Air Hujan Ujung
Di gelas penuh, kail tertancap merenda, Ikan-ikan rengek takkan terlupa,
Orang sehat datang dengan semangat tak terbendung,
Coba mencari makna absurd di antara jerit kail dan ikan.
Gelisah terkena derasnya angin,
Menggoyangkan gelas yang rapuh terbentang,
Sekilas, canda sang ikan mulai terdengar,
Mengundang senyum tak karuan dari orang sehat.
Dalam gemerlap cahaya bulan temaram,
Batin yang merenung meraih hampa,
Air mata ikan menangis di balik permukaan,
Dan nafas orang sehat terengah-engah.
Oh, gelas, bisakah kau jadi lautan?
Kuukir puisi absurd di atas dindingmu,
Kailku jadi kapal yang mengarungi arus, Ikan-ikan tetap melompat, mengelus mimpi.
Orang sehat, kau menggenggam sejuta makna,
Di antara derit kail dan ikan yang menderita,
Sebuah alegori kehidupan terbuka lebar,
Menarikku ke dalam pusaran puitis yang tak berujung.
Tapi, mengapa memancing di gelas?
Kenapa tidak berlayar di lautan luas?
Mungkin jawabnya ada di sini,
Di absurditas yang merayap di benak orang sehat.
Ah, ikan-ikan yang menghuni gelas,
Mungkin cuma simbol kisah singkat,
Sebuah tanya yang membisu tak bertepi,
Menanti jawaban dalam petualangan absurd ini.