Padukuhan Nglotak merupakan salah satu pedukuhan yang berada di wilayah Kelurahan Kaliagung, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Keberadaan wilayah ini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Pada masa itu, wilayah ini belum dikenal dengan nama Nglotak dan masih menjadi bagian dari Kelurahan Kalipenten, yang kini telah berubah nama menjadi Kelurahan Kaliagung. Balai desa Kalipenten dahulu terletak di bagian utara, tepatnya di sekitar lokasi yang kini menjadi area warnet dan apotek.
Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, wilayah Nglotak masih berupa lahan kosong yang belum ditempati penduduk. Secara bertahap, beberapa keluarga mulai menetap di daerah ini, dimulai dari satu hingga dua kepala keluarga, hingga akhirnya semakin banyak keluarga yang berdomisili. Kehadiran pemukim ini mendorong penetapan wilayah tersebut sebagai sebuah pedukuhan. Awalnya, Kelurahan Kalipenten hanya terdiri dari tiga pedukuhan, yaitu Kalipenten, Tegowanu, dan Kaligalang. Dengan terbentuknya Nglotak, jumlah pedukuhan bertambah menjadi empat.
Sebelum berdiri sendiri, Nglotak masih bergabung dengan Pedukuhan Jambon. Namun, seiring waktu dan pertumbuhan penduduk, Nglotak mulai berdiri sebagai pedukuhan tersendiri. Setelah Indonesia merdeka, terjadi perubahan administratif berupa penggabungan wilayah. Kelurahan Kalipenten yang berada di bagian timur bergabung dengan Kelurahan Banyunganti dan menjadi Kelurahan Kalinganti. Selanjutnya, wilayah bagian selatan Banyunganti, yakni Kelurahan Hadiagung, turut digabung sehingga lahirlah Kelurahan Kaliagung seperti yang ada sekarang.
Nama “Nglotak” memiliki kisah tersendiri. Menurut cerita para sesepuh, dahulu wilayah ini masih belum ada pohon kecuali pohon elo yang pada musim kemarau berubah menjadi padang rumput tanpa pepohonan. Hanya ada satu pohon elo yang tumbuh di tengah lahan tersebut. Ketika dimintai pendapat oleh lurah terkait penamaan wilayah, para sesepuh menyarankan nama “Nglotak”, yang berasal dari kata "elo" dan “ngentak” yang berarti kosong atau gersang, merujuk pada kondisi wilayah yang hanya memiliki satu pohon nglo di antara hamparan lahan kosong. Sejak saat itu, wilayah ini dikenal dengan nama Nglotak.
Pohon elo dikenal secara ilmiah dengan nama Ficus racemosa. Pohon ini termasuk dalam keluarga Moraceae atau keluarga murbei. Pohon elo memiliki ukuran yang besar dan kokoh, tingginya bisa mencapai 17 meter. Batangnya berdiameter cukup besar, dan yang unik, buahnya tumbuh bergerombol di bagian batang utama dan cabang, bukan di ujung ranting seperti buah pada umumnya. Buah ini biasanya seukuran bola bekel dan berwarna merah saat matang. Di beberapa daerah, pohon elo dianggap sakral atau suci. Mitos lokal terkadang menganggap pohon ini angker atau memiliki penunggu, yang secara tidak langsung membantu melestarikannya karena orang jarang berani menebangnya. Pohon ini juga memiliki makna historis dalam beberapa agama, seperti agama Buddha, yang menganggapnya sebagai pohon suci yang terkait dengan pencerahan.
Adapun para kepala dukuh yang pernah memimpin Nglotak dari masa ke masa antara lain:
Bapak Sosro Sucipto
Bapak Adiwijono
Ibu Marni
Bapak Supriharyana
Dusun Nglotak merupakan salah satu dari dua belas pedukuhan di wilayah Kalurahan Kaliagung, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Dusun ini terbagi menjadi empat RT (RT 45, 46, 47, dan 48) yang masuk dalam dua RW. Secara geografis, Dusun Nglotak berbatasan dengan:
Utara : Kapanewon Nanggulan
Barat : Kapanewon Pengasih
Selatan : Dusun Tegowanu
Timur : Dusun Kalipenten
Lokasi dusun ini cukup strategis dengan jarak ke kantor Kalurahan Kaliagung sekitar 2,6 km, ke kantor Kapanewon Sentolo sekitar 4,4 km, dan ke pusat Kabupaten Kulon Progo sekitar 5,2 km. Akses transportasi terbilang baik karena kendaraan roda empat dapat masuk hingga ke area dusun, memudahkan mobilitas distribusi barang maupun kegiatan sosial masyarakat.
Dari sisi topografi, Dusun Nglotak tidak mengalami kekurangan air secara umum, meskipun pada pagi menjelang siang (sebelum pukul 12.00) debit air kerap menurun. Kebutuhan pokok masyarakat relatif mudah dipenuhi karena terdapat pasar, warung sayur, dan pedagang keliling di sekitar dusun.
Dari sisi sosial-keagamaan, masyarakat Dusun Nglotak menjunjung tinggi nilai keagamaan dan kekeluargaan. Terdapat satu masjid besar yang menjadi pusat kegiatan ibadah bagi seluruh warga dari empat RT. Berbagai kegiatan keagamaan rutin digelar, seperti tahlilan, sholawatan, yasinan, dan pengajian.
Secara ekonomi, Dusun Nglotak memiliki potensi di sektor usaha mikro (UMKM) dan pertanian. Beberapa warga mengelola usaha rumahan seperti:
Produksi rempeyek (kacang tanah, kacang hijau, bayam)
Keripik pisang dan tempe
Budidaya jamur tiram, baik dijual mentah maupun diolah menjadi jamur krispi
Produk-produk tersebut telah mendapatkan perhatian dalam bentuk sertifikasi halal, meskipun masih ada beberapa yang terkendala dalam proses pengajuan karena keterbatasan sarana produksi. Tantangan utama UMKM adalah belum mampu menembus pasar ritel modern seperti minimarket, sehingga penjualan masih terbatas di pasar tradisional dan pemesanan langsung.
Di sektor pertanian, warga masih aktif menanam padi dan palawija, serta beternak sapi, kambing, dan ayam. Namun, kondisi tanah di wilayah RT 48 yang berwarna putih dan kurang subur membuat hasil pertanian di wilayah tersebut tidak seproduktif RT lainnya. Warga juga memanfaatkan limbah pertanian seperti sekam padi dan jerami untuk pakan ternak, sedangkan sisa makanan biasanya diberikan kepada ayam.
Dari sisi sosial, Dusun Nglotak memiliki komunitas yang aktif dan menjunjung tinggi nilai gotong royong. Berbagai kegiatan rutin dilakukan, seperti PKK, dasa wisma, senam ibu-ibu, arisan kelompok tani, dan kerja bakti. Karang Taruna juga menjadi motor penggerak kegiatan kepemudaan dengan mengadakan pengajian, edukasi remaja, kegiatan 17-an, dan kirab budaya yang dilaksanakan menjelang bulan Agustus atau bulan Ruwah.