Menurut Hornby sebagaimana dijelaskan oleh Udin Saefuddin Saud (2009), kode etik profesi pada hakikatnya adalah suatu sistem aturan atau asas-asas perilaku yang telah diterima oleh sekelompok orang yang tergabung dalam organisasi profesi tertentu. Penerimaan terhadap suatu kode etik berarti selain pengakuan dan pemahaman terhadap ketentuan dan asas yang terkandung di dalamnya, juga adanya ikatan komitmen dan pernyataan untuk mematuhinya serta kesiapan terhadap akibat yang mungkin terjadi apabila terjadi kelalaian.
Tujuan dari kode etik adalah untuk menjamin bahwa tugas kerja profesional dilaksanakan sebagaimana mestinya dan kepentingan semua pihak terlindungi sebagaimana mestinya. Jadi, kode etik guru adalah kumpulan norma, nilai, dan prinsip moral yang mengatur perilaku profesional seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, pembimbing, dan teladan bagi peserta didik. Kode etik menjadi pedoman sikap dan perilaku dalam hubungan dengan peserta didik, dengan sesama pendidik, dengan orang tua, dengan masyarakat, dengan profesi dan dengan pemerintah.
A. Fungsi Kode Etik Guru
Fungsi kode etik sebagaimana dijelaskan oleh Gibson dan Mitchel (1995) adalah sebagai pedoman dalam menjalankan tanggung jawab profesional anggota suatu profesi, sekaligus sebagai acuan bagi komunitas profesi dalam menilai dan memberikan pertanggungjawaban atas perilaku anggotanya yang menyimpang dari norma profesional.
Kode etik guru sendiri berperan sebagai panduan yang mengatur interaksi antara guru dengan rekan kerja, siswa, atasan, masyarakat, serta dalam menjalankan misi pendidikannya. Tujuan utama dari hubungan-hubungan ini adalah untuk mendukung perkembangan siswa secara maksimal, dan semuanya diatur dalam kerangka kode etik.
1. Etika dalam hubungan antarguru (sejawat)
Interaksi antar guru seharusnya dilandasi sikap saling mendukung, setara, dan kooperatif. Kolaborasi ini umumnya diwujudkan melalui proses konsultasi dan rujukan (Onteng Sutisna, 1986:364). Konsultasi berarti melibatkan rekan sejawat dalam menganalisis kebutuhan siswa dan merancang strategi bantuan, sementara rujukan merujuk pada proses mengarahkan siswa kepada profesional lain yang lebih kompeten dalam menangani persoalan tertentu.
2. Etika hubungan guru dengan siswa
Hubungan yang ideal antara guru dan siswa adalah hubungan yang bersifat menolong (Brammer, 1979), dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi perkembangan siswa. Ciri-ciri dari hubungan ini antara lain adanya empati, penghargaan, perhatian, ketulusan, keterbukaan, dan komunikasi yang jelas dari guru kepada siswa.
3. Etika hubungan guru dengan pemimpin sekolah
Hubungan yang sehat antara guru dan pimpinan sekolah didasari oleh saling percaya. Guru meyakini bahwa tugas yang diberikan pimpinan sesuai dengan kemampuannya, dan pimpinan percaya bahwa guru mampu melaksanakannya dengan baik. Keduanya memahami bahwa dalam proses pelaksanaan tugas mungkin ada ketidakseimbangan, namun tetap bekerja sama demi keberhasilan pendidikan.
4. Etika hubungan guru dengan masyarakat
Dalam berinteraksi dengan masyarakat, guru perlu menjaga hubungan baik demi mendukung proses pendidikan. Misalnya, melalui kerja sama dengan komunitas, instansi (seperti kepolisian, TNI, BNN, Puskesmas desa dan lainnya) maupun industri sekitar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
B. Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan merupakan bidang pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Negara serta umat manusia pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, juga bertanggung jawab mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, guru Indonesia terpanggil untuk melaksanakan kiprahnya dengan mengikuti prinsip-prinsip dasar sebagai berikut (AD/ART PGRI, 1994):
1. Guru yang berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan menerapkan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah terbaik yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar.
5. Guru menjaga hubungan baik dengan orang tua dan masyarakat sekitar untuk menumbuhkan partisipasi dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru, baik secara individu maupun kolektif, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru menjaga hubungan profesional, semangat kekeluargaan dan solidaritas sosial.
8. Guru bersama-sama menjaga dan meningkatkan kualitas organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
C. Tantangan dan Implementasi Kode Etik Guru
Masih terdapat sejumlah tantangan dalam penerapan batasan kode etik guru di lapangan.
1. Minimnya pemahaman. Banyak guru yang belum sepenuhnya memahami isi dan arti penting kode etik. Hal ini bisa jadi karena kurangnya pelatihan khusus atau kurang maksimalnya kegiatan sosialisasi terkait kode etik tersebut.
2. Lemahnya penegakan aturan. Meskipun pelanggaran terhadap kode etik terjadi, tidak selalu disertai dengan tindakan tegas atau sanksi yang jelas. Akibatnya, kode etik cenderung dianggap sebagai dokumen formal semata tanpa dampak nyata.
3. Cepatnya perubahan dalam dunia pendidikan, baik dari sisi teknologi maupun kurikulum. Kondisi ini menuntut guru untuk terus beradaptasi dan meningkatkan diri, yang tidak selalu mudah bagi setiap individu.
Meskipun demikian, ada peluang besar untuk memperkuat penerapan kode etik guru:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Kini, orang tua, masyarakat, dan siswa mulai menghargai peran guru yang berintegritas dan beretika.
2. Dukungan dari pemerintah juga makin terlihat, melalui berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan karakter guru.
3. Keterlibatan organisasi profesi dapat menjadi motor penggerak. Mereka memiliki peran strategis dalam mengadakan pelatihan, menyosialisasikan kode etik, dan memberikan dukungan advokasi kepada guru. Dengan kolaborasi yang baik, penerapan kode etik dapat menjadi lebih kuat dan menyatu dalam praktik profesional, bukan hanya sebagai semboyan semata.
D. Pengaruh Kode Etik Terhadap Proses Pembelajaran
Kode etik memiliki peran yang sangat besar dan berdaya ubah dalam proses pembelajaran.
1. Menjadi dasar terciptanya suasana belajar yang sehat. Dengan penerapan prinsip seperti keadilan, kejujuran, dan rasa hormat, guru membantu membangun lingkungan kelas yang aman, nyaman, dan terbuka bagi semua siswa. Ketika siswa merasa dihargai, mereka lebih berani untuk bertanya, berpendapat, dan mengekspresikan diri tanpa rasa takut. Hal ini sejalan dengan gagasan “kemerdekaan belajar” dari Ki Hadjar Dewantara, yaitu memberi ruang bagi siswa untuk tumbuh sesuai potensi alami mereka.
2. Mempengaruhi kualitas hubungan antara guru dan siswa. Guru yang mengedepankan etika akan bersikap empatik, mendengarkan dengan saksama, memberikan umpan balik yang positif, dan menghindari sikap pilih kasih. Pendekatan ini menciptakan hubungan yang saling percaya, meningkatkan keterlibatan siswa, serta menumbuhkan kepercayaan diri dan kemampuan sosial-emosional mereka.
3. Menumbuhkan profesionalisme dan semangat untuk terus belajar. Guru yang berpegang teguh pada kode etik akan terdorong untuk terus meningkatkan kompetensinya dan menyesuaikan metode mengajar dengan perkembangan zaman, seperti memahami etika penggunaan teknologi atau menghadapi isu-isu seperti perundungan digital. Dengan demikian, pembelajaran yang disampaikan tetap relevan, baik secara akademis maupun dalam menghadapi tantangan sosial dan global saat ini.
E. Tindakan yang Dilakukan untuk Menanamkan Kode Etik dalam Proses Pembelajaran
Untuk menerapkan kode etik secara nyata dalam proses pembelajaran, saya akan mengambil beberapa langkah strategis berikut:
1. Menjadi contoh yang konsisten (Ing Ngarsa Sung Tuladha): Ini merupakan prinsip dasar yang saya pegang. Dalam setiap aktivitas di kelas, saya akan memastikan bahwa ucapan dan tindakan saya selaras. Contohnya, saya akan bersikap terbuka dalam proses penilaian dan menepati janji yang telah dibuat, serta bersedia mengakui kesalahan jika terjadi. Dengan demikian, siswa akan memiliki gambaran nyata tentang perilaku yang etis.
2. Membangun komunikasi yang adil dan penuh empati: Saya akan aktif mendengarkan aspirasi dan keluhan siswa, terutama saat muncul perbedaan pandangan atau konflik. Saya akan berusaha agar setiap siswa memiliki kesempatan yang setara untuk belajar dan berkontribusi, serta mendapat perlakuan yang adil tanpa diskriminasi, sejalan dengan prinsip keadilan dalam kode etik.
3. Mendorong tanggung jawab dan kejujuran melalui pembelajaran berbasis proyek: Dalam proyek seperti membuat video tutorial atau diorama, saya akan menekankan pentingnya kejujuran dalam pengumpulan data, tanggung jawab masing-masing anggota dalam kelompok, serta etika dalam bekerja sama. Penilaian akan mencakup aspek integritas dan kolaborasi, agar siswa memahami bahwa etika merupakan bagian penting dari kualitas hasil kerja mereka.
4. Melindungi privasi dan kerahasiaan siswa: Saya akan menjaga informasi pribadi siswa dengan penuh kehati-hatian, baik di lingkungan kelas maupun melalui media digital. Saya tidak akan menyebarkan data pribadi siswa tanpa izin dan akan memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga privasi di dunia digital, sesuai dengan nilai kerahasiaan dalam kode etik.
AKSI NYATA
Rancanglah 3 aksi nyata yang dapat Bapak/Ibu lakukan dalam menjalankan peran dalam membimbing anak-anak menjadi manusia yang berbudi pekerti mulia. Formulasikan aksi nyata yang konsentris dengan Bapak/Ibu sebagai pusatnya. Apa yang dapat Bapak/Ibu lakukan untuk diri sendiri, untuk anak-anak, dan untuk sekolah?
1. Untuk Diri Sendiri: Membangun Keteladanan Lewat Introspeksi dan Pembiasaan Sikap Positif
Tindakan:
Saya akan membiasakan diri untuk melakukan evaluasi diri setiap hari terhadap perilaku, perkataan, dan keputusan yang saya buat selama proses pembelajaran. Selain itu, saya akan menerapkan sikap positif secara konsisten, seperti menyapa dengan hangat, menepati janji, dan bersikap adil dalam memberikan penilaian.
Tujuan:
Menjadi pribadi yang memiliki integritas dan layak dijadikan contoh oleh siswa.
2. Untuk Siswa: Menanamkan Nilai Karakter Lewat Kegiatan Harian di Kelas
Tindakan:
Saya akan menyisipkan nilai-nilai karakter seperti jujur, bertanggung jawab, empati, dan sopan dalam aktivitas pembelajaran. Contohnya dengan membiasakan siswa untuk menyapa guru ataupun teman baik dilingkungan ataupun di luar madrasah, memberi senyuman di awal pelajaran, mengajarkan siswa etika saat masuk kelas ataupun bagaimana menghubungi guru via chat pribadi atau grup kelas, mengucapkan terimakasih kepada guru mata pelajaran setiap selesai pembelajaran, atau melibatkan mereka dalam proyek sosial sederhana.
Tujuan:
Membantu siswa mengembangkan karakter mulia melalui pembiasaan dan praktik langsung yang berulang.
3. Untuk Lingkungan Sekolah: Menjadi Inisiator Budaya Karakter Positif
Tindakan:
Saya akan berpartisipasi aktif atau menjadi pelopor dalam kegiatan sekolah yang mendukung penguatan karakter, seperti memberikan pelatihan kepemimpinan dan organisasi pada kepengurusan OSIM di madrasah, mendukung program “Madrasah Ramah Anak”, memberikan penghargaan untuk siswa berkarakter baik ataupun penghargaan untuk siswa yang memiliki kehadiran sempurna, atau pelatihan penguatan nilai-nilai etika bagi rekan guru.
Tujuan:
Membangun lingkungan sekolah yang mendukung terbentuknya budaya positif dan karakter kuat secara menyeluruh.