berikut merupakan sedikit pertunjukan dari wayang wong tejakula yang mementaskan tentang gugurnya patih mahodara bagian I
yang menceritakan tentang Patih Prahasta akhirnya turun ke medan laga. Meski pada awalnya patih senior di Negeri Alengka ini sudah wanti-wanti kepada Rahwana, keponakannya sendiri, untuk tidak membuat gara-gara dengan menculik Dewi Sita.
Namun ambisi Rahwana rupanya tak bisa dibendung. Dewi Sita diculik, dan perang antara Rahwana dan Rama beserta adiknya, Laksamana, ditambah lagi dengan pasukan wanara tak bisa dihindari. Lantaran kecintaannya pada negeri sendiri, Alengka, Prahasta memilih ikut bertempur, kendati pada akhirnya dia gugur.
Lakon inilah yang diangkat Sekaa Wayang Wong Guna Murti, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng dalam pementasan di Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-41, Selasa (18/6) . Bertempat di Kalangan Angsoka, areal Taman Budaya, sekaa ini mementaskan cerita yang dicukil dari kisah Ramayana.
berikut merupakan sedikit pertunjukan dari wayang wong tejakula yang mementaskan tentang gugurnya patih mahodara bagian II
Cerita yang disuguhkan Sekaa Wayang Wong Guna Murti ini cukup aktual dengan kondisi bangsa yang terjadi sekarang ini. Pilihan seorang Patih Prahasta untuk maju membela Alengka, bukan didasari pada hubungan darah dirinya dengan Rahwana, tetapi karena kecintaannya pada negerinya.
Bila dipadankan, sikap Patih Prahasta itu sama seperti Kumbakarna yang sama-sama bersumber dari kisah Ramayana. Atau, sama seperti Bisma, tokoh senior Hastina Pura, dalam kisah Mahabharata yang akhirnya ikut turun ke medan perang dalam Bharatayuda.
Seperti dituturkan Ketua Sekaa Wayang Wong Guna Murti, Ketut Widiasa, pesan yang ingin disampaikan dalam cerita Gugurnya Patih Prahasta adalah penanaman sikap cinta tanah air.
“Bagaimana perjuangan Prahasta sebagai patih Kerajaan Alengka dan akhirnya gugur, patut menjadi tuntunan,” ujar Widiasa. Dalam pementasan wayang wong tersebut, Widiasa berperan sebagai tokoh Rahwana.