SEJARAH Madrasah
Nama Madrasah diniyah yang berada di Pondok Pesantren Lirboyo Unit Darussalam dulunya bukanlah MIU melainkan MADINDAS yang merupakan akronim dari “Madrasah Diniyah Darsussalam” setelah 2 tahun MADINDAS berjalan nama ini diganti oleh Mbah yai sendiri, menjadi Madrasah Ihya Ulumiddin (MIU), yang menerima mandat perubahan nama ini pada saat itu Pak Abdul Aziz selaku ketua MADINDAS sekaligus ketua pondok, namun selang beberapa bulan nama Madrasah ini ingin dirubah lagi oleh Mba Yai selaku pengasuh, menjadi Madrasah Ihya al-Ulum namun dikarenakan sudah terdaftar di Kemenag dengan nama Madrasah Ihya Ulumiddin akhirnya hal ini diurungkan dan disetujui oleh Mbah Yai, dengan melihat sertifikat yang diberikan Kemenag dengan nama Madrasah Ihya Ulumiddin yang tercantum pada tahun 2010. Terkait Nama akronim MIU sendiri, masih ada perbedaan yang benar mana dan yang salah perbedaan ini terjadi pada kata Ulumiddin atau Ulumuddin, namun kalau melihat dari sertifikat yang terpampang di kantor Madrasah yaitu menggunakan Ulumuddin, namun dari Mbah yai sendiri yang pernah penulis dengar adalah “Ulumiddin” dikarenakan ini merupakan susunan idofah.
Nama Madrasah Ihya Ulumiddin ini sekiranya terinspirasi dari kitab magnum opusnya Imam Ghozali yaitu Ihya Ulumudin karena pada saat itu sekita tahun 2009 mbah yai mengaji kitab tersebut.
Awal mula MIU berdiri tahun 2007 pada saat itu Mbah yai menginginkan adanya sekolah untuk santri yang tidak sekolah di MHM, mengingat pada tahun itu ada beberapa santri yang sekolah formal sedangkan madrasah diniyahnya di Mahrusiyah hal inilah yang membuat mbah yai merasa tidak tega kalau harus bolak balik ke Mahrusiyah setiap hari guna sekolah dan Madrasah untuk mengatasi ini akhrinya Mbah Yai berinisiatif membuat Madrasah sendiri pada waktu itu yang di beri mandat untuk membuat kurikulum MIU adalah pak Zumrodi, ketepatan pada saat itu pak Zumrodi menjadi ketua pondok, kemudian dimusyawarahkanlah mandat ini bersama dua orang teman pengurusnya yaitu pak Syamsul (Bawean), Pak Imron (Brebes). Hal ini dikarenakan pada saat itu pengurus yang sudah tamat dan mengajar di MHM cuma beliau bertiga ini, bahkan pada saat itu keamanannya saja baru kelas dua Tsanawiyah (Aliyah sekarang), karena memang pada waktu itu belum ada kebijakan wajib mengabdi, dengan diberikannya beberapa buku hasil sidang (HSPK) dari berbagai Madrasah yang ada di Lirboyo ntah itu madrasah putra maupun Putri seperti HSPK HY, Mahrusiyah, Induk, HMQ, dan PPTQ, pak zumrodi pun membuat kurikulum untuk Madrasah Ihya Ulumiddin, dari beberapa HSPK ini kebijakan yang diambil pak Zumrodi secara umum disamakan dengan MHM, kebijakan pak Zumrodi ini tentunya dipengaruhi oleh pengalaman beliau sendiri yang merupakan alumni MHM. Jenjang kurikulum yang dibuat oleh pak Zumrodi pada saat itu baru tingkatan Ibtida' saja yang ditempuh selama 6 tahun sesuai dengan jenjang yang ada di MHM ataupun Madrasah yang lain belum memapakai istilah Ula, setelah berjalan dua tahun tepatnya tahun 2009 pak Zumrodi membuat jenjang diatasnya yaitu wutho dan Ulya dan istilah Ibtida di ganti Ula, bentuk jenjang dan istilah yang berupa Ula Wustho & Ulya ini diakui oleh pak Zumrodi terinspirasi dari sebuah Madrasah yang ada didaerah kediri. Sebelum diganti istilah Ula Wustho & Ulya pak Zumrodi sempat mau memakai istilah kelas jurumiyah, kelas imriti dan kelas alfiyah hal ini terinspirasi dari pondok yang ada di Magelang.
Namun hal ini diurungkan oleh pak Zum agar administrasi laporan MIU ke Depag mudah karena pada saat MIU berdiri Gubernur Jawa Timur tidak terlalu mempedulikan Pondok maupun Madrasah yang ada di Kediri khususnya