Di antara hiruk pikuk zaman dan modernisasi yang menggulung cepat, berdiri tegak sebuah gerbang tua yang menyimpan rahasia peradaban masa lampau. Inilah Lawang Gede, atau dalam bahasa Cirebon: Pintu Besar — saksi bisu dari kejayaan Kerajaan Sing Hapura, yang telah berdiri sejak tahun 1215 Masehi.
Situs Lawang Gede bukan sekadar pintu tua dari kayu jati. Ia adalah gerbang utama dari Keraton Sing Hapura, sebuah kerajaan awal yang menjadi akar tumbuhnya peradaban Islam di Cirebon. Diduga berdiri pada abad ke-13, kerajaan ini dipimpin oleh bangsawan trah Galuh — Pangeran Surawijaya Sakti, putra Prabu Wastu Kancana dari Kerajaan Galuh Pakuan.
Muara Jati bukan hanya gerbang laut biasa. Ia adalah simpul perdagangan maritim yang dikunjungi oleh bangsa Arab, Cina, India, hingga Persia. Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok bahkan sempat singgah dan membangun mercusuar bambu atas izin Ki Ageng Tapa. Dari sinilah perdagangan internasional tumbuh, menjadikan Sing Hapura sebagai pusat ekonomi penting di pesisir Jawa.
Namun kejayaan itu tak abadi. Ketika kolonialisme datang, Mertasinga tak tinggal diam. Pangeran Surya Janagara bangkit memimpin perlawanan dari Keraton Mertasinga Akhir, dibantu para pejuang seperti Ki Mukoyim, Pangeran Khaerudin II, dan Ki Bagus Rangin. Perlawanan heroik ini berlangsung hingga awal abad ke-19.
Hari ini, Lawang Gede masih berdiri. Meski hanya berupa satu pintu, ia mewakili kebesaran sebuah kerajaan yang hilang ditelan zaman. Setiap malam Jumat dan saat tradisi Ngunjung, masyarakat berkumpul, mengenang dan mendoakan para leluhur. Namun perawatan situs ini masih sangat sederhana dan tradisional.