Kenangan kedudukan terlampaui susah utk dilupakan, lebih-lebih kenangan tersebut memiliki kesan yang begitu mendalam. Bagi beberapa fans sepakbola tidak dapat mudah melupakan kenangan yang Berjalan, seperti keberhasilan yang sempat dicapai oleh club yang sempat dibelanya. Dinamika yang berlangsung selalu membuat fans fanatik satu buah club mudah terbawa perasaan, club yang dahulu digdaya kini tak lurus hati berbuat apa-apa. Sebut saja Liverpool, di dekade 80-an sebelum era Premier League, club ini sangat dielu-elukan oleh para pendukungnya karena keberhasilan yang sempat dicapainya. Tapi di era Premier League Liverpool tidak akurat bicara banyak, satu-satunya gelar yang setia dibangga-banggakan adalah gelar Liga Champion Eropa.
Sedikit catatan, tidak hanya Liverpool yang mengalami situasi pelik seperti ini. Di mana keberhasilan yang sempat di capai di masa lampau hanya jadi cerita-cerita heroik di masa sekarang. Masih ingat Leeds United?. Bagi peminat sepakbola di awal thn 90an menjelang awal milenium terbit (perasaan) tidak asing dengan club yang satu ini. Leeds terbilang club yang memiliki etika yang sangat baik, selau berada dipapan atas liga bahkan senantiasa dijagokan utk memenangi kompetisi yang diikutinya. Leeds juga jadi salah satu rival abadi bagi Manchester United tidak cuma Liverpool. Jumpa yang disajikan kala Leeds bersua dengan Manchester senantiasa mendatangkan detak kagum bagi siapa saja yang melihat kompetisi tersebut.
Leeds United didirikan pada thn 1919 pada masa semi yang indah. Leeds diinginkan sampai jadi club bola yang mentak mengharumkan nama Yorkshire. Bermarkas di Elland Road Leeds United larat menjelma sebagai raksasa sepakbola di Inggris dan Eropa pada dekade 70an. Di bawah asuhan Don Revie pelatih legendaris Leeds United, mereka mencekau merebut gelar pemenang divisi satu liga Inggris yang saat ini dikenal dengan Premier League. Pada periode 1964-1965 dan 1965-1966 mereka tampil sebagai runner-up, sampai pada hasilnya masa 1968-1969 mereka pasti jadi kampiun dan dilanjutkan pada periode 1973-1974. Di kancah Eropa sendiri mereka tidak dapat di lihat sebelah mata, mereka pantas menembus semifinal piala Winner dan mendapatkan runer-up pada periode 1972-1973. Tak mengherankan bila Don Revie sampai dibuatkan patung dan jadi salah satu dari 50 tokoh besar sepakbola sepanjang masa.
Kehebatan Leeds United tidak berakhir disitu saja, tapi setelah kepergian Don Revie Leeds mengalami pasang surut prestasi. Pada era setelah Don Revie Leeds United ditangani oleh mantan asisten Don Revie yakni Brian Clough. Di bawah nahkodanya Leeds mengalami kemunduran yang cukup signifikan, tim tersebut mengalami kekalahan dan kekalahan. Pada hasilnya di hari ke 44, Clough eksak digantikan oleh Armfield.
Di bawah nahkoda Armfied Leeds menunjukan perkembangan yang signifikan. Pada periode 1974-1975 dengan motor tim sang legenda Billy Bremner Leeds nyaris saja menjuarai European Cup. tetapi naas mereka pasti puas jadi runner-up setelah dihempaskan oleh raksasa Jerman Bayern Muenchen lewat turnamen yang sangat sengit. Pasang surut jadi hal yang lumrah, setelah keberhasilan di Eropa Armfield hasilnya berlabuh rela kursi manajernya diambil alih oleh Jack Stein. Hanya berselang 44 hari Stein mengundurkan diri karena terpilih sebagai pelatih kepala timnas Skotlandia.
Di bawah nahkoda Armfied Leeds menunjukan perkembangan yang signifikan. Pada periode 1974-1975 dengan motor tim sang legenda Billy Bremner Leeds nyaris saja menjuarai European Cup. tetapi naas mereka tentu puas jadi runner-up setelah dihempaskan oleh raksasa Jerman Bayern Muenchen lewat kejuaraan yang sangat sengit. Pasang surut jadi hal yang lumrah, setelah keberhasilan di Eropa Armfield hasilnya eksak rela kursi manajernya diambil alih oleh Jack Stein. Hanya berselang 44 hari Stein mengundurkan diri karena terpilih sebagai pelatih kepala timnas Skotlandia.
Era baru telah dimulai, di mana Bremner dipecat oleh manajemen dan terhubung jalan bagi Howard Wilkinson. Langkah awal dari Wilkinson utk mengembalikan kejayaan Club, adalah dengan mendatangkan Gordon Strachan dari Manchester United. Pemain tengah legendaris Skotlandia tersebut sah menunjukan kelasnya, bersama Wilkinson dan rekan setimnya hasilnya Leeds jujur kembali ke kasta paling atas Inggris pada periode 1989-1990. Awal yang keren bagi Leeds berpredikat sebagai tim promosi mereka selayaknya bercokol di mentak ke 4 pada masa 1990-1991. Pada periode seterusnya Leeds mempunyai hak tampil di Champion League yang lalu bernama European Cup. Dengan semangat yang tinggi berbekal prestasi di masa pada awal mulanya Leeds berambisi mengukir prestasi yang lebih baik. Tapi apa yang diinginkan jauh dari Fakta, mereka kembali inkonsisten, beruntung mereka tentu lepas dari lubang neraka degradasi.
Pada th seterusnya inkonsistensi kembali jadi problem bagi Leeds, alih-alih beprestasi mereka korek rela berjuang lebih keras agar tidak terdegradasi kembali. Sialnya fans tahkik kembali kecewa, karena manajemen Leeds melego pemain bintangnya Eric Cantona rival abadinya Manchester United. Pada periode 1995-1996 mereka sejatinya dapat mendapatkan gelar piala liga Inggris, tetapi naas mereka cakap rela disingkirkan oleh Aston Villa. Masa 1996-1997 mereka jitu kembali menelan pil pahit, kala timnya dihajar seteru abadinya Manchester United dengan 4 gol tanpa balas, Leeds pun aci menerima fakta pahit tersebut dan mengakhiri kompetisi berada diposisi ke 13 classement akhir.
Ketidakstabilan pada tim membuat manajemen jengah pada Wilkinson. Meski diliat buruk, tetapi Wilkinson meninggalkan peninggalan yang sangat bernilai merupakan para pemain muda yang bertalenta. Wilkinson sejati dipecat pada awal masa 1997 dan digantikan oleh Graham. Perekrutan Graham sebenarnya memunculkan kontroversi, karena dia sejatinya tengah mendapati hukuman dari FA. Graham ditengarai menerima pembayaran tidak legal dari salah satu agen pemain pada waktu itu. Pada era kepemimpinan Graham Leeds kerosek kembali menjelma sebagai kemampuan yang diperhitungkan. Berkat tangan dingin Graham Leeds singgah lolos ke UEFA Cup setelah sekian lama absen di kancah Eropa. Keberhasilan Graham mengantarkannya di ambang pintu ke luar Elland Road, karena dengan cara bisa pada th 1998 dia menerima pinangan utk jadi pelatih Tottenham Hotspurs.
Keluarnya Graham jadi barokah tersendiri bagi David O'Leary. Dengan keluarnya Graham maka O'leary dijamin naik jabatan sebagai manajer, setelah diawal mulanya hanya jadi assisten manajer Leeds di bawah nahkoda Graham. Di bawah nahkoda O'Leary Leeds kembali menemukan ritme permainanya, maka kembali diperhitungkan di kancah Premier League. Di era O'Leary pemain-pemain semacam Jonathan Woodgate, Lee Bowyer, Viduka, Alan Smith, Rio Ferdinand jadi sorotan karena permainannya yang Elegan. Imbang Big Four-pun jadi milik mereka kembali. Kesuksesan di pentas domestik juga dibarengi kejayaan mereka di pentas Eropa, kala itu mereka polos lolos ke semifinal UEFA Cup, tapi mereka mencekau kalah dalam pertempuran hidup mati melawan Galatasaray.
Dengan prestasi tersebut mereka kembali diperhitungkan sebagai tim besar Eropa. Demi ambisi utk berprestasi, pembelian demi pembelian dilakukan oleh O'Leary demi menguatkan barisan tim agar becus beradu di era baru sepakbola Industri. Salah satu yang mencolok dari manuver leeds merupakan dengan hadirnya bintang Inggris Robbie Fowler dan pemain bintang lainya seperti Ian Harte, Lucas Radebe, jadi kenyataan betapa seriusnya Leeds buat mengembalikan kejayaan mereka kala itu.
Pembelian besar-besaran dalam waktu jangka panjang bukan tanpa pengaruh. O'leary yang boros menjadikan manajemen Leeds pusing bukan Main-main. Club mengalami defisit keuangan yang sangat parah, maka loyal menanggung utang bank dengan nominal yang sangat besar. Di bawah manajemen Peter Ridsdale, Leeds melakukan langkah yang menyakiti hati banyak fans, dengan jual Rio Ferdinand dan Alan Smith ke seteru abadi mereka Manchester United. Maksud dari penjualan tersebut sebetulnya utk menutupi defisit keuangan mereka. Prestasi buruk kembali jadi mimpi buruk. Puncaknya saat O'leary dipecat karena dianggap menjerumuskan tim ke kebangkrutan. Terry Venables ditunjuk utk menukar O'Leary, dalam kiprah awalnya dia situs kehilangan sang bintang Jonathan Woodgate yang hak dilego ke club lain buat menyelamatkan keuangan tim.
Pada era 2002-2003 Leeds nyaris terdegradasi, tapi masih selamat maka dapat tampil kembali ke premier league. Perseteruan antara Ridsdale dan Venables ditengarai jadi biang kerok tampilan tim di bawah peforma. Hasilnya Venables dipecat dan digantikan oleh Reid. Di bawah asuhan Reid, Viduka cs tak teliti bernas berbuat apa-apa. Jurang degradasipun kembali mengintimidasi Leeds United. Reid hasilnya dipecat dan digantikan Gray, tapi itu sia-sia karena pada hasilnya mereka kalau-kalau rela terdegradasi.
2003-2004 merupakan akhir dari adventure Leeds United, karena mencekau saat ini kita tidak sempat menyaksikan lagi mereka di layar-layar televisi lokal yang menyajikan Premier League. Pasca bangkrutnya Leeds pada th 2007, kita Seolah-olah sedikit melupakan tim yang sempat jadi seteru abadi Manchester United tersebut. Leeds sekarang masih berkutat di level ke-2 hirarki sepakbola Inggris dan belum ada tanda-tanda mereka dapat bangkit. Dalam masa yang sangat lama mereka masih berkutat dengan persoalan keuangan, baik pasca diakuisisi oleh Ken Bates mantan bos Chelsea etis era sekarang di mana bos Cagliari Massimo Cellino menguasai sebahagian besar saham Leeds.
Artikel Terkait: Tidak Beda Jauh Dengan Leeds United, Newcastle United Separah itu?
Elland Road yang jadi kandang kebanggan merekapun sebahagian besar sahamnya jadi milik perusahaan lain, pasca dipasarkan buat membayar utang bank. Era kejayaan Leeds siapa tahu fenomenal, mungkin mengambil kenangan tersendiri bagi mereka yang mengenal sepak bola pada era 90an sampai era millenium. Bagai sang mantan yang terus terlupakan itulah kiasan yang pas buat Leeds United pada era sepakbola mutakhir sekarang ini.
Logo Credit: https://www.kompasiana.com