksi Kritis
Siswa diajak merenungkan proses dan hasil belajarnya, mengevaluasi pemahaman, serta menilai sikap atau nilai yang terlibat.
4. Aksi Nyata (Tindakan Bermakna)
Siswa didorong untuk membuat kontribusi nyata terhadap lingkungan, masyarakat, atau dirinya sendiri berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan.
Kesimpulannya yaitu
Pembelajaran mendalam adalah pendekatan yang holistik, kontekstual, dan transformatif, bertujuan untuk:
* Mengembangkan pemahaman yang bermakna
* Menumbuhkan nilai dan karakter
* Membangun keterampilan hidup abad ke-21
* Mengarahkan siswa untuk menjadi pelajar sepanjang hayat yang mandiri, reflektif, dan kontributif
Semua komponen (dimensi profil, prinsip, pengalaman belajar, dan kerangka pembelajaran) saling mendukung dalam menciptakan pembelajaran yang "berorientasi masa depan", sesuai dengan visi Kurikulum Merdeka.
(22 Agustus 2025
Bagaimana memahami, mencegah, dan menangani kekerasan di lingkungan satuan pendidikan (sekolah, madrasah, atau lembaga pendidikan lainnya):
1) Memahami Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan
Kekerasan di lingkungan pendidikan dapat berbentuk:
Fisik misalnya Memukul, menendang, mendorong.
Psikis misalnya Menghina, mengintimidasi, mengancam.
Seksual misalnya Pelecehan, tindakan tidak senonoh.
Perundungan (bullying) misalnya Penindasan terus-menerus, baik langsung maupun melalui media digital (cyberbullying).
Diskriminasi misalnya Perlakuan tidak adil berdasarkan gender, agama, suku, atau kondisi fisik/mental.
Pihak yang Bisa Terlibat :
Pelaku : Guru, siswa, tenaga kependidikan, atau pihak luar.
Korban : Siswa, guru, atau siapa pun di lingkungan pendidikan.
2) Mencegah Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
a. Membangun Budaya Positif Sekolah
Menumbuhkan nilai toleransi, empati, dan saling menghargai. Menetapkan kode etik dan tata tertib yang jelas, adil, dan ditegakkan dengan konsisten.
b. Pendidikan Karakter dan Keterampilan Sosial
Integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum. Pelatihan keterampilan resolusi konflik tanpa kekerasan.
c. Pelibatan Semua Pihak
Guru dan tenaga kependidikan diberi pelatihan deteksi dini dan respons terhadap kekerasan. Orang tua dilibatkan melalui komunikasi aktif dan kegiatan sekolah. Siswa diberdayakan menjadi agen perubahan lewat organisasi siswa, duta anti-bullying, dll.
d. Pengawasan dan Sistem Pelaporan
Menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia.
Penggunaan teknologi (aplikasi/sistem online) untuk mempermudah pelaporan kekerasan.
3) Menangani Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
a. Tanggap, Cepat, dan Tepat
Segera menghentikan kekerasan dan melindungi korban. Serta dokumentasikan kejadian secara akurat dan objektif.
b. Penanganan yang Berkeadilan
Pemeriksaan menyeluruh terhadap semua pihak terkait.
Penanganan tidak boleh menyalahkan korban (victim blaming).
Diberikan sanksi yang proporsional kepada pelaku, sesuai aturan dan hukum berlaku.
c. Pemulihan Korban
Dukungan psikologis melalui konseling atau terapi. Serta reintegrasi korban ke dalam lingkungan sekolah secara aman.
d. Kolaborasi dengan Pihak Luar
Jika perlu, melibatkan pihak berwenang seperti Komisi Perlindungan Anak, kepolisian, atau lembaga layanan psikologis.
Mewujudkan satuan pendidikan yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan adalah tanggung jawab bersama. Diperlukan komitmen semua pihak (pendidik, peserta didik, orang tua, dan pemerintah) untuk memahami, mencegah, dan menangani kekerasan dengan serius dan berkelanjutan.
(23 Agustus 2025)
Rencana tindak lanjut dari hasil pelatihan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar adalah sebuah strategi terstruktur dan sistematis yang dibuat oleh Guru atau konselor setelah mengikuti pelatihan. Tujuannya adalah untuk mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan baru yang mereka peroleh selama pelatihan ke dalam praktik nyata di sekolah. Rencana ini bukan sekadar catatan, melainkan panduan operasional yang berisi langkah-langkah konkret, target yang jelas, dan jadwal pelaksanaan. Dengan adanya rencana ini, setiap materi pelatihan yang diterima tidak hanya menjadi teori, tetapi dapat langsung diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling bagi siswa sekolah dasar. Proses ini memastikan bahwa investasi waktu dan sumber daya pada pelatihan memberikan dampak positif yang nyata dan berkelanjutan.
Rencana tindak lanjut ini biasanya mencakup beberapa komponen utama. Yaitu :
Analisis kebutuhan yang mengidentifikasi masalah spesifik siswa atau sekolah yang perlu ditangani. Misalnya, apakah ada peningkatan kasus perundungan, kesulitan belajar, atau masalah sosial-emosional? Berdasarkan analisis ini, guru atau konselor kemudian menetapkan tujuan yang spesifik dan terukur. Contohnya, "mengurangi kasus perundungan di kelas 6 sebesar 20% dalam satu semester" atau "meningkatkan kemampuan sosialisasi siswa kelas 1 melalui kegiatan bermain peran".
Strategi dan metode yang akan digunakan, seperti mengadakan sesi bimbingan kelompok, membuat program pencegahan perundungan, atau bekerja sama dengan orang tua. Pelaksanaan rencana tindak lanjut ini tidak berhenti pada perencanaan,
Evaluasi dan monitoring yang berkelanjutan. Guru atau konselor perlu memantau efektivitas setiap program yang dijalankan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi apakah tujuan telah tercapai. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa ada hal yang kurang berhasil, rencana ini harus fleksibel dan dapat disesuaikan untuk mencari solusi yang lebih efektif. Adanya siklus perencanaan, implementasi, dan evaluasi ini memastikan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar terus berkembang dan relevan dengan kebutuhan siswa, menciptakan lingkungan sekolah yang lebih positif dan suportif untuk perkembangan optimal murid. (29 Agustus 2025)
Video testimoni tentang kegiatan pelatihan Guru BK. Mari sejenak kita baca dan pahami secara mendalam beberapa pemikiran penting Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang berpihak pada murid :
1. Pendidikan sebagai proses memerdekakan
Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus memerdekakan manusia, bukan mengekang atau menekan kebebasan berpikir. Murid harus diberi ruang untuk tumbuh sesuai kodrat alam dan zamannya. Pendidikan yang berpihak pada murid adalah pendidikan yang tidak menjadikan mereka sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang aktif dalam proses belajar.
2. "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani"
Falsafah ini mencerminkan pendekatan kepemimpinan dan pendidikan yang menghargai murid. Guru tidak selalu harus berada di depan sebagai otoritas, tetapi bisa berada di tengah untuk membangun semangat, dan di belakang untuk memberikan dorongan. Ini menunjukkan bahwa peran guru adalah membimbing, bukan mendikte, agar murid dapat berkembang secara mandiri.
3. Pendidikan harus sesuai dengan kodrat anak
Ki Hajar percaya bahwa setiap anak memiliki potensi dan bakat masing-masing yang tidak bisa disamaratakan. Oleh karena itu, pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan perkembangan anak. Sistem pendidikan yang berpihak pada murid tidak memaksakan satu ukuran untuk semua, melainkan memberikan kesempatan bagi setiap murid untuk berkembang sesuai dengan dirinya.
4. Pentingnya suasana belajar yang menyenangkan
Ki Hajar Dewantara sangat menekankan bahwa belajar harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan membahagiakan. Lingkungan yang kondusif akan membuat murid lebih mudah menyerap ilmu dan merasa dihargai dalam proses pembelajaran.
Pemikiran-pemikiran ini menegaskan bahwa bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi proses pembinaan manusia seutuhnya yang menghargai kebebasan, potensi, dan martabat murid sebagai individu. ( 29 Agustus 2025 )