Buah yang Manis

Di suatu hari ada seorang gadis kecil mungil nan periang, Binda adalah namanya. Ia tinggal di sebuah desa yang begitu sejuk dan asri, bersama kedua orang tua, kakak dan neneknya. Ia menjalani keseharian dengan penuh semangat dan kegembiraan. Berani, disiplin, jujur, dan tanggung jawab adalah prinsip yang ia pegang dalam hidupnya. Binda baru duduk dikelas III Madrasah Ibtidaiyah, namun kemampuan membaca Qur’an dan ibadahnya tidak diragukan lagi sebab orang tuanya mendidik Binda dengan agama yang baik sejak kecil. Bapak Doni adalah nama ayah Binda. Petani adalah pekerjaan beliau, sedangkan ibunya bernama Anita. Ibu Binda adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai usaha kecil yakni produksi kerajinan tangan dari barang bekas. Kakaknya bernama Santi yang selalu menjadi juara kelas sejak Madrasah Ibtidaiyah, kini sudah duduk di kelas II MTs. Binda dan Santi merupakan cucu-cucu kesayangan Bu Rosma yang tak lain adalah Neneknya. Mereka adalah sebuah keluarga kecil yang sungguh banyak orang iri dibuatnya.

Binda memang tidak sepintar Santi. Namun Binda adalah anak yang rajin dan pantang menyerah. Hal tersebut terbukti ketika beberapa kali Binda mencoba mengikuti kejuaraan lomba. Gagal menjadi suatu yang biasa harus diterima Binda tatkala pengumuman lomba-lomba yang diikutinya. Hingga suatu saat Binda mendatangi Santi yang sedang belajar. Binda bertanya bagaimana cara belajar Santi selama ini. Binda ingin seperti kakaknya yang mampu meraih keberhasilan baik di kelas maupun saat mengkuti lomba-lomba. Sejak saat itu Santi dan Binda mulai belajar bersama. Binda semakin semangat ketika melihat Santi menerangkan berbagai pelajaran terutama pelajaran sains. Hasil belajar merekapun membuahkan hasil. Binda mulai menunjukkan kemampuannya di kelas hingga para guru dan teman-temannya kagum melihatnya.

Hari ini Binda dipanggil ke kantor oleh gurunya. Di dalam kantor Binda diberi informasi bahwa ia akan diikutkan lomba Sains tingkat kecamatan yang akan diadakan 10 hari kedepan. Binda merasa ragu dan takut mengecewakan guru dan sekolahnya. Gurunya percaya bahwa Binda mampu mengikuti kejuaraan lomba sains tersebut, akhirnya Binda pun bersedia. Sepulang sekolah, Binda pun langsung mengabarkan pada keluarganya terutama Santi kakaknya. Santi sangat senang dan berjanji akan mendukung dan mendampingi Binda belajar dalam mempersiapkan lomba tersebut. Sepuluh hari sebelum lomba diselenggarakan Binda belajar dengan penuh semangat dan optimis untuk menang. Setiap Subuh dan habis sholat Maghrib ia selalu menyempatkan untuk membuka buku dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan Santi untuknya.

Hari yang mendebarkan itupun datang. Sebelum berangkat menuju lokasi lomba, Binda meminta doa dari ayah, ibu, nenek, dan kakaknya. Santi taklupa berpesan bahwa Binda mampu memenangkan lomba tersebut dan jika gagal, Binda harus bisa menerimanya dengan ikhlas. Semangat, doa dan pesan dari banyak orang membuat Binda semakin yakin saat mengerjakan soal-soal lomba. Ia juga memulai dan mengakhiri pengerjaan soalnya dengan doa supaya diberi kemudahan oleh Allah SWT.

Saat pengumuman pemenang lomba dilantunkan, hati Binda hanya menyebut asma Allah. Ia berharap bisa membanggakan orang-orang yang menyayanginya dan membawa harum nama sekolahnya. Namun ia juga siap jika gagal dan memang harus mencoba lagi di lain waktu. Juri mulai membacakan pemenang lomba, nama Mahfuza Tabinda begitu lantang diucapkan, hingga Binda yang mendengarnya pun langsung sujud dan menangis atas hadiah yang tak terduga dari Allah SWT untuknya. Binda pun segera naik ke atas podium untuk mengambil piala dan hadiah yang diberikan oleh para panitia.

Laju langkah Binda mulai dipercepat tatkala menuju rumahnya, ia sudah tidak sabar ingin berbagi kebahagiaan kepada seisi rumah. Ayah, ibu, kakak dan nenek menyambutnya dengan gembira dan penuh ucap syukur. Binda mulai meneteskan air mata haru saat ia teringat akan apa yang ia usahakan selama ini selalu membuahkan hasil yang baik. Tak lupa ia juga berterimakasih kepada Allah dan keluarganya yang selalu mendukung dan memberikan semangat pada apapun yang ia kerjakan, ia juga berjanji kepada kedua orang tuanya akan selalu giat belajar dan beribadah. Karena Binda tahu bahwa apa yang didapatkannya adalah buah manis dari usaha dan doa.

Sejak peristiwa manis itu hadir, sebelum berangkat ke sekolah Binda selalu menyempatkan diri untuk sholat Dhuha terlebih dahulu dan berdoa agar ilmu-ilmu yang ia dapatkan dapat bermanfaat. Binda memiliki keinginan kelak ketika ia tumbuh dewasa dan mulai bekerja ia akan memilih menjadi seorang peneliti muslim dalam bidang sains yang menginspirasi banyak orang dan bermanfaat untuk lingkungannya.