Kelas BerGiSI (Berbagi, Seru & Inspiratif)
Ada banyak kelas berbagi untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan yang bisa kamu ikuti di PLM Nasional 2024. Tentu dipandu oleh narasumber yang kompeten di bidangnya. Bersiaplah membawa inspirasi baru ke perpustakaanmu.
Dilakukan secara daring dalam 2 hari yang berbeda, dengan 5 kelas/topik paralel setiap harinya
Catat tanggalnya :
Topik 1 - 5 : Selasa, 29 Oktober 2024, pukul 08.00 - 10.30 WIB
Topik 6 - 10 : Kamis, 31 Oktober 2024, pukul 08.00 - 10.30 WIB
DOORPRIZE PULSA !!
Klik TOPIK-nya untuk bergabung melalui Zoom Meeting !!
[Topik 1] Perpustakaan Ruang Kreatif - “Perpustakaan Nyaman, Seru, Sumber Banyak Ide Baru: Kreasi Ruang Publik melalui Pengelolaan Tata Ruang yang Kreatif”
Ide segar dan kreatif biasanya muncul ketika seseorang berada di lingkungan yang aman dan nyaman, saat beraktivitas sendirian maupun saat mengobrol dengan orang lain dari beragam latar belakang. Untuk memfasilitasi berkembangnya ide dan kreativitas, dibutuhkan ruang publik yang inklusif sebagai ruang kreatif masyarakat. Keberadaan ruang kreatif berpengaruh secara langsung dalam pembangunan literasi, ekonomi, sosial-budaya masyarakat, dan advokasi kebijakan dari bawah (Boswinkel & Meerkerk, 2021).
Perpustakaan kini aktif menjadi tempat yang memfasilitasi pertukaran pikiran lewat interaksi masyarakat dan perkembangan teknologi informasi. Jadinya perpustakaan juga menjadi tempat ide-gagasan baru diciptakan. Aspek tata letak, pengelolaan ruang, dan teknologi menjadi salah satu faktor penting dalam menciptakan perpustakaan sebagai ruang kreatif yang aman, nyaman, dan inklusif (Mahmoud, Samanoudy, Jung 2023). Sudahkah perpustakaan menjadi tempat yang memancing munculnya ide-ide segar bagi masyarakat yang berkunjung? Bagaimana perpustakaan dapat berperan sebagai ruang kreatif dalam upaya pembangunan masyarakat di kota dan desa?
Narasumber:
Adi Wibowo - Pendiri Studio Desain Labtanya. Ahli di bidang desain dan tata ruang berbasis komunitas
Muherni - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Sawahlunto
Darius Baki Akamaking - TBM Moting Maung, Lembata
Fasilitator Kelas:
Putri Wardhani [Perpustakaan Kelurahan Cisarua, Kota Sukabumi]
“Good Citizenship: Membangun Karakter Masyarakat melalui Lembaga Layanan Publik”
Mohammad Hatta dalam buku Demokrasi Kita yang pertama terbit tahun 1960 menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki moral dan budi pekerti yang baik. Baginya, pendidikan adalah kunci untuk menciptakan warga negara yang beradab dan mampu berkontribusi pada kemajuan bangsa. Lemahnya pendidikan karakter akan mendorong berbagai penyimpangan sosial dan hukum, melemahnya solidaritas, dan menurunnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak buruk bagi kesejahteraan.
Sebagai layanan publik, perpustakaan menjadi salah satu agen pendidik yang sama pentingnya seperti sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Kegunaannya di satu sisi dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat, tapi perpustakaan di sisi lain juga dapat menjadi agen yang mempengaruhi proses perubahan sosial lewat perannya memfasilitasi aktivitas pembelajaran dan interaksi. Artinya perpustakaan sebagai layanan publik juga turut membentuk nilai-nilai sosial dalam masyarakat (Alford, 2016). Karakter seperti apa yang perlu dimiliki oleh masyarakat Indonesia di zaman modern? Bersama dukungan pemangku kepentingan, bagaimana perpustakaan sebagai lembaga layanan publik dapat ikut membangun karakter masyarakat?
Narasumber:
Stephanus Agus Wijayanto, S.S., M.Hum. - Wakil Direktur Bidang Kemahasiswaan Politeknik ATMI Surakarta
Nihma - TBM Taman Baca Aksara, Tual, Kota Tual
Nur Isnawati Seftiyaningsih S.Farm.,Apt - Perpustakaan Desa Rangkul Ceria Randusanga Kulon, Brebes
Fasilitator Kelas:
Kursin, S.Sos., M.M. - Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah
“Awas Judi Online! Literasi Keuangan Keluarga untuk Masyarakat Berdaya”
Indonesia adalah negara dengan pengguna judi online tertinggi di dunia. Data bulan Juni 2024 mencatat ada lebih dari 4 juta orang yang menjadi pemain judi online. Jumlah ini berasal dari berbagai usia, dari anak-anak hingga lansia. Berdasarkan usia, pemain judi online di bawah 10 tahun mencapai 80.000 orang (2%), remaja di bawah 20 tahun mencapai 440.000 orang (11%), usia 21 – 50 tahun sebanyak 2,1 juta orang (53%), dan 1,3 juta (34%) lainnya adalah penduduk usia di atas 50 tahun (PPATK, 2024). Data tersebut sangat mengkhawatirkan karena judi online berdampak buruk pada ekonomi dan mendorong kriminalitas. Judi online juga berpengaruh pada peningkatan angka stunting dan penurunan kesehatan mental.
Langkah-langkah pencegahan perlu terus dilakukan. Tidak hanya memberantas situs-situs judi online, perlu juga mengedukasi masyarakat agar bijak mengelola keuangan. Apa saja yang dapat dilakukan perpustakaan untuk membangun literasi keuangan di tengah maraknya fenomena judi online di segala usia, di kota dan desa?
Narasumber:
Dr. Titus Odong Kusumajati, M.A. - Akademisi Universitas Sanata Dharma (USD
Nur Azizah Ilhamiah - Perpustakaan Sahabat Haramain, Lombok Tengah
Fitria Diane Pratiwi Syukri,SS.S.Pd - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang Panjang
Fasilitator Kelas:
Wahidah, S. Pd. M.Pd - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
“Si Paling Viral: Kekuatan Narasi dan Media Sosial untuk Bisnis yang Berkelanjutan”
Pernahkah kamu membeli suatu barang hanya karena trending atau viral? Darimana kamu mendapatkan informasi tentang produk tersebut? Media sosial kini menjadi alat yang paling efektif untuk memasarkan produk apapun. Informasi di media sosial cepat menyebar, menciptakan kebutuhan, dan mendorong keputusan membeli. Viral marketing terbukti mampu mendongkrak penjualan. Namun, bisakah kita mengandalkan viral marketing untuk membangun bisnis yang berkelanjutan?
Situasi pasar selalu berubah seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi. Kini pasar semakin ter-edukasi dan seseorang dapat memilih mengkonsumsi produk yang sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini. Misalnya produk ramah lingkungan, produk lokal, dan lainnya. Bagaimana kita bisa memanfaatkan kekuatan media sosial untuk meyakinkan masyarakat agar membeli produk kita? Bagaimana perpustakaan ikut ambil peran dalam mengembangkan usaha lokal yang tidak hanya menguntungkan, tapi juga berkelanjutan?
Narasumber:
Ardhi Ridwansyah - Chief Operating Officer (COO) MarkPlus Institute,
Afdal Asmin S. Pd - Perpustakaan Desa Lapolu, Kolaka Utara
Nova Anikaryanti - Perpustakaan RPTRA Garuda, Kelurahan Cilangkap, Kota Jakarta Timur
Fasilitator Kelas:
Tri Sujarwo, SE - Perpustakaan Kelurahan Ganjar Asri, Kota Metro, Lampung
“Komunikasi Asertif untuk Modal Berjejaring: Strategi Komunikasi Buat Kamu Si Paling Nggak Enakan”
Organisasi yang berjalan baik membutuhkan orang-orang yang memiliki satu visi dan mampu bekerja sama dengan baik. Namun ada kalanya kerja sama ini terhalang oleh kemampuan berkomunikasi dan rasa tidak enak untuk menyampaikan sesuatu. Terutama ketika yang ingin disampaikan berbeda dengan pandangan umum atau berpotensi menjadi beban bagi orang lain. Minta tolong, contohnya. Apakah kamu juga pernah merasakan hal yang sama? Jangan-jangan kamu adalah Si Paling Nggak Enakan?
Dalam dunia psikologi dan organisasi, ada yang disebut komunikasi asertif. Komunikasi asertif merupakan sebuah teknik berkomunikasi di mana seseorang dapat menyampaikan pendapatnya secara lugas tanpa menyinggung orang tertentu baik secara verbal maupun non-verbal (Burgon & Huffner, 2002). Keterampilan berkomunikasi seperti ini akan menumbuhkan rasa saling menghargai dan terbuka sehingga komunikasi berjalan secara singkat, jelas, dan efektif. Bisakah kita berlatih melakukan komunikasi asertif? Bagaimana perpustakaan dapat menggunakan komunikasi asertif untuk memperkuat kerja sama tim dan merawat jejaring?
Narasumber:
Ir. Perwita Kurniawan, S.T., M.Eng, IPP - Wakil Direktur Bidang Administrasi, Keuangan dan SDM Politeknik ATMI Surakarta
Naufalia Qisthi - TBM Komunitas Gada Membaca, Ciamis
Ika Ayu Nurjanah - Perpustakaan RPTRA Payung Tunas Teratai, Kelurahan Cipayung, Kota Jakarta Timur
Fasilitator Kelas:
Andrea Ardi Ananda, S.Hum - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lombok Timur, NTB
“Hangout Aman Nyaman di Perpustakaan: Kebutuhan Ruang Aman untuk Anak dan Perempuan Perkotaan”
Tinggal di daerah urban atau perkotaan punya tantangannya sendiri. Bagi anak-anak, menyempitnya lahan terbuka membuat mereka memanfaatkan lahan parkir dan gang-gang sempit untuk bermain. Dalam 30 tahun terakhir, lahan terbuka di kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan terus berkurang hingga ukurannya tidak sampai 10% dari luas kota (Aji, Ardiansyah, Gunawan 2020). Pembangunan yang masif memunculkan ketimpangan ekonomi dan sosial yang mendorong kriminalitas. Anak-anak dan perempuan juga menjadi kelompok rentan. Sebanyak 86% dari total kasus kekerasan dan pelecehan seksual dialami perempuan dan 50% diantaranya dialami perempuan usia 6 - 17 tahun (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2024).
Keberadaan ruang aman di perkotaan menjadi penting. Salah satunya dapat diwujudkan melalui perpustakaan sebagai layanan publik yang inklusif dan aman. Nah, seperti apa ruang aman yang dibutuhkan oleh anak-anak dan perempuan? Bagaimana keberadaan perpustakaan dapat memperkuat ketangguhan (resiliensi) warga kota di tengah arus deras pembangunan?
Narasumber:
Dr. Yustinus Suhardi Ruman, S.Fil., M.Si - Akademisi Binus University
Puri Grahani - Perpustakaan Kelurahan Cisarua, Kota Sukabumi
Anna Nurhayati - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta
Fasilitator Kelas:
Fuad Sirojudin, S.I.Pust - Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah
“Serba-Serbi AI (Artificial Intelligence) : Apa Saja yang Perlu Kamu Tahu tentang Perkembangan Teknologi Informasi Terkini”
Algoritma media sosial, kecerdasan buatan (AI), dan sebagainya berkembang pesat dalam beberapa tahun belakangan ini. Segala proses dari mendapatkan berita terkini, transaksi, pembelajaran, dan interaksi sosial dapat difasilitasi teknologi. Lebih mudah, lebih cepat, lebih terbuka. Namun, tak dipungkiri banyak masyarakat yang tertinggal dan kesulitan beradaptasi. Indeks literasi digital di Indonesia masih di tingkat sedang, yang artinya masih ada kendala akses teknologi dan kesenjangan keterampilan digital di masyarakat (Kominfo, 2023). Penelitian Kartiasih & Nachrowi (2022) menunjukkan adanya kesenjangan digital yang tinggi antara Indonesia bagian barat dan timur, antara wilayah perkotaan dengan pedesaan, pegunungan, dan kepulauan yang juga berakibat pada kesenjangan kesejahteraan dan akses layanan publik.
Penelitian yang sama menyimpulkan bahwa pendidikan menjadi salah satu faktor penting yang berpengaruh pada kesenjangan digital. Perpustakaan umum memainkan peran penting dalam mengembangkan dan memfasilitasi program literasi digital bagi berbagai komunitas. Keterampilan literasi digital sangat penting karena memungkinkan akses terhadap informasi dan keterlibatan dengan layanan pemerintah serta layanan pendukung lainnya yang semakin banyak disediakan secara online. Apa saja yang perlu diketahui pengelola perpustakaan dari perkembangan teknologi informasi terkini? Bagaimana perpustakaan dapat memanfaatkan perkembangan teknologi, termasuk aplikasi kecerdasan buatan, untuk mengurangi kesenjangan digital di masyarakat?
Narasumber:
Pilipus Anggun Budoyo, A.Md.Ds., S.Psi - Pemilik Rumah Produksi ANGAN Pro
Bayani Amri Putri - Perpustakaan Purwopedia, Purworejo, Pesawaran
Vickyko Romana Putra - Perpustakaan Tarpus, Gunung Putih, Bulungan
Fasilitator Kelas:
Khoirul Mizan - Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Jepara, Jawa Tengah
““Parenting di Perpustakaan: Upaya Penurunan Tangkes (Stunting) dan Mendidik Generasi Alpha" "
Generasi Alpha adalah istilah yang biasa digunakan untuk mengelompokkan anak-anak yang lahir setelah tahun 2010. Di Indonesia, mereka adalah generasi pertama yang lahir sebagai natif digital atau terlahir dalam situasi dimana semua sudah serba digital. Meskipun mereka adalah generasi termuda, mereka memiliki pengaruh terhadap merek dan daya beli yang melampaui usia mereka, membentuk lanskap media sosial dan budaya populer. Generasi Alpha jumlahnya sekitar 10,8% dari keseluruhan penduduk Indonesia (BPS 2020). Di tahun 2045, Generasi Alpha akan menggerakkan ekonomi dan membentuk wajah Indonesia.
Meski demikian, generasi Alpha ternyata juga masih dibayang-bayangi oleh masalah pemenuhan gizi. Di Indonesia, berdasarkan data Asian Development Bank, pada tahun 2022 persentase Prevalence of Stunting Among Children Under 5 Years of Age di Indonesia sebesar 31,8 persen. Jumlah tersebut, menyebabkan Indonesia berada pada urutan ke-10 di wilayah Asia Tenggara. Selanjutnya pada tahun 2022, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, angka stunting Indonesia berhasil turun menjadi 21,6 persen. Sebagai pusat informasi di masyarakat, bagaimana perpustakaan dapat mendampingi orang tua dalam mendidik generasi Alpha di tengah tantangan sosial dan kesehatan yang ada?
Narasumber:
Dr. Indera Ratna Irawati Pattinasarany, M.A. - Akademisi, Sosiolog Universitas Indonesia
M Fatkhur Rozak, M.Pd - Perpustakaan Desa Dawuhan, Brebes
Joharniah, S.Sos, MM - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pangkajene Kepulauan
Fasilitator Kelas:
Vinsensa L.I Umbuwinipunda, A.Md - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sumba Barat, NTT
“Sakit Tapi Nggak Kelihatan” Peran Perpustakaan dalam Promosi dan Penanganan Masalah Kesehatan Mental
Diperkirakan sebanyak 34,9% penduduk usia 10 -19 tahun atau 15,5 juta remaja di Indonesia memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental. Gangguan kecemasan adalah yang paling banyak ditemukan, disusul hiperaktivitas dan depresi. Penelitian ini dilakukan oleh gabungan Universitas Queensland (Australia), Universitas John Hopkins (Amerika Serikat), dan Universitas Gadjah Mada (Indonesia). Kesehatan mental kian mendapatkan perhatian di masyarakat seiring menyebarnya informasi tentang edukasi kesehatan mental di media sosial. Namun di tahun 2022, penelitian yang sama menemukan bahwa hanya sekitar 2% yang mengakses layanan kesehatan mental dan hanya 4,3% orang tua yang mendeteksi bahwa anak remaja mereka butuh dukungan kesehatan mental dan cenderung berasal dari kelompok ekonomi menengah-atas di perkotaan. Penyebabnya adalah keterbatasan akses pelayanan kesehatan mental dan kesadaran atas kesehatan mental itu sendiri.
Banyak masyarakat yang masih menganggap enteng masalah kesehatan mental karena gejalanya tidak seperti gangguan kesehatan fisik yang terlihat jelas. Di sisi lain, kesehatan mental tidak bisa diabaikan. Bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap kesehatan mental, khususnya bagi remaja dan dewasa muda? Bagaimana peran perpustakaan dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan mental di masyarakat sekitarnya?
Narasumber:
Mariati Budirahardja, S.Psi., Psikolog, MM - CEO Sinergia Development Center
Dwi Hartini - Perpustakaan Desa Ayula Selatan, Bone Bolango
Daryati, S.I.Pust. - Perpustakaan Desa Gladagsari, Boyolali
Fasilitator Kelas:
Nur Zuhrufi, S.Hum (Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
“Dari Buku ke Aksi Lingkungan: Membangun Kesadaran Iklim Lewat Perpustakaan”
Perubahan iklim berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari. Menurut data BRIN, dalam 10 tahun antara 2001 - 2019 perubahan iklim menyebabkan perubahan lama musim penghujan dan kemarau. Musim penghujan di wilayah selatan berlangsung lebih lama, tapi dengan hari-hari kering yang lebih banyak. Suhu rata-rata global pun naik hingga di atas ambang batas 1,5 derajat Celcius. Aktivitas manusia yang menggunakan sumber daya alam berlebihan tak dipungkiri ikut memperparah dampak perubahan iklim. Ketimpangan hubungan manusia dengan alam ini telah menimbulkan krisis ekologi yang muncul bentuk kerusakan lingkungan, kelangkaan pangan, gangguan kesehatan, dan sebagainya. Kelompok rentan seperti masyarakat ekonomi menengah ke bawah, anak-anak, perempuan, disabilitas, lansia, masyarakat adat, dan kelompok minoritas/marginal lainnya merasakan dampak yang lebih parah.
Krisis ekologi perlu menjadi perhatian semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, dan swasta untuk bersama-sama melakukan adaptasi mitigasi iklim, termasuk perpustakaan sebagai pusat layanan informasi di masyarakat. Bagaimana perpustakaan dapat mendorong kesadaran iklim di masyarakat dan mendorong kebijakan lingkungan yang inklusif? Bisakah perpustakaan berperan memperkuat ketangguhan masyarakat yang rentan terdampak krisis iklim?
Narasumber:
Bernardinus Steni Sugiarto, M.H - Direktur Eksekutif KALEKA
Indah Fitriyani - TBM Pojok Baca DWP BMKG Stasiun Meteorologi, Tanjung Niaga, Melawi
Yuliana - Perpustakaan Desa Cerdas, Paras, Ngawi
Fasilitator Kelas:
Irsan, S.I.P., M.IP - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan